Jurnal Syntax Admiration |
Vol. 1 No. 7 November 2020 |
p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356 |
Sosial Teknik |
MODEL PENGELOLAAN WAKAF
TUNAI UNTUK INVESTASI PERUMAHAN
Taufik
UIN Sunan Gunung Djati
Bandung, Indonesia
Email: [email protected]
INFO
ARTIKEL |
ABSTRAK |
Diterima 30 Oktober 2020 Diterima dalam bentuk revisi 17 November 2020 Diterima dalam bentuk revisi |
Rumah berperan sebagai penopang pendidikan keluarga dan pembinaan budaya dalam rangka mempersiapkan generasi muda dan masyarakat atau masyarakat. Rumah juga berfungsi sebagai modal untuk membangun usaha kecil atau home industri. Namun sayangnya, tidak semua orang memiliki kemampuan memiliki rumah yang ideal untuk kehidupan keluarga secara ekonomis. Wakaf Tunai atau Bantuan Tunai (Harta benda yang dihibahkan untuk keperluan keagamaan atau wakaf tunai bagi masyarakat) sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah ekonomi keluarga. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis program wakaf tunai dalam membantu atau membangun dan mengembangkan usaha kecil keluarga, industri rumah tangga, layanan publik atau komunitas miskin. Istilah wakaf tunai adalah menempatkan harta benda atau aset produktif yang dikelola oleh organisasi wakaf. Penelitian ini mempergunakan metode penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam materi yang terdapat dalam kepustakaan. Jenis data pada penelitian ini mempergunakan data �kualitatif�, maka secara otomatis penelitian ini termasuk penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang tidak mengadakan perhitungan data secara kuantitatif. Hasil penelitian ini bahwa tidak semua masyarakat mampu memiliki rumah yang ideal dan layak huni, sehingga fungsi ideal rumah tidak bisa diaplikasikan dalam pembinaan suatu keluarga, hal ini disebabkan oleh rendahnya kemampuan daya belimodel pengelolaan wakaf tunai untuk investasi perumahan ini digunakan untuk membantu orang miskin, bakti sosial atau program keagamaan. Wakaf Tunai atau Bantuan Tunai (Harta benda yang dihibahkan untuk keperluan keagamaan atau wakaf tunai bagi masyarakat) sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah ekonomi keluarga. |
Kata kunci: Wakaf Tunai;
Investasi Properti; keluarga |
Pendahuluan
Rumah adalah kebutuhan primer manusia setelah pangan dan sandang, sehingga pembangunan perumahan merupakan salah satu sub sektor yang berperan penting dalam pembangunan secara nasional baik dalam aspek sosial ataupun ekonomi. Rumah juga memiliki peran sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya serta penyiapan generasi muda. Banyak masyarakat Indonesia khususnya masyarakat menengah ke bawah, rumah juga merupakan modal dimana kegiatan ekonomi keluarga, sebagai misal usaha warungan, industri kecil dan kegiatan ekonomi yang merupakan penghasilan utama bagi keluarga yang tinggal di rumah tersebut, sehingga keberadaan dan kepemilikan rumah memiliki arti yang sangat penting khususnya bagi masyarakat Indonesia.
Secara khusus Islam memberikan pandangan atas fungsi rumah yang sangat strategis tersebut, Allah SWT berfirman:
وَٱللَّهُ
جَعَلَ لَكُم
مِّنۢ
بُيُوتِكُمْ
سَكَنًا وَجَعَلَ
لَكُم مِّن
جُلُودِ ٱلْأَنْعَٰمِ
بُيُوتًا
تَسْتَخِفُّونَهَا
يَوْمَ ظَعْنِكُمْ
وَيَوْمَ
إِقَامَتِكُمْ
وَمِنْ أَصْوَافِهَا
وَأَوْبَارِهَا
وَأَشْعَارِهَآ
أَثَٰثًا
وَمَتَٰعًا
إِلَىٰ حِينٍ
﴿٨٠﴾
�Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan (membawa)nya di waktu kamu berjalan dari waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu onta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu) (QS. An-Nahl ayat 80).
Mengenai ayat tersebut Ibnu Katsir berkomentar �Rumah adalah bagian dari kesempurnaan nikmat yang Allah berikan pada manusia, sebagai tempat tinggal, tempat istirahat dan dapat mengambil manfaat dari semua sisi kemanfaatan�. Sisi lain Rasul bersabda Baiti Jannati (Rumahku adalah surgaku), yang menggambarkan pentingnya peran rumah dan keluarga dalam kehidupan manusia.
Persoalannya adalah tidak semua masyarakat mampu memiliki rumah yang ideal dan layak huni, sehingga fungsi ideal rumah tidak bisa diaplikasikan dalam pembinaan suatu keluarga, hal ini disebabkan oleh rendahnya kemampuan daya beli. Hasil survei sosial ekonomi nasional 2004 menunjukkan bahwa terdapat 55 juta keluarga yang terdata dari jumlah penduduk terbesar 217.1 juta jiwa yang membutuhkan rumah dan baru sekitar 5,8 juta keluarga yang berhasil mendapat bantuan penyedia bantuan perumahan untuk fakir miskin oleh pemerintah (Deputi Bidang Perumahan, 2006).
Data dan realita pembangunan perumahan bagi MBR di Indonesia dari berbagai provinsi membuktikan bahwa pembangunan perumahan yang paling banyak terkonsenterasi di provinsi Jawa Barat dengan jumlah rumah yang terbangun sekitar 7.168.648 dengan komposisi persentasi sekitar 18,75%. Sedangkan provinsi dengan jumlah rumah yang terbangun untuk fakir miskin yang palimg rendah terdapat di provinsi Maluku utara dengan jumlah rumah tangga sekitar 167,120 dengan komposisi persentasi sekitar 0,44%. Selain itu data pertumbuhan rumah tangga secara nasional antara tahun 2005 sampai 2006, angka pertumbuhannya mencapai sekitar 611,464 atau sekitar 1,09%. Provinsi dengan jumlah pertumbuhan rumah tangga yang paling tinggi terkonsenterasi di provinsi Jawa Barat, dengan jumlah pertumbuhan rumah tangga mencapai sekitar 166,090. Sedangkan provinsi dengan jumlah pertumbuhan rumah tangga paling rendah terdapat pada provinsi Gorontalo dengan jumlah perrtumbuhan sekitar 1,588 (Kemenpera, 2007).
