38
Jurnal Syntax Admiration
Vol. 2 No. 1 Januari 2021
p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356
Sosial Teknik
IBUKOTA DKI JAKARTA DALAM MENGHADAPI PANDEMI COVID 19
Cindar Hari Prabowo
Universitas Indonesia, Indonesia
INFO ARTIKEL
ABSTRACT
Diterima
18 Desember 2020
Diterima dalam bentuk revisi
12 Januari 2021
Diterima dalam bentuk revisi
DKI Jakarta province is the capital of the Republic of
Indonesia. As the capital, DKI Jakarta Province bears a
huge economic and socio-political function. The policy of
handling the Covid-19 pandemic in DKI Jakarta
Province is a barometer of the widespread handling of
Covid-19 in Indonesia, but this effort becomes heavy
because there are economic and social burdens that must
be balanced. So that the policies drawn in positive
confirmation, death and recovery figures, become an
indicator in the ups and downs of Covid-19 handling
policy in DKI Jakarta. This research is an effort to look
at the influence of policies based on statistical data
analysis of the Covid 19 pandemic. This study found that
based on the percentage of positive increase and
mortality and recovery rate, the policy of DKI Jakarta
Province is quite good, but there are still areas of
improvement that are expected to be refined. This
research hopes to be an input for the preparation of
policies to handle Covid 19 in the future.
ABSTRAK
Provinsi DKI Jakarta merupakan Ibukota Negara
Republik Indonesia. Sebagai ibukota, Provinsi DKI
Jakarta menanggung fungsi ekonomi dan juga sosial
politik yang sangat besar. Kebijakan penanganan
pandemi Covid-19 di Provinsi DKI Jakarta menjadi
barometer dari penanganan Covid-19 di Indonesia secara
luas, namun upaya ini menjadi berat karena ada beban
ekonomi dan sosial yang harus diseimbangkan. Sehingga
kebijakan yang tergambar dalam angka konfirmasi
positif, kematian dan kesembuhan, menjadi indikator
dalam pasang surut kebijakan penanganan Covid-19 di
DKI Jakarta. Penelitian ini merupakan sebuah upaya
melihat pengaruh kebijakan berdasarkan analisis data
statistik pandemi Covid 19. Penelitian ini menemukan
bahwa berdasarkan persentase pertambahan positif dan
tingkat kematian serta kesembuhan, kebijakan Provinsi
DKI Jakarta sudah cukup baik, namun masih terdapat
Keywords:
covid-19; pandemi,
Jakarta; Ibukota; PSBB
Ibukota DKI Jakarta Dalam Menghadapi Pandemi Covid 19
Syntax Admiration, Vol. 2, No. 1, Januari 2021 39
Kata kunci:
covid-19; pandemic;
Jakarta; capital city; PSBB
ruang-ruang perbaikan yang diharap untuk dapat
disempurnakan. Penelitian ini berharap menjadi masukan
bagi penyusunan kebijakan penanganan Covid 19
kedepan.
Pendahuluan
Ibukota merupakan pusat kekuasaan sebuah Negara (Yahya, 2018). Ibukota
merupakan barometer, tata ukuran kemajuan dan juga kebijakan yang berpengaruh bagi
seluruh negeri. Sehingga ketika suatu negara diuji dengan sebuah polemik, tindak
kesiapan Ibukota akan sangat menjadi penentu keberhasilan negaranya dalam melewati
ujian tersebut. Pandemi virus Covid-19 juga dapat dipandang sebagai sebuah ujian yang
teramat berat bagi tata kelola Pemerintahan suatu Ibukota Negara (Buana, 2020).
Karena harmonisasi kebijakan Pemerintah Ibukota dengan Pemerintah negara
seyogyanya harus selaras dan senafas, agar masa ujian dilewati dengan baik.
Secara khusus dalam memandang Ibukota Negara Republik Indonesia, yaitu
Provinsi DKI Jakarta, ujian pandemi Covid masih jauh dari kata selesai. Karena hingga
Bulan Desember 2020, atau 10 Bulan sejak kasus aktif Covid-19 pertama kali terdeteksi
di Provinsi DKI Jakarta, belum terlihat sinyal pandemi akan mereda, atau setidaknya
kurva gelombang pertama di DKI Jakarta juga belum berakhir. Para hari Kamis, 3
September 2020, Satgas Covid-19 melaporkan adanya penambahan kasus baru
sebanyak 1.359 yang berasal dari Jakarta (Covid UGM, 2020). Jumlah tersebut
merupakan rekor penambahan kasus tertinggi pada tingkat Provinsi. Sedangkan untuk
Indonesia sendiri, per Tanggal 3 September 2020, telah terkonfirmasi 184.268 kasus
Covid-19, dengan 71,7% tingkat kesembuhan dan 4,2% pasien meninggal dunia.
