Jurnal Syntax Admiration |
Vol. 1 No. 6 Oktober 2020 |
p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356 |
Sosial Teknik |
IMPLEMENTASI
PSAK NO. 105 PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BAITUL MAAL WA TAMWIL
Rahmah Nurul Sa�diah dan Sulaeman
Universitas Muhammadiyah Sukabumi Jawa Barat, Indonesia
Email: [email protected]
dan [email protected]
INFO
ARTIKEL |
ABSTRAK |
Diterima 26 September 2020 Diterima dalam bentuk revisi 14 Oktober 2020 Diterima dalam bentuk revisi 16 Oktober 2020 |
Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui implementasi
PSAK 105 pada pembiayaan mudharabah di Baitul Maal wa Tamwil (BMT)
Kabandungan. Penelitian ini
menggunakan variabel PSAK 105 dan Pembiayaan Mudharabah. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Populasi dan sampel yang diambil adalah kondisi sosial yang meliputi: tempat, pelaku, dan aktivitas, dan sampel diambil secara purposive
sampling. Narasumber dalam
penelitian ini yaitu kepala BMT dan kepala bagian keuangan (bendahara). Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi perlakuan akuntansi pembiayaan mudharabah di BMT Kabandungan yang meliputi pengakuan investasi, pengakuan kerugian, pengakuan keuntungan, pengakuan piutang, pengakuan beban, pengukuran, penyajian dan pengungkapannya sudah sepenuhnya sesuai dengan PSAK 105. |
Kata kunci: Akuntansi; PSAK 105; Pembiayaan
dan Mudharabah |
Pendahuluan
Aktivitas ekonomi di Sukabumi didukung dengan hadirnya beberapa jenis koperasi, salah satunya yaitu koperasi simpan pinjam yang berbentuk BMT. Keberadaan koperasi di Sukabumi ini menjadi penting dikarenakan mempunyai fungsi dan peranan meliputi: mengembangkan kemampuan dan potensi ekonomi anggota ataupun masyarakat, memperkokoh perekonomian rakyat, mengembangkan perekonomian nasional, dan lain-lain. Apabila dilihat dari banyaknya jumlah usaha, koperasi warga mendominasi koperasi di Sukabumi, yang mana koperasi ini mempunyai jumlah usaha terbanyak dengan 83 unit� dan anggota sebanyak 1.412 orang. Namun, apabila dilihat dari banyak nya jumlah anggota, jenis koperasi yang mempunyai anggota terbanyak adalah koperasi BMT, ini mempunyai nasabah atau anggota sebanyak 5.850 orang� dengan 7 unit usaha (Badan Pusat Statistik Kota Sukabumi, 2019).
Baitul Maal wa Tamwil,
selanjutnya disingkat BMT, atau nama umumnya yaitu Koperasi Jasa Keuangan
Syariah (KJKS), dimana menurut (Masyithoh, 2016) BMT ialah badan keuangan
yang menganut prinsip syariah, dimana konsep penerapannya menggunakan konsep maal dan tamwil. Konsep maal telah menjadi pilihan yang
tepat bagi masyarakat muslim dalam penghimpunan dan penyaluran dana untuk
zakat, infak dan shadaqah (ZIS) secara berkesinambungan. Adapun penerapan
konsep tamwil lebih tepatnya digunakan untuk kegiatan usaha, yang dalam
menjalankan usahanya ditujukan agar memperoleh keuntungan bagi masyarakat yang
memiliki usaha mikro. Dengan hadirnya BMT merupakan solusi yang tepat bagi
masyarakat muslim untuk menghindari praktek aktivitas ekonomi yang menggunakan prinsip
riba, selain itu sebagai penopang keuangan dalam pengembangan kegiatan usaha
mikro dan menengah. �
BMT Kabandungan adalah badan keuangan mikro syariah yang beroperasi di wilayah Sukabumi. Sesuai namanya, salah satu tujuan didirikan nya BMT ini adalah untuk menjadi solusi atas keresahan masyarakat setempat akan bahayanya riba. Selain itu juga untuk menjadi pengembang usaha-usaha produktif masyarakat, meningkatkan ekonomi usaha mikro, penunjang pembiayaan ekonomi, dan lain-lain. Seperti BMT pada umumnya, BMT kabandungan memiliki beragam layanan simpanan serta pembiayaan. Layanan simpanan tersebut diantaranya simpanan umum, berjangka serta haji dan umrah. Sedangkan produk pembiayaan tersebut diantaranya murabahah, mudharabah, musyarakah, dan ijarah.
