Maulidza Akhir Oemar, Putu Ayu Purnama Dewi dan Yosiaasa Wicaksaningrum
106 Syntax Admiration, Vol. 2, No. 1, Januari 2021
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, (Hartarto et al., 2020)
menjelaskan bahwa selama covid-19 menyebar, enam puluh persen industri di
Indonesia mengalami kelumpuhan alias tidak beroperasi. Semakin maraknya organisasi
yang merumahkan karyawan, memotong gaji dan memberlakukan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) dalam rangka efisiensi, semakin membuktikan dampak jelas
pada ranah industri akibat pandemi ini. Menurut (Karunia, 2020), sebanyak 3.5 juta
pekerja terdampak covid-19 hingga memberlakukan pemutusan hubungan kerja (PHK)
maupun dirumahkan, data ini tercatat hingga 31 Juli 2020. Dijelaskan (Abdurrahman
Naufal, 2020) bahwa baik organisasi internasional maupun organisasi lokal tengah
bekerja keras dalam pembenahan bisnis usahanya dan berjuang membantu pemerintah
dalam proses penyebaran pandemi covid-19 ini.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Bond Organization, 2020) terhadap
93 CEO dari Non-Government Organizations (NGO), menyatakan bahwa pendapatan
berkurang. Berkurangnya pendapatan tersebut berasal dari pendapatan kegiatan
penggalangan dana. NGO mengurangi operasi di luar negeri seperti menunda
pelaksanaan proyek atau program, menutup kantor negara, membatasi pendapatan untuk
program global dan pengurangan staf yang dilakukan oleh NGO. Ada beberapa
tantangan terutama dalam hal operasional seperti melakukan proyek yang harus
dilakukan di luar negeri tetapi tidak bisa melakukan perjalanan karena NGO
memperhatikan keselamatan para staf dan pada saat ini perjalanan keluar negeri masih
dibatasi.
Berdasarkan seluruh dampak dari covid-19 yang terjadi pada organisasi
internasional, peneliti melihat bahwa mekanisme pengambilan keputusan tidak hanya
diperlukan untuk mempertahankan efektivitas dan jangkauannya dalam pendekatan
bisnis seperti biasa, tetapi juga untuk meningkatkan efektivitas dan mengintegrasikan
ratusan aspek baru dan belum pernah terjadi sebelumnya. Sebagaimana yang dijelaskan
oleh (Diaz, 2020), selama pandemi covid-19 ini berlangsung, tiap anggota NGO
menghadapi berbagai tantangan pribadi yang mungkin berkaitan dengan beberapa hal
baru yang sebelumnya tidak pernah dihadapi. Disebutkan bahwa beberapa tantangan ini
meliputi tidak adanya ruang kerja pribadi di rumah mereka, berurusan dengan peran
sebagai orang tua dan sekolah di rumah, koneksi internet yang tidak dapat diandalkan,
pasokan makanan dan memasak, dan juga menjaga kesehatan mereka dan orang yang
mereka cintai dalam situasi pengurungan yang mungkin ekstrim. Keseluruhan hambatan
ini dipicu dari kebijakan lockdown yang mengharuskan karyawan untuk bekerja dari
rumah.
Perihal kebijakan lockdown, bagi sebagian organisasi internasional, kegiatan ini
merupakan suatu konsep kerja baru yang harus diadaptasi oleh pemimpin organisasi dan
karyawan. Terlebih, beradaptasi di tengah pandemi bukanlah hal yang mudah. Survey
dari (Deloitte, 2020) menjelaskan bahwa perubahan budaya organisasi ini, menuntut
penyedia kerja untuk memahami situasi yang sedang berlangsung. Sebab berbagai
kendala baru mampu mengusik pemikiran karyawan saat sedang bekerja, bahkan
membawa pada keadaan stres. Pemberlakuan work from home sebagai pembentukan