Jurnal Syntax Admiration |
Vol. 2 No. 3 Maret 2021 |
p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356 |
Sosial Teknik |
MERANCANG STRATEGI BERSAING PT. VICTORY ROTTANINDO
Shader Mubarak Arthamin,
Anisa Shabrina dan Ananda
Aldrin Toalu
Universitas
Airlanga Surabaya, Indonesia
Email: [email protected], [email protected] dan [email protected]
INFO
ARTIKEL |
ABSTRACK |
Diterima 12 Februari 2021 Direvisi 20 Februari 2021 Disetujui 15 Maret 2021 |
Platinum
Victory Rottanindo is a company engaged in the
manufacture of rattan raw materials into furniture. The company works with
three distributors in the country to export its products to the UK. But over
time, the company's sales in 2016 declined. By using PEST, five porter forces
and value chains to analyze external and internal factors aimed at
understanding the company�s competitive position, conclusions can be drawn in
the IE matrix. Quadrant of PT. VR has a position at coordinate 2,718; 2.27 or
cell V is in hold and Maintan state. In this case,
it is recommended that the company conduct market penetration and product
development strategies. The purpose of this research is: internal and
external analysis of the industry's competitive environment, analyzing the
company's position in the external internal matrix, and formulating the right
competitive strategy for PT. Victory Rottanindo. ABSTRAK PT. Victory Rottanindo
adalah perusahaan manufaktur yang mengolah bahan baku rotan menjadi furniture. Perusahaan bekerja
sama dengan tiga distributor di negara itu untuk mengekspor produknya ke Inggris. Namun seiring berjalannya waktu, penjualan perseroan pada 2016 menurun. Melalui analisis faktor eksternal dan internal, faktor-faktor tersebut dirancang dengan menggunakan PEST, kekuatan
porter lima dan rantai nilai
menentukan posisi kompetitif perusahaan dapat diringkas di kuadran matriks IE bahwa PT. VR memiliki posisi pada koordinat 2.718;
2.27 atau baterai V. yaitu pada kondisi Hold dan Maintan. Dalam
hal ini, disarankan agar perusahaan melakukannya strategi market penetration dan product
development. Tujuan dari penelitian ini yaitu: menganalisis lingkungan persaingan industri secara internal dan eksternal, menganalisis posisi perusahaan dalam matriks internal deeheksternal, dan menyusun formulasi strategi bersaing
yang tepat PT. Victory Rottanindo. |
Keywords: PT. Victory12qw13
Rottanindo; manufacturing industry; marketing; furniture Kata Kunci: PT. Victory12qw13 Rottanindo;
industri manufaktur; marketing; mebel |
Email:
[email protected]
Artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi
Pendahuluan
PT. Victory Rottanindo (selanjutnya disebut PT. VR) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan furniture (mebel) rotan dan aluminium rotan sintesis. Produk mebel PT. VR berupa kursi, meja, sofa, lemari, dan keranjang. Dalam scope bisnisnya, PT. VR� menjual produknya secara ekspor ke negara Inggris berupa business to business (B2B) dengan perusahaan yang bergerak di bidang distribusi (selanjutnya disebut buyer). Saat ini, PT. VR memiliki tiga buyer yaitu; Daro, Cane Industries, dan Garden Funiture Center (GFC).
PT. VR didirikan pada tahun 2000 oleh Bapak Edward Low di Porong Sidoarjo. Awal mula perusahaan ini bergerak dibidang rotan adalah hubungan baik owner dengan salah satu pengusaha mebel di negara Inggris yaitu X Company. Kesuksesan dalam memenuhi order X Company kemudian dilirik oleh salah satu perusahaan yaitu Daro Ltd. Akhirnya, owner melayani dua buyer tersebut dan memiliki pangsa pasar yang sama yaitu kelas middle up namun desain produk yang dijual berbeda.
Seiring berjalannya waktu perusahaan ini terus berkembang hingga memiliki 200 pegawai termasuk buruh. Tiap tahunnya perusahaan mengirimkan lebih dari 50 kontainer ke Inggris. Kesuksesan melayani pasar Inggris, PT. VR kemudian mencoba ekspor ke negara Jepang dan Amerika Serikat. Namun masa kejayaan tersebut tahun demi tahun mulai surut karena beberapa buyer tidak melanjutkan order.
Pada tahun 2006, PT. VR memasuki masa terpuruknya. Pertama, di Kabupaten Sidoarjo mengalami bencana alam besar yaitu lumpur lapindo yang berdampak pada tenggelamnya pabrik PT. VR, sehingga berhenti beroperasi selama beberapa minggu. Kedua, salah satu buyer terbesar yaitu X Company yang mulai gulung tikar. Melihat kondisi tersebut, pemilik perusahaan mencari pabrik pengganti yang layak untuk berproduksi. Akhirnya pada bulan Juni tahun 2006, PT. VR secara resmi dipindahkan ke Jalan Kesatrian nomor 9, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo.
