�Jurnal Syntax Admiration

Vol. 1 No. 7 November 2020

p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356

Sosial Teknik

 

PEMBINAAN KARAKTER ISLAMI SISWA PADA SMAN 1 DAN ASRAMA BINA SISWA CISARUA KABUPATEN BANDUNG BARAT

 

Hendra

UIN Sunan Gunung Djati Bandung Jawa Barat, Indonesia

Email: [email protected]

 

INFO ARTIKEL

ABSTRAK

Diterima

30 Oktober 2020

Diterima dalam bentuk revisi

17 November 2020

Diterima dalam bentuk revisi

Pendidikan di Indonesia dalam dekade terakhir banyak menuai problem, salah satunya dengan mulai keroposnya moralitas atau karakter yang melanda generasi muda dan ini menjadi pembahasan penting yang patut diperhatikan oleh semua pihak. Seperti halnya banyak siswa-siswi khususnya di kalangan tingkat Menegah Atas, yang memperlihatkan akhlak yang dianggap kurang baik seperti pergaulan bebas atau yang lainnya. Melihat problem tersebut, perlu adanya beberapa terobosan, yang salah satunya melalui pembinaan karakter islami siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler Islam yang diterapkan di sekolah baik melalui bentuk pengajaran di kelas maupun kegiatan lain di luar pembelajaran. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah komponen pembinaan model basic yang diadaptasi dari basic teaching model Robert Glaser. Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti tentang pembinaan karakter Islami siswa di SMAN 1 dan Asrama Bina Siswa Cisarua Kabupaten Bandung Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Dalam melakukan pengumpulan data, penulis menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi dengan menggunakan analisis deskriptif untuk menggambarkan, dan melukiskan data yang diperoleh dengan menggunakan kata-kata atau kalimat yang dipisah-pisah menurut kategori data penelitian guna mendapatkan suatu kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembinaan karakter Islami siswa pada SMAN 1 dan Asrama Bina Siswa ini dalam memperdalam pengetahuan, menyalurkan bakat dan minat, upaya pembinaan manusia seutuhnya, dengan Pembinaan karakter siswa yang dilakukan di SMAN 1 dan Asrama Bina Siswa tersebut dapat menjadikan para siswanya berkarakter baik.

Kata kunci:

Pembinaan; Karakter Iskami; Siswa


 

Pendahuluan

Karakter adalah tabiat atau kebiasaan yang dipandang sebagai solusi untuk diterapkan dalam setiap lembaga pendidikan. Mengingat sistem pendidikan yang ada saat ini masih mementingkan aspek akademis maka pendidikan seharusnya dapat mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik secara komprehensif. Kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual perlu dikembangkan secara bersama. Jika kecerdasan intelektual saja yang dikembangkan akibatnya kecerdasan ini akan terkikis oleh perkembangan zaman karena rapuhnya kecerdasan emosional dan spiritual. Kenyataannya masih banyak sekolah yang menganakemaskan kecerdasan intelektual peserta didiknya.

Pendidik dan lembaga pendidikan adalah pionir dalam pembentukan karakter. Oleh karena itu menjadi tugas orang tua, masyarakat, sekolah, dan pemerintah sebagai penyelenggara pendidikan dalam membentuk generasi muda yang berkarakter.

Munculnya gagasan pendidikan karakter ini juga dikarenakan, lemahnya peran dan pengaruh orang tua terhadap anak, sedangkan pengaruh teman sebaya (peer) semakin kuat dalam kehidupan anak yang cenderung mengakibatkan kemerosotan moral pada anak usia sekolah. Sistem ini diharapkan dapat membantu siswa-siswi menjadi pribadi yang memiliki akhlak mulia. Dalam konteks universal pendidikan karakter muncul dan berkembang awalnya dilandasi oleh pemikiran bahwa sekolah tidak hanya bertanggung jawab agar peserta didik menjadi sekedar cerdas, tetapi juga harus bertanggung jawab untuk memberdayakan dirinya agar memiliki nilai-nilai moral yang memadunya dalam kehidupan sehari-hari (Samani, 2012). Sejak dikeluarkannya kebijakan tersebut, maka setiap sekolah, dan guru harus menyiapkan nilai-nilai pendidikan karakter pada materi pembelajarannya.

Menurut Muhammad Zein, bahwa dalam mendidik siswa perlu diterapkan tiga metode yaitu meniru, menghafal, dan membiasakan. Sedangkan pembiasaan akan menimbulkan kemudahan dan keentengan (untuk melakukan sesuatu). Pembinaan kepada siswa agar memiliki sifat-sifat terpuji, tidak cukup dengan penjelasan, akan tetapi perlu membiasakannya untuk melakukan hal-hal yang baik. Karena pembiasaan pada pendidikan anak sangatlah penting, khususnya dalam pembentukan pribadi, akhlak atau karakter (Muhammad Zein, 1995).

Pembiasaan pada pendidikan anak sangatlah penting, khususnya dalam pembentukan pribadi, akhlak dan agama pada umumnya. Karena pembiasaan-pembiasaan agama itu akan memasukkan unsur-unsur positif pada pertumbuhan. Semakin banyak pengalaman agama yang didapat anak melalui pembiasaan, maka semakin banyak unsur agama dalam pribadinya dan semakin mudah ia memahami ajaran agama (Darajat, 1987). Pembiasaan ini penting dilakukan dengan harapan pada gilirannya sifat-sifat baik sebagai inti ajaran Islam, muncul dengan sendirinya karena terbiasa sehingga menjadi karakter yang kuat pada anak.

Menurut Tafsir, karakter itu sama dengan akhlak dalam pandangan Islam. Akhlak dalam pandangan Islam adalah kepribadian yang mencakup tiga komponen yaitu tahu (pengetahuan), sikap dan perilaku. Ketiga komponen tersebut haruslah menyatu sehingga dapat membentuk pribadi yang utuh. Kepribadian pecah bila pengetahuan sama dengan sikap tetapi tidak sama dengan perilakunya, atau pengetahuan tidak sama dengan sikap, dan tidak sama dengan perilaku. Ahmad Tafsir juga menegaskan bahwa pendidikan karakter itu sangat penting, karakter merupakan penanda bahwa seorang layak atau tidak layak disebut manusia, dan pendidikan karakter itu adalah tugas semua orang, termasuk lembaga pendidikan Islam (Ahmad Tafsir, 2010).

