94
Jurnal Syntax Admiration
Vol. 1 No. 9 Januari 2021
p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356
Sosial Teknik
PENGELOLAAN DESA WISATA BAHARI BERKELANJUTAN DALAM
PERSPEKTIF KETAHANAN NASIONAL
Khairul Hidayati dan Henny Saptatia Drajati Nugrahani
Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
INFO ARTIKEL
ABSTRACT
Diterima
18 Desember 2020
Diterima dalam bentuk revisi
12 Januari 2021
Diterima dalam bentuk revisi
The development of the nautical goddess is an effort to
increase the economic added value of the utilization of
marine and fishery services by optimizing the role of the
community. Kaliwlingi village is one of the villages in
the north coast of Java, precisely in brebes subdistrict,
brebes regency, central Java province. Management of
mangrove ecosystem areas that can be done by the local
government in accordance with the principles of
sustainable development is ecotourism. Mangrove
ecotourism is one form of tourism with participatory
community involvement to conserve mangrove
ecosystems. Ecotourism is an alternative to proper
management of natural resources by maintaining an
ecosystem that is still natural through the role and
contribution of the community. The theory used is the
theory of sustainable development, the theory of the
characteristics of coastal ecosystems. the methodology
used by researchers is qualitative, with the expected
results are in the perspective of national resilience with
the concept of tourism villages, not only by simply
branding, but also must have a sustainable concept, a
resilience of a small scope is required first. With the
strong resilience, the growth and progress of tourism
villages will be more advanced, especially marine
tourism.
ABSTRAK
Pembangunan dewi bahari merupakan upaya peningkatan
nilai tambah ekonomi dari pemanfaatan jasa kelautan dan
perikanan dengan mengoptimalkan peran masyarakat.
Desa kaliwlingi merupakan salah satu desa di
wilayah pesisir utara Jawa, tepatnya di kecamatan
brebes, kabupaten brebes, provinsi jawa tengah.
Pengelolaan kawasan ekosistem mangrove yang dapat
dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan prinsip
pembangunan berkelanjutan adalah ekowisata. Ekowisata
mangrove merupakan salah satu bentuk wisata dengan
Keywords:
tourist village; national
defence; kaliwlingi
village; marine tourist
Pengelolaan Desa Wisata Bahari Berkelanjutan Dalam Perspektif Ketahanan Nasional
Studi Kasus Desa Wisata Kaliwlingi Di Kabupaten Brebes Jawa Tengah
Syntax Admiration, Vol. 1, No. 1, Januari 2021 95
Kata kunci:
desa wisata; ketahanan
nasional; desa kaliwlingi;
wisata bahari
pelibatan masyarakat secara partisipatif untuk
mengkonservasi ekosistem mangrove. Ekowisata
merupakan alternatif pengelolaan sumberdaya alam yang
tepat dengan mempertahankan ekosistem yang masih
alami melalui peran dan kontribusi masyarakat. Teori
yang digunakan adalah teori pembangunan
berkelanjutan, teori karakteristik ekosistem pesisir.
metodologi yang dipakai oleh peneliti adalah kualitatif,
dengan hasil yang diharapkan adalah dalam perspektif
ketahanan nasional dengan konsep desa wisata, tidak
hanya dengan sekedar branding, tetapi juga harus
mempunyai konsep yang berkelanjutan, diperlukan
sebuah ketahanan dari ruang lingkup yang kecil terlebih
dahulu. Dengan adanya ketahanan yang kuat, maka
pertumbuhan dan kemajuan desa wisata akan semakin
maju, terutama pariwisata bahari.
Pendahuluan
Wisata bahari merupakan kegiatan berwisata yang mengandalkan daya tarik
panorama alam dan lingkungan pesisir dan lautan dengan aktivitas minat khusus yang
berupa kegiatan memancing, snorkeling, berenang, menyelam, berlayar, berselancar,
rekreasi pantai, berjemur, dan lain-lain, yang memanfaatkan area pesisir sebagai wahana
utamanya. Kontribusi pariwisata bahari terhadap pembangunan nasional berupa
penyediaan lapangan pekerjaan dan aktivitas ekonomi lainnya (multiplier effect) serta
pemasukan devisa bagi negara (Dahuri et al., 2001).
