Jurnal Syntax Admiration

Vol. 1 No. 7 November 2020

p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356

Sosial Teknik

 

KREATIVITAS DALAM PENDIDIKAN ISLAM (TELAAH KONSEPTUAL KREATIVITAS SEBAGAI TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA DI MAN 1 DAN MAN 2 GARUT)

 

Sandra Taufik Hidayat

UIN Sunan Gunung Djati Bandung Jawa Barat, Indonesia

����������� Email:[email protected]

 

INFO ARTIKEL

ABSTRAK

Diterima

31 Oktober 2020

Diterima dalam bentuk revisi

17 November 2020

Diterima dalam bentuk revisi

 

Pendidikan Islam menghadapi berbagai perubahan di tengah masyarakat dengan kompleksitas yang semakin tinggi, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dampak sosial-budaya yang ditimbulkannya. Hal itu akan mendorong munculnya masyarakat yang lebih dinamis dan bebas, mengandung konsekuensi tuntutan dalam tingkat kompleksitas yang lebih menantang, termasuk di bidang pendidikan, tak terkecuali pendidikan Islam. Di sinilah tuntutan menjadi kreatif merupakan sesuatu yang tak bias dihindari.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teori kreativitas. Pentingnya kreatif atau kemampuan berpikir kreatif dalam kaitannya dengan upaya pencapaian tujuan pendidikan, memang sangat logis sebagaimana pendapat Costa Berthur L. bahwa kemampuan berpikir kreatif dianggap sumber yang amat vital bagi suatu bangsa. Jenis penelitian ini termasuk penelitian kualitatif karena penelitian ini ditujukan untuk menghasilkan data deskriptif dan telaah konseptual serta implementasi kreativitas sebagai tujuan Nasional Pendidikan yang terjadi di MAN 1 dan MAN 2 Garut. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa konsep kreativitas dalam Pendidikan Islam berusaha memacu-giatkan pembelajaran dengan mendorong aktivitas kreatif serta mengekspresikan bahan pembelajaran dengan sudut pandang dan sejalan potensi peserta didik. Sehingga hal ini bisa membantu medapatkan sesuatu sebagai hasil dari interaksi layaknya antar dua individu. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang dirumuskan dapat diupayakan selaras dengan Tujuan Pendidikan nasional (TPN) yang tercantum di dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Kata kunci:

Kreativitas; Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional

 

Pendahuluan

Pengembangan tujuan pendidikan nasional saat ini masih dihadapkan pada berbagai masalah, terutama masalah peningkatan mutu pendidikan dalam upaya melahirkan Sumber Daya Manusia yang memiliki kreativitas tinggi dan kemandirian yang tangguh. Upaya pendidikan merupakan pengemban utama di dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia untuk menjadi pribadi yang kreatif dan mandiri, yang perlu dilakukan di suatu lingkungan Lembaga Pendidikan.

Hadirnya sumberdaya manusia yang berkualitas diawali dari hadirnya lulusan yang bermutu, untuk mewujudkan mutu lulusan dari setiap institusi atau Lembaga pendidikan. Hal ini dapat diupayakan melalui proses pembelajaran yang dilaksanakan dengan baik. Pelaksanaan pembelajaran tidak terlepas dari komponen-komponen yang harus dikembangkan oleh guru yang meliputi : tujuan, materi, strategi pembelajaran termasuk di dalamnya model, metode dan media pembelajaran serta evaluasi hasil belajar.

Hasil belajar yang dicapai pada setiap proses pembelajaran sangat tergantung pada pelaksana program, khususnya guru yang berperan dalam mengembangkan model pembelajaran. Guru memiliki tugas dalam memilih strategi pembelajaran yang dapat menunjang dalam pencapaian tujuan pembelajaran tersebut, baik tujuan pembelajaran, tujuan kurikuler maupun tujuan institusional. Strategi pembelajaran yang dimaksud tersebut berkaitan erat dengan ketepatan dalam mengembangkan materi pembelajaran. Pemilihan metode dan media pembelajaran serta mengembangkan alat evaluasi hasil belajar.

Upaya mengembangkan potensi siswa sebagai sumber daya manusia untuk menjadi jiwa inovatif, adaptif dan kreatif, sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003. Guru memegang peranan atau pemegang kunci keberhasilan, khususnya dalam proses belajar di kelas. Guru di tuntut untuk mampu mengembangkan model pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman belajar pada siswanya, sehingga mereka dapat mengembangkan potensinya secara optimal.

Tujuan utama dalam pendidikan pada dasarnya adalah untuk melahirkan generasi-generasiyangbanyakaksisekaligusbanyakmemiliki senseofselfanlifeyangkuat. Semua itu dapat terealisasi jika semangat �Proses� menjadi spirit langkah dan renungannya. Sebaliknya apabila peserta didik hanya diajarkan untukmendapatkansesuatuyanginstan,makadunia pendidikan implisit dunia pendidikan Islam akan menghasilkan generasi yang sedikit aksi kreatif dan miskin periksa (Mahmudah, 2014).

