Jurnal
Syntax Admiration |
Vol. 2
No. 4 April 2021 |
p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356 |
Sosial Teknik |
POTRET MUALAF DALAM MEMPELAJARI ISLAM (STUDI KASUS LIMA MUALAF DI
DENPASAR BARAT)
Celia Paramita, Aliffiati,
dan I Ketut Kaler
Universitas Udayana, Bali, Indonesia
Email: [email protected],
[email protected], dan [email protected]
INFO
ARTIKEL |
ABSTRACT |
Diterima 5 April 2021 Direvisi 10 April 2021 Disetujui 15 April 2021 |
Islam is the largest religion with the most
adherents in Indonesia, including in Bali. Although Bali is known by the
nickname �Land of a Thousands Temples�, this does
not mean that Bali is sterile from non-Hinduism residents. The existence of
Islam in Bali has attracted the interest of researches, especially regarding
the life of converts. Converts in Bali have spread, including in the West
Denpasar area. Of course, it is expected that through this research, it can
be known the process of converting as long as they learn Islam. Because it is
uncommon for those who often find any difficulities
in learning Islam. Related to this study, the type of data is qualitative by
using the method of observation, interviews, literature study, and
triangulation, it is hoped that it can provide an overview of the lives of
converts, especially when entering and studying Islam. Based on the research
that has been done, it is known that not all converts experience the
convenience of learning Islam. They need of adaptation with the situation.
Not to mention the difficult process of acceptance by the family, which often
makes it more difficult for converts to istiqamah
in studying Islam. Therefore, converts certainly need assistance in learning,
one of which is through organizations that accommodate converts. While in the
organization, converts are nurtured and taught the basic concepts of Islam
and the rituals of worship which are expected to further strengthen their
faith. ABSTRAK Islam menjadi
agama terbesar dengan penganut terbanyak di Indonesia,
tidak terkecuali di Bali.
Meski Bali terkenal dengan julukan �Tanah Seribu Pura�, namun bukan berarti Bali steril dari penduduk
non-Hindu. Keberadaan Islam di Bali, mengundang ketertarikan peneliti terutama mengenai kehidupan mualaf. Mualaf di Bali telah tersebar tidak terkecuali di wilayah
Denpasar Barat. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui proses mualaf selama mereka mempelajari Islam. Karena tidak
jarang dari mereka yang kerap mengalami kesulitan selama mempelajari Islam. Terkait dengan penelitian ini, jenis data yang digunakan adalah kualitatif dengan menggunakan metode observasi, wawancara, studi pustaka, dan triangulasi, diharapkan dapat memberi gambaran terkait kehidupan para mualaf, khususnya ketika memasuki dan mempelajari Islam. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa tidak semua
mualaf mengalami kemudahan dalam belajar Islam. Tentu dari mereka memerlukan
adaptasi. Belum lagi adanya proses penerimaan yang tidak mudah oleh pihak keluarga, kerap semakin mempersulit mualaf untuk istiqamah dalam mempelajari Islam. Oleh karena itu, mualaf
tentu perlu pendampingan dalam belajar, salah satunya melalui organisasi yang mewadahi para mualaf. Selama di organisasi tersebut, para mualaf dibina dan diajarkan mengenai konsep dasar Islam hingga tata cara ibadah yang diharapkan dapat semakin memperkuat keimanan mereka. |
Keywords: Islam; converts; Bali; adaptation Kata
Kunci: Islam;
mualaf; Bali; adaptasi |
Pendahuluan
Agama menjadi sebuah kebutuhan mendasar rohani manusia.
Tentunya setiap manusia memerlukan agama sebagai pegangan dalam hidupnya.
Seseorang yang beragama tidak akan merasa putus asa bahkan ketika mengalami
kegagalan dalam hidupnya. Melalui beragama, seseorang menyadari bahwa dirinya
makhluk lemah dan menyadari bahwa hidup tidak selalu berjalan baik. Kegagalan
kerap terjadi karena kelemahan yang ada pada dirinya. Sementara keberhasilan yang
diraihnya adalah semata-mata sebagai pemberian dari zat Yang
Maha Kuasa (Wahab, 2017).