Proses pembelian produk mebel rotan dan aluminium PT. VR dimulai dengan penurunan Purchase Order (PO) oleh buyer. Dalam proses PO ini, buyer memesan sesuai dengan kebutuhannya tanpa minimum jumlah dan perusahaan hanya akan memproduksi barang ketika ada order. Sistem ini dinamakan dengan make to order (MTO). Selain itu, buyer juga dapat memesan produk berdasarkan desain yang diinginkan. Setelah PO diturunkan oleh buyer, kemudian PT. VR memesan bahan baku ke supplier dan selanjutnya melakukan proses produksi. Tahap terakhir adalah mengirimkan produk yang sudah jadi (finished good) melalui ekspedisi pelayaran sesuai dengan tujuan yang diminta buyer.
Skema pemesanan barang di PT. Victory Rottanindo
Analisis PEST (Politik, Ekonomi, Sosial, Teknologi) digunakan untuk menganalisis lingkungan eksternal, terutama lingkungan eksternal yang berkaitan dengan negara atau wilayah tempat perusahaan atau industri berada tersebut (Wheelen & Hunger, 2012). Analisis Five Porter Forces merupakan kerangka analisis pengembangan strategi industri dan komersial 0020 dikembangkan oleh (Rozak, 2018). Berdasarkan lima model kekuatan
Porter, lima hal dapat digunakan untuk mengetahui tingkat persaingan dan daya tarik pasar di industri (Wheelen & Hunger, 2012). Sebuah industri dapat dikatakan tidak menarik bila
kombinasi dari five forces dapat menurunkan profitabilitas industri tersebut. Sedangkan sebuah industri dapat dikatakan menarik apabila kombinasi dari five forces dapat
meningkatkan profitabilitas
atau menjanjikan untuk industri tersebut (Wheelen & Hunger, 2012).
Analisis lingkungan internal dilakukan untuk mencocokkan kekuatan dan kelemahan internal perusahaan, terdapat peluang internal dan ancaman eksternal. (Setyorini & Santoso, 2017). Sedangkan (D. Yulianti, 2014) Tunjukkan bahwa lingkungan internal adalah proses di mana rencana strategis akan memeriksa faktor-faktor internal perusahaan untuk menentukan perusahaan mana yang memiliki kelebihan dan kekurangan yang jelas sehingga mereka dapat secara efektif mengelola peluang dan merespon ancaman di lingkungan. Dalam proses ini, renstra akan mengkaji faktor internal perusahaan untuk menentukan dimana perusahaan memiliki kekuatan dan kelemahan yang jelas sehingga dapat secara efektif mengelola peluang dan merespon ancaman di lingkungan. Tool yang digunakan dalam menganalisis lingkungan internal perusahaan pada penelitian ini adalah analisis VRIO (Value, Rareness, Imitability, Well-Organized). Analisis VRIO digunakan untuk mengidentifikasi apakah sumber daya dan kapabilitas tertentu yang dimiliki perusahaan untuk menentukan kekuatan atau kelemahan (Tsai & Lin, 2016). Melakukan analisis VRIO untuk mengetahui potensi perusahaan sehingga menjadikannya sebagai keunggulan kompetitif bagi perusahaan dan merumuskan strategi yang tepat berdasarkan kemampuan dinamis perusahaan untuk menyesuaikan situasi persaingan saat ini (Sirmon et al., 2007) (Ployhart & Moliterno, 2011).
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kualitatif, dan dapat digunakan untuk mencari dan
memahami apa yang terjadi di balik suatu fenomena yang terkadang sulit untuk
dipahami. Metode kualitatif mempertimbangkan beberapa hal, yaitu: studi kasus
yang dipilih, bagaimana informasi dikumpulkan, serta jenis data yang digunakan. Penelitian
kualitatif adalah proses penelitian yang memberikan deskripsi mendalam tentang
pidato, tulisan, dan/tau perilaku yang dapat diamati dari individu,
kelompok, komunitas, atau organisasi tertentu dan melakukan penelitian dari
perspektif yang lengkap, komprehensif dan holistik (Rahmat et al.,
2012). Metode kualitatif bertujuan untuk
mendapatkan pemahaman umum tentang realitas sosial.
Pendekatan kualitatif
membutuhkan pertanyaan penelitian atau research
question yang dapat dirumuskan berdasarkan permasalahan pada penelitian (Carter &
Yeo, 2018). Pertanyaan yang dirumuskan harus jelas,
terutama istilah dan teori yang digunakan peneliti harus didefiniskan dan
diutarakan jika berasal dari interpretasi baru.
Metode kualitatif digunakan
dalam penelitian ini karena fokus kegiatan penelitian ini adalah melihat
kondisi nyata industri mulai dari ketersediaan sumber daya hingga dibeli oleh
konsumen akhir yang kemudian disesuaikan dengan prinsip-prinsip dan penerapan
konsep strategi bersaing pada PT. Victory Rottanindo. Penelitian ini akan
menghasilkan teks tertulis dalam bentuk deskriptif sumber data primer maupun
sekunder.
Jenis dari studi ini adalah studi kasus. Studi kasusnya adalah investigasi yang difokuskan pada menjelaskan, memahami, memprediksi dan/atau mengendalikan proses individu yang serupa, perseorangan, organisasi, grup, industri, budaya, negara, dll (Woodside & Baxter, 2012). Sedangkan menurut (Fitrah, 2018), studi kasus adalah sebuah penyelidikan empiris yang melihat fenomena sementara di dunia sebenarnya di mana batas antara fenomena dan konteks tidak jelas.