Tingkat kematian di Indonesia lebih tinggi daripada rata-rata di dunia yaitu
sebesar 2,92%, dan terutama jumlah kasus aktif di Indonesia lebih buruk daripada
negara-negara tetangganya, terutama di Asean, dengan Vietnam, Thailand, Myanmar,
Malaysia, Kamboja, Laos, Singapura dan Brunei, yang telah menunjukkan angka
penambahan kasus positif yang sangat rendah (WHO, 2020).
Kurang baiknya tata kelola penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia
merupakan salah satu penyebab mengapa pandemi Covid-19 sulit sekali ditangani di
Indonesia, walaupun berbagai kebijakan dan aturan telah dilaksanakan (Mas’udi &
Winanti, 2020). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta misalnya, telah sigap mengatur
pergerakan masyarakatnya melalui kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB), menyusun Peraturan Daerah terkait Covid-19 (Hasrul, 2020), dan juga
mengalokasikan bantuan bagi Rumah Sakit Umum Daerah dalam rangka peningkatan
kapasitas layanan bagi para penderita aktif Covid-19. Namun dengan melihat kepada
betapa tajamnya kurva peningkatan kasus aktif di Provinsi DKI Jakarta, semestinya
menjadi sinyal, bahwa ada yang kurang tepat dalam kebijakan penanganan Covid 19 di
DKI Jakarta dengan kenyataan di lapangan yang tergambarkan oleh data harian Covid-
19 (BNPB, 2020).
Cindar Hari Prabowo
40 Syntax Admiration, Vol. 2, No. 1, Januari 2021
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan sebuah upaya mengamati perkembangan pandemi
Covid-19 dan juga kebijakan penanganannya di Provinsi DKI Jakarta, melalui analisis
data sekunder perkembangan kasus Covid-19 di Provinsi Jakarta dan juga di Indonesia
sebagai pembanding, serta dengan menganalisis kebijakan penanganan Covid-19 di
Provinsi DKI Jakarta melalui analisis konten.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif, karena penelitian ini
bertujuan untuk melakukan perbandingan dan pengamatan terhadap perkembangan
pandemi Covid-19 di Provinsi DKI Jakarta (Sugiyono, 2016). Metode yang digunakan
adalah metode kuantitatif naratif terhadap tema-tema yang diamati dari pandemi Covid-
19 di Provinsi DKI Jakarta dan juga kebijakan-kebijakan yang diberlakukan sebagai
upaya penanganannya (Moleong, 2013). Sebagai bentuk dari kajian desk study, maka
data yang digunakan berasal dari kajian data sekunder berupa data statistik dan literatur
dari berbagai sumber, sedangkan data primer diperoleh melalui diskusi dengan beberapa
narasumber.
Hasil dan Pembahasan
A. Membandingkan Dampak Pandemi Covid di DKI Jakarta dengan Indonesia
Sepuluh bulan sejak Bulan Maret 2020, pandemi Covid-19 di Indonesia juga
belum mereda, hal ini terlihat dari grafik penambahan kasus positif harian baik di
Kota DKI Jakarta maupun di Indonesia yang masih terus merangkak naik,
sebagaimana terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Perbandingan Kasus Positif Harian di Provinsi DKI Jakarta dengan
Indonesia
Kasus positif di Indonesia pertama kali muncul pada Tanggal 2 Maret 2020 di
Kota Depok, Provinsi Jawa Barat. Sejak itu virus Covid-19 telah menyebar hingga
ke seluruh Indonesia dengan Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Tengah
merupakan tiga Provinsi yang paling besar jumlah kasus aktifnya. Sebagaimana
terlihat pada Gambar 1, bahwa kurva peningkatan kasus aktif di Jakarta dengan
Indonesia cukup serupa perubahan frekuensinya, sehingga menyatakan bahwa
penambahan kasus aktif di Jakarta berpengaruh kepada kasus aktif di Indonesia.