Pengembangan wisata bahari melalui pendekatan potensi desa dengan
pemanfaatan jasa sumber daya kelautan dan perikanan yang menjadi daya tarik wisata
dapat dikembangkan menjadi desa wisata bahari atau yang disebut dewi bahari.
Pembangunan dewi bahari merupakan upaya peningkatan nilai tambah ekonomi dari
pemanfaatan jasa kelautan dan perikanan dengan mengoptimalkan peran masyarakat.
Desa kaliwlingi merupakan salah satu desa di wilayah pesisir utara jawa, tepatnya di
kecamatan brebes, kabupaten brebes, provinsi jawa tengah. Pada tahun 1983 wilayah
pantai kabupaten brebes, provinsi jawa tengah sepanjang 65,48 km, ditumbuhi
mangrove seluas 2.372 ha. Namun pada tahun 2013 luasan mangrove tersebut hanya
tersisa 243,20 ha (Suyono et al., 2015). Hal ini menunjukkan adanya kerusakan
mangrove yang cukup signifikan, salah satu penyebab kerusakan adalah adanya
penebangan dan konversi ekosistem mangrove menjadi lahan tambak. Berdasarkan
informasi dari dinas kelautan dan perikanan brebes tahun 2010 mangrove yang
terkonsentrasi di Desa Kaliwlingi, Kecamatan Brebes seluas 68 hektar berada dalam
kondisi baik, 20 ha diantaranya dalam kondisi rusak berat (Cerlyawati et al., 2017).
Kerusakan ekosistem mangrove tersebut mengakibatkan terjadinya abrasi di kawasan
pantai utara brebes. Untuk mengatasi hal tersebut, kelompok masyarakat menginisiasi
penanaman mangrove/sabuk hijau sebagai upaya membendung laju abrasi di pesisir
pantai sepanjang 1,8 km. Inisiasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata bahari
Khairul Hidayati dan Henny Saptatia Drajati Nugrahani
96 Syntax Admiration, Vol. 1, No. 1, Januari 2021
di desa Kaliwlingi merupakan prinsip dasar ketangguhan desa dalam pengembangan
potensi daerahnya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Faperi et al., 2015) dari hasil intepretasi data
satelit landsat 7 TM pada tahun 2013 dengan metode NDVI menunjukkan bahwa luasan
mangrove di kabupaten brebes hanya 243, 20 hektar, tersebar di beberapa wilayah
kecamatan salah satunya Kecamatan Brebes (Kaliwlingi dan Randusanga) yaitu 161,31
ha. Sedangkan hasil studi yang dilakukan oleh (Albana, 2017) menunjukkan bahwa saat
ini luasan ekosistem mangrove di Desa Kaliwlingi mencapai 207 ha dan terus tumbuh.
Hal ini menunjukkan bahwa luasan hutan mangrove di desa kaliwilingi kabupaten
brebes terus mengalami peningkatan.
Pengelolaan ekosistem mangrove diatur dalam peraturan presiden republik
Indonesia nomor 73 tahun 2012 tentang strategi nasional pengelolaan ekosistem
mangrove dan merupakan langkah yang ditempuh oleh pemerintah pusat dalam upaya
perlindungan ekosistem pesisir. Dalam peraturan tersebut pemerintah daerah (pemda)
akan memegang peranan penting dalam mengelola kawasan mangrove berdasarkan
undang-undang nomor 23 tahun 2014 dikategorikan sebagai kawasan penting yang
perlu untuk dikelola oleh pemerintah daerah.
Salah satu alternatif pengelolaan kawasan ekosistem mangrove yang dapat
dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan
adalah ekowisata. Ekowisata mangrove merupakan salah satu bentuk wisata dengan
pelibatan masyarakat secara partisipatif untuk mengkonservasi ekosistem mangrove.
Ekowisata merupakan alternatif pengelolaan sumberdaya alam yang tepat dengan
mempertahankan ekosistem yang masih alami melalui peran dan kontribusi masyarakat.