Sedangkan untuk pertumbuhan perumahan bagi fakir miskin secara nasional antara tahun 2005 sampai dengan 2006 angka pertumbuhannya mencapai sekitar 425.290 atau sekitar 1,11% provinsi dengan jumlah pertumbuhan rumah secara swadaya bagi MBR yang paling tinggi terkonsenterasi di provinsi Jawa Barat, dengan jumlah pertumbuhan rumah mencapai angka sekitar 112.908. Sedangkan provinsi dengan jumlah pertumbuhan rumah fakir miskin secara swadaya yang paling rendah terdapat pada provinsi Gorontalo dengan jumlah pertumbuhan 1,345 (Deputi Bidang Perumahan, 2006).
Menurut data dan informasi yang dihimpun dari sebagian penduduk dan media, di daerah Pedongkelan Jakarta Pusat terdapat 104 kepala keluarga yang tidak memiliki tempat tinggal yang layak (Kompas, 2015), bahkan sebagian dari masyarakat ini tinggal di bawah-bawah jembatan dan di atas selokan dengan mendirikan tempat dari triplek dan papan, yang sangat membahayakan dan tidak layak untuk dihuni (Lembaga Survei Indonesia, 2007). Ada beberapa alasan yang menjadikan sebagian warga atau masyarakat menjadi gelandangan, fakir miskin, dan kehilangan tempat tinggal. Salah satunya adalah terjadinya musibah, misalkan kebakaran yang melanda kampung Pendongkelan Kelurahan Kayu Putih Pulo Gadung tahun 2002. Kebakaran tersebut melenyapkan 88 rumah yang dihuni oleh 104 kepala keluarga (KK) atau sedikitnya 990 jiwa kehilangan tempat tinggal yang berdiri di atas tanah garapan (Kompas, 2015). Kebakaran ini, menurut informasi yang ada, terjadi akibat dari kelalaian seorang warga setempat. Tidak ditemukannya penyebab yang sebenarnya atas musibah ini menyebabkan tidak adanya pihak yang bertanggung jawab atas semua kejadian yang menimpa Pedongkelan ini. Selanjutnya, tragedi Situ Gintung juga meninggalkan luka yang dalam. Selain menghanyutkan 102 orang dan menyebabkan 99 orang meniggal yang berhasil ditemukan, bencana Situ Gintung yang tejadi tahun 2009 ini juga menghilangkan dan merusak ratusan rumah penduduk setempat (Lembaga Kemanusiaan Nasional, 2009).
Metode Penelitian
Penelitian ini mempergunakan
metode penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang mengumpulkan data
dan informasi dengan bantuan bermacam-macam materi yang terdapat dalam
kepustakaan.
Jenis data pada penelitian ini mempergunakan data �kualitatif�, maka secara otomatis penelitian ini termasuk penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang tidak mengadakan perhitungan data secara kuantitatif (Moleong, 2013). Teknik pengumpulan datanya yaitu dengan teknik kepustakaan (Library Research). Analisis yaitu dengan proses yang dilakukan melalui pencatatan, penyusunan, pengolahan, dan penafsiran serta menghubungkan makna data yang ada dalam kaitannya dengan masalah penelitian (Nana Sujana dan Awal Kusumah, 2010). Data yang telah diperoleh melalui observasi, penelaahan, dan dokumentasi maka peneliti melakukan analisis melalui pemaknaan atau proses interpretasi terhadap data-data yang telah diperolehnya. Analisis yang dimaksud merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi.
Robert J Bogdan dan Steven J Taylor menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian-penelitian yang menghasilkan data deskripif, berupa kata-kata/lisan dari orang-orang dan perilaku yang teramati. Pendekatan ini melihat keseluruhan latar belakang subjek penelitian holistik (menyeluruh) (Bogdan & Taylor, 1992).
Hasil dan Pembahasan
A.
Epistimologi Wakaf
Untuk mengatasi dan meringankan permasalahan tersebut di atas, tampaknya ada satu sumber yang cukup potensial untuk dikembangkan, yaitu wakaf uang. Istilah wakaf menunjuk pada sebuah lembaga Islam yang bersifat sosial kemasyarakatan, bernilai ibadah, dan sebagai pengabdian kepada Allah (Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, t.t). Kata wakaf (jamaknya Awqaf) arti dasarnya adalah �mencegah atau menahan�. Dalam bahasa Arab, secara harfiah berarti �kurungan atau penahanan�. Dalam terminology fiqih, kata tersebut didefinisikan sebagai suatu tindakan penahanan dari penggunaan dan penyerahan aset dimana seseorang dapat memanfaatkan atau menggunakan hasilnya untuk tujuan amal, sepanjang barang tersebut masih ada. Namun, banyak dari Madhab Hanafiah memandang wakaf sebagai �mengambil sebagian dari properti kepemilikan Allah SWT dan mendermakannya kepada orang lain�. Dalam bahasa hukum kontemporer, wakaf berarti pemberian, dilakukan atas kehendak ahli waris, dengan satu niat memenuhi panggilan ketaqwaan. Wakaf juga didefinisikan sebagai harta yang disumbangkan untuk berbagai tujuan kemanusiaan, sekali untuk selamanya, atau penyerahan asset tetap oleh seseorang sebagai bentuk manifestasi kepatuhan terhadap agama.
Selama ini wakaf yang berkembang lebih banyak ke jenis wakaf yang pertama, yaitu wakaf keagamaan. Sayangnya kemanfaatan wakaf ini belum optimal ditingkatkan dan secara ekonomis potensi tersebut masih jauh dari harapan. Idealnya wakaf dapat dikelola secara produktif dan dikembangkan menjadi lembaga Islam yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam masa Islam, wakaf muncul pertama kali bersamaan dengan masa kenabian di Madinah Al-Munawwarrah. �Yaitu dengan dibangunnya Masjid Quba�, yaitu masjid �yang didirikan atas dasar takwa� untuk dijadikan wakaf keagamaan pertama sahabat-sahabat beliau dari kalangan Bani Najjar. Sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah SWT:
لَا تَقُمْ
فِيهِ
أَبَدًا
لَّمَسْجِدٌ
أُسِّسَ
عَلَى
ٱلتَّقْوَىٰ
مِنْ أَوَّلِ
يَوْمٍ
أَحَقُّ أَن
تَقُومَ
فِيهِ فِيهِ
رِجَالٌ
يُحِبُّونَ
أَن يَتَطَهَّرُوا۟
وَٱللَّهُ
يُحِبُّ
ٱلْمُطَّهِّرِينَ
﴿١٠٨﴾
�Janganlah kamu bersembahyang dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan
atas dasar taqwa (Mesjid Quba),
sejak hari pertama adalah lebih patut kamu
sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.
