Jurnal
Syntax Admiration |
Vol. 2
No. 5 Mei 2021 |
p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356 |
Sosial Teknik |
PENGADAAN BARANG DAN JASA DALAM RANGKA PERCEPATAN PENANGANAN COVID-19
Deby Triasti
Universitas Narotama (UN) Surabaya Jawa Timur, Indonesia
Email: [email protected]
INFO
ARTIKEL |
ABSTRACT |
Diterima 5 Mei 2021 Direvisi 10 Mei 2021 Disetujui 15 Mei 2021 |
This research became the word of the know about
services and services in order to accelerate the handling of Covid-19. This
research method uses qualitative, researchers conduct data collection for the
importance of the government's open data open initiative in goods and
services to accelerate the handling of Covid-19. Emergency procedure is
simple and different from through the explained, User Budget (PA) 2000 PPK
city choose districts are not aware of pa handling for Covid-19. PA in the
state budget of the minister or head of the institution while in the draft
budget, the PA is the head of the region or the regent or mayor. Minister of
Finance (Minister of Finance) Sri Mulyani Indrawati said "that goods and services for the
condition as it is currently contained in the Regulation in the Government
Goods/Services Policy Institute (LKPP) Number 13 of 2018 concerning
Goods/Services in Emergency Handling". Government has imeirkan idana for ipandemi ianganan Covid-19
through state budget worth Rp 695.2 trillion, apbd irp. 72.63 trillion, and village funds worth Rp. Many
changes in the State Budget (APBN) and the existence of a direct scheme of
requirements for Personal Protective Equipment (PPE), masks and handsanitizer can be said to be an atmosphere of hope. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang pengadaan barang dan jasa dalam rangka
mempercepat penanganan COVID-19.
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti melakukan pengumpulan data sekunder untuk menjelaskan pentingnya menggunakan open
government menempuh inisiatif
open data dalam pengadaan
barang dan jasa guna mempercepat penanganan COVID-19. Prosedur kondisi darurat secara sederhana dan berbeda dengan melalui penunjukkan langsung, Pengguna Anggaran (PA) memerintahkan PPK
menunjuk penyedia melaksanakan pekerjaan berdasarkan kebutuhan PA untuk penanganan Covid-19. PA dalam APBN adalah menteri atau kepala lembaga sedangkan dalam struktur APBD, PA adalah kepala daerah yaitu gubernur atau bupati atau
wali kota. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan �bahwa pengadaan barang dan jasa untuk kondisi
darurat seperti saat ini memang
sudah diatur dalam Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 13 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa dalam Penanganan Keadaan Darurat�. Pemerintah itelah
imengalirkan idana untuk penanganan ipandemi Covid-19 melalui
APBN senilai Rp 695,2 triliun, APBD isenilai
iRp. 72,63 triliun, dan dana desa senilai Rp. 22,48 triliun. Banyaknya perubahan di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta adanya mekanisme penunjukan langsung untuk Alat Pelindung Diri (APD), masker dan handsanitizer dapat menimbulkan suasana kekhawatiran. |
Keywords: budget users; covid-19 handlers Kata Kunci: pengguna anggaran;
penangan covid-19 |
Pendahuluan
Peraturan lembaga kebijakan pengadaan barang/jasa, yang secara yuridis diatur di dalam peraturan Nomor 13/2018 tentang Pengadaan Barang. Jasa yang dalam hal ini
mengenai penanganan keadaan darurat (Prabowo, 2018).
Terkait dengan pengadaan barang/jasa masih dapat
diperkenankan ditengah kondisi saat ini
yang dimana masih dalam keadaan merebaknya
virus COVID-19. Dalam pengadaan,
barang dan jasa kedaruratan ditengah wabah pandemi COVID-19 tersebut, selain bersumber dari ketentuan yang termuat di dalam LKPP, perlu untuk dapat menjadikan
dasar dan pertimbangan beberapa aturan lainnya yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang berlaku di saat COVID-19 seperti beberapa aturan berikut ini (Lolytasari, 2012).
Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun
2020 mengenai tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Desiase (COVID-19), Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta pengadaan barang/jasa dalam rangka
percepatan penanganan
Corona Virus Disease (COVID-19), Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana, dan Peraturan Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Siombo & Adi, 2020).�
Analisis penetapan cara pengadaan dan juga ketersediaan sumber daya alam
merupakan suatu hal yang harus dilalui pada tahapan perencanaan pengadaan identifikasi kebutuhan barang/jasa (Hamidi, 2020).
Hal tersebut kemudian, dalam praktiknya dikelola secara swakelola atau menggunakan penyedia dalam hal pelaksanaan
pengadaan barang/jasa tersebut. Apabila, dalam hal
ini Pejabat Pembuat Komimen (PPK) melihat apabila hal tersebut dikelola
secara swakelola, maka perlu diadakannya
sebuah koordinasi antar berbagai pihak yang berkepentingan untuk dapat melakukan
pemeriksaan, penanganan darurat, rapat persiapan, dan juga pelaksaan dan
serah terima pekerjaan. Namun sebaliknya, apabila melalui mekanisme penyedia, maka dalam hal ini
PPK menunjuk serta memilih penyedia yang tepat, untuk dapat
kemudian melakukan berbagai pekerjaan dan juga mempersiapkan dokumen terkait yaitu mengenai
kewajaran harga guna pemeriksaan (audit) yang dimuat ke dalam
surat perintah mulai kerja (SPMK). Adapun
terkait dalam hal pembayaran dapat dilakukan dengan melalui 3 tahapan, yaitu diantaranya kontrak, pembayaran, dan juga post audit, yang dalam hal ini
merupakan mekanisme yang tersedia yang dijalankan oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) untuk dapat mengaudit ataupun melakukan suatu pemeriksaan atas suatu hal
yang berkaitan dengan kewajaran harga yang dalam hal ini
ditawarkan oleh penyedia (Tandiontong, 2016).