Fenomena yang menunjukkan dengan banyaknya peserta didik yang memiliki nilai sangat baik dalam setiap mata pelajarannya, akan tetapi dalam kesehariannya mereka kurang bisa bersosialisasi dengan masyarakat. Mengapa? Karena mereka belum mengalami betapa pentingnya �proses� yang akan menghantarkan terhadap semangat untuk berubah dan kesediaan melakukan eksplorasi terhadap dirinya. Hal ini seperti yang terjadi di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) I dan MAN 2 Kabupaten Garut. Di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Garut terdapat sarana dan prasarana yang mendukung untuk kreatifitas siswanya, yaitu adanya keterampilan otomotif, elektronik dan tata busana, yang tidak ada di madrasah Aliyah yang lain seperti Madrasah Aliyah nnegeri (MAN) 2 Garut.

Madrasah Aliyah adalah sebagai lembaga layanan jasa pendidikan, dan memposisikan kepala madrasah sebagai manajer pendidikan. Oleh karena itulah madrasah dituntut untuk bertanggung jawab atas seluruh komponen madrasah dan harus meningkatkan mutu pelayanan dan mutu hasil belajar yang berorientasi kepada pemakai, baik internal maupun eksternal, pemerintah maupun lembaga industri atau dunia kerja. Inti dari madrasah sebagai wahana untuk membina ruh atau praktik hidup keIslaman ialah bahwa madrasah perlu dirancang dan diarahkan untuk membantu, membimbing, melatih serta mengajar dan/atau menciptakan suasana agar para peserta didik (lulusannya) menjadi manusia Muslim yang berkualitas. Dalam arti, peserta didik mampu mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup yang berperspektif Islam (Muhaimin, 2012).

Peningkatan kualitas madrasah senantiasa bermuara pada peningkatan kualitas setiap lulusan. Pengertian yang paling dasar pada kurikulum berbasis kompetensi (KBK) sebagaimana yang ada di Indonesia dewasa ini. Kwalitas lulusan adalah tercapainya Standar Kompetensi lulusan (SKL) yang telah ditetapkan oleh menteri pendidikan. Standar kompetensi tersebut terkait dengan jenjang pendidikan, jenis sekolah, kelas, dan mata pelajaran. Dikatakan berkualitas manakala lulusan tersebut dapat mencapai standar yang telah ditentukan. Semakin tinggi dan melampaui standar semakin berkualitas pula lulusan tersebut. Sebaliknya semakin jauh dari standar semakin rendah kwalitas yang bersangkutan. Penguasaan kompetensi tersebut diukur dalam skor nilai sebagai cermin dari hasil belajar (Zamroni, 2013).

Manajemen peningkatan kompetensi lulusan di Madrasah dituntut untuk unggul, khususnya pada bidang sains dan dapat dilihat dari realita yang ada, bahwa prestasi yang cukup rendah dan belum maksimal, maka perlu adanya program peningkatan kompetensi lulusan khususnya pada Mata Pelajaran Sains. Secara perlahan namun pasti madrasah berupaya mengadaptasi tuntutan tersebut. Peningkatan kompetensi siswa tidak bisa dipandang secara pragmatis, terpisah dari bagian-bagiannya yang utuh.

Berdasarkan pemaparan tersebut, terlihat bahwa penelitian ini diarahkan untuk menelusuri isyarat dan konsep kreativitas pada tataran substansi pendidikan Islam, yakni pada norma-norma dasar yang terkandung dalam al- Qur'an sebagai landasan dan sumber pendidikan Islam, hal ini juga yang terkandung dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Melihat konteks empiriknya dalam tataran praktis pendidikan Islam pada Madrasah, dlam hal ini pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 dan MAN 2 Garut.

Sesuai dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa Tujuan Pendidikan Nasional adalah mengembangkan potensi siswa sebagai sumberdaya manusia untuk menjadi jiwa yang inovatif, adaptif dan kreatif. Undang-undang tersebut tidak dijelaskan indikator-indikator terkait dengan siswa menjadi kreatif, sehingga TPN (Tujuan Pendidikan Nasional) di madrasah khususnya Madrasah Aliyah Negeri 1 dan 2 Garut tidak terimplementasikan dengan baik, sehingga terdapat kesenjangan antara teori dan praktik.

