�Jurnal Syntax Admiration |
Vol. 2 No. 2 Februari 2021 |
p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356 |
Sosial Teknik |
EFEKTIVITAS MADU JAMBI, HUMAN ALBUMIN,
NORMAL SALINE SEBAGAI ZAT ANTI ADHESIVE INTRAABDOMINAL PADA LUKA BERSIH TIDAK
TERKONTAMINASI PADA GAMBARAN MAKROSKOPIK
Miftahurrahmah, Willy Hardy Marpaung, Anati
Purwakhanti, Esa Indah Ayudya dan Ade Tan Reza
Universitas Jambi, Indonesia
Email: [email protected],� [email protected], [email protected], [email protected] dan [email protected]
INFO ARTIKEL |
ABSTRACT |
Diterima 28
Januari 2021 Diterima dalam bentuk revisi 08
Februari 2021 Diterima dalam bentuk revisi |
Background: Postoperative peritoneal adhesion
formation after surgery is result of peritoneal surface trauma and tissue
ischemia. anti-adhesive agent is one of methods to reduce tissue adhesion.
Honey has a long history medicine as anti-inflammatory, anti-bacterial and
wound healing agent. the purpose of this study to investigate the
effectiveness of Jambi�s honey in preventing intraabdominal adhesions.� Methods: thirty six male wistar rats divide into
six group. Control group as group A, 0.9% sodium chloride as group B, minimal
dose of honey as Group C and maximal dose of honey as group D. minimal dose
of human albumin� as Group E and
maximal dose of Human albumin as group F. the identification Adhesion and
grade of adhesion in macroscopic.. Result: macroscopic adhesion in Group A are 6
rats, Group B are 6 rats, Group C are�
2 rats� and Group D are 2 rat,
group E 5 rats and grouo F 5 rats. Comparison adhesion Based on macroscopic
adhesion group A vs C was significant (p: 0.014) and group A vs D was
significant (p: 0.014) comparison adhesion based on degrees of adhesion group
A vs C was significant (P: 0.041). Conclusion: Jambi�s honey has the most an anti-adhesive effect in clean wound
without contaminated ABSTRAK Latar belakang: Adhesi peritoneum setelah pembedahan merupakan akibat dari cedera permukaan peritoneum dan iskemik jaringan. Zat anti adhesi merupakan salah satu metode menurunkan kejadian adhesi. Madu merupakan salah satu obat yang memiliki sejarah panjang sebagai anti adhesive, antibakteri, dan penyembuhan luka. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas madu Jambi dalam pencegahan pembentukan adhesi intraabdomen. Metode: 36 tikus laki-laki jenis wistar dibagi menjadi empat kelompok. Kelompok control sebagai kelompok A, kelompok NaCl 0.9% sebagai kelompok B, kelompok Madu minimal sebagai kelompok C dan kelompok madu maksimal sebagai kelompok D, kelompok albumin minimal kelompok E dan kelompok albumin maksimal kelompok F. penilaian dilakukan pada hari ke 10 dimana data yang dikumpulkan berupa identifikasi adhesi, derajat adhesi secara makroskopis Hasil: adhesi secara makroskopis pada kelompok A sebanyak 6
tikus, kelompok B sebanyak 6 tikus, kelompok C sebanyak 2 tikus and kelompok
D sebanyak 2 tikus kelompok E 5 tikus dan kelompok F 5 tikus. Perbandingan
kejadian adhesi antara dua kelompok yaitu kelompok A vs C memiliki hasil
bermakna (p: 0.014) dan kelompok A vs D bermakna (p: 0.014). perbandingan kelompok
berdasarkan derajat adhesi memiliki hasil yang bermakna pada kelompok A vs C
(P: 0.041). kesimpulan: Madu Jambi memberikan efek anti adhesive terbaik pada luka bersih tidak terkontaminasi |
Keywords: effectiveness; antiadhesif; cleand wound Kata kunci: efektivitas; anti adhesive; luka bersih |
Pendahuluan
Adhesi peritoneum paska operasi merupakan konsekuensi
yang dapat terjadi setelah dilakukan laparotomy
(Giusto et al., 2016). Adapun angka kejadian adhesi sekitar 67 dan
93%. Keadaan ini merupakan sumber utama terjadinya morbiditas dan
mortalitas. Hal ini dikarenakan setelah laparotomi dapat menginduksi terjadinya
obstruksi pada usus halus, pembentukan fistula nyeri kronik pada pelvis, infertilitas sekunder pada
perempuan, serta kesulitan pada saat reoperasi (Emre et al., 2009).