Akhlāq adalah perangai, kelakuan, tabiat, watak dasar, atau kebiasaan. Akhlāq atau khuluq berarti pula budi pekerti, adat kebiasaan, perangai atau semata yang sudah menjadi tabiat (Nata, 2015). Ibnu Maskawih mengartikan akhlāq sebagai keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pemikiran terlebih dahulu (A. Musthofa, 1997). Al-Ghazali mengemukakan bahwa akhlāq adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan yang dengan mudah dan tidak memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Dari pengertian para ahli itu, jelas sekali bahwa akhlāq yang baik harus dilatih. Latihan tersebut melahirkan pembiasaan yang kemudian melahirkan spontan perilaku yang baik.

Akhlāq dapat menjadi identitas dan pendidikan agama memiliki peran untuk pembinaan akhlāq tersebut. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Mohamad Athiyah al-Abrasiy bahwa, �Pendidikan agama adalah untuk mendidik dan membina akhlāq jiwa, menanamkan rasa fadilah atau keutamaan, membiasakan dengan kesopanan yang tinggi, serta mempersiapkan untuk suatu kehidupan yang sufi seluruhnya, ikhlas dan jujur� (Moh. Athiyah al-Abrasiy, 1991).

Harapan baiknya akhlāq bangsa terutama di kalangan remaja tidak serta merta sesuai dengan kenyataan di lapangan. Menteri Komunikasi dan Informasi masa bakti 2009-2014, Tifatul Sembiring merasa prihatin dengan semakin maraknya peredaran pornografi di kalangan remaja dan anak-anak. Keprihatinan tersebut sejalan dengan adanya data dari Komisi Perlindungan Anak (KPA) yang mengungkapkan 97% remaja pernah menonton atau mengakses pornografi, 62,7% remaja pernah melakukan hubungan badan (making love), dan 21% melakukan aborsi (Kompas, 2015).

Tifatul Sembiring mengemukakan pula pertarungan antar nilai-nilai budaya, pengaruh asing, setiap hari terus berlangsung, sehingga bangsa ini harus menjaga kekokohan nilai-nilai karakter bangsa. Jika tidak, maka Indonesia akan kehilangan identitas sebagai bangsa besar. Penyebaran konten negatif tersebut banyak disalurkan melalui sarana informasi dan telekomunikasi (IT), terutama konten asing yang dijual kepada kita, bahkan konten tersebut banyak yang merusak nilai-nilai budaya bangsa (Kompas, 2015).

Data lain diperoleh bahwa hasil penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerja sama dengan lembaga penelitian dari salah satu perguruan tinggi negeri menghasilkan sebuah temuan yang membuat para orang tua harus bersikap waspada terhadap anak-anaknya. Penelitian yang dilakukan pada 2016 hingga 2017 itu menyebutkan, dari 3,2 juta pengguna narkoba di Indonesia, 1,1 juta di antaranya adalah pelajar dan mahasiswa. Sebaran dari 1,1 juta itu adalah 40% adalah pelajar SLTP, 35% pelajar SLTA, dan 25% mahasiswa. Data terbaru pengguna narkoba dari BNN justru meningkat signifikan dimana pada periode Juni 2017 angka pengguna sebesar 4.2 juta dan di bulan November 2017 sebesar 5,9 juta (http://indonesia.coconuts.co/2017).

Di Kabupaten Bandung Barat diperoleh data tentang perilaku negatif dan kriminal yang dilakukan oleh remaja dan pelajar. Berdasarkan data Reserse dan Kriminal (Reskrim) pada bulan Januari 2017 diperoleh 22 kasus geng motor dengan kekerasan dan narkoba. Pada bulan September 2017 berdasar data penanganan tindak pidana yang dilakukan oleh anak diperoleh 31 kasus dan lima kasus terjadi di Kabupaten Bandung Barat. Tindak kriminal pencabulan, penganiayaan, dan pencurian pada Februari 2018 diperoleh 26 kasus; tujuh di antaranya dilakukan oleh remaja dan pelajar (Dokumen Reskrim Polres Cimahi, Juni 2017).

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Bandung Barat mendeskripsikan jumlah kasus yang ditangani tahun 2015 sebagai berikut: (1) Kekerasan terhadap perempuan terdapat enam kasus, (2) Kekerasan terhadap anak terdapat 17 kasus, (3) Trafficking terdapat satu kasus, dan (4) Kekerasan dalam rumah tangga terdapat delapan kasus (Dokumen Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Bandung Barat, Juni 2017).

Badan Narkotika Kabupaten Bandung Barat berdasarkan hasil koordinasi dengan Polres Cimahi merekapitulasi jumlah ungkap kasus Penyalahgunaan Narkoba di Wilayah Kabupaten� Bandung Barat dari tahun 2017 sampai dengan Desember 2017 sebanyak 336 Kasus. Sementara data prevalensi penyalahgunaan narkoba di sebuah wilayah pemerintah berdasarkan riset Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2018 sebanyak 2.80% dari total penduduk suatu pemerintahan. Apabila penduduk Kabupaten Bandung Barat sebanyak lebih kurang 1,6 juta penduduk (Data Makro Sosial Kabupaten Bandung Barat, 2018) maka dikhawatirkan penduduk yang terpapar narkoba dari mulai yang coba-coba, pengguna, pengedar, bandar, dan mafia narkoba baik jenis napza dalam arti alkohol dan zat adiktif (NAPZA: Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Aditif lainnya) sampai jenis narkotika yang membahayakan maka diestimasi penyalahgunaan narkoba sebanyak 44.800 orang/kasus dengan fakta lainnya 75% peredaran narkoba dikendalikan dari dalam Lembaga Pemasyarakatan (LP), kemudian 12.044 orang per tahun meninggal atau 33 orang perhari meninggal yang diakibatkan penyalahgunaan narkoba (Dokumentasi Laporan Badan Narkotika Kabupaten Bandung Barat, Juni 2017).