Adapun sebagai dasar penetapan Madrasah Aliyah Negeri 1 dan 2 Garut dijadikan sebagai lokasi penelitan, adalah sebagai berikut :

1.      Madrasah adalah lembaga pendidikan yang memiliki akar tradisi panjang dalam rangkaian sejarah perkembangan pendidikan dan peradaban Islam,

2.      Secara umum, madrasah adalah institusi pendidikan Islam formal yang merupakan hasil transformasi kelembagaan pendidikan Islam yang berawal dari rumah, ke kuttab, kemudian ke masjid, terus ke masjid-khan dan terakhir secara institusional bertransformasi ke dalam bentuk lembaga pendidikan Islam formal yang dikenal dengan madrasah;

3.      Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia tidak jauh berbeda. Berawal dari kegiatan pembelajaran agama di masjid, langgar atau surau dan hanya mengajarkan pelajaran agama, sedikit demi sedikit dimasukkan ke dalamnya unsur pengetahuan umum dan secara bertahap sistem pengelolaannya mengalami perubahan. Perkembangan selanjutnya proses pembelajaran lebih terprogram, dikenal dengan sistem madrasah, pengelolaan pendidikan dilakukan dalam sistem klasikal dengan jenjang kelas dan pembatasan usia peserta didik.

4.      Dengan berbagai pertimbangan, MAN 1 dan 2 Garut dipilih dan ditetapkan sebagai lokasi penelitian untuk melihat konteks empirik kreativitas dalam pendidikan Islam, dengan subyek penelitian: pimpinan madrasah, guru, kebijakan mengenai kurikulum serta kehidupan sehari-hari di madrasah khususnya pelakanan proses pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas.

 

Metode Penelitian����

Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Pendekatan penelitian termasuk penelitian kualitatif (Sugiyono, 2011), karena penelitian ini ditujukan untuk menghasilkan data deskriptif telaah konseptual dan implementasi kreativitas sebagai Tujuan Pendidikan Nasional di MAN 1 dan MAN 2 Garut.

 

Hasil dan Pembahasan

1.    Implementasi Kreativitas sebagai Tujuan Pendidikan Nasional pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL) di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Garut

Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dan strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam suatu bangsa. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa tersebut, maka diselenggarakanlah suatu sistem pendidikan nasional. Negara memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap warga Negara untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran, dengan pendidikan dan pengajaran itu diharapkan akan memperoleh pengetahuan dan kemampuan dasar sebagai bekal untuk dapat berperan serta dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara (Nasrudin, 2008). Selain itu, pendidikan nasional juga harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan relevansi pendidikan, dan peningkatan efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan tersebut diwujudkan dalam program wajib belajar 9 (Sembilan) tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya, melalui olah hati, olah pikir, olah rasa dan olah raga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan (Supriyatna, 2007).

Oleh karena itu demi mewujudkan semuanya dan tercapainya mutu atau kualitas pendidikan yang baik, maka 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan yang telah ditetapkan oleh kemendiknas dengan PP No 19 Tahun 2005 yang sekarang diganti dengan PP No. 32 Tahun 2013, yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiyaan, dan standar penilaian pendidikan. Hal ini perlu diterapkan dan dilaksanakan secara hati-hati dan berdaya guna bagi mutu pendidikan secara merata (Soedijarto, 2008).

Buku Kumpulan Peraturan Implementasi Kurikulum 2013, Sekolah Menengah Atas dijelaskan bahwa Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan terdiri dari:

1)      Standar Isi

2)      Standar Proses

3)      Standar Kompetensi Lulusan

4)      Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan

5)      Standar Sarana dan Prasarana

6)      Standar Pengelolaan

7)      Standar Pembiayaan Pendidikan

8)      Standar Penilaian Pendidikan (Kemdikbud, 2014).

Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Standar Nasional Pendidikan bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Adapun penjelasan tentang 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan tersebut sebagai berikut:

a.       Standar Isi

Standar isi mencakup ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Setiap jenjang memiliki kompetensi yang berbeda, mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah. Standar isi ini termuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik yang berguna untuk pedoman pelaksanan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Rohman & Lamsuri, 2009).

Peraturan yang menjelaskan tentang standar isi untuk kurikulum KTSP adalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Sedangkan untuk kurikulum 2013 diatur dalam Permendikbud No. 64 Tahun 2013.

b.      Standar Proses

Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan (Tilaar, 2006). Proses pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Hal tersebut sangatlah membantu dalam pekembangan akal dan mental para peserta didik (Rohman & Lamsuri, 2009).

Oleh karena itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Ketentuan tentang standar proses diatur dalam Permendikbud RI No. 65 tahun 2013.

c.       Standar Kompetensi Lulusan

Standar Kompetensi Lulusan satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik. Standar Kompetensi Lulusan tersebut meliputi : standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 23 Tahun 2006 menetapkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, sebagai proses pembelajaran untuk terlaksananya pembelajaran yang efektif dan efisien. Sedangkan untuk kurikulum 2013, ketentuan tentang SKL ini diatur dalam Permendikbud RI No. 54 Tahun 2013.

d.      Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Pendidik adalah tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, memberi pelajaran, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Sedangkan tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan (Aqib, 2009).