Salah satu pembiayaan
yang diberikan oleh BMT Kabandungan yaitu pembiayaan mudharabah. Dalam fikih islam,
mudharabah di artikan sebagai akad kerja sama yang dilaksanakan oleh dua pihak yakni
pihak pemilik modal (shahibul maal) dan pihak yang melakukan atau
menjalankan usaha (mudharib) dengan pendapatan keuntungan dibagi dua
sesuai dengan jumlah atau presentase yang sudah disepakati bersama, sementara jika
dikemudian hari adanya kerugian secara finansial maka pemilik modal (shahibul
maal) akan menanggung kerugian tersebut (Nurhayati
and Wasilah, 2019). Selaras dengan pendapat (Iltiham,
2019), mudharabah
merupakan jenis akad yang
dilakukan oleh dua pihak, yang mana pihak
pertama sebagai penyetor dana dan pihak kedua sebagai pengelola dana untuk digunakan
sebagai modal usaha, dan apabila
usaha tersebut menghasilkan keuntungan maka akan dibagi kepada kedua belah pihak
dengan jumlah yang sesuai dengan kesepakatann
awal pada saat akad. Dalam hal ini BMT Kabandungan selaku shahibul maal yang menyalurkan dana
kepada nasabah atau anggota selaku pengusaha (mudharib) untuk membiayai
atau membantu usaha mudharib yang mengalami kekurangan dana atau modal.
Dalam proses menyalurkan pembiayaan mudharabah oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dianggap masih berisiko tinggi. Hal tersebut berisiko tinggi karena dalam penerapannya masih terjadi beberapa persoalan antara lain munculnya moral hazard dari pengelola dana yang dapat berdampak pada peneurunan return yang diperoleh oleh pemilik dana. Adapun persoalan lain yang dapat muncul yaitu asymmetrik information merupakan ketimpangan informasi yang diterima oleh pemilik dana serta pengelola dana, misalnya tidak tersampaikannya informasi-informasi yang berkaitan dengan peraturan-peraturan tentang pembiayaan mudharabah dari pemilik dana kepada pengelola dana. Selain itu, ketidak terbukaannya informasi yang diberikan oleh pengelola dana kepada pemilik dana. Hal-hal tersebutlah yang menyebabkan pihak pemilik dana menuntut agar diberikan jaminan pada proses penyaluran pembiayaan mudharabah (Purwoko, 2016).
Sebenarnya hukum islam tidak membenarkan adanya jaminan, akan tetapi LKS dalam menyalurkan pembiayaan mudharabah pada nasabah diperbolehkan untuk mensyaratkan jaminan sebagaimana tertuang pada edaran Dewan Syariah Nasional No 07/DSN/MUI-IV/2000, menjelaskan bahwa secara prinsip dalam pembiayaan mudharabah tidak terdapat jaminan, tetapi untuk meminimalisir nasabah melakukan penyimpangan, Lembaga keuangan atau entitas yang bertindak sebagai shahibul maal boleh mengajukan jaminan dari nasabah, dan jaminan tersebut boleh dicairkan apabila pengelola dana tidak menjalankan segala hal yang ada dalam kesepakatan bersama (Dewan Syariah Nasional, 2000).
Pada BMT Kabandungan sendiri untuk meminimalisir resiko yang ditimbulkan, untuk produk pembiayaan mudharabah masih diarahkan oleh pihak BMT hal ini dilakukan sebagai bentuk pencegahan yang dilakukan BMT kabandungan agar terhindar dari perilaku curang atau penyimpangan dana oleh anggota. Oleh sebab itu BMT Kabandungan lebih menerapkan jenis pembiayaan mudharabah muqayyadah agar terhindar dari resiko yang lebih rawan, apabila terjadi penyimpangan maupun kerugian maka akan terlihat dan lebih mudah untuk mengendalikannya.