Tentunya ketika berbicara mengenai agama, Islam menjadi
agama dengan pengikut terbesar di Indonesia. Keberadaan Islam juga telah meluas
ke seluruh Nusantara, salah satunya Bali. Meski memiliki julukan �Tanah Seribu
Pura�, bukan berarti Bali steril dari penduduk beragama non-Hindu, karena kenyataannya selain umat Hindu ada umat Islam juga menjadi bagian integral dari denyut kehidupan di wilayah
ini.
Keberadaan Islam di Bali
menjadi sebuah fenomena yang menarik. Bukan hanya banyaknya perkampungan muslim
di Bali atau tempat ibadah dengan ragam perpaduan budaya yang begitu kental.
Lebih dari itu, kisah menarik lainnya adalah fenomena mualaf. Mualaf dalam
sudut pandang psikologi agama diistilahkan sebagai orang yang melakukan
konversi agama.
Konversi berasal dari kata conversion yang
berarti tobat, pindah, dan berubah. Dalam bahasa Inggris
conversion yang mengandung pengertian
berlawanan arah, berubah dari suatu
keadaan, atau dari suatu agama ke agama yang lain. Jadi, konversi
agama (religious conversion) diartikan sebagai bertobat, berubah agama, berbalik pendirian terhadap ajaran agama. Konversi adalah terjadinya suatu perubahan keyakinan yang berlawanan dengan arah keyakinan
semula (Noer Rohmah, n.d.)
Ramayulis dalam (Masduki & Warsah, 2020) menyatakan bahwa konversi agama secara umum dapat diartikan dengan berubah
agama atau masuk agama. Secara etimologis kata konversi berasal dari kata latin
�conversio� yang berarti tobat, pindah, dan berubah
(agama). Selanjutnya, kata tersebut dipakai dalam kata Inggris �conversion�
yang mengandung pengertian berubah dari suatu keadaan, atau dari suatu agama ke
agama yang lain.
Selain itu, terdapat pula pendapat para ahli tentang
konversi agama. Jalaluddin dalam (Masduki & Warsah, 2020) menyatakan bahwa konversi agama adalah suatu perubahan yang terjadi pada
diri seseorang yang dipengaruhi oleh kondisi kejiwaan, sehingga perubahan
tersebut dapat terjadi secara berproses atau mendadak. Zakiah Daradjat dalam (Masduki & Warsah, 2020) juga menyatakan bahwa konversi agama merupakan suatu perubahan keyakinan
yang terjadi pada diri seseorang yang berlawanan dengan arah keyakinan semula
yang dianutnya. Heirich dalam (Saifuddin, 2019) menyatakan bahwa
konversi agama adalah perilaku seseorang atau sekelompok orang yang berpindah dari suatu sistem kepercayaan
dan agama ke suatu sistem kepercayaan dan agama lain
dan berbeda dengan sistem kepercayaan dan agama sebelumnya.
Menurut Hood, Hill, dan Spilka dalam (Masduki & Warsah, 2020)
terdapat dua paradigma dalam konsep perpindahan agama, yaitu paradigma klasik
dan paradigma kontemporer. Paradigma klasik (sudden conversion) adalah
proses perpindahan agama dalam diri individu yang terjadi secara spontan,
sementara paradigma kontemporer (gradual conversion) merupakan perubahan
agama individu secara bertahap dimana individu tersebut terlihat lebih
menekankan faktor kognisi.
Dampak dari adanya konversi agama adalah muncul adaptasi. Godykunts dan Kim dalam (Utami, 2015) menyatakan bahwa motivasi setiap orang untuk beradaptasi tentu berbeda-beda. Kemampuan individu untuk berkomunikasi sesuai dengan norma dan nilai-nilai budaya yang baru tergantung pada proses penyesuaian diri atau adaptasi mereka. Setiap orang akan menghadapi tantangan beradaptasi agar dapat diterapkan pada lingkungan barunya.