Alokasi anggaran akan digunakan untuk berbagai sektor diantaranya, untuk dibidang kesehatan senilai Rp 87,55 triliun, untuk perlindungan sosial senilai Rp 203,90 triliun, lalu dukungan kepada
UMKM senilai Rp 123,46 triliun,
untuk insentif didunia usaha senilai
Rp 120,61 triliun, pembiayaan
korporasi senilai Rp 44,57 triliun, dan serta untuk mendukung sektoral dan pemda senilai Rp 97,11 triliun (Cahya et al., 2021).
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN),
dalam hal ini merupakan sumber-sumber
penanganan pengadaan barang/jasa yang berkaitan dalam hal keadaan darurat
(Ramli, 2020).
Beberapa anggaran yang sesuai dengan peraturan
perundang-undang lainnya, seperti anggaran K/L yang ditujukan untuk refocusing, realokasi
dan juga yang berkaitan dengan
anggaran yang berasal dari APBD, pendapatan asli daerah, dan sumber lainnya. Hal tersebut, ditujukan agar bisa melakukan berbagai antisipasi upaya terbaik agar dapat mencapai tujuan pengadaan yang optimal dan
juga dapat memperhatikan berbagai aspek, yang meliputi data dukung, regulasi, dokumentasi, serta justifikasi yang dilandasi dengan prinsip dan etika pengadaan. Pemerintah juga akan mengalokasikan dana untuk belanja penanganan
COVID-19 senilai Rp 65,80 triliun,
untuk insentif tenaga medis senilai
Rp 5,90 triliun, untuk santunan kematian senilai Rp 300 juta, bantuan iuran Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) senilai Rp 3 triliun, juga alokasi dana untuk gugus tugas
COVID-19 senilai Rp 3,5 triliun,
dan serta insentif perpajakan di bidang kesehatan senilai Rp 9,05 triliun.
Tujuan diadakannya penelitian ini, yaitu agar dapat menjelaskan secara khusus mengenai
hal yang dalam hal ini berkaitan
dengan pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah terkait dengan hal penangan darurat
yang ditujukan untuk penanganan COVID-19 beserta dengan materi mitigasi,
yang dalam hal ini selaras dengan
berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah.
Metode Penelitian
Metode penelitian kualitatif yang dalam hal ini
dipergunakan oleh peneliti dalam studi pendekatannya
menggunakan terkait studi kasus eksplorasi
agar dapat mengumpulkan informasi terkait mengenai akibat dan juga kendala dari adanya
pandemi COVID-19. Studi kasus eksplorasi merupakan metode yang disertai dengan pengumpulan data tambahan. Sedangkan pendekatan studi kasus kualitatif
merupakan suatu bentuk penelitian, serta juga dilandasi dengan pemahaman terkait, dalam hal ini pola
metode yang dipergunakan untuk menyelidiki suatu hal yang berkaitan dengan fonomena sosial maupun masal (Kusmarni, 2012).
Ekonomi global mengalami tantangan dan juga perlambatan dikarenakan adanya suatu virus, yang dikenal dengan nama COVID-19 yang hingga saat ini
menyerang hampir seluruh negara di dunia (Marzuki et al., 2021). Virus
ini berasa dari kota Wuhan, China. Saat ini beberapa
sektor industri juga terdampak di Indonesia yang disebabkan
oleh penyebaran Virus tersebut.
Dua paket stimulus ekonomi, dalam hal ini dikucurkan
oleh pemerintah dalam rangka untuk dapat
menghidupkan kembali industri-industi terkait yang secara langsung terdampak dengan adanya COVID-19. Kedepannya, fokus pemerintah
saat ini, yang seperti disampaikan oleh Presiden Jokowi dan juga ditegaskan
kembali oleh Ibu Sri Mulyani,
yaitu untuk dapat melakukan perlindung kepada masyarakat dengan tetap menjaga kesehatan
dan mematuhi protokolnya (Parinduri & Parinduri, 2020).
Sejalan dengan hal
tersebut, terkait dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN), yang dialokasikan untuk
tahun 2020 diprediksi dan
juga dapat dipastikan bahwa akan ada
perubahan drastis. Perhitungan-perhitungan ekonomi, baik
dari skali makro maupun mikro
dipaksa untuk menyesuaikan dengan keadaan dengan tujuan agar dapat menghentikan dan mencegah penyebaran virus COVID-19 tesebut. Menanggapi
hal tersebut, wacana yang dilontarkan oleh pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan yaitu dengan membuat rencana terkait relaksasi deficit APN menjadi 5 Persen, karena secara yuridis hal tersebut dimungkinkan
untuk dapat dilakukan dan sejalan dengan UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Tjandra & SH, 2006).