Standar pendidik dan kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu ada beberapa syarat yang harus dipenuhi bagi para pendidik diantarnya :

a)      Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1)

b)      Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, dan

c)      Sertifikat profesi guru untuk jenjang yang dia geluti.

Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang dimaksudkan tersebut di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik, yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan, sesuai dengan ketentuan perundang- undangan yang berlaku. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini yang meliputi :

1)      Kompetensi Pedagogik;

2)      Kompetensi Kepribadian;

3)      Kompetensi Profesional; dan

4)      Kompetensi Sosial.

Pendidik dalam hal ini adalah pendidik yang meliputi pada TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SDLB/SMPLB/SMALB, SMK/MAK, satuan pendidikan Paket A, Paket B dan Paket C, dan pendidik pada lembaga kursus dan pelatihan. Tenaga kependidikan meliputi kepala sekolah/madrasah, pengawas satuan pendidikan, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi, pengelola kelompok belajar, pamong belajar, dan tenaga kebersihan. Ketentuan tentang Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan diatur dalam Permendiknas No. 16 Tahun 2007.

e.       Standar Sarana dan Prasarana

Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan erat dengan kriteria tentang ruang belajar, tempat berolah raga, tempat ibadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel, tempat bermain, tempat berkreasi/berekspresi dan sumber belajar lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan ilmu teknologiinformasi dan komunikasi.

Standar sarana dan prasarana merupakan standar nasional pendidikan, yang setiap lembaga pendidikan wajib memiliki sarana dan prasarana yang telah ditentukan. Adapun sarananya antara lain meliputi : perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

Sedangkan prasarananya antara lain meliputi : lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran teratur dan berkelanjutan. Ketentuan tentang standar sarana prasarana ini dituangkan dalam Permendiknas No. 24 Tahun 2007.

f.        Standar Pengelolaan

Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi dan nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.

Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Sadangkan pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi menerapkan otonomi perguruan tinggi yang dalam batas-batas yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku memberikan kebebasan dan mendorong kemandirian dalam pengelolaan akademik, operasional, personalia, keuangan, dan area fungsional kepengelolaan lainnya yang diatur oleh masing-masing perguruan tinggi.

Standar Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, standar pengelolaan oleh Pemerintah Daerah dan standar pengelolaan oleh Pemerintah. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berkaitan dengan Standar Pengelolaan. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

g.      Standar Pembiayaan Pendidikan

Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun (Tilaar, 2006). Ada tiga macam biata dalam standar ini :

a)      Biaya investasi satuan pendidikan yaitu biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.

b)      Biaya personal sebagaimana adalah biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.

c)      Biaya operasi satuan pendidikan meliputi :

1)      Gaji dan tunjangan pendidik dan tenaga kependidikan

2)      Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan

3)      Biaya operasi pendidikan tak langsung seperti air, pemeliharaan sarana dan prasarana, pajak, asuransi,�� lain sebagainya. Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya personal sebagaimana dimaksud pada di atas meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.

d)      Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi:

1)      Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji,

2)      Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan

3)      Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. Ketentuan tentang standar pembiayaan pendidikan ini diatur dalam Permendiknas RI No. 69 Tahun 2009.

h.      Standar Penilaian Pendidikan

Standar penilaian pendidik adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Penilaian dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.

Delapan SNP di atas memiliki keterkaitan satu sama lain dan sebagian standar menjadi prasyarat bagi pemenuhan standar yang lainnya. Dalam kerangka sistem, komponen input sistem pemenuhan SNP adalah Standar Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK), Standar Pengelolaan, Standar Sarana dan Prasarana (Sarpras), dan Standar Pembiayaan. Bagian yang termasuk pada komponen proses adalah Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Evaluasi, sedangkan bagian yang termasuk pada komponen output adalah Standar Kompetensi Lulusan (SKL) (Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia, 2012).

Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian hasil belajar peserta didik dilaksanakan berdasarkan standar penilaian pendidikan yang berlaku secara nasional. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Penilaian dapat berupa ulangan dan atau ujian. Prinsip penilaian terdiri atas: Sahih, objektif, adil, terpadu, terbuka, menyeluruh dan berkesinambungan, sistematis, beracuan dan akuntabel. Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:

a)      Penilaian hasil belajar oleh pendidik;

b)      Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan

c)      Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.

Standar penilaian pendidikan diatur dalam Permendikbud RI No. 66 Tahun 2013. Bagi guru: Setelah melakukan pengembangan kompetensi profesionalnya makan guru akan mengalami peningkatan baik terhadap fisik, keperibadian, kelimuan, pengetahuan dan keterampilannya. Guru mengambil peran penting dalam upaya mencerdaskan peserta didik. Menjadi guru yang profesional dan berkarakter yang mampu menyadari, menyikapi dan menampilkan diri sebagai seorang guru yang berkarakter yang siap maju dibarisan paling depan memberikan contoh dan teladan tentang sosok manusia yang utuh. Guru senantiasa selalu mengembangkan keprofesionalannya terbukti dengan sikap, kedisiplinan, cara mengajar, menggunakan bahan ajar, mengikuti perkembangan zaman dan juga mereka sendiri berupaya mengembangkan dirinya.