Adaptasi digambarkan sebagai proses tiga tahap oleh Kim, yaitu stress-adaptation growth. Pada proses awal saat memasuki lingkungan baru pendatang akan mengalami stress. Hal inilah yang kemudian akan memotivasi seseorang untuk beradaptasi terhadap lingkungan baru atau lingkungan tuan rumah untuk mengembalikan keseimbangan. Selanjutnya adalah proses adaptasi dapat dicapai melalui akulturasi dan dekulturasi. Terlahir adalah proses growth dimana akan terjadi naik turunnya proses stress-adaptation (Soemantri, 2019).
Berbicara mengenai fenomena mualaf, tidak jarang dapat
dijumpai di
Bali, khususnya di wilayah Denpasar. Dilansir dari situs
resmi Badan Pusat Statistik Provinsi Bali tahun 2018 (Ramdhani et al., 2020), kota Denpasar menduduki angka tertinggi di Provinsi Bali
dengan umat Islam sebanyak 225.899 jiwa, dilanjutkan dengan posisi kedua di wilayah Badung sebanyak 96.166 jiwa, dan pada urutan ketiga yakni
Jembarana dengan jumlah 69.608 jiwa. Ketika mengkaji lebih spesifik dari data
yang didapatkan di Yayasan Genta Mualaf Indonesia tahun 2020, terdapat 27 anggota mualaf aktif
yang 10 diantaranya menetap di wilayah Denpasar Barat. Mualaf-mualaf tersebut
hidup berdampingan bersama dengan masyarakat lainnya dan menuju suatu tatanan
baru yakni Islam.
Tabel 1
Data Anggota Mualaf Aktif di Yayasan Genta Mualaf Indonesia 2020
Wilayah |
Jumlah |
Denpasar Barat |
10 orang |
Denpasar Selatan |
9 orang |
��������������� Badung |
7 orang |
Tabanan |
1 orang |
�������������� ��Total:������������������������������������ 27 orang |
Sumber: Dokumen Yayasan Genta Mualaf Indonesia 2020
Sebagai seseorang yang baru memasuki Islam, tentu memiliki
kendala di tengah prosesnya. Dimulai dari keimanan mereka yang masih goyah,
kesulitan melaksanakan shalat lima waktu, hingga dikucilkan dari lingkungan
masa lalunya. Kurangnya perhatian dari orang-orang terdekat untuk mendampingi
mualaf tentu akan semakin melemahkan semangat para mualaf dalam berproses
mempelajari agama Islam.
Berdasarkan pengamatan peneliti terhadap penelitian-penelitian sebelumnya yang serupa, penelitian ini sangat jarang ditemukan.
Tidak sedikit penelitian sebelumnya mengangkat topik mengenai mualaf. Namun tidak banyak
pula yang membahas mengenai
proses mualaf dalam mempelajari Islam. Khsususnya dalam proses adaptasi dengan agama barunya yakni Islam.
Seperti penelitian dari tesis yang berjudul �Menjadi Tionghoa Muslim (Studi tentang Alasan
Pindah Agama dan Pola Interaksi
Sosial Harmonis di Kalangan Komunitas Tionghoa Kota Padang� (Firdaus, 2016). Hasil penelitian tersebut mengungkapkan latar belakang orang Tionghoa melakukan pindah agama dari non Islam ke Islam. Selain karena alasan
teologis, alasan melakukan pindah agama juga didorong oleh pengaruh lingkungan sekitar karena menikah dengan orang Islam. Selain itu, penelitian tersebut turut mendeskripsikan interaksi yang dilakukan orang Tionghoa dalam komunitasnya dan di luar komunitas di Kota Padang.
Penelitian tersebut memiliki perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Jika pada tesis tersebut hanya meneliti latar belakang dan interaksi dengan komunitas dan di luar komunitas, dalam penelitian yang akan dilakukan ini, peneliti juga hendak menggali proses adaptasi yang dilakukan oleh mualaf-mualaf tersebut selama mereka mempelajari agama Islam. Proses adaptasi inilah yang tidak dikaji pada tesis tersebut. Selain itu, dalam tesis tersebut peneliti tidak meneliti mualaf tionghoa melainkan mualaf yang lain juga. Tentu dari latar belakang ras, suku, dan agama yang berbeda.