Mengingat permasalahan buruknya karakter sebagaimana dipaparkan di atas, maka upaya pembinaan karakter Islami siswa di SMA menjadi suatu keniscayaan. Ditegaskan Maksudin bahwa karakter tidak terjadi secara tiba-tiba, akan tetapi membutuhkan proses. Proses yang dimaksud adalah upaya pembinaan melalui pendidikan karakter (Maksudin, 2013). Pembinaan merupakan suatu usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memeroleh hasil yang lebih baik (Pupuh Fathurrohman. et.al, 2013).

Penelitian tentang karakter Islami siswa di SMAN/Man telah banyak dilakukan diataranya : Penelitian yang di lakukan oleh Ade Kamaludin dengan judul �Keteladanan Guru Agama Islam dalam Membentuk� Akhlak Karimah Siswa (Penelitian di Madrasah Aliyah se-KKM MAN3 Cianjur)�. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa : 1) Nilai-nilai keteladanan dikedua sekolah ini terlihat dari sikap guru yang� disiplin, membiasakan dalam ibadah, pembiasaan prilaku positif dalam kehidupan sehari-hari, bersikap taat pada aturan, sekolah, bersikap perhatian pada siswa dan bersikap selalu sopan, 2) Penerapan nilai-nilai keteladanan guru dikedua sekolah ini sudah terlaksana dengan baik melalui pendekatan secara personal dan pada saat mengajar dan diluar pembelajaran, menerapkan berbagai Program kegiatan sekolah baik bersifat harian, mingguan, bulanan, bahkan tahunan, 3) Hasil keteladanan guru di kedua sekolah iniu sudah terlaksana dengan baik, hal ini dapat terlihat dari semaraknya kegiatan siswa yang unggul dalam kegiatan keagamaan, perilaku yang mulia, unggul dalam prestasi akademis dan non-akademis, jauh dari tawuran, narkoba dan tindakan kriminal, 4) Faktor pendukung dari kedua sekolah ini adalah adanya para pendidik professional, kemauan yang kuat dari guru pendidikan agama Islam untuk membina akhlak siswa dan sarana prasarana yang lengkap. Faktor penghambatnya, kurangnya perhatian dari orang tua siswa, siswa yang brokenhome, maraknya media medsos, kondisi siswanya sendiri yang belum memiliki kesadaran yang tinggi dalam proses pelaksanaannya.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Rahmat Sugiharto dengan judul �Pembentukan Nilai-Nilai Karakter Islami Siswa Melalui Metode Pembiasaan� Hasil penelitiannya bahwa pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk menjamin keberlangsungan hidup bernegara dan berbangsa. Maraknya berbagai macam tindak kejahatan, tawuran antar pelajar, kasus pencabulan anak dibawah umur, dan pemakaian obat-obatan terlarang, serta kasus korupsi yang semakin hari semakin menjadi-jadi merupakan indikasi kemerosotan akhlak atau kemerosotan moral. Oleh karena itu, pembentukan karakter dan kepribadian anak sesuai dengan nilai keagamaan menjadi sebuah kebutuhan dan keharusan. Maka dari itu, penting sekali membentuk nilai-nilai karakter melalui metode pembiasaan, bila lingkungan madrasah, dan tempat tinggal mendukung dengan segala kebaikan, maka nilai-nilai karakter anak akan tumbuh dan berkembang secara positif sesuai ajaran pendidikan agama Islam. Tulisan ini bertujuan untuk mengungkap pembentukan nilai-nilai karakter islami siswa melalui pembiasaan di MTs Ar-Roudloh terpadu Cileunyi Bandung, dengan sub fokus mencakup: (1) Tujan pembentukan nilai-nila karakter islami siswa melalui pembiasaan di MTs Ar-Roudloh terpadu Cileunyi Bandung. (2) Bagaimana bentuk pembiasaan dalam pembentukan nilai-nila karakter islami siswa di MTs terpadu Ar-Roudloh Cileunyi Bandung. (3) Bagaimana evaluasinya dan karakter-karakter apa saja yang terbentuk pada diri siswa melalui pembiasaan di MTs terpadu Ar-Roudloh Cileunyi Bandung. (4) Bagaimana faktor penghambat dan pendukung dalam pembentukan nilai-nilai karakter islami siswa melalui pembiasaan di MTs terpadu Ar-Roudloh Cileunyi Bandung.

Persamaan penelitian di atas dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah sama-sama meneliti tentang karakter Islami siwa. Adapun perbedaanya adalah penelitian yang peneliti lakukan lebih memfokuskan terhadap pembinaan karakter siswa di SMAN 1 dan di Asrama Bina siswa Cisarua Bandung.

 

 

 

Metode Penelitian

Pendekatan penelitian ini termasuk penelitian kualitatif (Rahardjo, 2010) karena penelitian ini ditujukan untuk menghasilkan� data deskriptif berupa paparan atau ujaran tentang tujuan, program, proses dan evaluasi kegiatan pembinaaan karakter Islami siswa pada SMAN 1 dan Asrama �Bina Siswa Cisarua kabupaten Bandung Barat, dari pihak-pihak terkait dengan pembinaan karakter Islami tadi. Selain data deskriftif, penelitian inipun menggunakan metode kualitatif, seperti dikemukakan Sugiono, bahwa metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek alamiah, di mana peneliti adalah sebagai instrument kunci, penelitian ini menempatkan peneliti sebagai instrument penelitian mengumpulkan data, baik melalui pengamatan, wawancara atau gabungan keduanya (triangulasi) pada kondisi alamiah dari pembinaan karakter Islami yang dilakukan di SMAN 1 dan Asrama �Bina Siswa Cisarua.

�Teknik pengumpulan datanya dengan teknik wawancara, Observasi dan dokumentasi, sedangkan teknik analis datanya menggunakan display data, reduksi data dan conklusi dta.