Bagi peserta didik: Peserta didik akan menyenangi proses pembelajaran dan memahami arti penting belajar bagi masa depannya. Pengentahuan yang diproleh peserta didik semakin luas dan wawasan keilmuannya meningkat. Peserta didik lebih mudah menguasai materi pembelajaran, dan metode pembelajaran yang diberikan oleh guru. Motivasi belajarnya meningkat, sehingga memberikan prestasi terbaiknya.

Bagi lembaga: Madarasah menjadi institusi yang efektif, baik ditinjau dari pencapaian tujuan maupun proses dan pendayagunaan sumber daya. Memiliki kurikulum dengan landasan yang kuat, strategi dan metode pembelajaran yang bervariasi, berbagai program yang mengembangkan akademik, bakat, minat dan kreativitas siswa. Mempunyai tujuan dan standar kompetensi yang tinggi.

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 tentang Guru, Bab 1 Pasal 1, bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Semua guru perlu mendapatkan pembinaan terutama sekali guru yang belum menguasai kompetensinya, guru yang belum bisa mengembangkan potensi yang dimiliki, guru yang kurang termotivasi, dan guru yang belum konsisten dalam melaksanakan tugasnya. Menurut Glickman (1981) dalam Arni Muhammad, dkk (2009: 6), menyatakan bahwa supervisi adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses belajar mengajar demi pencapaian tujuan pengajaran. Supervisi pendidikan dapat dilakukan dengan teknik-teknik sebagai berikut: Teknik individual (individual technique), yang terdiri dari; kunjungan kelas, observasi kelas, percakapan pribadi, saling mengunjungi kelas dan menilai diri sendiri. Teknik kelompok (group technique), yang terdiri dari; pertemuan orientasi bagi guru baru, rapat guru, studi antar kelompok guru, diskusi, seminar, diskusi panel, buletin supervisi, demonstrasi mengajar, dsb.

Dalam upaya mengembangkan profesi dan kompetensi guru dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya secara profesional, dapat dilakukan melalui beberapa strategi atau model. Pengembangan tenaga kependidikan (guru) �dapat dilakukan dengan cara on the job training dan in service training (Mulyasa & Sekolah, 2004).

Implementasi kemampuan profesional guru mutlak diperlukan sejalan diberlakukannya otonomi daerah, khsususnya bidang pendidikan Kemampuan profesional guru akan terwujud apabila guru memiliki kesadaran dan komitmen yang tinggi dalam mengelola interaksi belajar-mengajar pada tataran mikro, dan memiliki kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan pada tataran makro.

Program pendidikan baru yang inovatif diberlakukan oleh pemerintah dalam waktu paling tidak lima tahun terakhir ini, seperti broad based education, life skills, manajemen pendidikan berbasis sekolah, contextual teachinglearning (CTL), evaluasi belajar model portofolio, dan yang terakhir Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK). Semua itu kurang atau bahkan tidak mengikutsertakan guru sebagai variabel penting dalam pelaksanaan programprogram itu, padahal semua program baru itu bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan di negeri ini. Lantas, bagaimana peran guru kita dalam pembaharuan dan inovasi pendidikan itu? Inilah persoalannya. Dengan banyaknya program baru itu, semestinya para guru didorong untuk memiliki profesionalisme yang lebih tinggi. Upaya peningkatan kualitas guru, seharusnya juga diikuti dengan kesejahteraan yang lebih memadai, tetapi kenyataan tidaklah seperti itu dan banyaknya program baru itu justru menambah beban kerja guru.

Rendahnya kualitas tenaga pendidik, merupakan masalah pokok yang dihadapi pendidikan di Indonesia. Katakan saja sebagai contoh, motivasi menjadi tenaga pendidik (guru) di kebanyakan sekolah-sekolah Islam selama ini dikarenakan dan hanya dilandasi oleh faktor pengabdian dan keikhlasan, sedangkan dari sisi kemampuan, kecakapan dan disiplin ilmu dikatakan masih rendah.

Pendidik profesional yang dimaksud adalah pendidik yang berkualitas, berkompetensi, dan pendidik yang dikehendaki untuk mendatangkan prestasi belajar serta mampu mempengaruhi proses belajar mengajar siswa yang nantinya akan menghasilkan prestasi belajar siswa yang baik (Umar Hamalik, 2006).