Terdapat pula jurnal yang berjudul �Adaptasi dalam Berumah Tangga Setelah Pindah Agama� (Abadi, 2017). Hasil penelitian pada skripsi tersebut menunjukkan bahwa alasan terjadinya pernikahan pada pasangan berbeda agama di Kecamatan Landono, Kabupaten Konawe Selatan adalah karena faktor individu yang memutuskan untuk berpindah agama mengikuti keyakinan yang dianut oleh pasangannya. Selain itu, adanya persetujuan dari pihak keluarga pasangan untuk berpindah keyakinan oleh individu sebelum pernikahannya serta alasan ekonomi.
Bentuk adaptasi yang dilakukan dalam kehidupan pernikahan setelah berumah tangga di Kecamatan Landono, Kabupaten Konawe Selatan dimulai dengan penyesuaian diri terhadap pasangan masing-masing dengan pembauran ajaran agama Islam yang dilakukan dalam kehidupan rumah tangga maupun di lingkungan sekitarnya. Selanjutnya, terdapat penyesuaian diri terhadap keluarga asal dengan membina hubungan silaturahim keluarga.
Penelitian tersebut tentu memiliki perbedaan dengan penelitian yang akan diteliti. Jurnal tersebut lebih memfokuskan perhatiannya pada bentuk adaptasi pindah agama pasca menikah. Penelitian tersebut tidak membahas bentuk adaptasi pindah agama di luar konteks berumah tangga. Selain itu, fokus kajiannya
lebih luas. Tidak ada batasan
dari agama A atau menuju ke agama A, melainkan meliputi seluruh agama. Hal ini tentu berbeda dengan
penelitian milik peneliti sendiri yang lebih memfokuskan pada kehidupan mualaf, dari agama non Islam ke Islam.
Berangkat dari latar belakang tersebut, peneliti tertarik
untuk mengetahui kehidupan para mualaf dalam prosesnya mengenal Islam hingga
menginjakkan kakinya sebagai seorang muslim. Tujuan dari penelitian ini bukan hanya
dapat memberi gambaran terkait kehidupan para mualaf, melainkan dapat bermanfaat bagi segenap masyarakat yang turut serta membantu
mendampingi mualaf selama proses belajar agama Islam.
Sehingga dapat menjadi pertimbangan terkait bentuk pendidikan yang dapat diterapkan kepada mualaf selama proses mempelajari Islam. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran terkait kehidupan mualaf sebagai bahan untuk
refleksi diri.
Metode Penelitian
����������� Metode penelitian adalah teknik-teknik khusus yang digunakan dalam penelitian. Terakit penelitian ini, jenis datanya adalah kualitatif. Data kualitatif dinyatakan dalam bentuk bukan angka, biasanya dalam bentuk pernyataan yang mengandung makna. Selain itu, pengertian lainnya adalah data deskriptif atau naratif yang menjelaskan mengenai kualitas suatu fenomena yang tidak mudah diukur secara numerik (Wahyuningrum & Muhlis, 2020).
Selanjutnya terdapat penguraian
mengenai penelitian kualitatif dari para ahli, yakni: (a) Penelitian kualitatif memiliki latar alamiah dengan sumber data yang langsung dan instrumen kunci adalah penelitinya, (b) Penelitian kualitatif bersifat deskriptif, (c) Penelitian kualitatif bekerja dengan fokus pada proses dan hasil merupakan keniscayaannya, (d) Penelitian kualitatif dalam cara analisis
datanya dilakukan secara induktif, (e) Penelitian kualitatif menjadikan �makna� sebagai yang esensial, (f) Penelitian kualitatif menjadikan fokus studi sebagai batas
penelitian, (g) Penelitian kualitatif desain awalnya bersifat tentatif dan verifikatif, (h) Penelitian kualitatif menggunakan kriteria khusus untuk ukuran
keabsahan data (Rahmaddani,
2020).
Sementara berbicara
mengenai sumber data, peneliti menggunakan dua sumber, yakni
sumber data primer dan sumber
data sekunder. Sumber data
primer diambil melalui hasil wawancara kepada beberapa informan yang diantaranya adalah para mualaf dan beberapa kerabat dekat yang turut serta mendampingi mualaf dalam proses mempelajari Islam. Sementara sumber data sekunder diambil dari studi
pustaka serta beberapa studi dokumen baik secara
online dan offline.