Mekanisme pelebaran defisit
kemudian dibahas oleh DPR,
dan juga Presiden menyampaikan
bahwa terkait kondisi kegentingan yang memaksa, dimungkinkan bagi seorang kepala
negara untuk dapat mengelukan Perppu, dalam hal ini
menyangkut perubahan APBN. Tentunya juga apabila dikemudian hari ada terdapat relaksasi
defisini yang, dalam hal ini melewati
3 persen maka tetap harus dipertanggungjawabkan
secara prudent.
Menjalankan stimulus ekonomi jilid 3, selain dengan cara pelebaran
defisit APBN tersebut, akan ada beberapa
produk hukum baru yang akan dikeluarkan oleh Pemerintah yang disampaikan oleh Sri Mulyani untuk dapat nantinya
seluruh kebijakan terkait memiliki landasan dan kekuatan hukum mengikat dengan tetap berada
pada koridor APBN ataupun keuangan negara. Hal tersebut, berlaku dalam jangka
waktu 3-6 bulan. Adapun untuk mendukung hal tersebut berikut
ini beberapa hal yang akan dilakukan
dan dijalankan oleh pemerintah,
yaitu:
Usaha
pemerintah dalam melakukan percepatan penanganan� COVID-19 sebagai berikut:
1.
Mengidentifikasi berkaitan dengan
seluruh aspek yang dalam hal ini
dibutuhkan oleh masyarakat ditengah situsi pandemi COVID-19 pasca dikeluarkannya instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020.
2.
Mengakomodir berbagai hal
yang berkaitan dengan kebutuhan, dalam hal ini yang bersifat
emergency, baik
dalam sektor kesehatan maupun social safety net. Juga disalaras terkait aspek-aspek dan hak-hak karyawan atau buruh
dalam hal kebutuhan perusahaan. Untuk industri manufaktor, dalam hal ini difokuskan
pada paket jilid 2. Sementara, sektor yang berkaitan dengan perhotelan dan industri transportasi difokuskan pada Jilid 3 yang akan direspon segera mungkin karena mempengaruhi penerimaan negara, sama halnya seperti
industri manufaktur.
Kepala Satgas Covid, BNPB, dan Letjend TNI melakukan suatu rapat terbatas
(Ratas), yang dimana dalam kesempatan tersebut, sebanyak 34 Gubernur menyatakan untuk dapat memberikan
dukungan kepada Presiden Jokowi terkait kebijakan physical
distancing.
Adapun terkait mengenai rangkum yang disampaikan oleh Presiden Jokowi kepada 34 Gubernur yang pada kesempatan tersebut disampaikan oleh Kepala BNPB, yaitu:
1. Para pejabata di daerah terutama Gubernur harus mengambil peran dalam hal
untuk mengkampanyekan dan melaksanakan jaga jarak atau physical
distancing yang ditekankan oleh Presiden.
2. Penjelasan-penjelasan tersebut, dalam
hal ini harus
dapat diteruskan hingga sampai ketingkat
paling rendah, yaitu tingkat kelurahan ataupun desa sesuai
instruksi Presiden.
3. Setiap pejabat di daerah, ditekankan harus mampu dan dapat mengkampanyekan mengenai bahaya serta ancama
virus COVID-19 beserta upaya
untuk dapat menjaga diri agar selamat.
4. Masyarakat diminta untuk tidak
panik, saling berbagi cerita dan pengalamannya agar dapat menjadi pembelajaran dan bisa selamat.
5. Rapid test diprioritaskan untuk berbagai tenaga medis kesahatan karena mereka yang berpeluang terpapar paling tinggi dan rentan.
6. Industri tekstil, dalam
hal ini harus
memberikan prioritas terlebih dahulu kepada kebutuhan domestik.
7. Gubernur harus dapat
melakukan koordinasi dengan Kapolda dan Pangdam dalam hal
melakukan kerjasama terkait pendistrubusian APD karena beberapa provinsi masih minim dirumah sakitnya APD.
8. Masyarakat diupayakan untuk dapat menaati segala
prosedur dan protokol kesehatan terkait, dan jangan menganggap sepele ataupun enteng permasalahan ini.
9. Sesuai dengan Keppres
Nomor 7 Tahun 2020, Gubernur dalam melakukan penegakan hukum dapat menggunakan
aparat yang tersedia.
10.
Membuat peta kesadaran COVID-19 dan juga rencana aksi kedepannya
secara komprehensif dan mendetail.
11.
Seluruh komponen dan lapisan
yang ada di dalam masyarakat harus dilibatkan dalam upaya memutus rantai
penyebarannya.
Adapun langkah terkait dalam rangka melakukan
pengadaan dalam hal keadaan darurat
yang berkaitan dengan pengadaan barang/jasa pemerintah disaat COVID-19, yaitu:
1.
Rangka melakukan percepatan
terkait dengan pengadaan barang/jasa penanganan darurat yang dilakukan oleh
Menteri, Kepala Daerah, dan Pimpinan
Lembaga perlu diambil langkah yang tepat.
2.
Hal untuk dapat
melakukan penetapan terkait berbagai kebutuhan yan menyangkut
barang/jasa agar dapat melakukan langkah percepatan dan penangan barang dan jasa saat COVID-19 menggunakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) ataupun Pengguna Anggaran (PA), yang dalam hal ini
memerintah instansi terkait yaitu Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) untuk dapat menjalankan
pengadaan barang/jasa.
3.
Berikut ini merupakan,
langkah-langkah yang dijalankan
oleh PPK, yaitu:
a. Melakukan penunjukan kepada
instansi pemerintah atau penyedia katalogi
elektronik yang membuka jasa penyediaan barang/jasa sejenis.