Kesuksesan perusahaan dalam meningkatkan penjualan salah satunya berasal dari hubungan baik dengan salah satu buyer yaitu Daro. Perusahaan telah bekerjasama dengan Daro selama 15 tahun hingga pergantian generasi kedua pada bisnisnya. Setiap tahun, Daro memiliki kontribusi order yang cukup banyak pada perusahaan utamanya produk mebel rotan. Di negara Inggris sendiri, Daro merupakan salah satu pemasok retailer besar yaitu Laura Ashley Ltd.
Penjualan PT. VR secara keseluruhan mulai tahun 2012 hingga 2015 terus meningkat dari produk mebel rotan maupun aluminium sintesis. Namun jika dilihat lebih detil, penjualan produk mebel rotan milik Daro mulai menurun pada tahun 2015 dan berkelanjutan di tahun 2016. Sedangkan, penjualan ke Cane Industries dan Garden Furniture Center terus meningkat sampai dengan tahun 2015 dan menurun pada tahun 2016. Tabel 1 di bawah Ini adalah data penjualan perusahaan lima tahun lalu (2012-2016).
Tabel 1
Volume Penjualan PT. Victory Rottanindo Tahun
2012 � 2016
Buyer |
Tahun |
||||
2012 |
2013 |
2014 |
2015 |
2016 |
|
Cane Industries |
$ 18.230,00 |
$ 90.883,28 |
$ 61.452,52 |
$ 228.205,35 |
$ 219.290,51 |
Daro |
$ 738.830,05 |
$ 755.281,25 |
$ 841.936,29 |
$ 759.271,57 |
$ 631.537,92 |
Total penjualan rotan |
$ 757.060,05 |
$ 846.164,53 |
$ 903.388,81 |
$ 987.476,92 |
$ 850.828,43 |
Garden Furniture Center |
$225.289,86 |
$ 238.325,31 |
$ 268.075,35 |
$ 311.610,36 |
$ 283.903,90 |
Total penjualan aluminium |
$ 225.289,86 |
$ 238.325,31 |
$ 268.075,35 |
$ 311.610,36 |
$ 283.903,90 |
Total penjualan perusahaan |
$ 982.349,91 |
$1.084.489,84 |
$1.171.464,16 |
$1.299.087,28 |
$1.134.732,33 |
Sumber: Data Perusahaan
Naik turunnya performansi
perusahaan memang sangat bergantung pada penjualanya ke buyer. Sedangkan
dari sisi buyer, permintaan
produknya bergantung pada penjualan retailer kepada end customer
di negara Inggris. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa faktor kesuksesan PT. VR ini sangat bergantung pada kondisi industri mebel di
negara Inggris sendiri. Berikut adalah alur produk PT. VR hingga end customer.
����������������
� Gambar 2
Grafik Pertumbuhan Perdagangan Mebel (Dunia)
Amerika Serikat merupakan negara pengimpor mebel terbesar diikuti dengan
negara Jerman, Perancis, Inggris, dan Kanada. Dari tahun 2009-2015, Amerika
Serikat terus mengalami peningkatan impor dimana negara Inggris dan Kanada
mengalami stagnan serta negara Jerman dan Perancis mengalami fluktuatif. Berikut merupakan
grafik pertumbuhan negara-negara pengimpor mebel terbesar.
Gambar
3
Pertumbuhan negara importir mebel
Sedangkan negara pengekspor mebel terbesar adalah Cina. Pertumbuhan ekspor
mebel Cina tumbuh signifikan dari tahun 2009 hingga 2012, namun stagnan pada
tahun 2014 dan tumbuh pada tahun 2015. Negara lain yang merupakan eksportir
terbesar adalah Jerman, Itali, Polandia, dan Vietnam.
Tabel
2
Market Share Industri
Mebel
No |
Nama Perusahaan |
Tahun (%) |
Perubahan (%) |
|
2016 |
2017 |
|||
1 |
IKEA |
6.3 |
5.7 |
-0,6 |
2 |
DFS |
5.7 |
4.9 |
-0,8 |
3 |
Steinhoff |
4.7 |
3.8 |
-0,9 |
4 |
Argos |
3.6 |
4.3 |
0,7 |
5 |
John Lewis |
3.5 |
3.5 |
0 |
6 |
Nobia |
3.2 |
3.3 |
0,1 |
7 |
Oak
Furniture Land |
1.5 |
2.0 |
0,5 |
8 |
B&Q |
2.4 |
3.8 |
1,4 |
9 |
Wren |
2.3 |
1.8 |
-0,5 |
10 |
ScS |
2.0 |
1.8 |
-0,2 |
11 |
M&S |
1.2 |
1.5 |
0,3 |
Sumber: Mintel Ltd.
Sedangkan melihat perilaku pembelian masyarakat negara Inggris, berdasarkan
data Mintel Group Ltd. per bulan Juli 2017 menunjukkan bahwa terdapat beberapa
alasan utama mereka memilih toko ritel untuk berbelanja mebel. Pertama, toko
ritel tersebut memiliki harga termurah. Kedua, pembeli dapat membeli melalui website toko tersebut atau mengakses website untuk melihat produk dan harga
yang ada. Ketiga, toko ritel tersebut memiliki suasana yang nyaman. Keempat,
karena toko tersebut memiliki showroom dan
yang kelima karena pilihan yang ditawarkan cukup banyak.