(At-Taubah: 108)�.�����
B. Seluk Beluk Wakaf Tunai
Wakaf menurut istilah, wakaf berarti berhenti
atau menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tanpa musnah seketika
dan untuk penggunaan yang mubah, serta dimaksudkan
untuk mendapatkan keridlaan Allah (Usman, 2013). Pengertian
menahan (sesuatu) dengan harta kekayaan,
itulah yang dimaksud dengan wakaf dalam
pengertian ini. Wakaf adalah menahan
suatu benda yang diambil manfaatnya dengan ajaran Islam. Dalam pengertian lain adalah menghentikan (menahan) perpindahan milik suatu harta
yang bermanfaat dan tahan
lama sehingga harta itu dapat digunakan
untuk mencari keridhaan Allah swt. Sayid Sabiq mengartikan
wakaf sebagai menahan harta dengan
memberikan manfaatnya di jalan Allah (Khosyi�ah, 2010).
Sedangkan
menurut syara�, wakaf berarti menahan
harta yang bisa dimanfaatkan dengan tetap menjaga zatnya,
memutus pemanfaatan terhadap zat dengan
bentuk pemanfaatan lain
yang mubah. Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang wakaf,
di bawah ini akan dikemukakan oleh ulama fiqh (Lubis, 2010), antara
lain :
Pertama,
definisi wakaf dikemukakan Mazab Hanafi, yaitu menahan benda
wakif dan menyedekahkan manfaatnya
untuk kebaikan. Hal ini dikemukakan Wahbah Al-Zuhaili seperti yang dikutip Departemen Agama RI. Diketahui
pula bahwa menurut Mazab Hanafi mewakafkan harta bukan berarti
meninggalkan hak milik secara mutlak.
Dengan demikian, wakif boleh saja menarik
wakafnya kembali kapan saja dikehendakinya
dan boleh diperjualbelikan.
Kedua, definisi wakaf yang dikemukakan Mazab Maliki, yaitu menjadikan manfaat harta wakif, baik berupa sewa
atau hasilnya untuk diberikan kepada yang berhak secara berjangka waktu sesuai kehendak
wakif.
Ketiga, definisi wakaf yang dikemukakan Mazab Syafi�i, yaitu menahan harta yang dapat diambil manfaatnya
dengan tetap utuhnya barang dan barang tersebut hilang kepemilikannya dari wakif, serta dimanfaatkan pada sesuatu yang dibolehkan.
Keempat,
definisi wakaf yang dikemukakan Mazab Hambali, yaitu menahan secara mutlak kebebasan pemilik harta dalam
menjalankan hartanya yang bermanfaat dengan tetap utuhnya harta
dan memutuskan seluruh hak penguasaan terhadap harta, sedangkan manfaat harta adalah untuk
kebaikan dalam mendekatkan diri kepada Allah.
Dari
keseluruhan definisi wakaf yang dikemukakan di atas, tampak jelas
bahwa wakaf berarti menahan harta yang dimiliki untuk diambil manfaatnya
bagi kemaslahatan umat dan agama.
Wakaf uang merupakan terjemah
langsung dari istilah cash waqf yang populer di
Bangladesh, tempat A. Mannan menggagas
idenya. Dalam beberapa literatur lain, cash waqf juga dimaknai wakaf tunai.9 Hanya saja, makna tunai
ini sering disalahartikan sebagai lawan kata dari kredit, sehingga pemaknaan cash waqf sebagai wakaf tunai menjadi
kurang pas. Untuk itu, dalam tulisan ini, cash waqf akan diterjemahkan wakaf uang.
Selanjutnya, wakaf uang dalam
definisi Departemen Agama adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang dan lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang. Dengan demikian, wakaf uang merupakan salah satu bentuk wakaf
yang diserahkan oleh seorang
wakif kepada nadzir dalam bentuk uang kontan. Hal ini selaras dengan definisi wakaf yang dikeluarkan oleh Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia tanggal
11 Mei 2002 saat merilis
fatwa tentang wakaf uang (Hasan, 2011).
Sedangkan dari segi pemanfaatannya, Waqf
Tunai dapat digunakan untuk menghidupkan waqaf-waqaf non tunai (tanah, bangunan)
menjadi waqaf-waqaf non tunai lainnya seperti
rumah sakit, sekolah, gedung perkantoran, dan lain-lain. Atau dapat digunakan berdasarkan hajat (baca; prioritas kebutuhan) yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Bahkan penggunaan dana wakaf ini begitu fleksibel
hingga pada pemberdayaan ekonomi secara makro maupun mikro,
mengentaskan kemiskinan, pembiayaan UKM, beasiswa, sarana pendidikan atau apa saja
dalam rangka untuk meningkatkan kualitas umat secara
menyeluruh.
Namun dalam pemanfaatan
Wakaf Tunai tersebut masih ada perbedaan mendasar
dalam pemahaman masyarakat terkait konsep pengelolaan wakaf tradisonal (pemahaman mereka) dengan konsep modern atau produktif, yang diantaranya terletak pada beberapa hal sebagai
berikut:
Tabel 1
Perbedaan Konsep Wakaf Tradisional dan Modern
No |
Keterangan |
Konsep Tradisional |
Konsep Produktif |
1 |
Objek wakaf |
Ikrar (tetap)
terbatas pada aset tetap seperti tanah, gedung, dan lain-lain. |
Manqul (bergerak)
tidak hanya aset tetap tapi
aset bergerak pun bisa diwakafkan seperti wakaf uang, surat berharga dan lainnya. |
2 |
Peruntukkan |
Lebih pada sisi sosial, seperti pendidikan gratis, kesehatan murah, dan lain-lain |
Tidak hanya
sisi sosial tapi fokus yang lebih besar diarahkan
pada usaha untuk mensejahterakan ekonomi ummat, seperti bantuan modal kerja, investasi, pembangunan pusat-pusat bisnis dan lain sebagainya. |
3 |
Pengembangan objek
wakaf |
Pengelolaan bersifat
statis tanpa ada usaha untuk mengembangkan
lebih jauh. |
Pengelolaannya menghendaki
adanya pertumbuhan tidak hanya pada sisi aset wakaf
tapi perluasan nilai manfaat yang bisa diterima masyarakat diharapkan terus berkelanjutan |
Sumber : diolah dari beberapa
sumber.