Ibukota DKI Jakarta Dalam Menghadapi Pandemi Covid 19
Syntax Admiration, Vol. 2, No. 1, Januari 2021 41
Walaupun diantara Bulan Oktober dan Desember, terlihat ada lonjakan yang sangat
besar di Indonesia dan tidak sama dengan frekuensi di Kota DKI Jakarta, sehingga
terdapat kasus-kasus yang memperlihatkan ketidaksamaan pengaruh dari Kota DKI
Jakarta dengan Indonesia.
Dalam hal tingkat kematian pasien Covid-19, berdasarkan perbandingan dari
grafik sebagaimana pada Gambar 2, terlihat perbedaan pola penanganan yang
menyebabkan bahwa komparasi frekuensi kematian antara Kota DKI Jakarta dengan
Indonesia cukup berbeda. Terlihat dalam Gambar 2, frekuensi kematian di Kota
DKI Jakarta cenderung stabil, sementara frekuensi kematian di Indonesia cenderung
meningkat tajam.
Gambar 2. Perbandingan Kasus Meninggal Harian di Indonesia dengan Provinsi
DKI Jakarta
Hal ini memperlihatkan bahwa kinerja pelayanan kesehatan bagi para pasien
terkonfirmasi Covid-19 masih cukup kurang dibandingkan dengan pelayanan
kesehatan di Kota DKI Jakarta. Hal ini dapat dipahami mengingat perbedaan
layanan kesehatan, sosialisasi perawatan bagi pasien, hingga kemampuan ekonomi
masyarakat diluar Kota DKI Jakarta sangat berbeda. Namun sepatutnya keberhasilan
layanan di Kota DKI Jakarta dalam menekan angka kematian akibat Covid-19 dapat
dijadikan pembelajaran bagi daerah-daerah lain di Indonesia.
B. Pandemi Covid di DKI Jakarta
Sebagai sebuah Ibukota Negara, pendekatan penanganan Covid-19 secara
tidak langsung menjadi ukuran bagaimana penanganan Covid-19 di Indonesia. Hal
ini salah satunya dapat tergambar dari perbandingan antara angka jumlah yang
meninggal dengan angka jumlah yang sembuh di DKI Jakarta (Ghiffari, 2020).
Sebagaimana terlihat pada Gambar 3, jumlah angka pasien Covid-19 yang sembuh
setiap harinya cenderung meningkat terutama dari periode Juli hingga Oktober, yang
menandakan bahwa pola penanganan pasien Covid-19 yang benar telah ditemukan
dan penerapannya berhasil sehingga angka kesembuhan meningkat secara
signifikan. Demikian juga dengan angka kematian di Kota DKI Jakarta yang terlihat
dapat ditekan sehingga cenderung stabil, pada Angka 2,2%.
Cindar Hari Prabowo
42 Syntax Admiration, Vol. 2, No. 1, Januari 2021
Gambar 3. Perbandingan antara Angka Meninggal harian dengan Angka Sembuh
harian di Provinsi DKI Jakarta
Namun sebaik-baiknya pengendalian tingkat kematian, tetap merupakan
sebuah pekerjaan rumah yang harus diperbaiki untuk menekan seminimal mungkin
jumlah masyarakat yang meninggal. Hal ini juga ditekankan oleh (Budiman, 2020)
yang berpendapat bahwa kekurangan dalam upaya penelusuran kontak erat Covid-
19 yang seringkali tidak tepat sasaran, merupakan salah satu penyebab masih
tingginya penambahan kasus kematian pasien konfirmasi positif Covid-19 harian di
wilayah DKI Jakarta. Dengan kurangnya upaya penelusuran kontak erat,
menyebabkan keterlambatan dalam menemukan kasus konfirmasi positif Covid-19
baru di tengah masyarakat. Sehingga seharusnya upaya penelusuran kontak erat
Covid-19 belum menyasar pada target-target yang diperkirakan terinfeksi.
Kemudian terkait dengan penanganan bagi masyarakat yang telah positif
terkonfirmasi Covid-19, hasil olah data statistik harian Kota DKI Jakarta
menujukkan bahwa pasien dengan positif Covid-19 lebih banyak yang dirawat
secara isolasi mandiri (self isolation) dibandingkan dengan yang masuk kedalam
instalasi perawatan yang disediakan, baik itu adalah rumah sakit rujukan, Wisma
Atlet, ataupun rumah isolasi, sebagaimana terlihat pada Gambar 4 berikut.