Proses adhesi merupakan suatu proses yang komplek meliputi seluler,
biokemikal dan faktor immunologi (Negahi et al., 2019). Adhesi peritoneum
di pengaruhi oleh keseimbangan antara proses pembentukan fibrin dan fibrinolysis (Fortin et al., 2015). Oleh sebab itu diperlukan pencegahan
terjadinya adhesi intraabdominal
pascalaparotomi berupa� teknik
operasi dan pemberian zat antiadhesif
intraabdominal (Coccolini et al., 2013). Agen non farmakologi yang dianggap memiliki riwayat
sebagai anti inflamasi, antibakteri dan antioksidan seperti madu (Saber et al., 2015).
Madu� merupakan produk alami dari lebah dengan kandungan air 18-20%, glukosa, fruktosa, vitamin, b-karoten, mineral, dan asam amino. Madu telah dikenal dengan sifatnya sebagai antioksidan, antiinflamasi dan antibakteri (Vallianou et al., 2014). Zat antiadhesif yang yang bersifat non farmakologi seperti madu telah digunakan pada penelitian sebelumnya pada luka operasi sebagai antiinflamasi dan antibakteri untuk menekan cascade tersebut (Coccolini et al., 2013). Oleh karenanya tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas madu Jambi dalam pencegahan pembentukan adhesi intraabdomen (Vediappan et al., 2020).
����������������������������������������������������� ����������������
Metode
Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hewan coba yang dilakukan di laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Jambi. Hewan coba yang digunakan adalah tikus wistar jantan seberat 200 gram. Zat anti-adhesi yang digunakan adalah madu, 5% albumin manusia dan garam fisiologis. Madu yang digunakan adalah madu yang dipetik dari perkebunan madu di Provinsi Jambi. Simpan dulu madu di lemari es dengan suhu 0 derajat Celcius (Widyawati, 2007).
Kemudian tikus tersebut dilakukan (Saunders et al., 2012) dan dikelompokkan menjadi 6 (enam) kelompok yaitu kelompok kontrol sebagai kelompok A, kelompok yang diberikan NaCl 0.9% intraperitoneum sebagai pencucian rongga abdomen. Kelompok B, kelompok pemberian madu dengan dosis 0.27 ml/ 200 gram atau dosis minimal� intra abdomen. Kelompok C diberikan madu dengan dosis 0.54 ml/ 200 gram� atau� madu maksimal intra abdomen. Kelompok D kelompok yang diberikan albumin 0.2 ml/200 gram. Kelompok E, kelompok diberikan albumin� 0.4 ml/200 gram �kelompok F lalu dilakukan penilaian kejadian adhesi dan derajat adhesi secara makroskopis serta pengambilan jaringan peritoneum pada hari ke 10.