 

Hasil dan Pembahasan

Dalam melakukan proses Pembinaan Karakter Islami siswa diperlukan suatu strategi-strategi agar hasilnya bisa sesuai dengan harapan sekolah. Dari hasil wawancara dan pengamatan peneliti di lapangan selama mengikuti kegiatan Pembinaan Karakter Islami siswa di Asrama Bina Siswa Cisarua Kabupaten Bandung Barat. Strategi-strategi yang dilakukan dituangkan dalam kegiatan jangka panjang, menengah dan pendek yang tergolong dalam kegiatan harian, mingguan dan tahunan yaitu :

a)      Kegiatan Harian yang terdiri dari :

1.      Berdoa di awal dan di akhir Pembelajaran

2.      Shalat dzuhur dan dhuha berjamaah

b)      Kegiatan Mingguan yang terdiri dari :

1.      Iqro

2.      Amal Jumu�ah

3.      Seni Baca al-Qur�an

4.      Gruf sholawat

5.      Kaligrafi

6.      Tahlilan &Yasinan

c)      Kegiatan Tahunan, terdiri dari :

  1. Peringatan Hari-hari Besar Islam
  2. Pesantren Ramadhan
  3. Pengumpulan Zakat Fitrah
  4. Istigosah

Strategi-strategi yang dilakukan dituangkan dalam kegiatan jangka panjang, menengah dan pendek yang tergolong dalam kegiatan harian, mingguan dan tahunan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh pembina ekstrakurikuler keagamaan, diantaranya sebagai berikut :

Strategi yang digunakan dalam Kegiatan Pembinaan Karakter Islami siswa internalisasi dituangkan dalam program-program kegiatan keagamaan, terdiri dari program jangka pendek, menengah dan pendek, yang artinya berupa kegiatan harian, mingguan dan tahunan� (Wawancara Dengan Pembimbing Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan, Senin 4 Januari 2018).

Kegiatan Pembinaan Karakter Islami siswa mencakup keseluruhan aspek baik keduniaan maupun akhirat, jadi dengan kata lain bahwa dalam menyatukan seluruh nilai-nilai pendidikan dilakukan secara bertahap sehingga mencapai nilai yang utuh pada diri pribadi siswa dan menjadikan karakter siswa yang kuat sehingga mampu memberikan kesiapannya dalam mengahadapi tantangan zaman yang semakin keras.

Proses peningkatan kualitas Karakter Islami siswa kegamaan peserta didik di Asrama� Bina Siswa Cisarua Kabupaten Bandung Barat mengacu apa yang sudah di standartkan oleh pihak pemerintah. Sehingga ada penambahan jam ajarnya. Diharapkan dengan penambahan jam pelajaran keagamaan bisa lebih maksimal dan optimal dalam menambah pengetahuan siswa khususnya bidang keagamaan. Sedangkan diluar program pemerintah yang dilaksanakan di Asrama Bina Siswa Cisarua Kabupaten Bandung Barat dengan mengadakan beberapa keiatan pembinaan karakter islami siswa seperti kegiatan Iqro (pelatihan dan pembinaan al-Qur�an), tata cara melaksanakan ibadah, yaitu sholat wajib dan sunnah, menyambut perayaan hari besar Islam dan lain sebagainya.

Al-Qur�an adalah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh Jibril kepada Nabi Muhammad Saw. Didalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang terkandung didalam al-Qur�an itu terdiri terdiri dari dua prinsip besar, yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut aqidah, dan yang berhubungan dengan amal yag disebut syari�ah (Daradjat, 2006).

Menurut hasil wawancara dan pengamatan peneliti di lapangan, nilai-nilai agama Islam yang ditanamkan dalam Kegiatan Pembinaan Karakter Islami siswa (Observasi Pada Tanggal 4 Januari 2018) diantaranya sebagai berikut :

1)      Nilai-nilai Akidah

Akidah sebagai sebuah kayakinan akan membentuk tingkah laku, bahkan mempengaruhi kehidupan seorang muslim. Menurut Abu A‟la Al-Maududi, pengaruh akidah dalam kehidupan sebagai berikut :

a)      Menjauhkan manusia dari pandangan yang sempit dan picik.

b)      Menghilangkan sifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan dan situasi

c)      Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga diri.

d)      Menanamkan sifat kesatria, semangat dan berani, tidak gentar menghadapi resiko.

e)      Membentuk manusia menjadi jujur dan adil.

f)       Membentuk pendirian yang teguh, sabar, taat dan disiplin dalam menjalankan illahi

g)      Mencipatakan sikap hidup damai dan ridha.

Berdasarkan observasi pada tanggal 4 Nopember 2017 dalam proses Kegiatan Pembinaan Karakter Islami siswa mengandung nilai akidah terlihat pada proses kegiatan pembalajaran maupun kegiatan diluar pembelajaran seperti ketika kegiatan keagamaan berlangsung, dengan senantiasa diawali dan di akhiri dengan berdoa. Dengan berdoa merupakan perwujudan untuk menambah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt.

Dalam meningkatkan ketaqwaan dan keimanan para siswa maka aktifitas yang dilakukan selalu diarahkan untuk menjadikan suatu budaya Islami yang kemudian mampu dilakukan oleh para siswa sehari-hari di Asrama� Bina Siswa Cisarua Kabupaten Bandung Barat. Sebagaimana yang dijelaskan oleh ibu Dewi Resmina selaku pembina keagamaan:

Kebiasaan menyebut Asma-asma Allah setiap akan dimulainya kegiatan proses pebelajaran seperti membaca lantunan asmaul husna dan beberapa doa belajar lainnya serta mengakhiri denga membaca hamdallah. Kemudian juga bisa dengan melakukan amalan wajib maupun sunnah seperti melakukan sholat lima waktu, puasan senin-kamis membaca Al-Qur‟an dll� (Wawancara Dengan Pembimbing Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan, 4 Januari 2018 di Ruang Kamtor Kepala Asrama Bina Siswa Cisarua Kabupaten Bandung Barat Jam 10.00).

