Perlindungan Hukum Korban Tindak Pidana yang Dilakukan Oleh Orang dengan
Gangguan Jiwa (ODGJ)
Syntax Admiration, Vol. 1 No. 8 Desember 2020 1187
pada mencari kebenaran, penyelidikan, dan berakhir pada pelaksanaan pidana
(eksekusi) oleh jaksa (Hamzah, 2019). Hukum acara pidana itu merupakan suatu sarana
untuk menegakkan hukum pidana, selain itu hukum acara pidana mengatur tentang
bagaimana Negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan
menjatuhkan pidana (Hamzah, 2019). Secara singkat dapat diterangkan bahwa arti dari
pada hukum acara pidana merupakan suatu peraturan yang mengatur tentang acara
peradilan (Atang Ranoemihardja, 2000).
Pada saat ini tindak pidana merupakan suatu problema yang senantiasa muncul
ditengah-tengah masyarakat. Masalah tersebut muncul dan berkembang dan membawa
akibat tersendiri sepanjang masa. Perilaku tindak pidana semakin hari semakin nampak,
dan sungguh sangat mengganggu ketentraman hidup kita. Jika hal ini dibiarkan, tidak
ada upaya sistematik untuk mencegahnya, tidak mustahil kita sebagai bangsa akan
menderita rugi oleh karena tindakan tersebut. Kita akan menuai akibat buruk dari
maraknya perilaku tindak pidana baik oleh orang normal atau oleh orang dengan
gangguan jiwa yang terjadi di masyarakat, baik dilihat dari kacamata nasional maupun
internasional.
Perlindungan korban kejahatan dalam sistem hukum nasional nampaknya belum
memperoleh perhatian serius. Hal ini terlihat dari masih sedikitnya hak-hak korban
kejahatan memperoleh pengaturan dalam perundang-undangan nasional. Adanya
ketidak seimbangan antara perlindungan korban kejahatan dengan pelaku kejahatan,
pada dasarnya merupakan salah satu pengingkaran dari asas setiap warga negara
bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan, sebagaimana diamanatkan
oleh Undang-Undang Dasar 1945, sebagai landasan konstitusional. Selama ini muncul
pandangan yang menyebutkan pada saat pelaku kejahatan telah diperiksa, diadili dan
dijatuhi hukuman pidana, maka pada saat itulah perlindungan terhadap korban telah
diberikan, padahal pendapat demikian tidak sepenuhnya benar.
Perlindungan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban Dan Saksi
Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat adalah suatu bentuk pelayanan
yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk
memberikan rasa aman baik fisik maupun mental, kepada dan saksi, dari ancaman,
gangguan, teror dan kekerasan dari pihak manapun, yang diberikan pada tahap
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.
Dalam proses penegakan hukum tidak akan terlaksana apabila tidak ada subjek
yang menjalankan. Dalam Pasal 1 Bab 1 KUHP menjelaskan mengenai aparatur
penegak hukum yang bekerja di Indonesia. Mereka inilah yang menjadi pioneer
tegaknya hukum di negeri ini. Aparat penegak hukum juga menjadi tolak ukur dalam
menegakkan keadilan di negeri ini karena segala bentuk keberhasilan dan proses yang
yang dilakukan tergantung kepada rajin dan tidaknya aparat dalam eksekusi di lapangan.
Bagaimana menilai keberhasilan aparat jika bukan masyarakat yang melihat sejauh
mana eksistensi aparatur penegak hukum dalam menegakan hukum. Oknum-oknum
tidak baik terkadang menjadi problem terbesar yang muncul di internal institusi-institusi