Penunjukan penyedia tersebut, dilakukan walaupun belum mendapatkan kepastian terkait estimasi harga yang ditentukan.
b. Rangka melakukan penyediaan
barang, perlu dterbitkan terkait suatu surat pesanan
yang telah disetujui oleh penyedia. Kemudian, kepada penyedia dimintakan terkait bukti kewajaran harga barang sesuai
dengan yang telah disepakati. Lalu mekanisme pembayaran dapat dilakukan secara termin ataupun saat barang telah
diterima seluruhnya.
c. Mengadakan dan melakukan suatu
perkerjaan dalam hal terkait konstruksi
ataupun jasa kosultansi, menerbitkan suatu Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) dan juga diterbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ), melakukan penandatanganan kontrak dan juga meminta bukti kewajaran harga berserta berita serah terima
pekerjaan dan berita acara perhitungan bersama serta membayar berdasarkan SPPBJ. Terkait pembayaran, bisa dialkukan melalui uang muka ataupun sesaat
setelah pekerjaan selesai.
d. Diutamakan menggunakan jenis
kontrak harga satuan dalam melakukan
pengadaan barang/jasa lainnya.
4.
Rangka penanganan COVID-19 terkait dengan Pengadaan barang/jasa bisa dijalankan
melalu cara swakelola.
5.
PPK dapat meminta
audit dari intansi yang berkaitan seperti Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan untuk dapat mendapatkan kepastian kewajaran harga.
6.
Pihak-pihak yang terlibat dalam
pengadaan barang/jasa harus wajib
dapat mematuhi segala etika dan peraturan yang ada serta tidak diperbolehkan
menerima gratifikasi.
Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sesuai dengan
amanat yang terdapat di dalam Peraturan LKPP Nomor 13 Tahun 2018 terkait langkah strategis yang dapat diambil bisa melalui
mekanisme pengadaan barang dan jasa, yang dalam hal ini
apabila kondisi darurat, bisa dijalankan
secara sederhana dan berbeda. Kementerian Lembaga Pemerintah
Daerah bisa melakukan konsultasi dengan menghubungi narahubung yang termuat di alamt www.lkpp.go.id untuk berkonsultasi.
INPRES
Nomor 4/2020 pada dasarnya memberikan kewenangan dalam hal ini kepada
Kementerian Dalam Negeri agar dapat
melakukan langkah yang tepat dalam rangka
melakukan percepatan penggunaan APBD. Dalam hal ini, ditujukan
kepada para pemangku kebijakan terkait, seperti Gubernur, Walikota atau Bupati
untuk memutus rantai penyebaran COVID-19 dan percepatan pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut, kemudian dipertegas melalui Surat Erdaran Nomor 440/2436/SJ tentang Pencegahan Penyebaran COVID-19
yang telah sejalan dengan Inpres Nomor
4/2020 �(Ramli, 2020).
Adapun mengenai penyelenggaraan terkait jasa konstruksi,
protokol pencegahannya yaitu:
1. Penyelenggaran Jasa Konstruksi dan Skema Protokol Pencegahan COVID-19.
a. Melakukan Pembuatan Satuan
Tugas (Satgas) dalam rangka melakukan
pencegahan COVID-19, yang dalam
hal ini menjadi
bagian dalam unit keselamatan konstruksi.
b. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bertugas membentuk Satgas pencegahan COVID-19 sebagaimana dimaksud
pada huruf a.
c. Paling sedikit berjumahlah 5 orang Satgas pencegahan Covid-19 yang sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan
rincian:
1) Ketua 1 orang, yang dalam hal ini juga merangkap
sebagai anggota
2) �4 orang anggota, yang juga dapat menjadi wakil dari penggunaan dan penyedia Jasa
d. Satgas Pencegahan COVID-19 memiliki tugas, tanggung jawab, dan kewenangan untuk melakukan:
1)
Mengedukasi serta melakukan
suatu Sosialiasi terkait mengenai promosi teknik atau metode yang dipergunakan dalam rangka melakuka pencegahan COVID-19. Dalam hal
ini Kementerian
PUPR, mengidentifikasi
dan melakukan koordinasi bersama Satgas COVID-19 terkait mengenai berbagai bahaya maupun potensi COVID-19 di lapangan.
2)
Melakukan pemeriksaan, pemantauan,
serta mobilisasi maupun demobiliasi pekerja yang dilakukan secara berkala untuk dapat melihat
kondisi kesehatan dan melakukan prediksi terkait potensi terinfeksi kepada seuruh karyawan maupun tamu proyek
terhadap COVID-19
3)
Mengadakan terkait dengan
fasilitas kesehatan yang terdapat di lapangan, serta juga memberikan nutrisi tambahan dan vitamin dalam rangka untuk
meningkatkan imun bagi pekerja.
4)
Melakukan penghentian sementara
apabila dilapangan ditemukan adanya pekerja yang dalam hal ini positif
COVID-19 atau yang sedang berstatus Pasien dalam Pengawasan (PDP) dan juga memberikan laporan kepada PPK.
2. Mengidentifikasi terkait berbagai
bahaya maupun potensi yang terjadi di lapangan mengenai COVID-19.
a. Kementerian PUPR, dalam hal ini
melakukan koordinasi dengan Satgas COVID-19 agar dapat memutuskan:
1)
Mengidentifikasi terkait berbagai
risiko maupun potensi yang terjadi terhadap berbagai saluran yang dapat menyebabkan penyebaran COVID-19
di lokasi penempatan.