Dari hasil wawancara dengan bapak pembina ekstrakurikuler keagamaan tersebut dapat di garis bawahi bahwa salah satu yang dilakukan dalam proses Kegiatan Pembinaan Karakter Islami siswa yaitu dengan mendekatkan siswa pada kitab suci al-Quran. Sebab al-Quran merupakan sumber ajaran agama Islam yang utama dan sebagai pedoman umat Islam. Kegiatan tersebut bertujuan untuk lebih menekankan pada pembinaan membaca al-Quran agar peserta didik nantinya mampu membaca dengan baik dan benar. Seperti yang diungkapkan oleh ibu kepala sekolah, sebagai berikut :

Disebabkan kebanyakan lulusan siswa yang sekolah disini dari sekolah umum dan juga latar belakang keluarga yang kurang menanamkan nilai-nilai agama Islam maka pihak sekolah mengupayakan dengan berbagai kegiatan keagamaan diluar jam pembelajaran , seperti melakukan kegiatan yang dinamakan Iqrodisini anak di bina dan di latih dalam membaca al-Quran secara baik dan benar, sebab masih ada yang banyak kesalahan waktu membaca. Pelaksanaannya sendiri ditutori oleh para siswa yang tingkatnya sudah tinggi yaitu kls XII. Selain itu juga kegiatan tahlil dan yasin sebab generasi muda sekarang banyak yang kurang berani ketika ditunjuk oleh masyarakat menjadi imam, oleh karenanya dalam kegiatan ini anak-anak dilatih menjadi imam dan jadi jamaahnya. Sebab kegiatan ini sudah menjadi tradisi dan melekat dikalangan masyarakat� (Wawancara Dengan Kepala Asrama Bina Siswa Cisarua Kabupaten Bandung BaratBarat 4 Januari 2018 Pukul 10.30).

Siswa selain didekatkan dengan al-Quran juga dikenalkan dengan arti yang terkandung di dalamnya melalui ekstrakurikuler Iqro‟. Jadi siswa selain mampu membaca al-Quran dengan baik tapi juga bisa mengetahui kandungan ayatnya, sehingga siswa dengan sendiri bisa mengaplikasakan dalam kehidupan sehari-hari. Di sisi lain juga didekatkan keiatan pembinaan karakter islami siswa lainnya seperti sholawat, kaligrafi, seni baca al-Quran dan lain-lain.� Karakter adalah sandangan fundamental yang memberikan kemampuan kepada populasi manusia untuk hidup bersama dalam kedamaian serta membentukan dunia dipenuhi dengan kebaikan dan kebijakan, yang bebas dari kekerasan dan tindakan-tindakan tidak bermoral (Samani, 2012).

Istilah karakter dan kepribadian atau watak sering digunakan secara bertukar-tukar, tetapi menurut Allport yang dikutip oleh Ahmad Tafsir, menunjukkan kata watak berarti normatif, serta mengatakan bahwa watak adalah pengertian etis dan menyatakan bahwa character is personality evaluated and personality is character devaluated (watak adalah kepribadian dinilai, dan kepribadian adalah watak yang dinilai). Jadi, karakter merupakan nilai-nilai perilaku ma- nusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Mah Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkun- gan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan pada norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat (Ahmad Tafsir, 2010).

Maka menjadi penting pendidikan agama Islam dan upaya guru pendidikan agama Islam dalam rangka mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan di sekolah dalam membentuk karakter siswa. Karena, pendidikan Islam diarahkan untuk mengatasi masalah-masalah yang di- hadapi oleh umat manusia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya (Sutrisno, 2010). Pendidikan agama Islam di lembaga sekolah merupakan sarana dalam pengembangkan kepribadian manusia untuk dapat menjadi manusia yang mampu bersanding dengan manusia lainnya dalam bingkai moralitas yang baik.

Pendidikan agama Islam diselenggarakan di lembaga pendidikan/sekolah bertujuan untuk menumbuh kembangkan keimanan, ketakwaan dan berakhlak mulia kepada Allah SWT. kepada peserta didik. Dengan demikian tujuan dan fungsi pendidikan agama Islam adalah sebagai realisasi dari cita-cita ajaran Islam, yang membawa misi kesejahteraan manusia seb- agai hamba Allah secara lahir dan batin di dunia maupun akhirat. Pendidikan Agama Islam merupakan usaha yang berupa pengajaran, bimbingan dan asuhan terhadap anak agar kelak selesai pendidikannya dapat memahami, mengahayati, dan mengamalkan agama Islam, serta menjadikanya sebagai jalan kehidupan, baik pribadi maupun kehidupan masyarakat.

Oleh karena itu, menjadi sangat penting menumbuhkan kembangkan kepada peserta didik pendidikan karakter di lembaga pendidikan atau sekolah, agar di kemudian hari dapat mengamalkan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga mereka menjadi manusia yang seutuhnya (insan al-kamil) dan memiliki akhlak yang baik (akhlakul karimah). Untuk mengembangkan kepribadian atau karakter peserta didik di sekolah dalam perspektif Pendidikan Agama Islam (PAI), kiranya memerlukan upaya Guru Pendidikan Agama Islam (selanjutnya disingkat, GPAI) yang memiliki kompetensi dalam mengembangkan nilai-nilai karakter dan moral di sekolah. GPAI sebagai guru/pendidik PAI harus mampu membentuk karakter peserta didik yang berakhlak mulia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta mampu mengamalkan nilai-nilai dalam ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Sehubungan dengan upaya GPAI dalam mengembangkan pembelajaran di sekolah, maka GPAI seharus memiliki kompetensi atau kemampuan. Kompetensi guru merupakan perpad- uan antara kemampuan personal, keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara kaffah membentuk kompetensi standar profesi guru, yang mencakup penguasaan materi, pemaha- man terhadap peserta didik, pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi dan profesionalisme (Mulyasa & Sekolah, 2004).

Standar kompetensi guru yang dikembangkan secara utuh dari 4 kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesionalisme. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 tentang guru yang termuat pada pasal 3 ayat 4-7, dinyatakan bahwa guru harus memiliki 4 kompetensi, yaitu: Pertama, kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi: 1) Pemahaman wawasan atau landasan kependidi- kan; 2) Pemahaman terhadap peserta didik; 3) Pengembangan kurikulum atau silabus; 4) Perancangan pembelajaran; 5) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; 6) Peman- faatan teknologi pembelajaran; 7) Evaluasi hasil belajar; dan 8) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Kedua, kompetensi kepribadian merupakan seperangkat kemampuan dan karakteristik personal yang memcerminkan realitas sikap dan perilaku guru dalam melaksanakan tugas yang mencakup kepribadian yang: 1) Beriman dan bertakwa; 2) Berakhlak mulia; 3) Arif dan bijaksana; 4) Demokratis; 5) Mantap; 6) Berwibawa; 7) Stabil; 8) Dewasa; 9) Jujur; 10) Sportif; 11) Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; 12) Secara obyektif mengevaluasi kin- erja sendiri; dan 13) Mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.