Pada
dasarnya BMT adalah koperasi syariah, adapun dalam pembuatan laporan keuangan koperasi wajib menyusunnya sesuai dengan SAK ETAP, tetapi BMT adalah LKS yang dalam melaporkan keuangannya wajib didasarkan pada Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Perbankan Syariah (Sulvia, 2016). Pelaksanaan pembiayaan
mudharabah ini berdasarkan PSAK 105 yang mengatur terhadap pembiayaan
mudharabah. Yang dimana prinsip utama mudharabah adalah kesepakatan nisbah bagi hasil yang didapatkan dari keuntungan usaha, dan apabila terjadi kerugian maka akan ditanggung oleh pihak pemilik dana, yang mana kerugian tersebut bukan dikarenakan oleh kesalahan pengelola dana selama menjalankan usaha. Selama proses transaksi antara pemilik dana dengan pengelola dana wajib mengikuti pedoman-pedoman dalam bermuamalat meliputi keadilan,
keseimbangan, mengutamakan kebaikan, serta menghindari keburukan dan riba (Inna
Kurniawati, 2017).
PSAK 105 tentang akuntansi mudharabah pertama kali dikeluarkan pada 27 Juni 2007 oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia. Dimana di dalam PSAK memuat beberapa aspek yaitu pengakuan, penilaian, penyusunan dan pengungkapan proses mudharabah. PSAK 105 diimplementasikan untuk perusahaan atau lembaga yang menjalankan proses mudharabah baik selaku pemilik dana maupun pihak pengelola dana (Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), 2019).
BMT Kabandungan merupakan
LKS non bank yang wajib memenuhi aturan-aturan yang sudah ditetapkan dalam
pelaksanaan akad mudharabah agar transaksi mudharabah tersebut sesuai dengan prinsip
islam dan terhindar dari riba. Penerapan transaksi mudharabah pada BMT wajib
sesuai standar akuntansi keuangan yang berlaku yaitu PSAK 105 mengenai
Akuntansi Mudharabah. Akan tetapi,
dalam praktiknya BMT Kabandungan belum sepenuhnya menerapkan ketentuan tersebut.
Diketahui berdasarkan observasi
awal pada 04 Mei 2020 bahwa
BMT Kabandungan tidak menyediakan pembiayaan mudharabah dalam bentuk kas, dan hanya menyediakan dana usaha dalam bentuk asset nonkas. Hal ini disebakan karena BMT Kabandungan khawatir akan adanya penyimpangan
dana oleh pengelola atau nasabah. Selain itu pihak BMT Kabandungan khususnya bagian Accounting dalam membuat laporan keuangan hanya mengandalkan sistem
software yang telah ditentukan oleh
kantor, sehingga hal ini memunculkan kemungkinan minimnya pengetahuan karyawan
tentang PSAK, khususnya mengenai PSAK 105 mengenai pembiayaan mudharabah.
Hal tersebut
sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan
ketidaksesuaian PSAK 105 dengan perlakuan akuntansi pembiayaan mudharabah yang
dilaksanakan oleh bank serta lembaga keuangan lainnya, diantaranya penelitian
yang dilakukan menunjukan bahwa ada ketidaksesuaian pengungkapan akuntansi
terhadap pembiayaan mudharabah berdasarkan PSAK 105, ketidaksesuaian itu
terjadi disebabkan tidak terdapatnya pengungkapan penyisihan kerugian penanaman
modal mudharabah serta� juga tidak
terdapat pengungkapan kerugian dampak turunnya nilai aktiva mudharabah (Latifah, Pranoto, dan
Susilowati 2016).
Kemudian
penelitian lain yang dilaksanakan oleh Asri dan Abd. Hasil penelitiannya menunjukkan
praktik pengakuan akuntansi pembiayaan mudharabah belum sesuai dengan PSAK 105
karena pengakuan keuantungan dihitung bukan dari laporan keuangan namun atas
hasil proyeksi. Selain itu juga pada saat pengungkapan belum memenuhi standar
PSAK 105 dikarenakan tidak terdapat pengungkapan dalam menisihkan kerugian penanaman
modal mudharabah dan pengungkapan kerugian yang disebabkan nilai aktiva
mudharabah yang menurun (Dewita dan Jalil, 2019).