Selanjutnya, berbicara
mengenai teknik pengumpulan data, peneliti menggunakan beberapa teknik, yakni pertama observasi, dimana dalam hal ini
peneliti berperan sebagai pengamat (observer).
Ia mengetahui bahwa fungsinya adalah mengumpulkan informasi atau data tentang program atau aspek yang diukur. Penelitian adalah pengamat yang berpartisipasi dalam kegiatan kelompok. Karena itu ia dapat berpartisipasi
secara kreatif dalam kegiatan kelompok, namun ia tetap orang di luar anggota kelompok
(outsider) (Yusuf, 2017). Terkait dengan
penelitian ini, peneliti turut serta mengikuti kegiatan para mualaf selama kajian bersama
dengan pihak yayasan.
Wawancara adalah pertemuan yang langsung direncanakan antara pewawancara dan yang diwawancarai untuk memberikan/menerima informasi tertentu. Wawancara adalah kegiatan percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu pewawancara dan yang diwawancarai (Nurseha, 2015). Berkaitan dengan informan, peneliti menggunakan 2 teknik, yakni purposive lalu snowball. Purposive adalah teknik penentuan informan yang dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu (Sukmawaty & Sugiyono, 2016). Selanjutnya, peneliti menggunakan teknik snowball, yaitu dari jumlah subjek yang sedikit, semakin lama semakin berkembang dan semakin banyak. Teknik snowball adalah suatu metode untuk mengidentifikasi, memilih, dan mengambil sampel dalam suatu jaringan atau rantai hubungan yang menerus. Berkenaan dengan teknik ini, jumlah informan yang akan menjadi subjeknya akan terus bertambah sesuai kebutuhan dan terpenuhinya informasi. Teknik snowball sebagai salah satu teknik yang dapat diandalkan untuk mendapatkan data dari informan serta jumlah sumber data akan semakin besar, seperti bola salju yang menggelinding, lama-lama menjadi besar (Sukmawaty & Sugiyono, 2016)
Selanjutnya, (Sholikhah, 2016) juga mengemukakan terkait alat-alat wawancara yang digunakan sehingga wawancara dapat berlangsung dengan baik dan lancar. Tentunya didukung dengan instrument wawancara, diantaranya buku catatan, tape recorder
(alat perekam) yang berfungsi untuk merekam semua percakapan
selama melakukan wawancara, serta kamera yang berfungsi untuk mengambil gambar sebagai dokumentasi saat melakukan wawancara atau mengikuti kegiatan selama observasi. Melalui dokumentasi, dapat meningkatkan keabsahan dalam penelitian. Terkait dengan penelitian ini, peneliti melakukan wawancara langsung kepada lima mualaf yang berasal dari agama Hindu dan juga
kepada pihak yayasan yang turut serta mendampingi mualaf dalam proses mempelajari agama Islam.
Sementara ketiga, studi pustaka. Studi pustaka adalah salah satu cara dalam
mendapatkan informasi dengan mempelajari buku-buku, membaca media-media cetak yang relevan dengan penelitian yang dilakukan, serta mencari sumber dari literature atau referensi lain yang relevan untuk memeroleh konsep atau teori
yang diperlukan, Terkait penelitian ini, peneliti menggunakan beragam sumber bacaan (buku) baik
didapat secara online
maupun offline. Selain
itu, peneliti juga menggunakan internet searching� untuk mencari informasi online berupa data hingga teori yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Terakhir yang keempat, triangulasi. Selain ketiga teknik
pengumpulan data diatas, peneliti juga turut menggabungkan ketiga teknik tersebut untuk mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut
pandang yang berbeda (Sholikhah, 2016).
Setiap
orang tentu akan menghadapi tantangan beradaptasi agar dapat diterapkan pada lingkungan
barunya. Setiap individu juga harus menjalani proses adaptasi di kala bertemu
atau berinteraksi dengan lingkungan barunya. Berdasarkan hasil penelitian, lima
mualaf memiliki cara beradaptasi yang berbeda-beda ketika menjadi seorang
mualaf.