Ketiga, kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk: 1) Berkomunikasi lisan, tulis, dan/ atau isyarat secara santun; 2) Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fung- sional; 3) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik; 4) Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku; dan 5) Menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.

Keempat, kompetensi profesional merupakan kemampuan guru dalam menguasai penge- tahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan: 1) Materi pelajaran secara luas dan mendalam ses- uai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu; dan 3) Konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pen- didikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.

Berdasarkan pada 4 standar kompetensi guru di atas, sangat mempengaruhi proses be- lajar mengajar, namun yang paling mendasar dan harus dimiliki oleh guru/pendidik adalah kompetensi profesionalisme. Guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan maksimal.

(Kusnandar, 2010) mengatakan bahwa kompetensi guru adalah seperangkat pengua- saan kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat dan efektif. Maka GPAI harus bersikap profesional dalam proses pembelajaran di sekolah. Guru/pendidik adalah seorang yang memiliki kompetensi atau kemampuan untuk men- jalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan profesinya. Guru/pendidik PAI di sekolah/ma- drasah pada dasarnya melakukan kegiatan pendidikan Islam, yaitu �upaya normatif untuk membantu seseorang atau sekelompok orang (peserta didik) dalam mengembangkan pandan- gan hidup Islami (bagaimana akan menjalani dan memanfaatkan hidup dan kehidupan sesuai dengan ajaran dan nilai-nilai Islam)�, sikap hidup Islami, yang dimanifestasikan dalam keterampilan hidup sehari-hari (Muhaimin, 2012).

Figur guru/pendidik mesti dilibatkan dalam agenda pembicaraan terutama yang menyang- kut persoalan pendidikan formal di sekolah. Dalam rangka guru tidak semata-mata sebagai �pengajar� yang melakukan transfer of knowledge, akan tetapi juga sebagai �pendidik� yang melakukan transfer of values dan sekaligus sebagai �pembimbing� yang memberikan pengara- han dan menuntun siswa dalam belajar. Oleh sebab itu, GPAI di sekolah tidak hanya sekedar mentransferkan sejumlah ilmu pengetahuan kepada peserta didiknya, akan tetapi lebih dari itu terutama dalam membina sikap moral dan keterampilan mereka. Untuk membina sikap peserta didik di sekolah, dari sekian banyak guru bidang studi, guru bidang studi agamalah yang sangat menentukan, sebab pendidikan agama sangat menentu- kan dalam hal pembinaan sikap dan karakter peserta didik karena bidang studi agama banyak membahas tentang pembinaan sikap, yaitu mengenai aqidah dan akhlak karimah.

Secara sederhana, pengertian GPAI adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan tentang ajaran-ajaran agama Islam kepada peserta didik. GPAI dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan agama Islam di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di mesjid, surau/mushalla, di rumah dan sebagainya. Jadi, GPAI adalah figur manusia yang menempati posisi yang tinggi dalam mendidik karakter peserta didik dan memegang peranan penting di dalam lembaga pendidikan maupun diluar sekolah.

Untuk itu, upaya GPAI yang dilakukan dalam proses pembelajaran tidak terbatas pada memberikan informasi kepada peserta didiknya, namun tugasnya lebih komprehensif. Selain mengajar dan membekali peserta didik dengan pengetahuan, GPAI juga harus menyiapkan mer-eka agar memiliki keperibadian yang baik dan memberdayakan bakat peserta didik di berbagai disiplin atau bidang ilmu, mendisiplinkan moral mereka, membimbing hasrat dan menanamkan kebajikan dalam jiwa mereka, agar mereka tidak melakukan perbuatan yang menyimpang dari ajaran agama. Guru bertugas memberikan pengajaran di dalam sekolah, guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi, dan memahami materi standar yang dipelajari (Umar Hamalik, 2006).

Heri Gunawan, mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk menanamkan nilai-nilai perilaku peserta didik yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat (Gunawan, 2012).

Selain itu juga, pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut (Aqib & Sujak, 2011). Sementara itu (Samani, 2012), bahwa pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga dan rasa serta karsa. Pendidikan karater dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan tujuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu adalah kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati (Samani, 2012).

Pembentukan karakter merupakan proses membangun karakter, dari yang kurang baik menjadi yang lebih baik, sehingga terbentuknya watak atau kepribadian (personality) yang mulia. Pembangunan karakter manusia adalah upaya yang keras dan sengaja untuk membangun karakter anak didik, yaitu: pertama, anak-anak dalam kehidupan kita memiliki latar belakang yang berbeda-beda, memiliki potensi yang berbeda-beda pula yang dibentuk oleh pengalaman dari keluarga maupun kecenderungan kecerdasan yang didapatkan dari mana saja sehingga kita harus menerima fakta bahwa pembentukan karakter itu adalah proses membangun dari bahan mentah menjadi cetakan yang sesuai dengan bakat masing-masing; kedua, kita harus menerima fakta bahwa pembangunan karakter itu adalah sebuah proses sehingga tak masalah kemampuan anak itu berbeda-beda, tak masalah anak itu bodoh (Fatchul, 2011).

Proses pembentukan karakter merupakan suatu upaya perwujudan fungsi totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dan fungsi totalitas sosiakultural dalam konteks interaksi (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan, meliputi: olah hati (Spiritual and emotional development), olah pikir (intellectual development), olah raga dan kinestetik (physical and kinestetic development), dan olah rasa dan karsa (Affective and Creativity development) (Kemendikbud, 2013).