Gambar
4
Proses Produksi
Strategi dalam dunia militer diartikan sebagai sains dan seni dalam perintah militer yang dilakukan dari rencana keseluruhan dan melibatkan operasional sangat besar dalam dunia bisnis. Strategi didefinisikan suatu rencana yang menggabungkan antara tujuan perusahaan, peraturan, dan action plan secara bertahap (Hill et al., 2014). Sedangkan menurut Robert M. Grant, strategi adalah sebuah arti dimana individual atau organisasi mencapai tujuannya. Strategi fokus pada pencapaian tujuan yang pasti, yang termasuk alokasi sumber daya dan menunjukkan suatu konsistensi, integrasi, serta actions.
1.
Value
Value jelaskan apakah sumber daya dan kapabilitas perusahaan memungkinkan perusahaan untuk menghadapi peluang dan ancaman yang ditimbulkan oleh lingkungan eksternal. Menjadi kekuatan, perusahaan harus bisa memanfaatkan
peluang atau meminimalisir ancaman, begitu pula sebaliknya. (Wandrial,
2011) menjelaskan apabila sebagian besar jawaban atas
pertanyaan ini adalah "ya", yang artinya perusahaan memiliki kemampuan dan upaya untuk memanfaatkan
peluang dan menggunakan sumber daya yang dimilikinya untuk mengatasi ancaman yang ada. dalam kasus
ini, perusahaan harus memahami sumber daya yang dimilikinya tidak selalu berharga, tetapi bergantung pada Pengembangan lingkungan internal
dan eksternal perusahaan sendiri. Sumber daya dan kapabilitas perusahaan yang berharga di masa lalu tidak menjamin
akan selalu demikian berharga. Preferensi pelanggan, perubahan struktur industri atau teknologi
akan menurunkan nilai sumber daya
dan kapabilitas perusahaan.
Perusahaan yang tidak lagi memiliki sumber daya dan kemampuan yang berharga memiliki dua pilihan. Opsi
pertama adalah mengembangkan sumber daya dan fungsi baru yang berharga. Kedua, gunakan keunggulan tradisional dengan cara baru
(Wandrial,
2011).
2.
Rare
Sumber daya dan kapabilitas perusahaan haruslah unik dan dapat digolongkan sumber daya yang jarang apabila yang memiliki hanya dua atau
tiga perusahaan saja. Jika sumber daya dan kapabilitas yang dimiliki perusahaan berharga, tetapi juga dimiliki oleh banyak pesaing, jadi ini
bukan keunggulan kompetitif (competitive advantage), ini hanya akan
memberikan kesetaraan kompetitif (competitive parity). Dengan kata lain, karena banyak pesaing lain memiliki sumber daya yang sama, perusahaan hanya akan menikmati keuntungan rata-rata industrinya.
Umumnya, selama jumlah perusahaan dengan sumber daya
dan kapabilitas lebih sedikit daripada jumlah perusahaan di industri, sumber daya ini dapat
diklasifikasikan sebagai sumber keunggulan kompetitif (Wandrial,
2011).
3.
Imitability
Sumber daya yang tidak dimiliki perusahaan lain tersebut bermaksud untuk memiliki asetnya sendiri, namun mengalami kerugian biaya. Maka ini sangat
berharga, nilai yang berharga tersebut jarang dimiliki oleh pesaing. Hal ini hanya sumber keunggulan
kompetitif perusahaan (Wandrial,
2011). Jika Perusahaan memiliki
sumber daya yang dapat digunakan sebagai sumber keunggulan kompetitif, dan pesaing lain dapat mencapai tujuan ini melalui dua
opsi strategis. Pertama-tama, abaikan keunggulan kompetitif dan operasikan seperti biasa. Strategi ini tergolong murah karena tidak membutuhkan
modal yang besar dan mudah,
namun hanya dapat memberikan pendapatan di bawah rata-rata industri. Kedua, cobalah untuk memahami
kesuksesan perusahaan dan salin sumber daya
dan strategi yang ada. Jika pesaing
tidak menghadapi kerugian biaya dalam situasi ini,
strategi penggandaan sumber
daya akan memberikan keunggulan kompetitif bagi industri yang dimiliki banyak perusahaan lain dalam industri tersebut.
Ada dua bentuk peniruan dari sumber itu
sendiri, yaitu peniruan langsung atau mencari pengganti.
Jika biaya penyalinan lebih besar daripada
biaya membangun sumber daya ini
sendiri, maka keunggulan kompetitif perusahaan dengan sumber daya yang berharga dan langka akan dipertahankan. Sebaliknya, jika biayanya sama, keunggulan kompetitif hanya akan diperoleh
sementara.
Demikian pula, biaya untuk menemukan
alternatif sumber daya ini juga tinggi.
Ada empat alasan untuk situasi ini
cost disadvantage, yaitu sejarah perusahaan yang unik sehingga ia
memiliki sumber daya yang valuable dan jarang (unique historical conditions), kurangnya pemahaman pesaing tentang hubungan antara sumber daya dan keunggulan kompetitif mereka (causal ambiguity), kompleksitas kondisi sosial yang menjadikan sumber daya sebagai
keunggulan kompetitif (social complex), serta adanya hak paten dan kepemilikan perusahaan-perusahaan
tersebut di atas sumber daya tersebut.