Secara
umum, kelima informan memiliki kepercayaan terhadap agama Islam. Namun, tidak
pada proses adaptasi dan penerimaan dari lingkungan sekitar yang sama. Seperti
halnya informan 1 mengaku
tidak mengalami kesulitan selama mempelajari Islam. Bahkan, beliau sangat senang dan berusaha
mencari tahu sendiri tentang agama Islam. Namun, minimnya dukungan dari pihak
keluarga terutama ibunya, mengakibatkan kurangnya terjalin hubungan yang baik
antara beliau dengan sang ibu.
�Waktu
mau mualaf tidak ada yang tahu. Mama tahunya dari adik yang memberi tahu ke
mama waktu itu. Mama tergoncang waktu itu. Mama waktu itu tidak terima, tapi
aku tetep ingin masuk Islam. Waktu itu Papa juga nikah sama orang Islam terus
ya sudah aku bilang ikut sama papa dan tinggal sama papa�.
Informan
2, beliau mengaku sempat membenci Islam.
Namun seperti kata pepatah, benci jadi cinta. Seketika kebencian tersebut
berubah menjadi cinta ketika bertemu dengan pujaan hati yang kini menjadi
suaminya. Banyak kebaikan yang didapatkan dari sang suami, hingga tergerak
hati beliau untuk masuk Islam. Namun setelah
itu, beliau tidak serta merta menerima Islam
dengan begitu mudah. Sempat mengaku tidak menjalankan ibadah wajib, namun
berkat kesabaran sang suami dalam membimbing, tergerak lah hati beliau untuk menjalankan kewajiban sebagai seorang muslim. Meski telah
menjadi seorang muslim, banyak lika-liku yang dihadapi sebelum memutuskan
menjadi seorang muslim, bahkan mendapat perlawanan dari pihak keluarga yang
begitu hebatnya. Beliau juga menceritakan bahwa dirinya sampai dibawa ke dukun
karena keinginan pihak keluarga agar tidak masuk Islam. Namun usaha tersebut
gagal, beliau bukannya membenci Islam, justru
semakin menyukai Islam hingga akhirnya memutuskan menjadi mualaf. Meski pihak
keluarga sempat belum menerima, namun seiring berjalannya waktu, pihak keluarga
akhirnya menerima dan mendukung keputusan beliau hingga saat ini
Informan
3 juga mengaku pada awalnya membenci
Islam seperti informan 2. Namun kebencian tersebut berubah ketika bertemu dengan
temannya yang merupakan seorang muslim. Melihat keseharian temannya dalam
beribadah, beliau mulai tertarik untuk masuk Islam.
Bahkan tidak segan-segan temannya juga turut membantu mengajarkan beliau. Namun, keputusannya menjadi mualaf, masih menjadi masalah bagi keluarganya
hingga saat ini. Bahkan beliau kerap mendapat perlakuan tidak
menyenangkan seperti diminta melepas hijab saat jalan-jalan bersama dan juga
kerap dijuluki teroris karena pakaian yang dikenakan serba hitam serta
bercadar. Meski demikian, beliau tetap berusaha menjalin
komunikasi yang baik dengan pihak keluarga dan tetap menghormati mereka.
Informan
4 menceritakan ketertarikan pada Islam berawal dari sang pujaan hati yang kini
menjadi suaminya. Karena banyaknya kebaikan yang terlihat dari sang suami, beliau mulai mencoba mempelajari Islam,
bahkan
sempat meminta salah satu rekan kerjanya untuk mengajarkan tentang ibadah
seorang muslim. Meski demikian, beliau mengaku sempat tidak mendapat
dukungan dari pihak keluarga. Beliau juga sampai mendapat perlawanan hingga
kekerasan fisik. Meski demikian, beliau masih mendapat dukungan sang ayah
yang sangat berarti baginya. Dukungan itu yang membuat beliau semakin giat dalam beribadah dan istiqamah dalam keIslamannya.
Terkait pembelajaran Islam, beliau mengaku sempat mengalami
kesulitan, apalagi sang suami bukan merupakan seseorang yang memiliki pemahaman
mendalam tentang ilmu agama. Oleh karena itu, beliau akhirnya bergabung di salah satu yayasan mualaf untuk mempelajari
Islam bersama para mualaf lainnya.