Berdasarkan perbandingan di atas serta realita di tengah masyarakat, bisa kita cermati bahwa umumnya peruntukkan wakaf di Indonesia didominasi pada sektor sosial seperti pembangunan masjid, musholla, sekolah, pesantren, rumah yatim piatu, dan kuburan. Sementara peruntukan wakaf pada sektor produktif dalam bentuk investasi atau pemberdayaan ekonomi yang keuntungannya bisa dimanfaatkan bagi pihak-pihak yang memerlukan sangat terbatas jumlahnya.
Dilihat dari fungsinya, pemanfaatan harta wakaf pada sektor sosial memang efektif, tetapi dampaknya kurang berpengaruh positif dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Apabila peruntukan wakaf hanya dilakukan pada sektor sosial tanpa diimbangi pengelolaan sektor produktif maka pemberdayaan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat melalui potensi wakaf akan sulit direalisasikan.
Sementara itu, fakta yang ada, keterpurukan ekonomi, jumlah penduduk miskin dan pengangguran yang terus meningkat adalah realita yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Pemecahan masalah ini membutuhkan sebuah solusi cerdas yang dapat membantu masyarakat meningkatkan kehidupan ekonomi. Dan hal tersebur bisa dilakukan dengan mengelola potensi harta wakaf yang demikian besar melalui sektor produktif yang salah satu bentuknya bisa melalui pemberdayaan kegiatan usaha sektor riil bagi masyarakat. Wakaf tidak hanya merupakan ibadah mahdhah �konsep syari�atnya jelas�. Wakaf juga mempunyai potensi untuk pemberdayaan ekonomi ummat. Nilai sosial ekonomi guna mengangkat kesejahteraan ummat inilah yang dirasa belum menyentuh pemanfaatan wakaf yang ada di Indonesia.
Oleh karena itu pengembangan wakaf dengan konsep produktif bisa dijadikan sebagai salah satu solusi dalam mengatasi berbagai krisis yang ada. Dengan sektor produktif, harta wakaf dapat mengalami pertumbuhan dengan pesat. Keuntungan dari kegiatan pengembangan wakaf bisa langsung dinikmati masyarakat dalam bentuk bantuan langsung (uang tunai) atau melalui pemberdayaan sektor usaha, dan ini berarti semakin banyak pihak yang bisa merasakan manfaat wakaf, atau dana dari keuntungan tersebut dibelanjakan ke bentuk aset wakaf, atau dana dari keuntungan tersebut dibelanjakan ke bentuk aset wakaf yang memang dibutuhkan masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
Bicara wakaf uang di era modern, tentunya tidak dapat dilepaskan dari peran M.A.Mannan dari Bangladesh yang telah mempopulerkan istilah sertifikat wakaf uang (Cash Waqf Certificate) yaitu dengan mendirikan suatu badan di Dhaka Bangladesh yang bernama SIBL (Social Investment Bank Limited) yang berfungsi sebagai badan yang menggalang dana dari orang-orang kaya maupun menengah untuk dikelola dan keuntungan hasil pengelolaan disalurkan kepada rakyat miskin yang membutuhkan.
Masa kontemporer pakar ekonomi Muhammad Abdul Mannan adalah orang pertama yang menjadi tokoh pelopor utama tentang penerbitan sertifikat wakaf uang dan mengeksplorasi bentuk-bentuk pengembangan wakaf uang melalui Investasi properti dengan tujuan untuk memberikan kesejahteraan sosial-ekonomi. Konsep M.A.Mannan memiliki pemikiran serupa dengan Mundzir khaf, dimana banyak memberikan instrumen wakaf produktif dalam bentuk konsep wakaf uang dengan menginvestasikannya melalui usaha bagi untung, atau pinjaman tanpa bunga (M.A.Mannan, 2004). Keduanya memiliki pemikiran ini terinspirasi madzhab Hanafi dan Maliki berdasarkan atas pemahaman Abdullah al-Anshari murid dari az-Zuhri.
C. Model Pengelolaan Wakaf
Tunai
Perbincangan tentang wakaf tunai mulai mengemuka dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini seiring berkembangnya sistem perekonomian dan pembangunan yang memunculkan inovasi-inovasi baru. Wakaf tunai sebagai instrumen finansial, keuangan sosial dan perbankan sosial yang dipelopori oleh (M.A.Mannan, 2004), pakar ekonomi asal Bangladesh (Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2004).
Munculnya gagasan wakaf tunai memang mengejutkan banyak kalangan, khususnya para ahli dan praktisi ekonomi Islam. Karena wakaf tunai berlawanan dengan persepsi umat Islam yang terbentuk bertahun- tahun lamanya, bahwa wakaf itu berbentuk benda-benda tak bergerak.
Wakaf uang bagi umat Islam tergolong baru. Hal ini bisa dicermati dengan lahirnya fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang wakaf uang yang ditetapkan pada tanggal 11 Mei 2002 (Hasan, 2011).