2)
Mengikuti ajuran yang dikeluarkan
oleh pemerintah, dalam hal penyediaan fasilitas kesehatan yang dilengkapi dengan protokol pencegahannya.
3)
Melakukan tindak lanjut,
dalam hal ini terhadap penyelenggara
jasa konstruksi.
b.
Terkait penyelenggaraan jasa konstrusi, dalam hal ini
dapat dilakukan idientifikasi sebagai berikut:
1)
Berportensi menjadi kluster
penyebaran karena, lokasi proyek tersebut
berada dalam pusat sebaran.
2)
Adanya pekerja maupun
karyawan yang bersatus Pasien dalam Pengawasan
(PDP) ataupun Positif.
3)
Menghentikan sementara kegiatan
yang bersangkutan sesuai dengan surat edaran
maupun peraturan yang telah ditetapkan oleh
Kementerian, kepala daerah,
maupun instansi terkait.
c.
Penghentian penyelenggaran jasa
konstruksi sebagaimana dimaksud diatas dilakukan sesuai ketentuan yang tidak
dapat terpisahkan dari intsruksi pemerintah.
d.
Penyelenggaraan jasa konstruksi,
dalam hal ini dapat diteruskan
melihat dari urgensi dan sifat yang sangat berkaitan erat dengan penanganan
ekonomi dan sosial sehingga tidak dimungkin dilakukan penghentian, sehingga bisa diteruskan dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
1)
Menteri pekerjaan umum dan perumahan
rakyat memberikan
persetujuan terkait berjalannya proyek tersebut.
2)
Melaporkan secara berkala
kepada Satgas COVID-19 dan
juga dengan menerapkan disiplin tinggi terhadap protokol kesehatan.
3. Terkait mengenai persediaan
fasilitas kesehatan di lapangan
a.
Petugas kesehatan, pengukur
suhu badan, tabung oksigen, dan obat-obatan yang memadai merupakan berbagai fasilitas kesehatan yang harus tersedia di lapangan, dalam hal ini
Penyedia Jasa Konstruksi wajib menyediakan ruang klinik.
b.
Penyedia Jasa Konstruksi, dalam hal ini
diharuskan melakukan kerjasama dan koordinasi dengan rumah sakit
dan juga bersama pusat kesehatan masyarakat dalam rangka pencegahan
dan perlindungan masyarakat
ditengah COVID-19
c.
Fasilitas pencuci tangan,
masker, dan protokol kesehatan
lainnya merupakan fasilitas tambahan yang harus disediakan oleh penyedia jasa konstruksi.
d.
Untuk meningkatkan imunitas
pekerja, dalam hal ini Penyedia
jasa konstruksi wajib memberikan nutrisi dan vitamin bagi pekerja.
4. Pelaksanaan Pencegahan COVID-19 di lapangan
a.
Setiap kegiatan penyuluhan,
petugas media dan Satgas COVID-19
wajib melakukan pemaparan mengenai teknik pencegahan, ajuran, dan kampanye mengenai penjelasan COVID-19.
b.
Kepada seluruh karyawan
dan pekerja diharus untuk dapat melakukan
pengukuran subuh tubuh, yang dalam hal ini dilakukan
oleh petugas media bersama satuan keamanan.
c.
Satgas pencegahan COVID-19 harus melakukan tindakan apabila ada pekerja yang memiliki
suhu tubuh diatas suhu tubuh normal 38 derajat celcius.
d.
Petugas medis dibantu tim satgas� melakukan evaluasi serta juga menyemprotkan cairan disenfektan, dalam hal ini
disetiap peralatan kerja, fasilitas, dan seluruh tempat.
e. Dalam hal penghentian
sementara kegiatan, dilakukan pada saat setelah dilakukannya penyemprotan disenfektan dan juga
evaluasi terhadap pemeriksaan kesehatan dan juga pelaksanaan isolasi terkait dalam hal
adanya suatu kontak fisik dengan
orang yang perna terpapar
dan positif COVID-19, namun
telah sesai.
Adapun terkait mekanisme dan prosedur terkait mengenai pencegahan Covid-19 dalam penyelenggaraan jasa konstruksi, yaitu:
Gambar
1
Bagan
Mekanisme Protokol Pencegahan COVID-19 dalam Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
Menindaklanjuti arahan dari Presiden Jokowi dan juga melihat dinamika perkembangan pandemi virus COVID-19, memerlukan suatu protokol pencegahan untuk dapat mewujudkan dan memberikan suatu keselamatan kerja, dalam hal ini bagi para pengguna jasa maupun penyedia jasa konstruksi, yang juga hal tersebut berkaitan dengan keselamatan publik serta juga berkaitan dengan lingkungan pada setiap tahapan mengenai penyelenggaraan jasa konstruksi.
Rangka melakukan percepatan penanganan pandemi virus corona (COVID-19), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berikan arahan terkait prosedur maupun mekanisme dalam hal Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) yang diperlukan menyangkut terkait mengenai kebutuhan bencana kepada seluruh kepada daerah guna untuk menggunakan anggarannya dalam terlaksananya PBJ (Parahita, 2020). Hal tersebut, sejalan dengan rambu-rambu mengenai kepastian bagi pelaksana pengadaan dan mencegah terjadinya celah korupsi sesuai dengan Surat Edaran KPK Nomor 08 Tahun 2020.