4.
Well-Organized
Komponen ini biasa disebut
complementary resources and capabilities. Sumber daya dan kapabilitas perusahaan bukanlah keunggulan kompetitif apabila berdiri sendiri, namun jika dikombinasikan
dan diorganisir dengan baik akan memungkinkan
perusahaan menyadari potensi penuh atas
keunggulan kompetitif. Beberapa contoh bentuk organisir yang dapat dilakukan perusahaan adalah struktur pelaporan formal, sistem kontrol manajemen yang eksplisit, dan kebijakan kompensasi (Wandrial,
2011).
Matriks IF (Wheelen
& Hunger, 2012) jelaskan matriks EFAS atau External
Strategic Factor Analysis Summary adalah alat untuk mencatat
dan mengevaluasi ancaman
dan peluang di luar perusahaan. Matriks EFAS digunakan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi
hubungan antara ancaman dan peluang dalam kondisi aktual
saat ini.
AS atau Internal Strategic Factor Analisis Summary merupakan alat untuk mengevaluasi
dan membuat daftar keuntungan
secara singkat (strength)
dan kelemahan (weakness) berada
di lingkup internal perusahaan.
Matriks juga digunakan sebagai dasar untuk
mengidentifikasi dan mengevaluasi
hubungan strength dan weakness realitas terjadi dilapangan dalam organisasi (Wijaya,
2013). Berdasarkan
pendapat (Wheelen
& Hunger, 2012) Matriks
EFAS dan IFAS dibagi menjadi
lima tahap, yaitu:
1. Kolom 1 (Faktor strategis). Buat daftar item dari
masing-masing EFAS dan IFAS yang paling penting meliputi kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity) dan ancaman (threat).
2. Kolom 2 (Weight). Berikan timbang setiap faktor
strategis. Bobot digunakan sebagai indikator dari kepentingan relatif suatu
faktor untuk kesuksesan perusahaan di industri. Faktor yang paling berpengaruh
diberikan bobot paling tinggi, begitu pula sebaliknya. Jumlah total bobot yang
ditetapkan ke semua faktor harus sama dengan 1.0 sehingga pemberiaan bobot
untuk masing-masing faktor strategis harus disesuaikan. Angka yang diberikan
mulai dari 0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (paling penting).
3. Kolom 3 (Rating). Berikan peringkat (rating)
setiap faktor strategis yang menunjukkan faktor-faktor tersebut menunjukkan
kelemahan atau kekuatan perusahaan, dan ancaman atau peluang perusahaan. Nomor
yang diberikan berkisar dari 5,0 (outstanding) hingga 1,0 (poor)
Perlu dicatat bahwa peringkat didasarkan pada perusahaan, dan bobot didasarkan
pada industrinya.
4. Kolom 4 (Weighted Score). Kalikan Setiap bobot
terkait dengan peringkatnya untuk menentukan nilai rata-rata setiap variabel.
5. Jumlahkan setiap variabel menentukan nilai yang
diperoleh dengan total nilai tertimbang organisasi. Rentang rata-rata
tertimbang total adalah di antara 1,0 (terendah) dan 4,0 (tertinggi), dengan
rata-rata 2,5. Nilai rata-rata tertimbang total di bawah 2,5 menunjukkan
organisasi internal yang lebih lemah, sedangkan organisasi dengan skor total
lebih tinggi dari 2,5 menunjukkan kesehatan internal yang baik.
6. Internal-External Matrix
Internal-External
Matrix yang selanjutnya disebut IE Matrix merupakan salah satu alat yang
digunakan untuk menentukan rekomendasi strategis yang dapat digunakan dalam
organisasi (Wheelen & Hunger, 2012).
Setelah pembobotan dengan EFAS dan IFAS Matrix, maka akan diketahui total
weigthed score. Total weighted score tersebut selanjutnya dimasukan
ke dalam IE Matrix untuk melihat letak perusahaan di kuadran matriks IE, dan tentukan
rekomendasi strategi yang benar yang cocok untuk operasi perusahaan. Total
weighted score pada IFAS adalah nilai pada sumbu x, sedangkan total
weighted score pada EFAS adalah nilai pada sumbu y.
Pada sumbu x yang ada di IE Matrix, total weighted score IFAS yang
menunjukkan nilai 1.0 hingga 1.99 mewakili posisi internal yang lemah, nilai
2.0 hingga 2.99 mewakili posisi internal yang tergolong medium, dan nilai 3.0
hingga 4.0 adalah posisi yang kuat. Demikian
pula degan sumbu y, total weighted score
EFAS yang menunjukkan nilai 1.0. Nilai maksimum 1,99 menunjukkan posisi eksternal
yang lemah, nilai 2,0 hingga 2,99 adalah sedang, dan nilai 3,0 hingga 4,0
menunjukkan posisi eksternal yang kuat.
Matriks IE dibagi menjadi tiga bidang besar dengan signifikansi strategis yang berbeda. Proses pembelahan sel I, II atau IV untuk pertama kalinya dapat digambarkan sebagai pertumbuhan dan konstruksi. Strategi penguatan (penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk) dan integrasi (integrasi ke belakang, integrasi ke depan dan integrasi horizontal) berlaku untuk sektor ini. Bagian kedua yang terbagi menjadi sel III, V atau VII dapat digambarkan sebagai tahan dan tahan. Penetrasi pasar dan strategi pengembangan produk, apakah dua strategi umum yang digunakan oleh departemen. Bagian ketiga dibagi menjadi sel VI, VIII atau IX yaitu harvest or divest. Sebuah perusahaan yang berhasil dapat mencapai kombinasi bisnis yang terletak di dalam atau di sekitar Unit I pada IE Matrix. IE Matrix diilustrasikan pada Gambar 5.