Dalam buku Hukum Wakaf yang ditulis Oleh Dr. H. M. Athoillah, M.Ag menyebutkan di dalam PMA Nomor 4 Tahun 2009 tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang pada Pasal 1 ayat (1) sampai dengan ayat (6) bahwa, �(1) Wakaf uang adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/ atau menyerahkan sebagian uang miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/ atau kesejahteraan umum menurut syari�ah. (2) Sebagaimana wakaf benda lainnya, wakaf uang mengharuskan adanya wakif, yaitu pihak yang mewakafkan uang miliknya. (3) Adanya ikrar wakaf, yaitu pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/ atau tulisan kepada nadzir untuk mewakafkan uang miliknya. (4) Nadzir, yakni pihak yang menerima uang wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. (5) Dan Akta Ikrar Wakaf yang disingkat AIW, adalah bukti pernyataan kehendak wakif untuk mewakafkan uang miliknya guna dikelola nadzir sesuai dengan peruntukan wakaf yang dituangkan dalam bentuk formulir akta. (6) Yang dikeluarkan oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) sebagai pejabat yang berwenang membuat Akta Ikrar Wakaf (M. Athoillah, 2014).
D.
Dasar Hukum Wakaf Tunai
Sebagaimana dikemukakan di atas, wakaf di Indonesia tidak saja merupakan bagian dari kegiatan keagamaan muslim saja. Wakaf merupakan bagian resmi yang mendapat perlindungan hukum dari pemerintah. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf sendiri disahkan oleh Presiden pada tanggal 27 Oktober 2004. Undang- undang ini merupakan tonggak sejarah baru bagi pengelolaan wakaf setelah wakaf diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dan Kompilasi Hukum Islam. Sebagai hukum positif, aturan yang sudah ditetapkan bersifat memaksa dan harus dilaksanakan (Hasan, 2011).
Secara terperinci, objek wakaf yang menjadi induk dari wakaf uang dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dijelaskan bahwa harta benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai secara sah (Pasal 15).
Wakaf benda bergerak berupa uang di atur secara khusus dalam Pasal 28 sampai dengan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 27 dan Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf (Usman, 2011).
E.
Syarat dan Rukun Wakaf Tunai
Menurut Hukum Islam dalam pengaturan wakaf di Indonesia tampaknya belum dianggap cukup memadai. Oleh karena itu perlu adanya penyesuaian dengan keadaan atau kondisi khusus di tanah air, yang melahirkan aturan pemerintah mengenai wakaf tersebut yang dikenal dengan PP No. 28/1977 dan Inpres No. 1/1991 Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 (Khosyi�ah, 2010). Mengenai hal tersebut, akan dibahas secara singkat mengenai masing-masing unsur atau rukun dalam wakaf yang diatur dalam PP No. 28/1977, KHI dan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004.
a. Wakif atau orang yang mewakafkan
Dalam PP No. 28 /1977, wakif adalah orang atau badan hukum yang mewakafkan tanah miliknya. Menurut KHI Pasal 215 ayat (2), wakif adalah orang atau badan hukum yang mewakafkan benda miliknya, dan dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (2) disebutkan, wakif adalah pihak yang mewakafan.
b. Mauquf atau harta yang diwakafkan.
Harta yang akan diwakafkan harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a) Harta yang diwakafkan harus mutaqawwam
b) Diketahui dengan jelas ketika diwakafkan
c) Milik wakif
d) Terpisah, bukan milik bersama
c. mauquf �alaih
Yang dimaksud dengan mauquf �alaih adalah tujuan wakaf (peruntukan wakaf). Wakaf harus dimanfaatkan dalam batas-batas yang sesuai dan diperbolehkan menurut syariat Islam. Karena pada dasarnya, wakaf merupakan amal yang mendekatkan diri kepada manusia kepada Tuhan. Karena itu mauquf �alaih haruslah pihak kebajikan. Para faqih sepakat bahwa infaq kepada pihak kebajikan itulah yang membuat wakaf sebagai ibadah yang mendekatkan diri manusia kepada Tuhannya.
Namun terdapat perbedaan pendapat antara para faqih mengenai jenis ibadah, apakah ibadah menurut pandangan Islam ataukah menurut keyakinan wakif atau keduanya, yaitu menurut pandangan Islam dan keyakinan wakif.
a) Mazab Hanafi mensyaratkan agar mauquf �alaih ditujukan untuk ibadah menurut pandangan Islam dan menurut keyakinan wakif.
b) Mazab Maliki mensyaratkan agar mauquf �alaih untuk ibadah menurut pandangan wakif. Sah wakaf muslim kepada syi�ar Islam dan badan-badan sosial umum. Dan tidak sah wakaf non muslim kepada masjid dan syiar-syiar Islam.
c) Mazab Syafi�i dan Hambali mensyaratkan agar mauquf �alaih adalah ibadah menurut pandangan Islam saja, tanpa memandang keyakinan wakif. Karena itu sah wakaf muslim dan non muslim kepada badan-badan sosial seperti penampungan, tempat peristirahatan, badan kebajikan dalam Islam seperti masjid. Dan tidak sah wakaf muslim dan non muslim kepada badan-badan sosial yang tidak sejalan dengan Islam seperti gereja (Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2004).
d. Sighat
Sighat wakaf ialah segala ucapan, tulisan dan isyarat dari orang yang berakad untuk menyaakan kehendak dan menjelaskan apa yang diinginkannya. Wakaf tidak sah tanpa sighat. shighat wakaf cukup dengan ijab saja dari wakif tanpa memerlukan qabul dari mauquf �alaih.
Ijab wakif tersebut mengungkapkan dengan jelas keinginan wakif memberi wakaf. Ijab dapat berupa kata-kata. Bagi wakif yang tidak mampu mengungkapkannya dengan kata-kata, maka ijab dapat berupa tulisan dan isyarat (Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2004).
Wakaf benda bergerak berupa uang diatur secara khusus dalam Undang-undang Nomer. 41 tahun 2004. Ketentuan mengenai wakaf yang adalah: 1) Wakif dibolehkan mewakafkan uang melalui lembaga keuangan syari�ah yang ditunjuk oleh menteri (Undang-undang Nomer. 41 Tahun 2004, pasal 28). 2) wakaf yang dilaksanakan oleh wakif dengan pernyataan kehendak wakif yang dilakukan secara tertulis (Undang-undang Nomer. 41 Tahun 2004, pasal 29, ayat 1). 3) Wakaf diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang (Undang-undang Nomer. 41 Tahun 2004, pasal 29, ayat 2). 4) Sertifikat wakaf uang diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan syari�ah kepada wakif dan nazhir sebagai bukti penyerahan harta dengan wakaf (Undang-undang Nomer. 42 Tahun 2004, pasal 29, ayat 3). 5) Lembaga keuangan syari�ah atas nama nazhir mendaftarkan harta benda wakaf berupa uang kepada menteri selambat-lambatnya 7 hari sejak diterbitkannya sertifikat wakaf uang (Undang-undang Nomor. 42 Tahun 2004, pasal 30).