Firli Bahuri selaku Ketua KPK menyampaikan hal tersebut kepada seluruh seluruh pemangku kebijakan terkait di daerah melalui konferensi video bersama dengan Menteri dalam Negeri, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, dan juga Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dalam rapat koordinasi yang diselanggarakan pada tanggal 8 April 2020 di Gedung B Kemendagri.
KPK meminta tidak perlu adanya ketakutan berlebihan dalam penggunaan pengadaan barang dan jasa terkait kebutuhan bencana dalam hal pertanggungjawaban penggunaan anggaran (PA) sehingga menghambat penanganan bencana. Dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, harus dapat sesuai dengan ketentuan dan juga dalam pendampingan LKPP. Apabila dalam kondisi darurat dimungkinkan untuk dapat menggunakan swakelola dalam pengadaan barang dan jasa, hal tersebut tentunya harus memiliki kemampuan dalam melakukan swakelola sebagai syarat utama (Nomor, 71 C.E.).
Sesuai dengan SE yang telah dikeluarkan, yang dalam hal ini ditujukan untuk para pemangku kebijakan, khususnya gugus tugas yang berada di pusat maupun daerah dalam hal melakukan dan memberikan sebuah panduan terkait proses PBJ terkait adanya situasi darurat. Untuk memberikan suatu kepastian hukum bagi pelaksana pengadaan hal tersebut telah memuat poin-poin mengenai rambu pencegahan korupsi.
KPK menyadari bahwa saat ini kondisi pasar sedang dalam kondisi tidak stabil, karena mengalami berbagai kenaikan yang cukup signifikan dalam hal terkait harga barang/jasa untuk penanganan COVID-19. Harapannya, bagi para pelaksana PBJ yang berkaitan dengan anggaran dapat melakukan dan juga memprioritaskan harga terbaik, agar dapat sejalan dengan prinsip-prinsip, akuntabel, transparan, dan efektif terkait PBJ dalam kondisi darurat. Contohnya, membuka serta melakukan dokumentasi pada berbagai tahapan pengadaan untuk dapat menemukan harga terbaik tersebut.
Pelaksanaan pembelajaan anggaran pemerintah harus dapat memberikan suatu nilai tambah, dalam hal ini terkait pemenuhan kebutuhan sesuai dengan Perpres No 16 Tahun 2018 yang menitikan pada aspek pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya (Value for money). Dan, tentunya jauh dari hal-hal yang bersangkutan dengan gratifikasi maupun korupsi agar berbagai proses mengenai PBJ kedepannya dapat terjalin dengan tanpa adanya keraguan (Wirtz & Birkmeyer, 2015).
Hal penanganan COVID-19, KPK membentuk suatu tim khusus, yang dalam hal ini berkerja bersama dengan gugus tugas percepatan penanganan COVID-19 sesuai dengan komitmennya untuk dapat melakukan pengawalan pelaksaan angaran dan PBJ di tingkat pusat maupun daerah. Agar bebas dari korupsi, tim tersebut juga dapat melakukan suatu evaluasi dan monitoring terkait pengalokasian anggaran penanganan COVID-19 tersebut.
Rekomendasi sedang dalam proses perampungan oleh tim yang berkerja agar dapat memberikan suatu solusi dalam rangka terlaksananya penggunaan anggaran dan PBJ penanganan COVID-19 dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Daftar Narahubung dan FAQ Konsultasi dalam rangka pengadaan barang dan jasa darurat COVID-19 lembaga kebijakan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Table 1
Daftar Narasumber dan FAQ
No |
Instansi/Wilayah |
Narahubung |
Nomor Telepon |
1 |
Kementerian/Lembaga di bawah
Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian dan lain-lain |
Dwi Satrianto Mirna Medita Endikasari Mita Astari
Y Anas Bayu Kusuma |
|
2 |
Kementerian/Lembaga di bawah
Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman dan Investasi |
Dwi Satrianto Fajar Adi H Sari Melani Ali Masrochan |
|
3 |
Kementerian/Lembaga di bawah Kementerian
Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan |
Selamet Budiharto Sugianto Inamawati Mastuti Dian Arsita W |
|
4 |
Kementerian/Lembaga di bawah
Kementerian Koordinator Bidang
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan |
Selamet Budiharto Linda Mikowati Arif Budiman |
|
5 |
Pemerintah Daerah
Wilayah Sumatera dan Banten |
Tjipto P. Nugroho Imam Arumsyah Astri Erviana |
|
6 |
Pemerintah Daerah
Wilayah Kalimantan, DKI Jakarta dan Jawa
Barat |
Tjipto P. Nugroho Fajar Adi H Ade Rizky E |
|
7 |
Pemerintah Daerah
Wilayah Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Bali,
Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Maluku |
Harry S. Kahartan Arif Budiman M. Dwi Sumanto M. Taufikkurohman |
|
8 |
Pemerintah Daerah
Wilayah Jawa Timur, Sulawesi dan Papua |
Harry S. Kahartan Eben Henry R Hendra D. Numberi Febri Kamalisa |
|
9 |
Umum/Keluhan |
Mukti Herlambang Makkiyah Farizqi Ajeng Widi
Hapsari |
Table 2
FAQ Pengadaan Barang/Jasa dalam Rangka Penanganan
COVID-19
No |
Pertanyaan |
Jawaban |
1 |
Siapa yang menetapkan kebutuhan barang/jasa dalam
rangka penanganan COVID-19? |
Semua user atau pengguna barang/jasa yang membutuhkan dapat mengusulkan kebutuhannya kepada PA/KPA untuk ditetapkan. |
2 |
Barang/Jasa apa yang dapat disediakan melalui pengadaan dalam rangka penanganan COVID-19? |
Pada prinsipnya seluruh
Barang/Jasa dalam rangka penanganan COVID-19 yang
pemenuhan/pemanfaatannya bersifat mendesak dan harus dipenuhi dalam kurun waktu
keadaan darurat. |
3 |
Apakah pengadaan
Barang/Jasa dalam rangka penanganan COVID-19 ini dapat dilaksanakan
walaupun anggarannya belum tersedia? |
Proses pengadaan dan pemanfaatan barang/jasa dapat dilakukan
walaupun anggaran belum tersedia atau tidak cukup tersedia.