Tabel 1. Derajat Adhesi
Skor |
Deskripsi
skor |
0 |
Tidak ada adhesi |
1 |
Adhesi
minimal yang mudah dilepaskan |
2 |
Adhesi tebal terbatas pada satu area |
3 |
Adhesi yang tebal dan luas |
4 |
Adhesi yang tebal dan luas dan adhesi
antara organ viscera dan atau dinding abdomen |
����������������������������������������������������� ������
A. Hasil
Penilaian
kejadian adhesi pada semua kelompok berdasarkan ada tidaknya adhesi. Pada
kelompok A dan B terdapat semua tikus mengalami adhesi. Sedangkan pada kelompok C dan D hanya 2 tikus pada
masing-masing kelompok yang mengalami adhesi atau sekitar 33.3%. Untuk analisis
pada data kategorik pada tabel diatas diuji dengan menggunakan uji statistika Chi-Square�
yaitu Kejadian
Adhesi.� Hasil uji
statistik pada kelompok penelitian diatas� diperoleh informasi nilai P� pada variabel Kejadian Adhesi� lebih kecil dari 0.05 (nilai P<0.05) yang
berarti�� signifikan atau bermakna secara
statistik dengan demikian dapat dijelaskan bahwa terdapat perbedaan proporsi
yang signifikan secara statistik antara variabel Kejadian Adhesi�
pada kelompok tikus� Kontrol, NaCl 0.9%, Madu min, Madu max
Tabel 1 Perbandingan Kejadian Adhesi
Kelompok |
Kejadian
Adhesi |
Nilai P |
|
Ya |
Tidak |
||
|
|
|
|
Kontrol |
6(100.0%) |
0(0.0%) |
0.013** |
NaCl 0.9% |
6(100.0%) |
0(0.0%) |
|
Madu Min |
2(33.3%) |
4(66.7%) |
|
Madu Max |
2(33.3%) |
4(66.7%) |
|
Albumin Min |
5(83.3%) |
1(16.7%) |
|
Albumin Max |
5(83.3%) |
1(16.7%) |
|
|
|
|
|
Keterangan : Untuk Data kategorik nilai p dihitung
berdasarkan uji Chi-Square .Nilai
kemaknaan berdasarkan nilai p<0,05 .Tanda* menunjukkan nilai p<0,05
artinya signifkan atau bermakna secara statistik.�
Pada kelompok A, tikus yang mengalami kejadian Adhesi adalah sebesar 6 atau sebesar 100.0% dan yang tidak sebanyak 0 atau sebesar 0.0%. Pada kelompok B tikus yang mengalami kejadian adhesi adalah sebesar 6 atau sebesar 100.0% dan yang tidak sebanyak 0 atau sebesar 0.0%. Pada kelompok C, tikus yang mengalami kejadian adhesi adalah sebesar 2 atau sebesar 33.3% dan yang tidak sebanyak 4 atau sebesar 66.7%. Pada kelompok D, tikus yang mengalami kejadian adhesi adalah sebesar 2 atau sebesar 33.3% dan yang tidak sebanyak 4 atau sebesar 66.7%. Pada kelompok E, tikus yang mengalami kejadian adhesi adalah sebesar 5 atau sebesar 83.3% dan pada kelompok F, tikus yang mengalami kejadian adhesi adalah sebesar 5 atau sebesar 83.3%.
Untuk analisis
pada data kategori pada tabel diatas diuji dengan menggunakan uji statistika Chi-Square yaitu kejadian adhesi. Hasil uji statistik pada
kelompok penelitian diatas� diperoleh
informasi nilai P� pada variabel kejadian
adhesi� lebih kecil dari 0.05 (nilai
P<0.05) yang berarti signifikan atau bermakna secara statistik dengan
demikian dapat dijelaskan bahwa terdapat perbedaan proporsi yang signifikan
secara statistik antara variabel kejadian adhesi pada
kelompok tikus� kontrol, NaCl 0.9%, madu min, madu max,
albumin min dan albumin max.