Berdasarkan
hasil dari penelitian terdahulu diatas, penulis mengambil kesimpulan bahwa
terdapat fenomena gap yaitu adanya ketimpangan antara aturan atau teori yang
seharusnya dengan kenyataan atau realita yang terjadi di lapangan mengenai
perlakuan akuntansi dari pembiayaan mudharabah.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis memandang perlu untuk meneliti lebih lanjut perihal implementasi PSAK 105 tentang pembiayaan mudharabah di BMT Kabandungan dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui kesesuaian penerapan akuntansi pembiayaan Mudharabah BMT Kabandungan yang didasarkan pada ketentuan PSAK No 105.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif secara deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang ditujukan agar dapat menggambarkan, menjelaskan dan mengartikan objek yang apa adanya sesuai dengan
yang ditemukan oleh peneliti
(Ibrahim, 2018). Penelitian
deksriptif kualitatif ini berguna memperoleh informasi dan mendalami pengimplementasian
PSAK No. 105 pada transaksi mudharabah di BMT Kabandungan secara langsung.
Lokasi BMT Kabandungan itu sendiri berada
di Jl. Tirta Atmaja, Kp. Tangkolo RT 26b/10 Desa Kabandungan, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Berdasarkan Spradley penelitian kualitatif
menggunakan situasi sosial yang meliputi tiga aspek, yakni:
tempat, subyek serta kegiatan, dimana ketiga nya
berhubungan dengan sinergis. Pada penelitian ini situasi sosial,
meliputi: (1) tempat: BMT Kabandungan; (2) pelaku: Manager
dan Kepala Bagian Keuangan
(bendahara); (3) aktivitas:
penerapan PSAK 105 pada
produk pembiayaan mudharabah. Adapun sampel diambil menggunakan teknik
purposive samping, yaitu sampel
diambil berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang telah ditentukan oleh
peneliti, hal tersebut ditujukan agar pengamatan pada objek lebih mudah dan
terarah (Sugiyono 2018:219)
Kemudian
dalam penilitian ini menggunakan teknik pengamatan, wawancara serta
dokumentasi.
1.
Pengamatan
Pengumpulan
data dengan pengamatan dilaksanakan secara langsung dengan mengamati obyek penelitian.
2. Wawancara
Pada penelitian ini, wawancara tidak lepas dari pedoman wawancara yang sudah ditentukan sebelumnya, kemudian secara teliti mendengarkan informasi yang disampaikan oleh narasumber dan dibantu alat penunjang meliputi buku catatan, kamera, serta recorder yang dapat memudahkan dalam proses pengolahan data.
3. Dokumentasi
Sugiyono menyatakan bahwa dokumen ialah catatan peristiwa yang telah lampau. Dokumentasi dapat berupa catatan, lukisan, buku, majalah dan artikel online. Dalam penelitian kualitatif, pengambilan data dari dokumen digunakan untuk melengkapi data yang diambil dari metode pengamatan dan wawancara (Sugiyono, 2018).
Selain itu, agar diperoleh data yang lebih akurat maka dilakukan teknik analisis data yakni meliputi analisis sebelum dilapangan, analisis selama dilapangan dan setelah dilapangan yang mana terdiri dari pemilahan data, display data serta menyusun kesimpulan dan pemeriksaan ulang.
Hasil dan Pembahasan
A.
Hasil Penelitian
BMT Kabandungan
merupakan salah satu unit usaha koperasi simpan pinjam syariah
yang terletak di daerah Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. Kegiatan yang dilakukan BMT Kabandungan ialah penghimpunan dana dari anggota yang berupa simpanan dan penyaluran dana tersebut melalui pembiayaan kepada anggota serta menawarkan
produk dan jasa keuangan lainnya. BMT Kabandungan memiliki Pembiayaan Murabahah, Mudharabah, Musyarakah, Ijarah, serta Ijarah Multijasa.