Keberhasilan guru dapat ditinjau dari dua segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses, guru berhasil bila mampu melibatkan sebagian besar peserta didik secara aktif baik fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran, juga dari semangat mengajarnya serta adanya rasa percaya diri. Sedangkan dari segi hasil, guru berhasil bila pembelajaran yang diberikannya mampu mengubah perilaku pada sebagian besar peserta didik ke arah yang lebih baik.

Sebaliknya dari sisi siswa, belajar akan berhasil bila memenuhi dua persyaratan: (1) belajar merupakan sebuah kebutuhan siswa, dan (2) ada kesiapan untuk belajar, yakni kesiapan memperoleh pengalaman-pengalaman baru baik pengetahuan maupun keterampilan.

Kebijakan pengembangan pengembangan kompetensi profesional guru di MAN 1 Garut berpedoman pada Undang-Undang RI nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, bahwaprofesi pekerja profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi�. Kebijakan kepala madrasah, dengan memberikan supervisi kepada guru untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran secara berkala, maka dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan.

Merencanakan suatu program khususnya dalam pengembangan kompetensi profesionali yaitu melakukan analisis dari program- program yang telah dijalankan baik dari segi pelatihan-pelatihan, penataran-penataran. Maka akan diperoleh rancangan yang akan dilaksanakan kedepan baik akan meneruskan program yang telah berjalan, maupun melaksanakan program baru yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan dalam pengembangan kompetensi profesional guru tersebut, serta mengalokasikan anggaran khusus dalam pengembangan profesional guru.

Dalam pelaksanaan pengembangan kompetensi profesional guru yakni dengan memberikan fasilitas yang memadai bagi guru seperti media pembelajaran yang lengkap dan media informasi sarana guru mencari informasi dalam peningkatan kemampuanya dalam mengajar dan lainya. Kemudian madrasah melaksanakan pelatihan-pelatihan bagi guru sesuai kebutuhan dalam hal pembelajaran, teknologi informasi, seperti penataran metode pembelajaran, penataran karya tulis ilmiah, sertifikasi profesi/kompetensi, progrm supervisi kepala madrasah, program pemberdayaan MGMP, dan pengembangan yang dilakukan oleh guru sendiri.

Faktor pendukung dalam pengembangan kompetensi profesional guru, pemerintah memberikan fasilitas untuk pengembangan kompetensi profesionalnya dengan menyediakan program workshop dan pelatihanpelatihan, serta memotivasi guru dengan memberikan tunjangan sertifikasi profesi. Kepala madrasah memberikan supervisi dan program pengembangan. Kemudian faktor penghambat yaitu Keterbatasan anggaran sekolah untuk dana program pengembangan kompetensi profesional guru yang mengambat kegiatan pengembangan profesional guru, serta pola pikir guru yang monoton, sehingga ketika mengikuti kegiatan pengembangan, mereka terkadang hanya sebatas menunaikan pekerjaaan saja, tidak ada niatan untuk meningkatan kemampuan profesionalnya.

Dampak dari pengembangan kompetensi profesional guru ialah bagi guru: dalam melakukan tugas dan tanggungjawab sebagai pendidik guru semakin profesional, adanya kedisiplinan yang meningkat, guru termotivasi untuk senantiasa mencerdaskan anak didiknya. Bagi peserta didik : ia akan mencintai proses pembelajaran dan memahami arti penting belajar bagi masa depannya, dan akan lebih rajin belajar. Maka dengan menguasai materi pembelajaran peserta didik mampu meningkatkan hasil belajarnya dan memberikan prestasi terbaiknya. Bagi sekolah: madrasah memiliki kurikulum dengan landasan yang kuat, strategi dan metode pembelajaran yang bervariasi, berbagai program yang mengembangkan akademik, bakat, minat dan kreativitas siswa serta tujuan dan standar kompetensi yang tinggi.

2.    Implementasi Kreativitas sebagai Tujuan Pendidikan Nasional pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL) di Negeri (MAN) 2 Garut

Guru merupakan komponen utama dalam pendidikan. Ia memegang peran yang sangat penting bahkan berpengaruh besar atau dalam mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Posisi ini menempatkan guru sebagai figur yang memiliki tanggung jawab yang besar, berat tetapi mulia. Bahkan, tugas berat itu menjadi semakin komplek ketika seseorang menjadi guru madrasah.

Guru madrasah harus terus memacu diri untuk untuk meningkatkan kompetensi dirinya baik kompetensi pedagogik, kepribadian maupun kompetensi profesionalnya sehingga dapat mengantarkan siswanya ke gerbang tujuan hakiki manusia, yakni mencapai ridlo Allah SWT. Keberhasilan guru dalam mengajar dan mendidik siswanya tidak saja diukur berdasarkan kompetensi kognitif dan lulusnya siswa tersebut dari lembaga pendidikan tetapi jauh lebih penting dari pada itu keberhasilnnya diukur lulusan (output) yang dapat mengatasi persoalan kehidupan dengan segala seluk-beluknya sehingga ia menjadi pribadi yang beriman dan beramal soleh.