������������
�������������� Internal-External
Matrix
Diversifikasi adalah membagi resiko suatu usaha di tempat yang berbeda. Sedangkan definisi diversifikasi perusahaan menurut (Scur & de Queiroz, 2017) yaitu aktivitas bisnis baru yang terlibat dalam produk dan pasar baru. Diversifikasi mulai ramai dilakukan perusahaan pada awal abad ke 20 dengan alasan dua hal yaitu untuk tumbuh dan mengurangi resiko. Jika perusahaan dalam keadaan stagnan atau menurun pada industrinya, diversifikasi merupakan strategi yang dapat diterapkan perusahaan apalagi jika melalui akuisisi. Tujuan mengurangi resiko saat ini menarik siapa saja yang dapat menikmati keuntungan dari mengelola perusahaan lebih stabil. Shareholder dapat membagi resiko dengan cara diversifikasi portofolio.
Diversifikasi menurut (Wheelen & Hunger, 2012) dibagi menjadi tiga yaitu; concentric, horizontal dan conglomerate. Diversifikasi concentric adalah menambahkan aktifitas bisnis baru yang masih berelasi pada aktifitas bisnis perusahaan saat ini. Hasil dari diversifikasi ini bisa berupa akuisisi yang sesuai dengan kebutuhan atas aset perusahaan seperti teknologi, aset, distribusi, sumber daya, dan produk (Hamidizadeh & Taheri, 2013). Untuk mencapai diversifikasi concentric yang efektif, perusahaan harus memahami kekuatan dan kenunikan asetnya serta posisi strategi.
Menambahkan produk atau jasa
baru yang tidak berhubungan dengan aktifitas bisnis perusahaan untuk konsumen saat ini
(eksisting) disebut dengan diversifikasi horizontal. Strategi ini
tidak terlalu beresiko bagi perusahaan
karena sudah mengetahui konsumennya saat ini. Tujuan
dari strategi ini adalah membentuk suatu nilai dari
perusahaan. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara menguatkan posisi persaingan masing-masing
unit bisnis. Untuk mencapai diversifikasi horizontal �agar efektif,
beberapa hal harus diperhatikan perusahaan:
1. Ketika pemasukan diturunkan dari organisasi akan meningkat siginfikan dengan menambahkan produk atau jasa yang tidak berelasi
2. Ketika organisasi berkompetisi pada persaingan industri yang tinggi atau industri yang stagnan, adalah indikasi bahwa margin profit industri lemah
3. Ketika chanel distribusi dapat digunakan pada produk atau jasa yang baru
Menambahkan produk atau jasa baru yang tidak berhubungan dengan aktifitas bisnis perusahaan untuk konsumen baru disebut dengan diversifikasi conglomerate, strategi ini memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan diversifikasi concentric (Widharta, 2013). Adapun beberapa cara agar diversifikasi conglomerate ini efektif diterapkan:
1. Ketika organisasi memiliki modal dan SDM yang dibutuhkan cukup memadai dalam berkompetisi di industri baru
2. Ketika organisasi memiliki kesempatan untuk membeli bisnis yang tidak berelasi yang merupakan kesempatan invetasi menarik
3. Ketika pasar eksisting saat ini untuk organisasi dianggap jenuh
Dalam mencapai strategi diversifikasi, perusahaan dapat menggunakan beberapa cara yang biasanya disebut usaha patungan, akuisisi dan merger. Usaha patungan adalah dua perusahaan yang sepakat untuk membentuk suatu perusahaan dengan skema saham 50%:50%. Sedangkan akuisisi adalah membeli suatu perusahaan oleh perusahaan lainnya yang terakhir adalah akuisisi yaitu dua perusahaan atau lebih yang menggabungkan untuk membentuk perusahaan baru.
Pasal 22 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) mengatur bahwa akuisisi adalah bentuk pihak pengakuisisi yang mengambil alih kepemilikan perusahaan (acquirer), Ini akan menghasilkan transfer kendali atas pihak yang dibeli. Kontrol atas perusahaan adalah:
a. Merumuskan kebijakan keuangan dan operasi perusahaan
satu jenis.
b. Tidak dikelola
c.� Dapatkan suara mayoritas pada rapat dewan
Perbedaan antara akuisisi dan merger menyebabkan pihak lain dibubarkan sebagai badan hukum. Perusahaan yang terlibat dalam akuisisi tersebut masih ada didirikan sesuai dengan hukum dan beroperasi secara independen, namun pihak pengakuisisi telah melakukan transfer.