Dalam proses pembentukan nilai-nilai karakter juga terdapat di dalam ajaran Islam yang selalu ditumbuhkembangkan di dalam diri manusia (pesera didik) (Majid et al., 2011), mengatakan bahwa di dalam ajaran Islam tidak ada disiplin ilmu yang terpisah dari etika-etika Islam. Sebagaimana yang terdapat di dalam al-Qur�an: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran, (QS. al-Nahl [16]: 90). Kendati demikian, Islam memberikan pengajaran yang amat baik kepada manusia untuk berbuat kebajikan, baik kepada Allah, diri sendiri, manusia, makhluk, dan alam semesta ciptaan Allah. Perbuatan atau perilaku yang baik menunjukkan bahwa seseorang atau manusia memiliki karakteristik yang agung (berbudi pekerti yang baik), sebagaimana Rasulullah SAW. bersabda: �kamu tidak bisa memperoleh simpati semua orang dengan hartamu, tetapi dengan wajah yang menarik (simpati) dan dengan akhlak yang baik� (HR. Abu Yu�la dan al-Baihaqi).

Adapun nilai-nilai yang pembinaan karakter Islami antara lain :

1)   Nilai-nilai Syari�ah

Pada aspek nilai syariah ini terlihat yang ditekankan pada proses Pembinaan Karakter Islami siswa yaitu pada aspek ibadah yaitu dengan mewajibkan sholat Dzuhur berjamaah. Sebab sholat fardhu merupakan pekerjaan yang wajib dilakukan oleh setiap umat Islam yang mukallaf.

Tidak hanya sholat fardhu saja melainkan ibadah sunnah lainnya seperti sholat dhuha berjamaah di sekolah. Walapun tidak diwajibkan tapi adanya suatu kesadaran diri dalam meningkatkan iman serta ketaqwaan kepada Alloh. Sebagaimana yang di paparkan oleh bapak pembina ekstrakurikuler keagamaan:

Saya ingin ketika sudah waktunya sholat dzuhur maka seluruh anak-anak langsung menuju masjid tanpa adanya perintah. Sehingga anak menjadi sudah terbiasa dan timbul sebuah kesadaran, selain itu juga melaksanakan sholat sunnah seperti sholat dhuha berjamaah walaupun ini hukumnya sunnah saya berharap para siswa juga bisa melaksanakan setiap hari dan menjadikan kebiasaan walaupun kalau disekolah pelaksanaanya masih satu minggu sekali�(Wawancara, 2018).

Upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah selain hai diatas juga dalam menanamkan nilai syari‟ah bisa melalui nilai sosial yang tinggi kepada orang lain. Seperti yang diungkapkan oleh bapak Waka Kesiswaan yaitu :

Setiap hari jum‟at anak-anak Osis berkeliling ke semua kelas dengan membawa kotal amal kemudian sebagian uang saku yang dimiliki siswa untuk dishodaqahkan hal ini dimaksudkan agar melatih anak memiliki rasa social yang tinggi dan menjadi kebiasaan ketika sudah terjun ditengah-tengah masyarakat.

2)   Nilai-nilai Akhlak

Peneliti yang temukan bahwa penekanan pada aspek nilai akhlak sopan santun yaitu 3S (senyum, salam, dan sapa) yang ditanamkan di sekolah Asrama� Bina Siswa Cisarua Kabupaten Bandung Barat. Terlihat pada keseharian siswa di dalam lingkungan sekolah menerapkan sifat santun kepada semua warga sekolah. Selain itu dalam penanaman nilai akhlak pada siswa di Asrama Bina Siswa Cisarua Kabupaten Bandung Barat dibantu dengan diadakannya program hari bahasa sunda. Jadi setiap hari jum‟at anak wajib menggunakan bahasa sunda yang halus (kromo) dan ini dirasa ada kontribusi dengan hasilnya berupa etika atau akhlak yang dimiliki nya. Sebagaimana diungkapkan oleh ibu kepala sekolah sebagai berikut :

Rasa sopan santun selalu kami tanamkan dan dijadikan suatu kebisaan, seperti begitu ketemu gurunya langsung salim baik ketika di dalam kelas saat mengajar atau ketika di luar kelas selain itu juga kepada guru lain yang tidak mengajar. Kemudian dengan adanya program hari bahasa sunda, disini setiap jum‟at anak wajib menggunakan bahawa Sunda yang halus atau kromo dalam berkomunikasi baik dengan bapak ibu guru maupun dengan sesama temannya, sehingga tau mana yang dipakai ketika berkomunikasi dengan bapak ibu guru atau dengan sesamatemannya.

Komponen model pembinaan yang digunakan adalah model basic yang diadaptasi dari basic teaching model Robert Glaser. Model basic ini diawali oleh tujuan yang mengarahkan seluruh program dan proses pada satu arah yang jelas. Program yang henak dijalankan mesti mengarah pada tujuan yang hendak dicapai. Sementara proses akan mengimplementasi program yang dirumuskan dan dievaluasi akan mengukur berhasil atau tidaknya model yang dijalankan (Aan Hasanah, 2012).

McLeod dalam buku yang ditulis oleh Yakub mengemukakan bahwa sistem adalah sekelompok elemen yang terintegrasi dengan tujuan yang sama untuk mencapai tujuan (Yakub, 2012). Sutabri menyatakan bahwa sistem merupakan sekelompok unsur yang erat hubungannya satu dengan yang lain, yang berfungsi bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu (Sutabri, 2012). Dari pengertian tentang sistem itu, maka aspek dalam pembahasan sistem pembinaan pun yang menggabungkan tujuan, input, proses, dan output.

Tri Ubaya Sakti mengemukakan bahwa pembinaan adalah segala suatu tindakan yang berhubungan langsung dengan perencanaan, penyusunan, pembangunan, pengembangan, pengarahan, penggunaan serta pengendalian segala sesuatu secara berdaya guna dan berhasil guna. Thoha mengemukakan empat arti pembinaan yakni: Kesatu, pembinaan adalah suatu tindakan, proses, atau pernyataan menjadi lebih baik. Kedua, pembinaan merupakan suatu strategi yang unik dari suatu sistem pembaruan dan perubahan (change). Ketiga, pembinaan merupakan suatu pernyataan yang normatif, yakni menjelaskan bagaimana perubahan dan pembaruan yang berencana serta pelaksanaannya. Keempat, pembinaan berusaha untuk mencapai efektivitas, efisiensi dalam suatu perubahan dan pembaruan yang dilakukan tanpa mengenal berhenti (Thoha, 1984).