Gambar 4. Perbandingan jumlah penderita positif Covid-19 harian yang
melakukan isolasi mandiri dengan dirawat.
Hal ini sangat berkaitan dengan bagaimana kebijakan dari Pemerintah Pusat
dan juga Pemerintah Provinsi DKI dalam mensosialisasikan pentingnya perawatan
bagi para pasien terkonfirmasi positif untuk melaporkan diri dan juga mengikuti
Ibukota DKI Jakarta Dalam Menghadapi Pandemi Covid 19
Syntax Admiration, Vol. 2, No. 1, Januari 2021 43
prosedur perawatan yang benar. Memang mengikuti proses penyembuhan tidak
harus dalam karantina Rumah Sakit ataupun instalasi lainnya, namun isolasi mandiri
di rumah masing-masing, justru dilaporkan telah banyak menciptakan kluster-
kluster rumah tangga, atau bahkan lingkungan perumahan. Dimana satu pasien
terkonfirmasi positif yang kurang berhati-hati, menularkan kepada anggota keluarga,
rumah kerabat yang berdekatan ataupun tetangga.
Dalam upaya menemukan secara cepat kasus-kasus baru, Pemerintah Kota
DKI Jakarta juga sebenarnya telah berupaya dengan mendorong testing Covid-19 di
DKI Jakarta yang mencapai hingga 10.000 test per hari. Wakil Gubernur DKI
Jakarta, Ahmad Riza Patria menyatakan bahwa kapasitas testing tersebut sudah
melampaui standar yang diwajibkan oleh WHO sebesar 6 kali lipat. Hal ini
didukung oleh olah data statistik sebagaimana disampaikan dalam Gambar 5.
Gambar 5. Kapasitas Tes Harian Kasus Covid-19 di Prrovinsi DKI Jakarta
Sebagaimana terlihat, bahwa sejak Bulan April, kapasitas tes sudah melampaui
2 ribu tes per hari, dan terus meningkat secara signifikan hingga pernah mencapai 18
ribu tes perhari pada Bulan November 2020.
Gambar 6. Jumlah Tes Harian di Provinsi DKI Jakarta
Dari rangkaian Tes tersebut, hasil olah data juga menunjukkan bahwa
walaupun sempat sangat tinggi persentase ditemukannya kasus positif, yang sempat
menyentuh hingga 57%, namun sejak Bulan April, persentase ditemukannya kasus
positif telah cukup stabil diangka 10%. Hal ini dapat menjadi indikator bahwa akhir-
akhir ini kasus positif yang tersembunyi di masyarakat cukup rendah. Namun
tentunya sebagaimana upaya tes ini harus diselaraskan dengan penelusuran kontak
Cindar Hari Prabowo
44 Syntax Admiration, Vol. 2, No. 1, Januari 2021
erat, sehingga tes yang dilakukan benar-benar kepada kelompok-kelompok
masyarakat yang paling beresiko tertular, dan bukan didasarkan kepada tes mandiri.
C. Kebijakan Penanganan Pandemi Covid di Jakarta
Hasil komparasi pandemi Covid-19 di Kota DKI Jakarta dengan Indonesia,
dan juga dengan melihat kepada gambaran kasus harian Covid-19 di DKI Jakarta,
setidaknya tergambar bahwa terdapat hal-hal positif yang telah tercapai dalam
penanganan Covid-19 di Kota DKI Jakarta, seperti Tingkat Kematian yang berada
pada kisaran 2,2%, Tingkat Kesembuhan yang tinggi, dan Angka pertambahan
Positif yang walaupun terus meningkat, namun masih cukup terkendali, mengingat
betapa besarnya gejolak sosial di Kota DKI Jakarta sebagai sebuah Ibukota. Secara
garis besar, penanganan Covid-19 di Kota DKI Jakarta terwujud dalam dua
kebijakan besar yaitu (Syafrida & Hartati, 2020).
Sebagai bentuk penerapan konsep Social Distancing yang digalakkan pada
awal meluasnya pandemi Covid-19, Pemerintah Kota DKI Jakarta memberlakukan
suatu konsep pembatasan sosial yang disebut sebagai Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) (Fauzi, 2020). Keputusan ini diterapkan pada Tanggal 10 April 2029,
karena lonjakan kasus Covid-19 sulit dibendung. Kebijakan ini menghentikan
kegiatan perkantoran, penutupan gedung sekolah, pembatasan ojek online, melarang
masyarakat untuk berkerumun hingga mewajibkan semua masyarakat melaksanakan
protokol kesehatan dan mengenakan masker bila sedang di luar rumah.