Ekowisata dapat berkontribusi pada konservasi dan pembangunan yang mempunyai
hubungan sinergis positif antara pariwisata dengan keanekaragaman hayati dan
melibatkan masyarakat lokal yang dibekali manajemen pengelolaan kawasan wisata
(Ross & Wall, 1999).
Pengelolaan ekosistem wisata mangrove secara berkelanjutan sudah tentu
merupakan hal yang harus dicapai mengingat peran penting ekosistem tersebut bagi
wilayah pesisir dan laut. Pemanfaatan yang tidak berkelanjutan sudah tentu akan
menghilangkan manfaat wilayah tersebut, yang jika terjadi kerusakan secara permanen
maka bukan hanya manfaat ekonomi maupun sosialnya saja yang hilang akan tetapi
manfaat ekologis pun akan menghilang. Ekosistem mangrove yang terpelihara dengan
baik di desa kaliwlingi ternyata menarik wisatawan, sehingga ekosistem mangrove di
kawasan ini memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi kawasan ekowisata
mangrove. Seperti halnya dengan kondisi ekosistem mangrove di kaliwlingi, (Prasenja
et al., 2017) menyimpulkan bahwa kondisi ekosistem mangrove di Pulau Lusi, Sidoarjo
saat ini sesuai untuk dimanfaatkan sebagai kawasan ekomina wisata mangrove, namun
masih perlu adanya penambahan pada beberapa parameter seperti menambah
keanekaragaman mangrove dan penangkaran satwa untuk menjadikan ekosistem yang
lebih baik. Berkembangnya obyek wisata mangrove pada akhirnya berdampak kepada
kondisi masyarakat pesisir, khususnya para nelayan.
Pengelolaan Desa Wisata Bahari Berkelanjutan Dalam Perspektif Ketahanan Nasional
Studi Kasus Desa Wisata Kaliwlingi Di Kabupaten Brebes Jawa Tengah
Syntax Admiration, Vol. 1, No. 1, Januari 2021 97
Kebijakan pengelolaan atau pengembangan wisata bahari daerah melalui kegiatan
ekowisata yang tercantum dalam peraturan menteri dalam negeri nomor 33 tahun 2009
tentang pedoman pengembangan ekowisata di daerah merupakan langkah yang
ditempuh pemerintah pusat dalam mendorong peningkatan pariwisata di daerah yang
berbasis konservasi sumberdaya alam, sekaligus sebagai upaya pemerintah untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat lokal melalui ekowisata. Kondisi ini berkaitan
erat dengan pendekatan ketahanan nasional di bidang pariwisata. Masyarakat pesisir
yang mendapatkan penghasilan dari kegiatan pariwisata bahari atau desa wisata bahari
akan memberikan kontribusi pada kesejahteraan desa dan pada akhirnya akan
memberikan dampak pada ketahanan wilayah pesisir dan ketahanan nasional.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun yang dimaksud dengan
penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik, dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah
dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2007). Adapun jenis
pendekatan penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang
berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-
data. Jenis penelitian deskriptif kualitatif yang digunakan pada penelitian ini
dimaksudkan untuk memperoleh informasi. Selain itu, dengan pendekatan kualitatif
diharapkan dapat mengungkapkan perkembangan desa wisata yang ada di brebes, jawa
tengah.
Hasil dan Pembahasan
Dalam pembahasan desa wisata bahari yang ada di brebes jawa tengah. Menurut
(Santoso et al., 2000) dan (Prasenja et al., 2017) keterkaitannya dalam pembangunan
berkelanjutan, pengelolaan ekosistem mangrove hendaknya mencakup beberapa bentuk
kegiatan pokok, yakni:
1. Pengusahaan ekosistem mangrove yang kegiatannya dapat dikendalikan dengan
penerapan sistem silvikultur, pengaturan kontrak dan pemberian konsensi.