Menurut Ahmad Tafsir istilah karakter sama dengan istilah akhlāq dalam Islam. Dalam pandangan Islam akhlāq itu adalah pengetahuan, sikap yang sesuai dengan pengetahuan itu, dan perilaku yang sesuai dengan pengetahuan dan sikap itu (Ahmad Tafsir, 2010). Sejalan dengan pendapat Ahmad Tafsir, Ramli pun mengemukakan bahwa karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan moral dan akhlāq. Dengan demikian pendidikan karakter itu memiliki esensi dan makna sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlāq (Pupuh Fathurrohman. et.al, 2013).

Desain pembinaan karakter Islami dalam penelitian ini didasarkan pada pendapat Koesoema. Pertama, desain pembinaan karakter berbasis kelas. Desain ini berbasis pada hubungan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai pembelajar di dalam kelas. Kedua, desain pendidikan karakter berbasis kultur sekolah. Desain ini membangun budaya sekolah yang mampu membentuk karakter anak didik dengan bantuan pranata sosial sekolah agar nilai tertentu terbentuk dan terbatinkan dalam diri siswa. Ketiga, desain pendidikan karakter berbasis komunitas dimana sekolah tidak secara sendirian, melainkan bekerjasama dengan lembaga-lembaga lain dalam membina karakter Islami siswa (Doni Koesoema, 2011). Berdasarkan kerangka teori di atas, dapat digambarkan sebagai berikut:


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 1. Kerangka Teori

 

Kerangka pemikiran di atas menjelaskan bahwa keberhasilan pembinaan karakter Islami pada siswa SMAN 1 dan Asrama� Bina Siswa Cisarua Kabupaten Bandung Barat sangat ditentukan oleh keberhasilan pendekatan dalam pembinaan karakter Islami yang dijabarkan melalui model, bentuk, dan manajemen pembinaan karakter Islami siawa.

 

Kesimpulan

Tujuan pembinaan karakter Islami siswa pada SMAN 1 dan Asrama Bina Siswa Cisarua Kabupaten Bandung Barat adalah untuk memperdalam dan memperluas pengetahuan peserta didik, mengenal hubungan antar berbagai mata pelajaran, menyalurkan bakat dan minat, serta melengkapi upaya pembinaan manusia seutuhnya, Pembinaan Karakter Islami siswa yang dilakukan di dua sekolah tersebut dapat menjadikan siswanya berkarakter baik sesuai dengan tujuan Pendidikan karakter, yaitu siswa memiliki nilai-nilai karakter. Sesuai dengan Permendiknas Nomor 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan Pasal 3 Ayat 2 menyebutkan sepuluh kelompok nilai karakter yang dikembangkan pada peserta didik melalui kegiatan pembinaan kesiswaa, yaitu : (1) Keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; (2) Budi pekerti luhur atau akhlak mulia; (3) Kepribadian unggul, wawasan kebangsaan, dan bela negara; (4) Prestasi akademik, seni, dan/atau olahraga sesuai bakat dan minat; (5) Demokrasi, hak asasi manusia, pendidikan politik, lingkungan hidup, kepekaan dan toleransi sosial dalam konteks masyarakat plural; (6) Kreativitas, keterampilan, dan kewirausahaan; (7) Kualitas jasmani, kesehatan, dan gizi berbasis sumber gizi yang terdiversifikasi ; (8) Sastra dan budaya; (9) Teknologi informasi dan komunikasi; (10) Komunikasi dalam bahasa Inggris.

� �


Bibliografi

 

A. Musthofa. (1997). Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.

 

Ahmad Tafsir. (2010). Pendidikan Karakter Berbasis Pendidikan Agam. Yogjakarta.

 

Aqib, Z., & Sujak, P. (2011). Aplikasi Pendidikan Karakter untuk SD. MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK,(Bandung: Yrama Widya, 2012).

 

Daradjat, Z. (2006). Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, Cet. Ke-6.

 

Darajat, Z. (1987). Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT Bulan Bintang.

 

Doni Koesoema. (2011). Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Gramedia.

 

Fatchul, M. (2011). Pendidikan Karakter. Jogjakarta: Ar Ruzz Media.

 

Gunawan, H. (2012). Pendidikan karakter. Bandung: Alfabeta, 2.

 

KEMENDIKBUD. (2013). Pedoman Peserta Didik. Jakarta: Kemendikbud.

 

Kompas. (2015). Fenomena Salah Jurusan. Kompas Indonesia.

 

Kusnandar, I. (2010). Kebijakan Publik dari Formulasi, Implentasi ke Evaluasi. Bandung: Multazam.

 

Majid, A., Wardan, A. S., & Andayani, D. (2011). Pendidikan karakter perspektif Islam. PT Remaja Rosdakarya.

 

Maksudin, M. (2013). Pendidikan Karakter Nondikotomik (Upaya Membangun Bangsa Indonesia Seutuhnya). Jurnal Pendidikan Karakter, 2, 120852.

 

Moh. Athiyah al-Abrasiy. (1991). Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

 

Muhaimin. (2012). Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam: di sekolah, madrasah, dan perguruan tinggi. RajaGrafindo Persada.

 

Muhammad Zein. (1995). Metodologi Pengajaran Agama (Cetakan ke). Yogyakarta: AK Group & Indra Buana.

 

Mulyasa, M. B. S., & Sekolah, M. B. (2004). Konsep Strategi dan Implementasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, Cet. V.

 

Nata, D. R. H. A. (2015). Studi Islam Komprehensif. Prenada Media.

 

Pupuh Fathurrohman. et.al. (2013). Pengembangan Pendidikan Karakter. Bandung: Refika Aditama.

 

Rahardjo, M. (2010). Bahan Perkuliahan Metodologi Penelitian Program Doktor Manajemen Pendidikan Islam. Malang: Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

 

Samani, M. (2012). Dan Hariyanto. Konsep Dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

 

Sutrisno, E. (2010). Mengenal Perencanaan, Implementsi & Evaluasi Kebijakan/Program, Sutabaya. Untag Press.

 

Thoha, M. (1984). Dimensi-dimensi prima ilmu administrasi negara. CV. Rajawali.

 

Umar Hamalik. (2006). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

 

Yakub. (2012). Pengantar Sistem Informasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.