Pembiayaan mudharabah
di BMT Kabandungan memiliki
ketentuan yaitu dana diberikan dalam bentuk barang atau
non kas dalam jangka waktu tempo maksimal 24 bulan. Ketika mengajukan
pembiayaan, calon nasabah pembiayaan mudharabah di BMT Kabandungan tidak memerlukan biaya apapun, akan
tetapi untuk mengajukan pembiayaan harus sudah menjadi
anggota dan memiliki simpanan dengan syarat saldo simpanan
sebesar 40% dari total pinjaman. Misalnya anggota mengajukan pembiayaan mudharabah sebesar Rp 10.000.000, maka anggota tersebut harus sudah memiliki
simpanan minimal Rp 4.000.000.
BMT Kabandungan
menentukan persentase untuk bagi hasil
30:70 yaitu 30% hak BMT serta 70% hak anggota.
Besarnya persentase untuk pihak pengelola
(anggota) agar para anggota
tidak merasa keberatan dan diharapkan anggota tidak bermain
curang. Selain itu, pihak BMT Kabandungan tidak berkontribusi apapun untuk membantu pengelola kecuali sebatas kontribusi modal usaha saja. Akad
pembiayaan mudharabah berakhir jika anggota
sudah mengembalikan semua dana yang telah di berikan oleh pihak BMT. Apabila anggota tidak membayar angsuran karena tertunda membayar maka pihak BMT akan memberikan tenggang waktu sampai nasabah bisa membayar angsuran
dan bagi hasil yang yang tercantum dalam kesepakatan awal.
Hasil wawancara
dengan narasumber Bapak Saepul Anwar selaku manager dan
Ibu Dian Mardianti selaku Bendahara BMT Kabandungan serta dokumentasi terkait perlakuan akuntansi pembiayaan mudhrabah maka bisa dilakukan analisis seperti berikut:
1.
Pengakuan
a.
Pengakuan Investasi
Dana mudharabah yang diberikan
oleh BMT Kabandungan kepada
pengelola dana diakui sebagai investasi mudharabah ketika dana disalurkan. Pembiayaan mudharabah tersebut disalurkan kepada anggota berbentuk non kas atau barang karena
BMT Kabandungan tidak melayani pembiayaan mudharabah berupa aset kas atau uang tunai. Selaras dengan penjelasan yang diberikan oleh bagian keuangan bahwa:
�Pada saat
penyerahan asset nonkas kepada anggota diakui sebagai� pembiayaan mudharabah dan sampai saat ini
memang untuk pembiayaan mudahrabah di BMT sendiri tidak dalam bentuk uang atau penyerahan
tunai� (Mardianti, 2020).
Pencatatan persetujuan pembiayaan mudharabah di BMT Kabandungan di catat pada saat akad di setujui
oleh kedua belah pihak dan penyerahan aset tidak dilakukan
bertahap tetapi setelah terjadi akad pembiayaan mudharabah dan pembayaran mudharabah bisa dilaksanan secara bertahap atau telah
jatuh tempo menyesuaikan kesepakatan antara kedua pihak.
b.
Pengakuan Kerugian
BMT Kabandungan�
memiliki ketentuan untuk mengakui terjadi kerugian pada pembiayaan
mudharabah yaitu dengan meninjau terlebih dahulu penyebab kerugian tersebut.
Apabila kerugian tersebut akibat anggota mengalami bencana alam maka dilakukan perhitungan dengan
melakukan perhitungan pada saat bagi hasil. Tetapi apabila kerugian terjadi
bukan akibat kesalahan pengelola maka di tanggung oleh pihak BMT tetapi apabila
kesalahan timbul karena pengelola maka ditanggung oleh pihak pengelola atau
anggota.