Sedangkan Pada saat penggabungan, pihak yang menerima penggabungan atau pihak yang menerima penggabungan disebut perusahaan yang menerima penggabungan atau pihak yang mengeluarkan saham (perusahaan penerbit). Pada saat yang sama, perusahaan yang berhenti dan bubar setelah penggabungan disebut perusahaan konsolidasi. Karena semua aset dan kewajiban dari perusahaan gabungan dipindahkan ke perusahaan yang bertahan, perusahaan yang bertahan secara otomatis akan bertambah besar. Perusahaan hasil merger akan menyerahkan status hukumnya sebagai entitas independen, dan status gabungan akan diubah menjadi bagian dari perusahaan yang menerima penggabungan (unit bisnis). Oleh karena itu, perusahaan hasil merger tidak dapat bertindak secara hukum atas namanya.
Analisis Value Chain adalah serangkaian aktivitas penciptaan value mulailah dengan bahan mentah asalnya supplier, beralih pada serangkaian aktivitas dalam menciptakan value-added yang terdiri dari proses produksi dan kegiatan memasarkan produk atau layanan sampai distributor mengirimkan produk akhir ke konsumen akhir (Gambar 6). Analisis Value Chain berfokus pada pengujian rantai pasok perusahaan secara keseluruhan dalam rangka menciptakan value.
�������������������
Value Chain untuk
Produk Manufatur
Porter dalam (Wheelen & Hunger, 2012) mengusulkan agar
kegiatan utama perusahaan manufaktur dapat dimulai dengan inbound logistic (penanganan bahan baku dan pergudangan), melalui
proses operasional dimana pada tahap ini adalah tahapan mengolah bahan baku menjadi
produk, dan berlanjut ke outbound
logistic (pergudangan dan distribusi), selanjutnya yaitu kegiatan pemasaran
dan penjualan produk pada konsumen, dan tahap akhir adalah kegiatan after sales atau melayani konsumen
(instalasi, perbaikan, dan penjualan suku cadang). Value chain tidak akan berhasil apabila
tidak adanya dukungan. Beberapa kegiatan pendukung, seperti pengadaan (purchasing), pengembangan teknologi
(R&D), manajemen sumber daya manusia, dan infrastruktur perusahaan
(akuntansi, keuangan, perencanaan strategis), memastikan bahwa aktivitas utama value chain beroperasi secara efektif
dan efisien. Masing-masing lini produk perusahaan memiliki value chain tersendiri, karena kebanyakan
perusahaan membuat beberapa produk atau layanan yang berbeda, maka dalam
analisis internal perusahaan juga melibatkan analisis value chain yang berbeda. Pemeriksaan
sistematis terhadap value chain
perusahaan dapat menghasilkan pemahaman yang lebih baik tentang kekuatan dan
kelemahan internal yang dimiliki perusahaan untuk mendapatkan sumber keunggulan
kompetitif.
Lingkungan luar organisasi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu lingkungan
makro dan lingkungan mikro (E. Yulianti & Putra, 2014). (E. Yulianti & Putra, 2014) lingkungan
eksternal suatu organisasi diyakini dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
lingkungan makro dan lingkungan mikro.
1.
Lingkungan makro
Lingkungan makro adalah lingkungan umum yang dapat mempengaruhi seluruh industri, termasuk dalam lingkungan makro yaitu: politik, ekonomi, sosial, dan teknologi yang pada penelitian ini dianalisis menggunakan analisis PEST.
2.
Lingkungan mikro
Lingkungan makro dapat juga disebut
sebagai lingkungan indusri atau lingkungan
kompetitif. Lingkungan mikro memiliki jarak lebih dekat
dengan perusahaan sehingga dapat memberikan pengaruh langsung terhadap organisasi atau perusahaan. Dalam penelitian ini lingkungan makro atau lingkungan industri dianalisis menggunakan� Five Porter Forces.
Daya tawar pembeli yang rendah akan menjadi
peluang bagi �(Hill
et al., 2014). Daya tawar pembeli dapat
dikatakan tinggi apabila:
-
Jumlah industri sangat banyak, tetapi pembeli sedikit
-
Pembeli bersifat sensitif terhadap harga dan value
yang diberikan oleh perusahaan
-
Tersedia banyak alternatif produk subtitusi
-
Switching cost rendah, misalnya untuk berpindah membeli produk lain tidak membutuhkan uang yang sangat tinggi sehingga
menyebabkan pembeli tidak loyal pada suatu perusahaan
-
Kuantitas produk yang
dipesan konsumen
-
Kualitas produk tidak penting bagi
pembeli
-
Pembeli memiliki informasi lengkap, misalnya: informasi tentang permintaan, harga pasar dan biaya produksi yang dilaksanakan perusahaan.
Perusahaan di beberapa
industri bersaing secara agresif pada segi keuangan hingga
tidak jarang menyebabkan tingkat kerugian perusahaan meningkat. Pada industri lainnya, persaingan pada segi keuangan diredam
dan persaingan berfokus
pada periklanan, inovasi,
dan dimensi non-keuangan lainnya (Grant, 2016). Jika kekuatan persaingan
antar perusahaan sejenis lemah, perusahaan ada peluang untuk menaikkan
harga dan memperoleh keuntungan yang lebih besar. Tetapi jika
persaingan antar perusahaan sejenis kuat, termasuk dalam hal persaingan
harga dapat mengakibatkan persaingan yang ketat (Hill
et al., 2014).