Sejak pemberlakukan PSBB tersebut, hingga kini kebijakan penerapannya
telah beberapa kali mengalami penyesuaian, dari PSBB, kepada PSBB transisi,
perpanjangan, hingga pengetatan, dan transisi kembali, seperti terlihat pada Gambar
dibawah ini.
Gambar 7. Periode Pemberlakuan PSBB dengan Grafik Jumlah Kasus Positif
Timeline PSBB DKI Jakarta adalah sebagai berikut:
1) 10-23 April 2020: PSBB Jilid I. Penghentian segala jenis kegiatan dan
pemberlakukan protokol kesehatan secara ketat.
Ibukota DKI Jakarta Dalam Menghadapi Pandemi Covid 19
Syntax Admiration, Vol. 2, No. 1, Januari 2021 45
2) 24 April-22 Mei: PSBB Jilid II. Perpanjangan selama 28 hari sebagai akibat dari
masih banyaknya pelanggaran aturan PSBB yang dilakukan oleh masyarakat
DKI Jakarta.
3) 22 Mei-4 Juni: PSBB Jilid III. Perpanjangan selama 14 hari, yang ditandai
dengan adanya rekor 6.316 kasus positif pada Tanggal 22 Mei.
4) 5 Juni-2 Juli: PSBB transisi fase I. Melonggarkan PSBB kepada PSBB transisi,
juga dengan penerbitan Keputusan Gubernur Nomor 563 Tahun 2020 tentang
PSBB masa transisi. Pada masa ini aktivitas-aktivitas ekonomi mulai diizinkan
berjalan secara terbatas dan bertahap.
5) 2-16 Juli: PSBB transisi fase I perpanjangan pertama. Perpanjangan selama 14
hari melalui diskusi dengan epidemiologi, pertimbangan penerapan kesehatan
masyarakat, dan ketersediaan fasilitas kesehatan.
6) 16 Juli-30 Juli: PSBB transisi fase I perpanjangan kedua. Perpanjangan selama
dua minggu, akibat angka kasus positif baik menjadi 5,9%, dan tingkat
keterisian ranjang di rumah sakit (bed occupancy) 54%.
7) 30 Juli-14 Agustus: PSBB transisi fase I perpanjangan ketiga. Perpanjangan
sebagai akibat penilaian para epidemiolog bahwa kondisi pandemi semakin
memburuk.
8) 14-27 Agustus: PSBB transisi fase I perpanjangan keempat. Perpanjangan
sebagai akibat penilaian para epidemiolog bahwa kondisi pandemi belum
membaik. Pada 13 Agustus, tercatat ada 27.863 kasus Covid-19 di Jakarta,
dengan persentase kasus positif sebesar 8,7%, diatas ambang aman WHO, yakni
5%.
9) 27 Agustus-10 September: PSBB transisi fase I perpanjangan kelima.
Perpanjangan PSBB karena kondisi pandemi memburuk dan beberapa kali
terjadi pecah rekor harian, seperti pada 27 Agustus, terdapat 36.462 kasus
positif, dengan angka kasus positif sebesar 6,1 persen.
10) 14 September: PSBB Ketat Berlaku. Ditariknya rem darurat dengan
pertimbangan bahwa tingkat keterisian tempat tidur isolasi sebesar 77% oleh
pasien Covid-19.
11) 12 Oktober: Kembali ke PSBB Transisi. Pelonggaran PSBB kepada masa
transisi, karena terlihat adanya pelambatan kenaikan kasus positif dan kasus
aktif meski masih terjadi peningkatan penularan.
Bentuk-bentuk penyesuaian PSBB di Kota DKI Jakarta merupakan sebuah
bukti bahwa terdapat monitoring dan evaluasi terhadap data aktual harian dan
kumulatif, prinsip ini perlu diapresasi, walaupun penerapan untuk mengurangi
angka pertambahan kasus positif harian adalah suatu pekerjaan yang lebih penting.
Sehingga kebijakan penangan pandemi tidak sekedar mengamati perkembangan,
namun juga melakukan intervensi-intervensi untuk menghambat laju pertambahan
kasus positif, menekan jumlah kematian dan meningkatkan jumlah kesembuhan.