Informan
5 memilih Islam karena kerap bertukar argumen dengan salah seorang rekan
kerjanya yang merupakan seorang muslim. Tidak hanya berhenti sampai disitu, beliau juga saat itu dekat dengan seorang laki-laki beragama Islam, yang
merupakan suaminya saat ini. Hal-hal itu yang semakin memantapkan niatnya untuk
masuk Islam. Ketika memutuskan masuk Islam, beliau mengaku tidak mendapat perlawanan apa pun dari pihak keluarga. Bahkan
beliau mendapat dukungan dari pihak
keluarga.
�Karena
keluarga saya melihat dari saudara-saudara ada yang nikah sama orang Islam dan
baik-baik saja. Terus juga di kampung saya kan banyak kampung muslim, itu juga
orangnya baik-baik. Jadi waktu saya mualaf, gak masalah. Pokoknya saya senang
gitu saja. Ibu saya juga waktu itu kawin lari kan dengan Bapak saya. Jadi waktu
saya mau nikah sama orang Islam ya mereka ngasih kebebasan aja ke saya.
Pokoknya saya dikasih tau kalau udah milih Islam ya jangan sampai ngeluh.
Menjalankannya harus totalitas.������������
Namun,
ketika sudah menikah dan masuk Islam, beliau sempat mengalami kegoyahan iman,
hingga memutuskan untuk melepas hijabnya. Hal tersebut disebabkan adanya ejekan
dari lingkungan sekitar serta beberapa saudara dekatnya. Beliau kerap malu
disebut �Bu Haji� sehingga beliau melepas hijabnya selama lima tahun.
Meski demikian, berkat dukungan sang suami, beliau akhirnya dapat kembali bangkit dan semangat dalam mempelajari Islam.
Selama
mempelajari Islam, para mualaf juga tidak dapat berjalan sendiri, tentunya memerlukan pendampingan dari
berbagai pihak. Terkait dukungan dalam keIslamannya, kelima mualaf mendapat
dukungan penuh dari pasangan hidup masing-masing. Meski tidak dapat mendampingi
secara penuh disebabkan kesibukan bekerja, kelima mualaf tidak tinggal diam
mempelajarinya sendiri. Mereka memutuskan untuk mencari yayasan dan bergabung
dalam yayasan mualaf tersebut. Beberapa diantaranya ada yang bergabung di
Mualaf Center Bali dan� Genta Mualaf
Indonesia.
Ketika
bergabung di organisasi tersebut, kelima mualaf mengaku sangat senang. Bahkan
karena adanya wadah tersebut, mereka merasa tidak berjalan sendiri. Selain
memiliki kawan-kawan seperjuangan, para mualaf juga mendapat dukungan dari para
pembimbing. Tidak sedikit para pembimbing yang senang dengan kehadiran para
mualaf. Terutama ketika melihat semangat belajar mualaf yang begitu luar biasa.
Secara
umum, selama di organisasi tersebut mereka diajarkan tentang pembinaan akidah
yakni mencakup pokok-pokok ajaran tentang keyakinan kepada Allah,
malaikat-malaikat Allah, kitab Allah, Nabi dan Rasul Allah, serta takdir Allah, dimana hal tersebut merupakan aspek mendasar dalam Islam. Selain itu, mereka
juga diajarkan tentang praktik ibadah yang menjadi kewajiban sebagai seorang
muslim, yakni mengucap kalimat syahadat,
melaksanakan shalat, membayar zakat, menjalankan puasa, hingga ibadah haji ke
Baitullah bagi yang mampu, serta mereka juga diajarkan tentang baca
tulis Al-Qur�an. Tentu dalam hal ini, membaca Al-Qur'an bukan hanya sekadar
mengambil Al-Qur�an dan membaca sekali saja, melainkan harus benar-benar dipelajari
dan dilakukan secara berkesinambungan.