Ketentuan mengenai wakaf uang : (1) Jenis harta yang diserahkan wakif dalam wakaf uang adalah uang dalam valuta rupiah. Oleh karena itu, uang yang akan diwakafkkan harus dikonversikan terlebih dajulu ke dalam rupiah jika masih dalam valuta asing (Peraturan Pemerintah Nomor. 42 Tahun 2006, pasal 22 ayat 1 dan 2). (2) Wakaf uang dilakukan melalui lembaga keuangan syari�ah yang ditunjuk oleh menteri agama sebagai LKS penerima wakaf uang (LKS-PWU) (PP Nomor. 42 Tahun 2006, pasal 23.). Adapun aturan teknis yang menyangkut wakaf uang adalah (1) Wakif wajib hadir dilembaga keuangan syari�ah sebagai penerima wakaf uang (LKS-PWU) untuk menyatakan kehendak wakaf keuangan (PP Nomor 42 Tahun 2006, pasal 22, ayat 3 (a).), bila berhalangan wakif dapat menunjukan wakil atau kuasanya (PP Nomor 42 Tahun 2006, pasal 22, ayat 4). (2) Wakif wajib menjelaskna kepemilikan asal usul uang yang akan diwakafkan.� (3) Wakif wajib menyerahkan secara tunai sejumlah uang ke LKS-PWU. (4) Wakif wajib mengisi formulir pernyataan kehendaknya yang berfungsi sebagai AIW (PP Nomor 42 Tahun 2006, pasal 22, ayat 3. (a b c dan d).).
Wakaf uang dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu (Mu�aqqat), uang yang diwakafkan harus dijadikan modal usaha sehingga secara hukum tidak habis sekali pakai, yang disedekahkan adalah hasil dari usaha yang dilakukan oleh nazhir atau pengelola.
Adapun implementasi pengembangan wakaf tunai di Indonesia secara de facto sebenarnya telah banyak dikakukan, banyak lembaga pengelola zakat dan ataupun lembaga keuangan di Indonesia yang sudah mengembangkan aplikasi wakaf tunai tersebut, sebagai contoh beberapa model implementasi wakaf tunai di Indonesia adalah sebagaimana berikut :
a. Sertifikat Wakaf Tunai
Sertifikat Wakaf Tunai merupakan produk dari wakaf tunai, diperkenalkan awal oleh Social Investment Bank Limited (SIBL) Bangladesh. Adapun di Indonesia Sertifikat wakaf Tunai tersebut merupakan program terobosan dari Lembaga Dompet Dhuafa (DD) yang diterbitkan dalam beberapa denominasi, dimana masyarakat dapat menunaikan wakaf sesuai dengan kemampuannya, tersedia mulai dari Rp. 1 Juta, Rp. 5 Juta, Rp. 10 Juta, hingga nilai yang sesuai keinginan yang berwakaf. Wakif akan menerima sertifikat wakaf tunai atas nama wakif sebagai bukti telah berwakaf.
b. Wakaf Investasi Dompet Dhuafa Batasa Syariah
Wakaf investasi adalah produk gabungan antara produk investasi dan wakaf, dimana investor dapat menempatkan dana pada suatu Reksa Dana Syariah, dan mewakafkan sebagian atau seluruh dari investasinya sebagai harta wakaf. Investasi yang sudah diwakafkan akan menjadi bagian dari suatu harta wakaf, sedangkan investasi yang tidak diwakafkan akan tetap menjadi harta investor. Di Indonesia jenis wakaf ini juga dikeluarkan oleh lembaga amil zakat Dompet Dhuafa (DD) dengan bekerjasama dengan Batasa Syariah, salah satu perusahaan sekuritas yang mengeluarkan reksadana syariah.
F.
Batasan Syariah
Tabel 2
Komposisi pilihan wakaf investasi Dompet Dhuafa
Pilihan |
Reksa Dana Syariah |
Wakaf |
I |
10% |
90% |
II |
30% |
70% |
II |
50% |
50% |
IV |
70% |
30% |
V |
90% |
10% |
VI* |
100% |
0% |
Sumber: Brosur Wakaf Dompet Dhuafa Republika
*Untuk pilihan ke VI, yang akan diwakafkan adalah hasil keuntungan dari investasi pada Reksa Dana Dompet Dhuafa Batasa Syariah, dengan jumlah/porsi sesuai dengan pilihan investor.
Dengan demikian investor yang telah menetapkan salah satu pilihan di atas, akan memberikan kesepakatan bahwa dari 100% dana yang diserahkan untuk produk ini sebagian diperuntukkan untuk investasi dalam Reksa Dana Dompet Dhuafa Batasa Syariah dan sebagian lagi disalurkan untuk wakaf yang diperuntukkan bagi program peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Adapun sebagai contoh kasus dari wakaf investasi, dapat diilustrasikan sebagaimana berikut: seorang investor berniat menyerahkan dananya sebesar Rp. 100 juta pada program wakaf investasi, dengan menetapkan pada pilihan III, ini berarti:
a. Sebesar Rp. 50 Juta (50% dari nilai nominal Rp. 100 Juta), merupakan investasi pada Reksa Dana Dompet Dhuafa Batasa Syariah, yang di dalamnya termasuk obligasi dan instrumen pasar uang yang sesuai dengan syari�at Islam.
b. Sebesar Rp. 50 Juta (50% dari nilai nominal Rp. 100 Juta), merupaka wakaf investasi uang tunai yang diperuntukkan bagi program peningkatan masyarakat.