2. Perlindungan dan pelestarian ekosistem mangrove yang dilakukan dengan cara
menunjuk, menetapkan dan mengukuhkan ekosistem mangrove menjadi ekosistem
lindung, ekosistem konservasi (suaka alam, taman nasional, taman ekosistem raya,
ekosistem wisata, dan lain sebagainya) dan kawasan lindung lainnya (jalur hijau,
sempadan pantai/sungai, dan lain sebagainya).
3. Rehabilitasi kawasan mangrove yang rusak sesuai dengan tujuan pengelolaannya
dengan pendekatan pelaksanaan dan penggunaan IPTEK (ilmu pengetahuan dan
teknologi) yang tepat guna.
4. Penanganan kerusakan dan pengelolaan ekosistem mangrove secara partisipasif
dengan melibatkan masyarakat.
Khairul Hidayati dan Henny Saptatia Drajati Nugrahani
98 Syntax Admiration, Vol. 1, No. 1, Januari 2021
Manfaat adanya teori pembangunan berkelanjutan adalah untuk memenuhi
kebutuhan dan mempertahankan kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga
ekosistem secara berkelanjutan baik saat ini hingga masa yang akan datang (Prasenja,
2017). Masyarakat pesisir yang secara ekonomi termajinalkan, dengan pelibatan secara
aktif dalam pengelolaan wisata bahari mampu meningkatkan taraf hidupnya dan kondisi
ekosistem tetap terjaga dengan baik.
1. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat dan Sarana Wilayah Pesisir
Wilayah pesisir berdasarkan keputusan menteri kelautan dan perikanan nomor
KEP.10/MEN/2002 tentang pedoman umum perencanaan pengelolaan pesisir
terpadu didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang
salng berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk provinsi dan
sepertiga dari wilayah laut (kewenangan provinsi) untuk kabupaten/kota dan ke arah
batas administrasi kabupaten/kota.
Masyarakat pesisir merupakan kelompok orang atau suatu komunitas yang
tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara
langsung pada pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir (Sabarisman, 2017).
Menurut undang-undang no 1 tahun 2014 masyarakat pesisir adalah masyarakat
yang terdiri atas masyarakat hukum adat, masyarakat lokal, dan masyarakat
tradisional yang bermukim di wilayah pesisir dan pulau- pulau kecil. Dengan
demikian masyarakat pesir adalah sekumpulan masyarakat (nelayan pemilik, nelayan
buruh, pembudidaya ikan, pedagang ikan, pengolah ikan, dan lain lain) yang hidup
bersama-sama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang
khas yang terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumber daya pesisir
dalam aktivitas sosial ekonominya.
(Rini, 2013) menyatakan masyarakat pesisir tergolong menjadi 3 (tiga) bagian
yaitu, masyarakat perairan, masyarakat nelayan dan masyarakat pesisir tradisional.
Pada umumnya masyarakat pesisir Indonesia lekat dengan kesenjangan sosial
ekonomi, rata-rata masyarakat pesisir masih hidup pada garis kemiskinan bahkan
tidak sedikit yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kondisi sosial ekonomi
masyarakat pesisir saat ini menurut (Tuwo, 2011) masih didominasi oleh kegiatan
penangkapan ikan, sedangkan kegiatan ekonomi lainnya seperti ekowisata pesisir
dan laut masih belum berkembang dengan baik. Selain itu kegiatan penangkapan
masih dalam skala kecil dengan produksi yang belum memadai, dan biaya
operasional yang tinggi. Hal ini menyebabkan rendahnya tingkat kesejahteraan
masyarakat yang tinggal di daerah pesisir.