Namun demikian, K/L/Pemda perlu mengupayakan
refocusing dan/atau realokasi
anggaran baik secara simultan ataupun setelah pelaksanaan pekerjaan. |
4 |
Apakah pengadaan
dalam rangka penanganan COVID-19 dapat dilaksanakan secara swakelola? |
Pelaksanaan pengadaan
dalam rangka penanganan COVID-19 dapat dilakukan secara swakelola oleh masing-masing Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Dalam pelaksanaan swakelola tersebut, K/L/PD dapat melibatkan instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, peran serta/partisipasi lembaga nonpemerintah, organisasi kemasyarakatan, masyarakat, dan/atau Pelaku Usaha. |
5 |
Apa kriteria
penyedia yang ditunjuk dalam penanganan |
Kriteria penyedia
yang ditunjuk adalah penyedia yang telah berkontrak untuk pengadaan barang/jasa sejenis dengan Instansi Pemerintah, penyedia dalam katalog elektronik, penyedia pada rantai pasok terpendek (pabrikan,
distributor/subdistributor ataupun
agen), atau penyedia lain yang dianggap mampu. |
6 |
Apakah penyedia
yang diberikan uang muka wajib menyerahkan jaminan uang muka? |
Jaminan uang muka tidak wajib
diberikan dalam hal penyedia yang ditunjuk adalah penyedia yang telah berkontrak untuk pengadaan barang/jasa sejenis
dengan Instansi Pemerintah, penyedia dalam katalog elektronik, penyedia pada rantai pasok terpendek (pabrikan,
distributor/subdistributor ataupun
agen). |
7 |
Apakah PPK harus memastikan kewajaran harga sebelum pembayaran? |
Tidak. PPK
dapat melakukan
pembayaran sesuai harga penawaran penyedia. Pada prinsipnya, kewajaran harga merupakan tanggung jawab pihak Penyedia dan bukan pihak PPK. Selanjutnya, Penyedia wajib menyiapkan data/informasi dan bukti kewajaran harga untuk dipertanggungjawabkan pada saat
audit. |
8 |
Apa yang dimaksud dengan bukti kewajaran harga yang harus disiapkan oleh Penyedia sebelum audit? |
Bukti kewajaran harga
adalah dokumen yang menjelaskan struktur harga penawaran yang relevan pada saat pelaksanaan pengadaan, antara lain bukti pembelian dari pabrikan/distributor, kontrak
yang pernah dilakukan atau dokumen lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan. Bukti kewajaran
harga dapat juga berupa harga yang sudah dipublikasikan. |
9 |
Apakah PPK perlu menyusun HPS dalam penanganan |
Pengadaan barang/jasa dalam rangka
untuk
penanganan COVID-19 tidak diperlukan |
10 |
Apakah penyusunan
spesifikasi teknis barang/jasa dalam
rangka penanganan COVID-19
harus mengikuti standar tertentu? |
Standar barang/jasa yang digunakan dalam rangka penanganan COVID-19 ini pada prinsipnya disesuaikan dengan ketentuan dari Instansi teknis yang berwenang. |
11 |
Apakah dalam
pengadaan barang/jasa untuk penanganan |
Tidak wajib,
namun PPK dapat melakukan upaya negosiasi atas penawaran Penyedia dengan tetap memperhatikan target waktu pemenuhan ketersediaan barang/jasanya. |
12 |
Apakah ada
batasan
nilai bagi
PPK untuk menunjuk penyedia dalam pengadaan barang/jasa penanganan COVID-19? |
Tidak ada
batasan nilai pengadaan barang/jasa, besaran nilai disesuaikan dengan kebutuhan pelaksanaan pekerjaan. |
13 |
Apakah PPK perlu mensyaratkan Jaminan Pelaksanaan dalam penanganan COVID-19? |
Dalam rangka
penanganan COVID-19 tidak
diperlukan Jaminan Pelaksanaan. |
14 |
Apakah dilakukan
audit pengadaan barang/jasa untuk
penanganan COVID-19 sebelum
pembayaran? |
Tidak. Audit pengadaan barang/jasa untuk penanganan COVID-19 dapat dilakukan setelah pembayaran. |
15 |
Bagaimana cara
pembayaran pengadan barang/jasa dalam
rangka penanganan COVID-19? |
Pembayaran dalam
rangka penanganan
Covid-19 dapat dilakukan secara termin atau sekaligus. Ketentuan tata cara pembayaran tersebut dituangkan dalam Surat Pesanan/SPPBJ. |
16 |
Apakah barang/jasa dalam penanganan
COVID-19 dikenakan Pajak? |
Pengenaan pajak
Barang/Jasa dalam rangka penanganan COVID-19 mengikuti ketentuan perpajakan yang berlaku. |
17 |
Bagaimana pelaksanaan
serah terima Barang/Jasa dalam rangka penanganan COVID-19? |
Pelaksanaan serah
terima Barang/Jasa dapat dilakukan secara bertahap ataupun secara keseluruhan sesuai hasil pelaksanaan pekerjaan. |
18 |
Apakah pengadaan
Barang/Jasa dalam rangka penanganan COVID-19 ini wajib dilakukan
secara elektronik? |
Tidak. Pengadaan dalam rangka penanganan COVID-19 ini dilakukan secara manual. |
Kedudukan anggaran, pemerintah sudah mengalokasikan sekitar Rp.75 triliun yang berhasil digunakan pada sektor kesehatan dari total Rp.405,1 triliun. Keluasan anggaran yang sudah dialokasikan berpotensi memunculkan kecurangan andaikan tidak diawasi oleh masyarakat (Gudban, 2017). Anggaran tercantum akan digunakan ke dalam empat kategori, yaitu: 1). Belanja sektor kesehatan senilai Rp75 triliun; 2). Insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat senilai Rp70,1 triliun; 3). Perlindungan sosial senilai Rp110 triliun; 4). Program pemulihan ekonomi senilai Rp150 triliun.