Pihak BMT Kabandungan sebelum pembiayaan mudharabah
disetujui terlebih dahulu pihak BMT melakukan survey untuk mengetahui bagaimana kehidupan, kondisi usaha dan jaminan
nasabah (pengelola dana). Ketika usaha mitra
mengalami kebangkrutan namun masih mampu bangkit maka pihak BMT Kabandungan
memberikan kelonggaran jatuh tempo dalam pengembalian angsuran. Namun apabila usahanya bangkrut serta tidak mampu bangkit lagi maka pihak BMT Kabandungan melakukan penutupan buku dengan memasukan
ke cadangan kerugian piutang.
c.
Pengakuan Keuntungan
Pengakuan keuntungan bagi hasil di BMT Kabandungan diakui pada saat anggota menyetorkan
pembayaran bagi hasil. Pembayaran tersebut bisa dilaksanakan
secara bulanan atau pada saat jatuh tempo yang waktunya sudah ditentukan di awal akad pembiayaan
mudharabah, dan perhitungan
nisbah bagi hasil dilakukan menggunakan persentase tertentu sesuai kesepakatan bersama. Pada BMT Kabandungan untuk prinsip bagi hasil
pembiayaan mudharabahnya memanfaatkan prinsip profit sharing adalah
perincian bagi hasil dapat diperoleh
dari penghitungan laba bersih dari
total penghasilan sesudah dipotong untuk biaya operasional selama menjalankan usaha.
Hasil wawancara dengan
Ibu Dian Mardianti pada bagian
keuangan menjelaskan bahwa:
�BMT kabandungan
dalam perhitungan bagi hasil menggunakan
prinsip profit sharing dengan
menghitung pendapatan yang diperoleh dikurangi dengan beban ongkos
produksi dan lain-lain. Hasil pendapatan
bersih dikalikan dengan persentase bagi hasil yaitu
30:70, 30% untuk BMT dan 70% untuk
pengelola� (Mardianti, 2020).
d.
Pengakuan Piutang
Pengakuan piutang di BMT Kabandungan diakui pada saat anggota belum
membayar modal pokok pembiayaan mudharabah dan bagi hasilnya kepada
pihak BMT yang sudah lewat jatuh tempo.
e.
Pengakuan Beban
BMT Kabandungan tidak
mengakui beban yang terjadi sehubungan dengan pembiayaan mudharabah karena rugi
yang disebabkan kelalaian atau kesalahan anggota dalam mengelola dana selanjutnya dibebankan kepada anggota.
2.
Pengukuran
BMT kabandungan
akan mengukur pembiayaan mudharabah setelah dilaksanakannya akad. BMT Kabandungan mengukur pembiayaan mudharabah sejumlah nilai wajar aset
non kas atau barang yang dibelanjakan oleh pihak BMT untuk usaha anggota
dan diakui pada saat barang tersebut diserahkan kepada anggota.
3.
Penyajian
BMT Kabandungan menyajikan pembiayaan mudharabah pada saat penyerahaan aset non kas kepada anggota atau ketika penye kredit pokok dan bagi hasil disajikan sebagai pembiayaan mudharabah. Pembiayaan tersebut akan disajikan pada laporan keuangan dengan nilai pembiayaan mudharabah diserahkan kepada nasabah pada laporan posisi keuangan menyesuaikan nilai tercatatnya.
4.
Pengungkapan
Pengungkapan pembiayaan mudharabah di BMT Kabandungan terdiri dari porsi dana dan pembagian hasil usaha serta kegiatan yang berkaitan dengan pembiayaan mudharabah tertuang pada saat dilaksanakan akad. Diperkuat dengan hasil wawancara yang menyebutkan:
�Pengungkapan isi kesepakatan utama usaha mudharabah seperti porsi dana dan pembagian hasil usaha hanya diungkapkan pada saat akad dan pernyataan permohonan pembiayaan.� (Mardianti, 2020).
5.