Kesimpulan��������������������������������������������������������������
PT. Victory Rottanindo (PT. VR) merupakan perusahaan manufaktur mebel rotan dan mengekspor produknya ke negara Inggris. PT. VR memiliki beberapa buyer sebagai �middle man� seperti Cane Industries, Daro, dan Garden Furniture Center dimana perusahaan sangat ketergantungan distributor tersebut.� Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, PT. VR mengalami fluktuasi penjualan sehingga perlu untuk mengetahui posisi perusahaan dan merancang stategi bisnisnya. Penelitian ini menggunakan Internal External Matrix sebagai acuan dalam penelitian ini. Berdasarkan dari hasil analisa dan pembahasan maka didapatkan hasil analisis dengan menggunakan External Factor Evaluation (EFE) diperoleh skor perkalian antara bobot dan peringkat sebesar 2,27 dalam skala 2,99 dan dikategorikan sebagai medium. Sedangkan hasil analisis dengan menggunakan Internal Factor Evaluation (IFE) diperoleh skor perkalian antara bobot dan peringkat sebesar 2,718 dalam skala 2,99 dan dikategorikan sebagai average. Dengan menggunakan Matriks IE menganalisis lokasi PT. VR ada dalam koordinat (2,718; 2,27), yang ada di dalam sel (hold and maintain). Dalam mempertahankan dan mempertahankan posisi ini, disarankan agar perusahaan menggunakan strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk.
����������������������������������������������������������������������
BIBLIOGRAFI
Carter, S., & Yeo, A. C.-M. (2018).
Internet-enabled collective intelligence as a precursor and predictor of
consumer behaviour. Economics, Management and Financial Markets, 13(4),
11.
David, F. R. (1997). Instructor�s Manual
with Test Item File, Strategic Management,[Fred R. David]. Prentice-Hall.
Fitrah, M. (2018). Metodologi
penelitian: penelitian kualitatif, tindakan kelas & studi kasus. CV
Jejak (Jejak Publisher).
Grant, R. M. (2016). Contemporary
strategy analysis: Text and cases edition. John Wiley & Sons.
Hamidizadeh, M. R., & Taheri, M.
(2013). A comprehensive literature review in competitive advantages of
businesses. Asian Journal of Research in Marketing, 2(6), 76�97.
Hill, C. W. L., Jones, G. R., &
Schilling, M. A. (2014). Strategic management: theory: an integrated
approach. Cengage Learning.
Ployhart, R. E., & Moliterno, T. P.
(2011). Emergence of the human capital resource: A multilevel model. Academy
of Management Review, 36(1), 127�150.
Rahmat, M. F., Salim, S. N. S., Sunar, N.
H., Faudzi, A. M., Ismail, Z. H., & Huda, K. (2012). Identification and
non-linear control strategy for industrial pneumatic actuator. International
Journal of Physical Sciences, 7(17), 2565�2579.
Rozak, S. (2018). TA: Perencanaan
Strategi Sistem dan Teknologi Informasi pada RS. Damian Lewoleba dengan
Pendekatan Ward and Peppard. Institut Bisnis dan Informatika Stikom
Surabaya.
Scur, G., & de Queiroz, R. P. (2017).
The impact of diversification in the operations of strategy of capital goods
companies. Gest. Prod., Sao Carlos, 24(2), 206�220.
Setyorini, H., & Santoso, I. (2017).
Analisis Strategi Pemasaran Menggunakan Matriks SWOT dan QSPM (Studi Kasus:
Restoran WS Soekarno Hatta Malang). Industria: Jurnal Teknologi Dan
Manajemen Agroindustri, 5(1), 46�53.
Sirmon, D. G., Hitt, M. A., & Ireland,
R. D. (2007). Managing firm resources in dynamic environments to create value:
Looking inside the black box. Academy of Management Review, 32(1),
273�292.
Tsai, P., & Lin, C. (2016). Creating a
business strategy evaluation model for national museums based on the views of
curators. Curator: The Museum Journal, 59(3), 287�303.
Wandrial, S. (2011). Strategic Management
Dan Strategic Leadership: Dua Sisi Mata Uang Kemampuan Untuk Hadapi Tantangan
Perubahan Lingkungan Yang Drastis. Binus Business Review, 2(1),
415�422.
Wheelen, T. L., & Hunger, J. D. (2012).
Concepts in strategic management and business policy: Toward global
sustainability. Pearson.
Widharta, W. P. (2013). Penyusunan strategi
dan sistem penjualan dalam rangka meningkatkan penjualan toko damai. Jurnal
Strategi Pemasaran, 1(2), 1�15.
Wijaya, M. H. P. (2013). Promosi, Citra
Merek, Dan Saluran Distribusi Pengaruhnya Terhadap Keputusan Pembelian Jasa
Terminix Di Kota Manado. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen,
Bisnis Dan Akuntansi, 1(4).
Woodside, A. G., & Baxter, R. (2012).
Case study research in business-to-business contexts: Theory and methods. In Handbook
of Business-to-Business Marketing. Edward Elgar Publishing.
Yulianti, D. (2014). Analisis Lingkungan
Internal Dan Eksternal Dalam Pencapaian Tujuan Perusahaan. Jurnal Sosiologi,
16(2).
Yulianti, E., & Putra, I. (2014).
Perancangan Aplikasi Customer Relationship Management (CRM) pada English
Language School (ELS) dengan Bahasa Pemrograman PHP. Jurnal Momentum ISSN
1693-752X, 16(1).