Kesimpulan��������������������������������������������������������������
Strategi pengadaan dalam penanganan
keadaan darurat upaya terbaik mencapai tujuan pengadaan, dengan optimalkan
mitigasi risiko yang memperhatikan aspek regulasi, justifikasi, dan data dukung atau
dokumentas berlandaskan prinsip dan etika pengadaan. Pengadaan barang dan
jasa untuk penanganan darurat seperti sekarang dapat dilakukan dengan mekanisme
penunjukan langsung dengan tahapannya mulai perencanaan, pelaksanaan pengadaan, dan pembayaran.
Pemerintah Sendiri untuk mengatasi
pandemi ini telah mengeluarkan berbagai regulasi baik Perppu No 1 Tahun 2020
Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk
penanganan COVID-19, Instruksi Presiden RI No 4 Tahun 2020 Tentang Refocussing
Kegiatan, Relokasi Anggaran, Serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka
percepatan penanganan COVID-19, Keputusan Presiden RI No 7 Tahun 2020 Tentang
Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dan peraturan-peraturan menteri
lainnya.
BIBLIOGRAFI
Cahya,
D. A. D., Tarigan, J. S. R., & Rivaldo, T. (2021). Urgensi Open Government
Melalui Inisiatif Open Data Dalam Mencegah Korupsi Anggaran Penanganan Covid-19
Di Indonesia. Journal Of Governance Innovation, 3(1), 33�57. Google Scholar
Gudban,
Y. A. (2017). Konsep Penyusunan Anggaran Publik Daerah. Malang: Intrans
Publishing. Google Scholar
Hamidi,
H. (2020). Evaluasi Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Dalam Mewujudkan
Good Governance (Studi Penelitian Di Dinas Cipta Karya Dan Tata Ruang Kota
Batam). Equilibiria, 7(1). Google Scholar
Kusmarni,
Y. (2012). Studi Kasus. Ugm Jurnal Edu Ugm Press. Google Scholar
Lolytasari,
L. (2012). Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2008 Tentang
Keterbukaan Informasi Publik (Uu Kip): Dampaknya Terhadap Informasi Medical
Record. Al-Maktabah, 11(1). Google Scholar
Marzuki,
I., Bachtiar, E., Zuhriyatun, F., Purba, A. M. V., Kurniasih, H., Purba, D. H.,
Chamidah, D., Jamaludin, J., Purba, B., & Puspita, R. (2021). Covid-19:
Seribu Satu Wajah. Yayasan Kita Menulis. Google Scholar
Nomor,
P. P. (71 C.E.). Tahun 2010. Standar Akuntansi Pemerintahan. Google Scholar
Parahita,
G. D. (2020). Lima Dimensi Jurnalisme Krisis Covid-19. Tata Kelola. Google Scholar
Parinduri,
L., & Parinduri, T. (2020). Implementasi Manajemen Keselamatan Konstruksi
Dalam Pandemi Covid 19. Buletin Utama Teknik, 15(3), 222�228. Google Scholar
Prabowo,
A. (2018). Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Nomor 9 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui
Penyedia. Google Scholar
Ramli,
S. (2020). Bacaan Wajib Pengadaan Barang/Jasa Penanganan Keadaan Darurat
[Sumber Elektronis]. Firma Km & Partners. Google Scholar
Siombo,
M. R., & Adi, E. A. W. (2020). Implikasi Keppres No. 12 Tahun 2020 Pada
Perusahaan Pembiayaan. Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum, 5(1),
85�104. Google Scholar
Tandiontong,
M. (2016). Kualitas Audit Dan Pengukurannya. Alfabeta. Google Scholar
Tjandra,
W. R., & Sh, M. (2006). Hukum Keuangan Negara. Grasindo. Google Scholar
Wirtz,
B. W., & Birkmeyer, S. (2015). Open Government: Origin, Development, And Conceptual
Perspectives. International Journal Of Public Administration, 38(5),
381�396. Google Scholar
Copyright holder
: Deby Triasti (2021) |
First publication right : |
This article is licensed
under: |