Cindar Hari Prabowo
46 Syntax Admiration, Vol. 2, No. 1, Januari 2021
D. Solusi Penanganan Pandemi Covid di Kota DKI Jakarta
Upaya menekan dan mencegah penularan secara konsisten harus dilakukan
secara benar, yang tentunya tidak hanya tugas Pemerintah Kota DKI Jakarta, namun
juga Pemerintah Pusat dan seluruh masyarakat Indonesia. Pemerintah Pusat dan
Kota DKI Jakarta harus terus memberlakukan protokol kesehatan dengan lebih ketat
kepada warganya.
Kementerian Kesehatan telah menetapkan strategi pengendalian, seperti
pengujian, pelacakan, isolasi dan perawatan, yang seharusnya tidak hanya menjadi
acuan secara nasional, namun juga disempurnakan dengan kasus-kasus yang
dipelajari dari Pemerintah Daerah. Seperti contohnya pentingnya penyediaan
prasarana pengujian, seperti polymerase chain reaction (PCR), harus dimaksimalkan
dan didukung dengan tenaga medis di bidang analis laboratorium kesehatan, untuk
meningkatkan fasilitas pengujian pada kelompok masyarakat yang paling beresiko.
Pemberlakukan PSBB yang dinilai baik, terlihat kurang dalam upaya
pengawasan di lapangan, terutama sebagai akibat dari pelonggaran memasuki PSBB
transisi, kasus aktif selalu terdeteksi naik. Pengawasan ini sebenarnya sudah
tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan
Covid-19 (Telaumbanua, 2020), yang mengatur sanksi pidana bagi masyarakat yang
menolak dilakukan tes PCR, menolak pengobatan atau vaksinasi Covid-19,
mengambil jenazah probable atau konfirmasi positif Covid-19 dan masyarakat yang
dengan sengaja meninggalkan fasilitas isolasi terkendali Covid-19. Sanksi diberikan
dalam bentuk denda dengan batas maksimal Rp 7,5 juta, ataupun sanksi pidana
kurungan yang akan didasarkan kepada pertimbangan hakim. Namun dengan
semakin tingginya sinyal pembiaraan kegiatan masyarakat yang berkumpul dalam
jumlah besar selain dalam rangka Pilkada, penegakan sanksi melalui Peraturan
Daerah tersebut akan sangat sulit karena masyarakat dapat pesimis dengan kebijakan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Pekerjaan rumah Pemerintah Kota DKI Jakarta kedepan dalam menanggulangi
pandemi Covid-19 dapat diringankan dengan melakukan beberapa arahan solusi
sebagai berikut:
1) Menekan Angka Kematian dengan menambah ketersediaan tempat tidur isolasi
dan ruang unit perawatan intensif (ICU) pada rumah sakit untuk menampung
pasien Covid-19. PSBB ketat sempat diberlakukan kembali sebagai akibat laju
pertumbuhan jumlah pasien Covid-19 yang harus dirawat jauh lebih besar
dibandingkan ketersediaan tempat tidur. Denagn demikian, antisipasi perlu
dilakukan namun tidak sekedar menambah jumlah tempat tidur semata, namun
juga mendorong kesiapsiagaan darurat di fasilitas pelayanan kesehatan.
2) Meningkatkan Angka Kesembuhan dengan memodifikasi sumber daya manusia
di fasilitas kesehatan, peralatan dan obat-obatan, ruang perawatan, dan
manajemen di rumah sakit dan di luar dinding rumah sakit. Penjangkauan
kepada pasien Covid-19 yang melakukan isolasi mandiri harus dilakukan, untuk
Ibukota DKI Jakarta Dalam Menghadapi Pandemi Covid 19
Syntax Admiration, Vol. 2, No. 1, Januari 2021 47
mengurangi kemungkinan timbulnya kluster-kluster rumah tangga. Langkah ini
juga dapat diterapkan dengan mengalifungsikan fasilitas umum seperti gedung
olahraga, sekolah, dan masjid untuk isolasi pasien Covid-19.
3) Sinkronisasi Kebijakan antara Pusat dengan Daerah, dan antar Daerah.
Koordinasi menjadi penting agar Pemerintah Pusat dan Provinsi memiliki
kesepahaman langkah dan juga data yang sama. Masalah ini seringkali timbul
dan menciptakan polemik yang tidak produktif. Tidak hanya Pusat dengan
Daerah, namun koordinasi Daerah dengan Daerah juga harus disinkronkan.