2. Pariwisata Berkelanjutan
Pariwisata diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan
perjalanan untuk rekreasi, pelancongan dan turisme. Undang-undang republik
indonesia no.10 tahun 2009 tentang kepariwisataan mendefinisikan pariwisata
adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta
Pengelolaan Desa Wisata Bahari Berkelanjutan Dalam Perspektif Ketahanan Nasional
Studi Kasus Desa Wisata Kaliwlingi Di Kabupaten Brebes Jawa Tengah
Syntax Admiration, Vol. 1, No. 1, Januari 2021 99
layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah
daerah. United nations for world tourism organization (UNWTO) mengadopsi
konsep pariwisata berkelanjutan dari konsep sustainable development
(pembangunan berkelanjutan) yang dikeluarkan oleh UN world commission on
environment and development (UNWCED). Konsep pembangunan berkelanjutan
tersebut terus dikembangkan, hingga pada KTT bumi tahun 2002 lahir lima
kesepakatan yang erat kaitannya dengan konservasi sumberdaya alam dan
lingkungan, termasuk di dalamnya bidang kepariwisataan (Qodriyatun, R.N, Andina
E, Suryani A.S, Indahri Y, 2018). UNWTO mendefinisikan pariwisata bekelanjutan
sebagai kegiatan pariwisata yang memperhitungkan sepenuhnya dampak ekonomi,
sosial dan lingkungan disaat ini dan masa depan, unutk memenuhi kebutuhan
wisatawan, industri, lingkungan dan masyarakat lokal.
Menurut (Yazdi, 2012) pariwisata berkelanjutan adalah konsep terbaru yang
digunakan untuk mencerminkan kebutuhan akan analisis dan pengelolaan pariwisata
yang komprehensif baik sebagai bisnis maupun pengalaman. Tujuan pariwisata
berkelanjutan adalah untuk memastikan bahwa suatu pembangunan membawa
pengalaman positif bagi masyarakat lokal, perusahaan pariwisata dan wisatawan itu
sendiri. Akan tetapi pada perkembangannya pariwisata saat ini memiliki masalah,
hal ini dikarenakan adanya kecanduan pertumbuhan pariwisata yang tidak sesuai
dengan tujuan keberlanjutan.
Penelitian yang dilakukan (Desbiolles-F Higgins, 2018) menyatakan bahwa
pariwisata harus dipahami dan dikelola dengan konteks keberlanjutan yang lebih
luas. Selain itu, pendekatan strategis untuk transisi ke pendekatan kecukupan untuk
pariwisata dan liburan sangat penting jika keberlanjutan ingin diamankan. Beberapa
rekomendasi yang diberikan antara lain: mengubah organisasi pariwisata dunia PBB
(UNWTO) menjadi kantor pusat untuk mobilitas berkelanjutan, menciptakan dana
kekayaan pariwisata global, memupuk beragam pendekatan strategi pariwisata untuk
pengembangan dan mengatur serta mengelola pariwisata untuk akuntansi yang lebih
seimbang dan berkeadilan, batas ekologis, manfaat untuk manusia dan masa depan
yang berkelanjutan.
3. Ekowisata
Ekowisata merupakan aktivitas yang memadukan kegiatan konservasi dan
wisata. Ekowisata (ecotourism) adalah perjalanan yang bertanggung jawab ke
tempat-tempat yang alami dengan menjaga kelestarian lingkungan dan
meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat (Wood, 2002). Menurut
(Barkauskiene & Snieska, 2013) ekowisata sebagai alat pembangunan berkelanjutan
dan memberikan manfaat sosial, serta lingkungan ekonomi masa depan dan hak
untuk menjadi prioritas dalam pembangunan ekonomi negara. Dengan demikian
ekowisata dapat didefinisikan sebagai suatu konsep pengembangan pariwisata
berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan
Khairul Hidayati dan Henny Saptatia Drajati Nugrahani
100 Syntax Admiration, Vol. 1, No. 1, Januari 2021
(alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan,
sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat.