Berdasarkan kasus di atas, maka nilai investasi riilnya adalah sebesar Rp. 50 Juta. Dan menjadi dasar perhitungan bagi hasil yang akan diperolehnya pada saat manajer investasi memberikan bagi hasil atas keuntungan pengelolaan dana investasinya. Prosentase jumlah investasi Reksa Dana tetap menjadi milik investor dan keuntungan atas bagi hasilpun akan diberikan kepada investor.
a)
Wakaf Saham
Bentuk implementasi dari wakaf tunai di Indonesia juga dalam bentuk wakaf saham, dimana wakif (pemberi wakaf) dapat menunaikan wakaf dengan cara mewakafkan saham yang dimilikinya. Apabila wakif ingin mewakafkan sahamnya ia dapat meyerahkan wakaf saham tersebut ke nadzir wakaf Dompet Dhuafa, jika nadzir telah menyerahkan wakaf sahamnya maka perusahaan yang menerbitkan saham tersebut mengkonversi kepemilikan saham tersebut kepada Dompet Dhuafa sebagai pemegang saham yang baru.
Nadzir wakaf Dompet Dhuafa hanya menerima wakaf saham syariah. Untuk menjaga nilai wakaf saham, terdapat satu pihak kustodian (penjamin) yang merupakan pihak ketiga, custodian ini yang akan melakukan penjaminan terhadap keamanan investasi, dan dalam mengansuransikan saham tidak boleh mengambil langsung dari dana wakaf, tetapi harus mengambil dana operasional yang dibebankan kepada wakif.
b) Wakaf Produktif
Seiring dengan tumbuh berkembangnya lembaga keuangan Islam, harta wakaf dapat diinvestasikan guna membiayai proyek-proyek tertentu yang menguntungkan. Jenis wakaf ini biasa disebut dengan wakaf produktif yang biasanya merupakan benda bergerak atau benda tak bergerak. Wakaf dikelola dan mampu menghasilkan keuntungan dari hasil investasi, keuntungan tersebut akan dimanfaatkan sesuai dengan tujuan awal wakaf yang ditentukan seperti untuk mendukung program pendidikan, sosial, kesehatan, prasarana perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), pemberdayaan masyarakat dll. Adapun alur dari wakaf produktif tersebut dapat dilihat sebagaimana berikut:
Gambar. 1
Skema pengelolaan wakaf
produktif DD
����������� Sumber: Modifikasi dari Dompet Dhuafa dan Tabung Wakaf Indonesia : 2007
Selain itu, sebagian lembaga keuangan perbankan juga telah mengeluarkan produk wakaf tunai ini seperti pada Bank Muamalat Indonesia. Program ini dikenal dengan produk TAWADHU yang berarti Tabungan Wakaf Asuransi Duniawi Ukhrawi, yaitu suatu produk tabungan dengan perlindungan asuransi jiwa yang memuat juga produk wakaf tunai berkala dimana besaran wakaf tunai ditentukan dari prosentase premi yang dipilih oleh peserta (juga sebagai wakif). Cara pembayarannya mengikuti cara pembayaran premi yang dikelola oleh Bringin Life Syariah. Tawadhu merupakan sinergis dari Baitulmaal Muammalat (BMM) yang bertindak sebagai nadzir (manager pendayagunaan dana wakaf) sedangkan BRIngin Life Syariah sebagai perusahaan asuransi syariah yang mengelola dana tabungan dan tabarru� (saling menanggung beban) peserta berdasarkan prinsip-prinsip asuransi syariah.
G. Aplikasi
Pengelolaan Wakaf Tunai untuk Perumahan
Berikut ini penulis memberikan dua model dalam pengelolaan wakaf tunai untuk investasi perumahan, antara lain:
1.
Model Wakaf Tunai menggunakan
Pola Primary Project
Model pembiayaan investasi proyek perumahan melalui sertifikat wakaf tunai dengan menggunakan pola primary dan secondary project. Melalui lembaga pengelola wakaf atau biasa disebut dengan Badan Administrasi Wakaf (BAW) yang berfungsi sebagai Nadhir yang merencanakan pembiayaan pada sektor perumahan swadaya masyarakat miskin (berpenghasilan rendah) melalui dana wakaf, megeluarkan sertifikat wakaf untuk tujuan proyek pembangunan rumah tinggal. Sertifikat tersebut bernilai uang yang dapat dijual kepada individu ataupun lembaga/perusahaan. Untuk Perusahaan biasanya melalui kerjasama pengembangan sektor voluntry yang biasa menjadi program CSR (Corporate Social Responsibelity) perusahaan tersebut, ataupun individu dengan pendekatan investasi pada portofolio keuangannya yang biasanya disalurkan melalui perbankan atau lembaga keuangan non perbankan. Dari hasil penjualan sertifikat wakaf tunai tersebut, digunakan sebagai modal pembangunan perumahan seperti yang direncanakan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 2
Pembiayaan Proyek
Perumahan dengan Primary
Project
Sumber: Modifikasi dari beberapa sumber
Mungkin adakalanya pembiayaaan proyek perumahan menggunakan investasi sertifikat wakaf tersebut di atas dirasakan kurang efisien dan kurang menarik minat para investor, karena hanya mereka yang mempunyai kriteria tertentu saja seperti diistilahkan dalam karakteristik customer perbankan/lembaga keuangan syariah dengan para loyalist. Maka perlu juga pendekatan lain dengan merubah sedikit teknis pembiayaannya menjadi dua tipe proyek, yaitu proyek utama (Primary Project), dan Secondary Proyek.
2. Model Wakaf Tunai Menggunakan Pola Secondary Project�
Untuk Secondary proyek pembiayaannya ditujukan sebagai penunjang (supporter) proyek-proyek yang utama, seperti contoh proyek pembiayaan perumahan sebagai proyek utama, maka pembangunan prasarana bisnis/komersial pada lahan wakaf/non wakaf yang ditentukan dijadikan sebagai proyek sekundernya. Proyek sekunder tersebut dibangun melalui investasi menggunakan sertifikat wakaf tunai di atas, yang hasil investasi dalam bentuk keuntungan proyek sekunder tersebut dijadikan sebagai instrumen untuk membiayai perumahan yang direncanakan. Secara jelasnya dapat dilihat pada gambar di atas:
Gambar 3
Pembiayaan Proyek Perumahan
dengan sertifikat wakaf tunai menggunakan
pola Secondari Project
Sumber: Modifikasi dari beberapa sumber
Dengan pola pembiayaan proyek melalui investasi wakaf tunai tersebut di atas, sangat jelas bahwa potensi penglolaan wakaf untuk pembiayaan proyek yang memiliki pengaruh luas terhadap masyarakat kurang mampu sangat besar. Selain manfaat yang dihasilkan dari investasi tersebut digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur, juga dapat digunakan untuk membiayai program-program pembiayaan ekonomi mereka dengan memberikan subsidi biaya pendidikan, kesehatan ataupun peningkatan skill untuk mendukung penambahan pendapatan mereka.