Koordinasi Provinsi DKI Jakarta dengan Provinsi Jawa Barat misalnya, karena
pandemi tidak mengenal batas wilayah, ketidaksamaan langkah kebijakan akan
menghasilkan ruang-ruang kosong yang tidak tertangani. Ini dapat menjadi
masalah besar dalam skala pandemi. Dan antar Pusat dengan Daerah dan Daerah
dengan Daerah, juga dapat menerapkan prinsip sharing resources, yaitu berbagi
sumberdaya fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan, sehingga jika terjadi
lonjakan dapat diantisipasi dengan baik.
Kesimpulan
Hasil komparasi data statistik pandemi Covid-19 antara Provinsi DKI Jakarta
dengan Indonesia menggambarkan bahwa persentase Kematian di Provinsi DKI Jakarta
lebih baik daripada persentase Indonesia, sedangkan persentase kesembuhan relatif
tidak jauh berbeda. Namun persentase konfirmasi kasus positif di DKI Jakarta lebih
tinggi daripada persentase Indonesia.
Di Provinsi DKI Jakarta sendiri, telah mengeluarkan berbagai kebijakan dan
peraturan, dengan yang paling berpengaruh adalah PSBB, keputusan Gubernur tentang
PSBB dan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19,
namun keefektifan dari kebijakan tersebut sangat ditentukan oleh kesigapan dalam
mengawal kebijakan di lapangan.
Peran Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara terbukti memiliki pengaruh
terhadap penanganan pandemi Covid-19. Keberhasilan kebijakan Provinsi DKI pada
akhirnya sangat menentukan gejolak sosial dan ekonomi di Indonesia yang menyebar
keseluruh negeri. Provinsi DKI Jakarta juga menanggung beban sebagai pusat produksi
ekonomi dan pengaruh sosial sehingga banyak kebijakan yang diambil menjadi kurang
efektif sebagai akibat tekanan ekonomi dan sosial yang ditanggung. Sehingga
koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah menjadi sangat penting untuk
membantu Provinsi DKI Jakarta dan Indonesia untuk menyelesaikan ujian pandemi
Covid-19 ini.
Cindar Hari Prabowo
48 Syntax Admiration, Vol. 2, No. 1, Januari 2021
BIBLIOGRAFI
BNPB. (2020). Situasi Virus Corona. https://www.covid19.go.id/
Buana, D. R. (2020). Analisis Perilaku Masyarakat Indonesia dalam Menghadapi
Pandemi Virus Corona (Covid-19) dan Kiat Menjaga Kesejahteraan Jiwa. Salam:
Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I, 7(3), 217226.
Budiman, E. (2020). Decision Optimization: Internet Data Assistance for Students
during Learning from Home. No, 11, 372378.
Covid UGM, S. (2020). Panduan Kesehatan Pencegahan Covid-19.
Fauzi, A. (2020). Implementasi Pembatasan Sosial Berskala Besar, Sebuah Kebijakan
Publik dalam Penanganan Pandemi COVID-19. Jurnal Ilmu Administrasi Negara,
16(1), 174178.
Ghiffari, R. A. (2020). Dampak Populasi dan Mobilitas Perkotaan terhadap Penyebaran
Pandemi Covid-19 di Jakarta. Tunas Geografi, 9(1), 8188.
Hasrul, M. (2020). Aspek Hukum Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Jurnal
Legislatif, 385398.
Mas’udi, W., & Winanti, P. S. (2020). Tata Kelola Penanganan COVID-19 di
Indonesia: Kajian Awal. Yogyakarta: GajahMada Pers.
Moleong, L. J. (2013). Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mosal.
Sugiyono, S. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Alfabeta
Bandung.
Syafrida, S., & Hartati, R. (2020). Bersama Melawan Virus Covid 19 di Indonesia.
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-I, 7(6), 495508.
Telaumbanua, D. (2020). Urgensi Pembentukan Aturan Terkait Pencegahan Covid-19
Di Indonesia. Qalamuna: Jurnal Pendidikan, Sosial, Dan Agama, 12(1), 5970.
WHO. (2020). Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). Who, 110.
Yahya, M. (2018). Pemindahan Ibu Kota Negara Maju dan Sejahtera. Jurnal Studi
Agama Dan Masyarakat, 14(1), 2130.