Tabel 2 Perbandingan dua kelompok Kejadian Adhesi
Kelompok |
Kejadian
Adhesi |
Nilai P |
|
Ya |
Tidak |
||
Kontrol |
6(100.0%) |
0(0.0%) |
1.000 |
NaCl 0.9% |
6(100.0%) |
0(0.0%) |
|
Kontrol |
6(100.0%) |
0(0.0%) |
0.014** |
Madu Min |
2(33.3%) |
4(66.7%) |
|
Kontrol |
6(100.0%) |
0(0.0%) |
0.014** |
Madu max |
2(33.3%) |
4(66.7%) |
|
Kontrol |
6(100.0%) |
0(0.0%) |
0.296 |
Albumin Min |
5(83.3%) |
1(16.7%) |
|
Kontrol |
6(100.0%) |
0(0.0%) |
0.296 |
Albumin max |
5(83.3%) |
1(16.7%) |
|
Keterangan : Untuk Data kategorik nilai p dihitung
berdasarkan uji Chi-Square .Nilai
kemaknaan berdasarkan nilai p<0,05 .Tanda* menunjukkan nilai p<0,05
artinya signifkan atau bermakna secara statistik.�
Analisis data kategorik pada tabel diatas diuji dengan menggunakan uji statistika Chi-Square� yaitu kejadian adhesi.� Hasil uji statistik pada kelompok penelitian diatas� diperoleh informasi nilai P� pada variabel kejadian adhesi� lebih besar dari 0.05 (nilai P>0.05) yang berarti�� tidak signifikan atau tidak bermakna secara statistik dengan demikian dapat dijelaskan bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi yang signifikan secara statistik antara variabel kejadian adhesi� pada kelompok tikus kontrol dengan NaCl 0.9%. terdapat perbedaan proporsi yang signifikan secara statistik antara variabel kejadian adhesi� pada kelompok tikus� kontrol dengan madu min. terdapat perbedaan proporsi yang signifikan secara statistik antara variabel kejadian adhesi� pada kelompok tikus� kontrol dengan madu max. tidak signifikan atau tidak bermakna secara statistik dengan demikian dapat dijelaskan bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi yang signifikan secara statistik antara variabel kejadian tidak signifikan atau tidak bermakna secara statistik dengan demikian dapat dijelaskan bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi yang signifikan secara statistik antara variabel kejadian adhesi� pada kelompok tikus kontrol dengan albumin max.
1. Adhesi� pada Kelompok Tikus Kontrol dengan Albumin min.
Pada kelompok A
Untuk� derajat adhesi memiliki skor
median sebesar 1.50. Pada kelompok B memiliki skor median sebesar 2.50. Pada
kelompok C memiliki skor median sebesar 0.00. Pada kelompok D, memiliki skor
median sebesar 0.00. Untuk analisis pada data Ordinal tersebut dilakukan
menggunakan uji statistika Kruskal Wallis.� Hasil uji statistik pada
kelompok penelitian diatas� diperoleh
informasi nilai P pada variabel derajat adhesi�
lebih kecil dari 0.05 (nilai P<0.05) yang berarti signifikan atau
bermakna secara statistik dengan demikian dapat dijelaskan bahwa terdapat
perbedaan median yang signifikan secara statistik antara variabel derajat
adhesi� pada kelompok
A, B, C, dan D. Tabel 3 menjelaskan
perbandingan antara derajat adhesi� pada kelompok tersebut.
Tabel. 3 Derajat adhesi
Kelompok |
Derajat
Adhesi |
Nilai P |
|
Median |
Range(min-max) |
||
|
|
|
|
Kontrol |
1.50 |
1.00-3.00 |
0.050** |
NaCl 0.9% |
2.50 |
1.00-3.00 |
|
Madu Min |
0.00 |
0.00-2.00 |
|
Madu Max |
0.00 |
0.00-2.00 |
|
Albumin Min |
1.00 |
0.00-2.00 |
|
Albumin Max |
1.00 |
0.00-2.00 |
|
|
|
|
|
Keterangan : Untuk Data ordinal nilai p dihitung berdasarkan
uji Kruskal Wallis .Nilai kemaknaan
berdasarkan nilai p<0,05 .Tanda* menunjukkan nilai p<0,05 artinya
signifkan atau bermakna secara statistik.�
Gambar 1 Derajat adhesi 1, 2, dan 3
Untuk analisis pada data ordinal perbandingan dua kelompok� derajat adhesi menggunakan uji statistika Mann Whitney.� Hasil uji statistik pada kelompok penelitian tersebut� diperoleh informasi nilai P� pada variabel derajat adhesi lebih besar dari 0.05 (nilai P>0.05) yang berarti tidak signifikan atau tidak bermakna secara statistik dengan demikian dapat dijelaskan bahwa tidak terdapat perbedaan median yang signifikan secara statistik antara variabel derajat adhesi� pada kelompok A dengan kelompok B.