3. Model Pembiayaan Dengan Sistem Direct Financing
Berikut ini model pembiayaan dengan system direct financing dengan menggunakan gambar sebagai berikut:
Gambar 4
Model Pembiayaan
Dengan Sistem Direct
Financing
Penjelasan Gambar:
1. Kementerian Perumahan bekerjasama dengan Departemen Agama menerbitkan Surat keputusan bersama dalam bentuk regulasi yang dapat berfungsi untuk mengfasilitasi kebijakan pembangunan perumahan swadaya menggunakan wakaf tunai, dengan bekerjasama dengan Lembaga Nadzir yang sekaligus berfungsi sebagai MI (Manajer Invsetasi) berusaha mencari investor.
2. Investor yang ditargetkan disini adalah mereka yang akan membeli sertifikat wakaf tunai yang telah diterbitkan oleh MI (Manajer Investasi) sebagai provider wakaf tunai, baik dari kalangan institusi (lembaga) keuangan maupun perorangan, dengan akad perjanjian pembiayaan berbasis: Ijarah, Musyarakah, maupun Istisna sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku sesuai dengan kriteria investasi wakaf tunai yang dikeluarkan.
3. Hasil dari IPO sertifikat wakaf tunai tersebut seterusnya digunakan untuk pembangunan perumahan melalui realisasi proyek yang melibatkan developer atau lembaga pengemban.
4. Realisasi proyek tersebut harus terus dikontrol dan dimonitor oelh pihak kementrian untuk memastikan bahwa seluruh proses realisasinya sesuai dengan ketentuan dan ketetapan yang telah digariskan diawal, juga agar proyek yang menggunakan skema wakaf tunai tersebut masih terus terjaga akuntabilitas dan pertanggungjawabannya, yang bukan saja merupakan amanah dari para muwaqif, tapi ini juga untuk menjaga agar outcomes dan target wakaf tunai tersebut bisa tercapai.
5. Dalam proses investasi wakaf tunai tersebut, tentunya akan mengikuti resiko investasi pada biasanya yang memberikan yield (hasil) dalam bentuk keuntungan maupun kerugian.
6. Untuk investasi yang memberikan keuntungan, maka keuntungan tersebut akan dibagi sesuai dengan proporsi yang telah disepakati bersama antara Manajer Investasi (Lembaga Nadzir) dan para investor (Lembaga Keuangan/Perorangan).
7. Sedangkan dalam kondisi kerugian maka, ada sebuah lembaga penjamin yang akan mencover kerugian tersebut melalui akad tabarru� .� Hal ini dimaksudkan agar dana investor yang merupakan wakaf tunai tersebut masih terjaga substansinya dan tujuan wakafnya sesuai dengan tujuan wakaf itu sendiri yang berarti tetap dan tidak hilang.
Kesimpulan
Wakaf Tunai atau Bantuan Tunai (Harta benda yang dihibahkan untuk keperluan keagamaan atau wakaf tunai bagi masyarakat) sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah ekonomi keluarga. Cash Wakaf adalah program untuk membantu atau membangun dan mengembangkan usaha kecil keluarga, industri rumah tangga. Hal ini disebabkan karena tidak semua masyarakat mampu memiliki rumah yang ideal dan layak huni, sehingga fungsi ideal rumah tidak bisa diaplikasikan dalam pembinaan suatu keluarga, hal ini disebabkan oleh rendahnya kemampuan daya belimodel pengelolaan wakaf tunai untuk investasi perumahan ini digunakan untuk membantu orang miskin, bakti sosial atau program keagamaan.
Bogdan, Robert, & Taylor, Steven.
(1992). Pengantar Metode Kualitatif. Surabaya: Usaha Nasional.
Deputi Bidang Perumahan. (2006). Keputusan
Deputi Bidang Perumahan Swadaya No. 836/KPTS/DS/2006, Tentang Rencana Strategis
2006-2009.
Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat
Islam. (2004). Proses lahirnya Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf.
Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf.
Hasan, Sudirman. (2011). Wakaf uang:
Perspektif fiqih, hukum positif, dan manajemen. UIN-Maliki Press.
Kemenpera. (2007). Laporan Rekapitulasi
pemberian stimulant peru-mahan swadaya APBN 2006/2007. APBN.
Khosyi�ah, Siah. (2010). Wakaf &
Hibah (Perspektif Ulama Fiqh dan Perkembangannya di Indonesia) (Vol. 1).
CV. Pustaka Setia.
Kompas. (2015). Warta Kota. Kompas
Indonesia.
Lembaga Kemanusiaan Nasional. (2009). Newsletter
PKPU, Jakarta. Jakarta.
Lembaga Survei Indonesia. (2007). Analisa
Lembaga Survei Indonesia (LSI) di perkampungan ku-muh di Kelurahan Galur
Cempaka Putih Jakarta Pusat, dan Pedong-kelan Pulo Gadugn Jakarta Timur.
Jakarta: Lembaga Survei Indonesia.
Lubis, Suhrawardi K. (2010). Wakaf dan
Pemberdayaan Umat. Jakarta: Sinar Grafika.
M. Athoillah. (2014). Hukum Wakaf.
Bandung: Yrama Widya.
M.A.Mannan. (2004). Family Empowerment
Micro Finance and Non Formal Workshop Management of Family Empowerment micro
Credit and Cash Waqf. Banking: Aparadigma Shif In Islamic Micro Finance.
Moleong, Lexy J. (2013). Metode
Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya. Mosal.
Nana Sujana dan Awal Kusumah. (2010). Proposal
Penelitian di Perguruan Tinggi. Bandung: Bandung: PT Sinar Baru Algensindo.
Usman, Rachmadi. (2011). Penyelesaian
pengaduan nasabah dan mediasi perbankan: alternatif penyelesaian sengketa
perbankan dalam perspektif perlindungan dan pemberdayaan nasabah. Mandar
Maju.
Usman, Rachmadi. (2013). Hukum
perwakafan di Indonesia. Sinar Grafika.