Namun, di tengah beratnya tugas guru, kita perlu memahami bahwa guru adalah manusia biasa yang bisa saja salah dan lupa. Oleh karena itu, guru perlu terus ditingkatkan kompetensinya.

Pembinaan terhadap guru dapat dilakukan dengan melakukan supervisi akademik. Supervisi akademik pada dasarnya usaha membina guru dalam meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran. Sasaran supervisi akademik adalah guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, yang terdiri dari pemilihan materi pokok dalam proses pembelajaran, penyusunan silabus dan RPP, pemilihan strategi/metode/teknik dan taktik pembelajaran, penggunaan media dan teknologi informasi dalam proses belajar mengajar, menilai proses dan hasil pembelajaran serta melakukan penelitian tindakan kelas. Adapun Tujuan secara rinci dalam supervisi akademik antara lain adalah sebagai berikut:

a)      Memahami konsep, prinsip, teori dasar, karakteristik, dan kecenderungan perkembangan tiap bidang pengembangan pembelajaran kreatif, inovatif, pemecahan masalah, berpikir kritis dan naluri kewirausahaan.

b)      Membimbing guru dalam menyusun silabus tiap bidang pengembangan di sekolah/madrasah atau mata pelajaran di sekolah/madrasah berlandaskan standar isi, standar kompetensi dan kompetensi dasar, dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.

c)      Membimbing guru dalam memilih dan menggunakan strategi/ metode/teknik pembelajaran/bimbingan yang dapat mengembangkan berbagai potensi siswa.

d)      Membimbing guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran/ bimbingan (di kelas, laboratorium, dan/atau di lapangan) untuk mengembangkan potensi siswa.

e)      Membimbing guru dalam mengelola, merawat, mengembangkan dan menggunakan media pendidikan dan fasilitas pembelajaran. Memotivasi guru untuk memanfaatkan teknologi informasi untuk pembelajaran Enam tujuan supervisi akademik di atas pada dasarnya harus tercermin dalam empat kompetensi guru, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan professional (Kemdikbud, 2014).

Dalam kontek itu, Spencer & Spencer (1993 : 9) menggambarkan bahwa kompetensi seseorang sebagai karakteristik dasar individu yang menggunakan bagian kepribadiannya sehingga dapat mempengaruhi perilakunya ketika orang bersangkutan menghadapi suatu tugas atau pekerjaan tertentu.

Secara lebih tegas, Spencer & Spencer (1993: 9-11). menjelaskan bahwa karakteristik kompetensi adalah meliputi lima hal, yaitu: motif (motives), kemampuan merespon (traits), memiliki konsep diri (self concept), berpengetahuan (knowledge) dan keahlian (skill).

Lima karakteristik kompetensi di atas harus dilandasi oleh nilai-nilai ilahiyah seperti yang telah diajarkan oleh Rosulullah dan para salafussolih dalam membina umatnya, yakni : Lillah, Uswatun Hasanah, Bil-hikmah, Mauidzoh hasanah dan Mujadalah.

Untuk Lebih jelasnya kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat dalam gambar berikut:

 

Gambar di atas menunjukan bahwa pelaksanaan supervisi akademik harus dilandasi dan inspirasi oleh nilai-nilai ilahiyah seperti yang telah diajarkan oleh Rosulullah dan para salafussolih dalam membina umatnya, yakni : Lillah, Uswatun Hasanah, Bil-hikmah, Mauidzoh hasanah dan Mujadalah.

Keenam nilai di atas harus menjadi landasan spiritual dalam pelaksanaan supervise akademik sehingga guru dapat secara lebih tegas, Spencer & Spencer (1993: 9-11). menjelaskan bahwa karakteristik kompetensi adalah meliputi lima hal, yaitu: motif (motives), kemampuan merespon (traits), memiliki konsep diri (self concept), berpengetahuan (knowledge) dan keahlian (skill).

a)      Perencanaan Supervisi Akademik

Perencanaan program supervisi akademik harus tersusun dengan baik, sistematis dan terprogram dengan memperhatikan keadaan ke depan. Untuk membuat perencanaan yang sistematis, maka perencanaan program supervisi akademik pada Madrasah Aliyah Negeri 2 Garut disusun secara rapih dengan melibatkan guru senior dan kemudian dikomunikasikan dengan guru yunior.

Hal ini sejalan dengan pendapat Fattah yang mengatakan bahwa perencanaan yang baik hendaknya memperhatikan kondisi yang akan datang dimana keputusan dan tindakan efektif dilaksanakan (Fattah, 2011).