Untuk analisis pada data ordinal perbandingan dua kelompok� derajat adhesi menggunakan uji statistika Mann Whitney. Hasil uji statistik pada kelompok penelitian diatas� diperoleh informasi nilai P pada variabel derajat adhesi� lebih kecil dari 0.05 (nilai P<0.05) yang berarti signifikan atau bermakna secara statistik dengan demikian dapat dijelaskan bahwa terdapat perbedaan median yang signifikan secara statistik antara variabel derajat adhesi pada kelompok tikus� A dengan C.
Untuk analisis pada
data ordinal perbandingan dua kelompok�
derajat adhesi menggunakan uji statistika Mann Whitney. Hasil uji statistik pada
kelompok penelitian diatas� diperoleh
informasi nilai P pada variabel derajat adhesi�
lebih besar dari 0.05 (nilai P>0.05) yang berarti tidak signifikan
atau tidak bermakna secara statistik dengan demikian dapat dijelaskan bahwa
tidak terdapat perbedaan median yang signifikan secara statistik antara
variabel derajat adhesi�
pada kelompok tikus� A dengan kelompok D, A dan E serta A dan F.
Tabel 4 Perbandingan Derajat Adhesi
Kelompok |
Derajat
Adhesi |
Nilai P |
|
Median |
Range(min-max) |
||
Kontrol |
1.50 |
1.00-3.00 |
0.394 |
NaCl 0.9% |
2.50 |
1.00-3.00 |
|
Kontrol |
1.50 |
1.00-3.00 |
0.041** |
Madu Min |
0.00 |
0.00-2.00 |
|
Kontrol |
1.50 |
1.00-3.00 |
0.132 |
Madu max |
0.00 |
0.00-1.00 |
|
Kontrol |
1.50 |
1.00-3.00 |
0.394 |
Albumin Min |
1.00 |
0.00-2.00 |
|
Kontrol |
1.50 |
1.00-3.00 |
0.394 |
Albumin max |
1.00 |
0.00-2.00 |
|
Keterangan : Untuk Data kategorik nilai p dihitung
berdasarkan uji Mann Whitney .Nilai
kemaknaan berdasarkan nilai p<0,05 .Tanda* menunjukkan nilai p<0,05
artinya signifkan atau bermakna secara statistik.�
B.
Pembahasan
(Emre et al., 2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa� pemberian madu efektif mencegah terjadinya adhesi (Emre et al., 2009). Pada penelitian ini juga didapatkan madu Jambi memiliki efektivitas yang baik dalam mencegah terjadinya adhesi, terutama pada dosis 0.27 ml/ 200 gram.
(Negahi et al., 2019) dalam penelitiannya� menyatakan bahwa madu sangat baik sebagai anti adhesion dan penyembuhan luka pada anastomosis colon (Emre et al., 2009). Pada penelitian ini menunjukkan pemberian madu Jambi dapat sebagai antiadhesif dan tidak adanya infeksi luka operasi merupakan salah satu efek yang diberikan sebagai penyembuhan luka.
(Saber et al., 2015) dalam penelitiannya menyatakan bahwa icodextrin dan madu memiliki efek yang baik dalam menurunkan perluasan dan beratnya adhesi intraperitoneum pada tikus yang dilakukan anastomosis colon (Saber et al., 2015). Pada penelitian ini menunjukkan pemberian madu Jambi dapat menekan derajat adhesi terutama pada dosis 0.27 ml/200 gram.