Analisis Implementasi PSAK No. 105
Pemaparan hasil penelitan mengenai pelakuan akuntansi mudharabah yang meliputi pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan yang diimplementasikan BMT Kabandungan diatas, analisisnya berdasarkan PSAK No. 105 disajikan dalam table 1 di bawah ini:
Tabel 1 Analisis Implementasi PSAK No. 105
PSAK No. 105 |
BMT Kabandungan |
Pengakuan: 1. Pengakuan Investasi - �Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset non kas kepada pengelola dana� (PSAK No. 105, paragraf 12). - �Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah diterima oleh pengelola dana� (PSAK No. 105, paragraf 16). 2. Pengakuan Kerugian - �Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan rusak, hilang atau faktor lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi mudharabah� (PSAK No. 105, paragraf 14). - �Jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut diperhitungkan pada saat bagi hasil� (PSAK No. 105, paragraf 15). - �Dalam investasi mudharabah yang diberikan dalam aset non-kas dan aset non-kas tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan secara efektif dalam kegiatan usaha mudharabah, maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah investasi, namun diperhitungkan pada saat bagi hasil� (PSAK No. 105, paragraf 17). 3. Pengakuan Keuntungan - �Jika investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati� (PSAK No. 105, paragraf 17). - �Pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan usaha dari pengelola dana. Tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha� (PSAK No. 105, paragraf 22). - �Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi laba. Jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) bukantotal pendapatan usaha (omset). Bila berdasarkan prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah laba neto (net profit) yaitu laba bruto berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah� (PSAK No. 105, paragraf 11). 4. Pengakuan Piutang - �Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui sebagai piutang� (PSAK No. 105, paragraf 19). - �Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai piutang� (PSAK No. 105, paragraf 24). 5. Pengakuan Beban - �Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada pengelola dana dan tidak mengurangi investasi mudharabah� (PSAK No. 105, paragraf 23). |
Sesuai, BMT Kabandungan mengakui investasi mudharabah pada saat menyerahkan aset non kas kepada anggota atau pengelola dana Sesuai, Usaha mudharabah disebut beroperasi ketika asset non kas diterima oleh anggota Sesuai, Menghilangnya pembiayaan mudharabah yang disebabkan adanya kelalaian pengelola dana maka kerugian itu disebut sebagai rugi dan nilai investasi mudharabah akan berkurang. Sesuai, Menghilangnya pembiayaan bukan dikarenakan kelalaian pengelola dana maka kerugian itu dapat dipertimbangkan ketika dilakukannya bagi hasil. Sesuai, Kerugian aset non kas yang disebabkan karena pelaksanaan usaha mudharabah maka kerugian itu dapat menyebabkan pengurangan persentase investasi, tetapi dipertimbangkan ketika dilakukannya bagi hasil Sesuai, Pembagian bagi hasil dilaksanakan bersama dengan penyerahan kredit pokok menyesuaikan berdasarkan jangka waktu pembayaran yang sudah disepakati ketika terjadinya akad Sesuai,
Pendapatan usaha diperoleh dari kalkulasi nisbah dengan laporan pendapatan keuntungan dari pengelola dana, Laporan pendapatan keuntungan disusun
dan disajikan oleh para anggota di tiap bulannya. Sesuai, Pembagian hasil usaha mudharabah dilaksanakan dengan mengacu berdasarkan implementasi keuntungan netto sebagai acuan dalam membagikan usahanya. Sesuai, BMT mengakui piutang pada saat pengelola dana belum membayar angsuran pokok pembiayaan mudharabah dan juga ketika pengelola dana belum mampu membayarkan bagi hasil pada saat jatuh tempo Sesuai, Kerugian yang disebabkan oleh kelalaian
pengelola dana akan ditanggung oleh pengelola dana, dan dana pembiayaan mudharabahnya juga tidak akan berkurang. |
Pengukuran: - �Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan. -
Investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas
diukur sebesar nilai wajar aset
non- kas pada saat penyerahan: a. Jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui, maka selisihnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad mudharaba. b. Jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui sebagai kerugian� (PSAK No. 105, paragraf 13). |
Belum diterapkan Sesuai, Pembiayaan mudharabah BMT diberikan
dalam bentuk barang dan diukur sesuai dengan nilai wajar aset non-kas
diberikan kepada pengelola. |
Penyajian: �Pemilik
dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai tercatat� (PSAK No. 105, paragraf 36). |
Sesuai, BMT Kabandungan mempresentasikan pembiayaan mudharabah yang diberikan kepada anggota pada laporan posisi
keuangan sesuai nilai tercatatnya. |
Pengungkapan �Pemilik dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharabah, tetapi tidak �terbatas, pada: (PSAK No. 105, paragraf 36) a. Isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha mudharabah, dan lain- lain. b. Rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya. c. Penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan. d. Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah�. |
Sesuai, Isi kesepakatan pembiayaan mudharabah misalnya jumlah dana, dan bagi hasil usaha, tertuang dalam akad pembiayaan mudharabah. Pembiayaan mudharabah diungkapkan di dalam laporan keuangan dan dicatat
dalam laporan posisi keuangan |
Kesimpulan��������������������������������������������������������������
Perlakuan akuntansi pembiayaan mudharabah yang telah diimplementasikan BMT Kabandungan mengenai pengakuan baik itu pengakuan investasi, pengakuan kerugian, pengakuan keuntungan, pengakuan piutang, pengakuan beban, pengukuran investasi mudharabah, penyajian dan pengungkapannya telah sesuai berdasarkan PSAK 105. Namun BMT Kabandungan belum menerapkan pembiayaan mudharabah dalam bentuk kas sehingga perlakuannya belum dapat diteliti. Jadi secara keseluruhan penerapan akuntansi pembiayaan mudharabah di BMT Kabandungan telah sepenuhnya mengikuti aturan PSAK 105.
Badan Pusat Statistik Kota Sukabumi. (2019).
Kota Sukabumi Dalam Angka 2019. Sukabumi.
Dewan Syariah Nasional. (2000). �Fatwa
Dewan Syariah Nasional MUI Nomor 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan
Mudharabah (Qiradh).� Retrieved April 10, 2020
(http://tafsirq.com/fatwa/dsn-mui/pembiayaan-mudharabah-qiradh).
Dewita, Asri, dan Abd. Jalil. (2019).
�Analisis Penerapan Pembiayaan Mudharabah Menurut PSAK 105 Pada Perbankan
Syariah.� Jurnal Ekonomi Syariah 2(2):16�28.
Ibrahim. (2018). Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). (2019). Standar
Akuntansi Keuangan Syariah. 1 Jan 2019. Dewan Standar Akuntansi Keuangan.
Iltiham, Muhammad Fahmul. (2019).
�Implementasi Akad Mudharabah Berdasarkan PSAK 105 Tentang Akuntansi Mudharabah
Dan Fatwa DSN MUI Pada Produk Pembiayaan.� Jurnal Ekonomi Islam
11(1):21�38.
Inna Kurniawati. (2017). �Pembiayaan
Mudharabah Pada Pt . Bank Muamalat Indonesia , Tbk.� (105).
Latifah, Eny, Soeparlan Pranoto, dan Endah
Susilowati. (2016). �Kajian Kesesuaian Perlakuan Akuntansi Mudharabah Dengan
PSAK No. 105 Pada Koperasi Syariah Lamongan.� Jurnal Ilmiah Bidang Ilmu
Ekonomi 11(2):78�90.
Mardianti, Dian. (2020). Perlakuan
Akuntansi Pembiayaan Mudharabah Di BMT Kabandungan. Hasil Wawancara
Pribadi: 13 Juli 2020. BMT Kabandungan.
Masyithoh, N. D. (2016). �Analisis Normatif
Undang-Undang No 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Atas Status
Badan Hukum Dan Pengawasan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT).� Economica: Jurnal
Ekonomi Islam 5(2):17.
Nurhayati, Sri, and Wasilah. (2019). Akuntansi
Syariah Di Indonesia. Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat.
PSAK No. 105. (2019). PSAK No. 105.
Purwoko, Sigit. (2016). �Analisis Penerapan Akuntansi Pembiayaan
Mudharabah Berdasarkan PSAK 105�. �Universitas Negeri Yogyakarta.
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung: Alfabeta, cv.
Sulvia, Siti. (2016). �Analisis Penerapan
PSAK 105 Atas Pembiayaan Mudharabah Pada BMT UGT Sidogiri Cabang Gedang
Jember.� Jurnal Ekonomi Dan Akuntansi Syariah.