Kesimpulan��������������������������������������������������������������
Berdasarkan data yang dipaparkan diatas, dapat ditarik
kesimpulan yakni ketika seseorang memutuskan untuk melakukan pindah agama, mereka akan
mengalami proses penyesuaian terhadap agama baru, hal ini
pula yang dirasakan oleh kelima mualaf. Mereka kerap mengalami kesulitan saat
melakukan penyesuaian terhadap agama barunya yakni Islam. Berdasarkan hasil
penelitian, sebagian mualaf ada yang semakin mampu menyesuaikan dengan agama
Islam namun ada juga yang masih mengalami kesulitan, seperti mengaji. Meski
demikian, tidak sedikit mualaf yang berusaha untuk belajar dan menyesuaikan
dengan tatanan kehidupan Islam. Para mualaf juga mengalami perubahan dalam
hidup mereka setelah menjadi mualaf. Baik perubahan pada dirinya dan perilaku
orang-orang sekitar terhadap dirinya. Kelima mualaf mengaku merasa lebih damai
dan tenang pasca masuk Islam. Namun, tidak sedikit juga yang mendapat sindiran
bahkan dijauhi oleh orang-orang di sekitarnya.
BIBLIOGRAFI
Abadi, R. (2017). Adaptasi Dalam Berumah
Tangga Setelah Pindah Agama. Kabanti: Jurnal Kerabat Antropologi, 1(2),
10�18. Google Scholar
Firdaus, F. (2016). Menjadi Tionghoa
Muslim (Studi Tentang Alasan Pindah Agama Dan Pola Interaksi Sosial Harmonis Dikalangan
Komunitas Tionghoa Kota Padang). Universitas Andalas. Google Scholar
Masduki, Y., & Warsah, I. (2020). Psikologi
Agama. Tunas Gemilang Press. Google Scholar
Muri Yusuf, M. P. (2017). Metode Penelitian
Kuantitatif. Kualitatif Dan Penelitian Gabungan, Jakarta: Kencana. Google Scholar
Noer Rohmah, M. P. I. (N.D.). Psikologi
Agama. Jakad Media Publishing. Google Scholar
Nurseha, A. (2015). Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Praktik Nikah Dibawah Tangan (Studi Kasus Di Kecamatan Ngawen
Kabupaten Blora). Uin Walisongo. Google Scholar
Rahmaddani, N. A. (2020). Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Pemesanan Sketsa Dan Karikatur Manusia Di Wilayah Madiun.
Iain Ponorogo. Google Scholar
Ramdhani, F. Z., Busro, B., & Wasik, A.
(2020). The Hindu-Muslim Interdependence: A Study Of Balinese Local Wisdom. Walisongo:
Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, 28(2), 195�218. Google Scholar
Saifuddin, A. (2019). Psikologi Agama:
Implementasi Psikologi Untuk Memahami Perilaku Agama. Kencana. Google Scholar
Sholikhah, A. (2016). Statistik Deskriptif
Dalam Penelitian Kualitatif. Komunika: Jurnal Dakwah Dan Komunikasi, 10(2),
342�362. Google Scholar
Soemantri, N. P. (2019). Adaptasi Budaya
Mahasiswa Asal Indonesia Di Australia. Jurnal Wacana, 18(1),
46�56. Google Scholar
Sukmawaty, W. E., & Sugiyono, S.
(2016). Pengembangan Model Manajemen Unit Produksi Smk Program Studi Keahlian
Tata Busana Di Kabupaten Sleman. Jurnal Pendidikan Vokasi, 6(2),
219�229. Google Scholar
Utami, D. A. (2015). Kepercayaan
Interpersonal Dengan Pemaafan Dalam Hubungan Persahabatan. Jurnal Ilmiah
Psikologi Terapan, 3(1), 54�70. Google Scholar
Wahab, M. A. (2017). Investigating The
Nexus Between Personality Traits And Islamic Work Ethics. Asian Academy Of
Management Journal, 22(1). Google Scholar
Wahyuningrum, S. R., & Muhlis, H. A.
(2020). Statistika Pendidikan Edisi Kedua (Dengan Statistika Al-Qur�an).
Jakad Media Publishing. Google Scholar
Copyright holder: Celia Paramita, Aliffiati,
dan I Ketut Kaler (2021) |
First publication right: Journal Syntax
Admiration |
This article is licensed under: |