Adhesi peritoneum (Francois et al., 1994) paling sering terbentuk pada hari ke 7 sampai 10 dan menetap pada hari ke 14. Oleh sebab itu pada penelitian ini dilakukan� penilaian derajat adhesi pada hari ke 10. Namun pada penilaian mikroskopis tidak ditemukan perbedaan yang bermakna. Hal ini bisa dikarenakan waktu penilaian 10 hari sedangkan adhesi akan menetap setelah 14 hari.
Kesimpulan��������������������������������������������������������������
Secara makroskopis madu Jambi memberikan efek anti adhesive pada luka bersih tidak terkontaminasi baik berdasarkan kejadian adhesi maupun derajat adhesi. Dosis minimal 0.27 ml/ 200gram memberikan berdasarkan derajat adhesi memberikan hasil yang lebih baik.
�
BIBLIOGRAFI
Coccolini, F., Ansaloni, L., Manfredi, R., Campanati,
L., Poiasina, E., Bertoli, P., Capponi, M. G., Sartelli, M., Di Saverio, S.,
& Cucchi, M. (2013). Peritoneal Adhesion Index (PAI): Proposal Of A Score
For The �Ignored Iceberg� Of Medicine And Surgery. World Journal of
Emergency Surgery, 8(1), 1�5.
Emre, A., Akin, M., Isikgonul, I., Yuksel, O., Anadol,
A. Z., & Cifter, C. (2009). Comparison Of Intraperitoneal Honey And Sodium
Hyaluronate-Carboxymethylcellulose (SeprafilmTM) For The Prevention Of
Postoperative Intra-Abdominal Adhesions. Clinics, 64(4), 363�368.
Fortin, C. N., Saed, G. M., & Diamond, M. P.
(2015). Predisposing Factors To Post-Operative Adhesion Development. Human
Reproduction Update, 21(4), 536�551.
Francois, Y., Mouret, P., Tomaoglu, K., & Vignal,
J. (1994). Postoperative Adhesive Peritoneal Disease. Surgical Endoscopy,
8(7), 781�783.
Giusto, G., Vercelli, C., Iussich, S., Audisio, A.,
Morello, E., Odore, R., & Gandini, M. (2016). A Pectin-Honey Hydrogel
Prevents Postoperative Intraperitoneal Adhesions In A Rat Model. BMC
Veterinary Research, 13(1), 1�5.
Negahi, A. R., Hosseinpour, P., Vaziri, M., Vaseghi,
H., Darvish, P., Bouzari, B., & Mousavie, S. H. (2019). Comparison of Honey
versus Polylactide Anti-Adhesion Barrier on Peritoneal Adhesion and Healing of
Colon Anastomosis in Rabbits. Open Access Macedonian Journal of Medical
Sciences, 7(10), 1597.
Saber, A., Shekidef, M. H., & Saber, A. A. (2015).
Effect of Honey versus Icodextrin on Adhesion Reformation after Adhesiolysis:
an Experimental Study in Rats. Journal of Surgery, 4(1�1), 5�10.
Saunders, D., Murray, D., Pichel, A. C., Varley, S.,
Peden, C. J., & Network,� members of
the U. K. E. L. (2012). Variations in mortality after emergency laparotomy: the
first report of the UK Emergency Laparotomy Network. British Journal of
Anaesthesia, 109(3), 368�375.
Vallianou, N. G., Gounari, P., Skourtis, A., Panagos,
J., & Kazazis, C. (2014). Honey And Its Anti-Inflammatory, Anti-Bacterial
And Anti-Oxidant Properties. Gen Med (Los Angel), 2(132), 1�5.
Vediappan, R. S., Bennett, C., Bassiouni, A., Smith,
M., Finnie, J., Trochsler, M., Psaltis, A. J., Vreugde, S., & Wormald, P.
J. (2020). A Novel Rat Model To Test Intra-Abdominal Anti-Adhesive Therapy. Frontiers
in Surgery, 7, 12.
Widyawati, T. (2007). Aspek Farmakologi Sambiloto
(Andrographis Paniculata Nees). Majalah Kedokteran Nusantara, 40(3),
216�222.