Pertanggungjawaban Direksi BUMN (Persero) yang Melakukan Perjanjian Kerjasama
Tanpa Persetujuan RUPS yang Mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara
Syntax Admiration, Vol. 1, No. 8, Desember 2020 1049
Pendahuluan
Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi
yang memiliki pengertian bahwa seluruh kegiatan ekonomi dikerjakan oleh semua
kalangan, baik masyarakat maupun pemerintah. Pada umumnya negara-negara
mempunyai badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha yang dikategorikan masuk
kedalam bidang penyelenggaraan pelayanan dan kepentingan umum (public service and
public utilities). Hal itu didasarkan pada alasan adanya suatu cabang produksi atau
bidang usaha yang dianggap penting dan vital atau strategis bagi negara dan menguasai
hajat hidup banyak orang, sehingga tidak dapat begitu saja diserahkan kepada swasta
untuk menguasai dan menyelenggarakan (Aminudin Ilmar, 2018). Salah satu upaya
pemerintah untuk menguasai cabang-cabang penting, serta mencari pendapatan untuk
mencapai kesejahteraan rakyat adalah dengan membentuk suatu badan usaha yang
disebut dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
BUMN terdiri atas Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perusahaan Umum
(Perum). Dalam penafsiran Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara (yang selanjutnya disebut UU Keuangan Negara), kekayaan
BUMN adalah kekayaan negara yang dipisahkan. Artinya, kekayaan BUMN itu adalah
keuangan negara. Mahkamah Agung Repubik Indonesia atas permintaan Menteri
Keuangan mengeluarkan Fatwa Nomor WKMA/Yud/20/VIII/2006 tertanggal 16
Agustus 2006 menyatakan salah satu diantaranya, yaitu Pasal 2 huruf g UU Keuangan
Negara yang dengan adanya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara (yang selanjutnya disebut UU BUMN), maka ketentuan dalam
Pasal 2 huruf g khusus mengenai “kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/
perusahaan daerah” tidak mempunyai kekuatan mengikat secara hokum (Ridwan
Khairandy, 2018).
Perdebatan berlanjut di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Pasal 2 huruf g
dan i UU Keuangan Negara telah dua kali diuji oleh Mahkamah Konstitusi, yaitu
putusan Nomor 488/PUU-XI/2013 dan Nomor 62/PUU-XI/2013. Kedua permohonan
uji materi tersebut ditolak oleh Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian, secara
normatif ketentuan Pasal 2 huruf g dan i Undang-Undang Keuangan Negara tetap
berlaku dengan makna bahwa kekayaan Persero merupakan kekayaan negara tetapi
secara teoritik masih tetap dapat diperdebatkan.
Direksi merupakan organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab
penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, baik di dalam maupun
di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar (Tri Budiono, 2011).
Direksi dalam menjalankan tugasnya sebagai pengelola perusahaan bertanggung
jawab terhadap perusahaan baik tanggung jawab internal maupun eksternal, tanggung
jawab Direksi termasuk mengenai kerugian atau kebangkrutan yang terjadi pada
perusahaan yang dipimpinnya (Binoto Nadapdap, 2018). Anggota Direksi bertanggung
jawab penuh secara pribadi (persoonlijk aansprakelijk, personally liable) atas kerugian
yang dialami Perseroan, apabila anggota Direksi lalai melaksanakan kewajiban itu atau
melanggar apa yang dilarang atas pengurusan itu (Yahya Harahap, 2019).