Kepala Madrasah Aliyah Negeri 2 Garut menjelaskan:

Perencanaan supervisi akademik pada madrasah kami dibuat berdasarkan masukan dari guru senior. Bagi kami guru senior adalah yang layak diminta masukannya karena mereka sudah lama di sini dank arena itu mereka faham kondisi psikollogis guru-guru yang ada di sini. Sementara saya bertugas di madrasah ini baru beberapa bulan saja. Kami sudah menyiapkan istrumen untuk melakukan tugas ini dan instrument yang ada telah dikomunikasikan dengan guru kami agar mereka tidak kaget dan bias membuat persiapan.

Sementara WK kepala madrasah bidang Kurikulum MAN 2 Garut menjelaskan sebagai berikut:

Perencanaan dibuat di madrasah kami dengan melibatkan banyak pihak. Dan biasanya kami sebagai wakil kamad bagian kurikulum sudah menyiapkan rublik dan format pengawasan. Dan biasanya guru membuat persiapan dengan sesuai dengan format pengawasan yang telah disiapkan.

Dalam kontek perencanaan ini, kepala MAN 2 Garut menjelaskan bahwa sebagai berikut :

Kami telah membuat pedoman program supervisi di sekolah kami yang berisi gambaran umum pelaksanaan supervisi yang dilaksanakan di madrasah kami. Adapun tujuan disusunnya program supervisi ini adalah sebagai berikut: (1) Sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan supervisi secara keseluruhan; (2) Meningkatkan kompetensi dan kinerja guru dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang bermakna dan berkualitas; (3) Sebagai standar ukur dalam mencapai KKM dan SKL yang ditetapkan dalam kurikulum MAN 2 Garut; (4) Sebagai pedoman mancapai angka kredit pendidik melalui mekanisme PKG; (5) Sebagai pedoman untuk meningkatkan kompetensi pendidik dalam pengembanan keprofesian berkelanjutan (PKB); (6) Meningkatkan mutu pendidikan khususnya di MAN 2 Garut.

Madrasah Aliyah Negeri 2 Garut ini telah membuat perencanaan program supervisi yang dituangkan dalam bentuk buku pedoman. Bahkan perencanaan supervisi akademik pada kedua madrasah di atas telah dituangkan dalam bentuk format dan rublik supervisi akademik terhadap guru.

 

Kesimpulan

Kreativitas sebagai Tujuan Pendidikan Nasional pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL) di Madrasah Aliyah Negeri 1 dan 2 Garut, yang Implementasi keduanya menggunakan prinsip manajemen yang terdiri dari prinsip : Planning, Organizing, Actuating dan Controlling dalam penyusunan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Tujuannya agar Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang dirumuskan dapat diupayakan selaras dengan Tujuan Pendidikan nasional (TPN) yang tercantum di dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisitem Pendidikan Nasional. Selanjutnya, Controlling berfungsi sebagai evaluasi dan koreksi apabila terdapat ketidak selarasan antara Tujuan Pendidikan Nasional (TPN) dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAPHY

 

Aqib, Zainal. (2009). Menjadi Guru Profesional Berstandar Nasional. Bandung: Yrama Widya.

 

Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia. (2012). Pedoman Pemenuhuan Standar Nasional Pendidikan Pada Sekolah Dasar (SD)/ Madrasah Ibtidaiyah (MI). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

 

Ch, M. Nasruddin Anshoriy. (2008). Pendidikan berwawasan kebangsaan: kesadaran ilmiah berbasis multikulturalisme. PT LKiS Pelangi Aksara.

 

Fattah, Nanang. (2011). Landasan Teori Manajemen Pendidikan, cet XI. Bandung: Remaja Rosdakarya.

 

Kemdikbud, D. D. (2014). Kumpulan Peraturan Implementasi Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA.

 

Mahmudah, Mahmudah. (2014). Pengembangan Kreativitas Pendidikan Islam Di Indonesia (Telaah Urgensi Proses). Jurnal Kependidikan, 2(1), 52�70.

 

Muhaimin. (2012). Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam: di sekolah, madrasah, dan perguruan tinggi. Raja Grafindo Persada.

 

Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, & Sekolah, Manajemen Berbasais. (2004). Konsep Strategi dan Implementasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, Cet. V.

 

Rohman, Arif, & Lamsuri, Mohamad. (2009). Memahami pendidikan & ilmu pendidikan. LaksBang Mediatama bekerja sama dengan Kantor Advokat" Hufron & Hans Simaela".

 

Soedijarto. (2008). Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

 

Sugiyono, Prof. (2011). Metodologi penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Alpabeta, Bandung.

 

Supriyatna, Nana. (2007). Kembangkan Kecakapan Sosialmu Untuk Kelas I. Bandung: Grafindo Media Pratama.

 

Tilaar, Henry Alexis Rudolf. (2006). Standarisasi pendidikan nasional: Suatu tinjauan kritis. Rineka Cipta.

 

Umar Hamalik. (2006). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

 

Zamroni. (2013). Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam di sekolah, madrasah, dan perguruan tinggi. Yogyakarta: Ombak.