4. Ketahanan Ekonomi dan Pariwisata
Kolaborasi stakeholder yang bersifat vertikal maupun horizontal tentu
diperlukan dalam mencapai stabilisasi ekonomi. Perlu ditingkatkannya kolaborasi
antar pemerintah pusat dengan daerah dalam hal peralihan kekuasaan, koordinasi
dan tanggung jawab, antar pemerintah dengan lembaga keuangan dan moneter dalam
hal pembuatan regulasi kebijakan ekonomi, antar pemerintah dengan perusahaan
maupun individu penyedia jasa pariwisata dengan saling mendukung langkah
inovasi baru, serta kolaborasi antar pemerintah dengan kelompok masyarakat dalam
hal sosialisasi kebijakan, serta jaminan keamanan penggunaan ekonomi digital
(Hojeghan & Esfangareh, 2011) melihat bahwa pemerintah perlu melakukan tiga hal
yaitu:
1. Meningkatkan hukum dan kerangka peraturan
2. Memperkuat digitalisasi keuangan
3. Memfaslitasi transformasi elektronik dalam industri. Konsep digitalisasi
ekonomi dan sektor pariwisata yang berkesinambungan dapat menghasilkan
sebuah pergeseran dari destinasi tradisional ke arah konsep yang baru dimana
terdapat perubahan antara hubungan turis dengan lokasi wisata.
Dengan adanya pola kolaborasi yang terorganisasi antara keseluruhan elemen
stakeholder, maka percepatan normalisasi ekonomi di sektor pariwisata bukanlah hal
yang tidak mungkin. Jika stabilitas ekonomi tercapai, maka kondisi ketahanan
ekonomi nasional pun akan terwujud. Ketahanan nasional adalah kapasistas
individu, komunitas atau sistem untuk beradaptasi untuk mempertahankan tingkat
fungsi, struktur, dan identitas yang dapat diterima. (The Demos Publication Resilient
Nation, Emergerncy Response and Recovery (2009), london, cabinet office.
Sedangkan menurut OECD (2008) ketahanan nasional adalah yang mampu
menyerap gunjangan dan mengubah serta menyalurkan perubahan atau tantangan
radikal sambil menjaga stabilitas politik dan mencegah kekerasan. Ketahanan
nasional menunjukkan kapasitas dan legitimasi untuk mengatur populasi dan
wilayahnya. Sedangkan menurut NATO (2018) adalah kemampuan masyarakat
untuk melawan dan pulih dengan mudah dan cepat dari guncangan dan
menggabungkan kesiapsiagaan sipil dan kapasitas militer. Dalam hal ini adalah
perihal terkait dengan hal ketahanan ekonomi untuk membentuk satu kesatuan.
Dalam konsep kemajuan melalui ketahanan nasionalnya, pariwisata nya di desa
wisata brebes bisa memberikan dampak positif dengan adanya konsep berkelanjutan
dan warga masyarakat mendapatkan kesejahteraan dan kemakmuran maka akan
berdampak kepada ketahanan nasional.
Pengelolaan Desa Wisata Bahari Berkelanjutan Dalam Perspektif Ketahanan Nasional
Studi Kasus Desa Wisata Kaliwlingi Di Kabupaten Brebes Jawa Tengah
Syntax Admiration, Vol. 1, No. 1, Januari 2021 101
Kesimpulan
1.
Dalam melaksanakan desa wisata, pemerintah harus terap konsisten pada program
berkelanjutan agar bisa menghasilkan program pelaksanaan yang optimal.
2.
Pemerintah dapat memberlakukan kerja sama dengan berbagai macam stakeholder
untuk meningkatkan pariwisata demi kemajuan desa wisata di brebes.
3.
Terdapat sertifikasi bagi lokasi wisata dan para pekejerja di sektor pariwisata
sehingga memberikan kepercayaan dan keselamatan wisatawan selama New Normal
Tourism pada masa pandemi covid-19 di indonesia.
4.
Pemerintah melakukan pengecekan secara berkala di tempat-tempat wisata, untuk
memantau perkembangan hasil kerjasama dengan konsep ketahanan nasional dan
ketahanan ekonomi.
Khairul Hidayati dan Henny Saptatia Drajati Nugrahani
102 Syntax Admiration, Vol. 1, No. 1, Januari 2021
BIBLIOGRAFI
Albana, H. H. (2017). Analisis Potensi dan Daya Dukung Potensi Obyek Wisata Hutan
Mangrove Pandansari di Desa Kaliwlingi Kecamatan Brebes. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Barkauskiene, K., & Snieska, V. (2013). Ecotourism as An Integral Part of Sustainable
Tourism Development. Economics & Management, 18(3).
Cerlyawati, H., Anggoro, S., & Zainuri, M. (2017). Strategi Pengelolaan Lingkungan
pada Kawasan Rehabilitasi Mangrove di Desa Kaliwlingi Brebes, Desa Mojo
Pemalang, Dan Desa Bedono, Demak. School of Postgraduate.
Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S. P., & Sitepu, dan M. J. (2001). Pengelolaan
sumberdaya wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. PT. Pradnya Paramita.
Jakarta, 328.
Desbiolles-F Higgins. (2018). Sustainable Tourism: Sustaining Tourism or Something
More. In Tourism Management Perspectives (Vol. 99, Issue 25 (October)).
University of Chicago Press.
Faperi, S., Hendrarto, I. B., & Radjasa, O. K. (2015). Management Strategies of
Mangrove Degradation in Coastal Areas of Brebes Regency, Central Java,
Indonesia. Journal of Coastal Zone Management, 18(2), 1000401.
Hojeghan, S. B., & Esfangareh, A. N. (2011). Digital Economy and Tourism Impacts,
Influences and Challenges. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 19, 308316.
Moleong. (2007). Studi tentang terapi menulis ekspresif untuk menurunkan stres pada
penderita gangguan psikosomatik. Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim. Malang.
Prasenja, Y., Alamsyah, A. T., & Bengen, D. G. (2017). Analisis Keberlanjutan
Ekosistem Mangrove Untuk Kegiatan Ekominawisata Di Pulau Lumpur Sidoarjo
Sustainability Analysis Of Mangrove Ecosystem For Ecofisherytourism In Sidoarjo
Lumpur Island.
Qodriyatun, R.N, Andina E, Suryani A.S, Indahri Y, P. U. . (2018). Pengembangan
Pariwisata Berkelanjutan Melalui Ekowisata. Pusat Penelitian Badan Keahlian
DPR RI. Intans Publishing. Malang.
Rini, N. M. (2013). Transformasi Nelayan Menuju Taraf Kehidupan yang Lebih Baik:
Dampak Pariwisata, Kebijakan Taksi Mina Bahari dan Ekonomi.
http://www.academia.edu/8443030/Jurnal Masyarakat Pesisir.
Ross, S., & Wall, G. (1999). Evaluating Ecotourism: The Case of North Sulawesi,
Indonesia. Tourism Management, 20(6), 673682.
Pengelolaan Desa Wisata Bahari Berkelanjutan Dalam Perspektif Ketahanan Nasional
Studi Kasus Desa Wisata Kaliwlingi Di Kabupaten Brebes Jawa Tengah
Syntax Admiration, Vol. 1, No. 1, Januari 2021 103
Sabarisman, M. (2017). Perubahan Sosial dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin
Perkotaan “Pemberdayaan Melalui KUBE di Kelurahan Sayangsayang Kota
Mataram.” Sosio Konsepsia, 17(3), 252268.
Santoso, S., Grady, W. M., Powers, E. J., Lamoree, J., & Bhatt, S. C. (2000).
Characterization of Distribution Power Quality Events with Fourier and Wavelet
transforms. IEEE Transactions on Power Delivery, 15(1), 247254.
Suyono, S., Hendrarto, B., & Radjasa, K. O. (2015). Pemetaan Degradasi Ekosistem
Mangrove dan Abrasi Pantai Berbasis Geographic Information System di
Kabupaten Brebes-Jawa Tengah [Mapping of Mangrove Ecosystem Defradation
and Coastal Abrasion Based on Geographic Information Systems in Brebes
District, Central Java]. Oceatek, 9(01), 90102.
Tuwo, A. (2011). Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut: Pendekatan Ekologi,
Sosial-Ekonomi, Kelembagaan, dan Sarana Wilayah. Brilian Internasional.
Wood, M. (2002). Ecotourism: Principles, Practices and Policies for Sustainability.
UNEP.
Yazdi, S. K. (2012). Renewable Energy, Nonrenewable Energy Consumption, and
Economic Growth. American International Journal of Social Science, 1(1), 5056.