Jurnal Syntax Admiration

Vol. 2 No. 5 Mei 2021

p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356

Sosial Teknik

 

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN ATAS INFORMASI YANG TIDAK JELAS DALAM PEMBELIAN PAKAIAN BEKAS IMPOR MELALUI INSTAGRAM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

 

Shaenaz Fielia Ardani

Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur Surabaya, Indonesia

Email: [email protected]

 

INFO ARTIKEL

ABSTRACT

Diterima

5 Mei 2021

Direvisi

10 Mei 2021

Disetujui

15 Mei 2021

Imported used clothing is one of the existing clothes used by others and come from abroad who do not know clearly how, whether they are clean or free from any kind of disease. Business ventures are a lot of masi that is not clear so loss loss to consumers. From the results of business efforts so that consumers can arise a thing everywhere and what is done by business ventures so that it can be a legal protection for consumers as a result of the results of used imported superiors with unclear information that is done by business ventures and businesses that can be added to Instagram in the slack of imported used clothing. But the effort in this case used clothing imported through Instagram with consumer information is currently a loss for losses on the loss of used imports with unclear information through Instagram. This study uses normative juridical research methods conducted by means of research of library materials and seconds data consisting of primary legal materials, legal materials and tertiary legal materials.

 

ABSTRAK

Pakaian bekas impor merupakan pakaian yang telah digunakan oleh orang lain dan berasal dari luar negeri yang tidak jelas bagaimana kondisi sebelumnya, apakah pemakai sebelumnya bersih dan pastinya terdapat banyak bakteri pada pakaian. Pelaku usaha banyak yang merambah ke Instagram dalam menjual pakaian bekas impor. Namun pelaku usaha dalam hal ini menjual pakaian bekas impor melalui Instagram dengan informasi yang tidak jelas sehingga mengakibatkan kerugian pada konsumen. Tujuan dari penulisan ini agar semua masyarakat lebih pintar dan terbuka dalam membeli suatu barang agar tidak dirugikan oleh pelaku usaha, serta untuk mengetahui permasalahan mengenai bentuk-bentuk informasi tidak jelas yang seperti apa yang dilakukan oleh pelaku usaha sehingga dapat memberikan perlindungan hukum bagi konsumen akibat dari penjualan pakaian bekas impor dengan informasi yang tidak jelas serta upaya yang dapat dilakukan konsumen apabila mengalami kerugian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka dan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

Keywords:

consumers; used clothes; import

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kata Kunci:

konsumen; pakaian bekas; impor


 


 

Pendahuluan

Perkembangan perdagangan telah memberikan ruang gerak yang besar dan bebas di setiap aktivitas transaksi jual beli sehingga produk barang mudah dimiliki dan dikonsumsi oleh konsumen, salah satunya pakaian yaitu kebutuhan terpenting bagi masyarakat yang sangat penting digunakan untuk  menutupi dan melindungi tubuh dalam setiap aktivitasnya (Qomariah, 2016). Para pelaku usaha/pedagang banyak yang melakukan perdagangan dengan merambah ke social media salah satunya yaitu Instagram untuk melakukan perdagangan pakaian bekas impor. Para pelaku usaha memilih  Instagram  karena lebih bisa menjangkau para pembeli/konsumen dengan lebih banyak (Fadilah, 2019).

Masyarakat saat ini sangat gemar membeli pakaian bekas impor karena mudah tergiur dengan pakaian branded luar negeri dengan harga yang sangat murah yang dibeli melalui Instagram (Azizah, 2020). Sehingga masyarakat banyak yang melakukan permintaan kepada pelaku usaha, permintaan yang dilakukan konsumen tersebut yaitu dengan menjual pakaian yang berbagai jenis dan model yang lagi trend pada jaman sekarang, seperti sweater dengan model oversize, knitwear, dll, karena menurut konsumen dengan membeli pakaian bekas impor melalui Instagram bisa mendapatkan harga yang sangat murah dengan berbagai jenis sehingga sangat berbeda dengan membeli pakaian baru di pasar. Pakaian bekas yang dijual tersebut telah digunakan oleh orang yang sebelumnya dan tidak diketahui bagaimana kondisi sebelumnya, apakah pemakai sebelumnya bersih dan pastinya terdapat banyak bakteri pada pakaian. Dalam hal ini konsumen telah dijadikan sebagai objek bisnis untuk mendapatkan keuntungan bagi para pelaku usaha dengan cara penjualan yang merugikan konsumen.

Para pelaku usaha masih mengabaikan hak-hak konsumen yang didasarkan pada aturan Pasal 4 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yaitu mengenai hak untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur terkait kondisi dan jaminan mutu barang dan/ataupun jasa. Para konsumen setiap melakukan pembelian produk pakaian berhak untuk mendapatkan informasi tersebut secara lengkap dan jelas terkait kondisi pakaian yang dijual pelaku usaha (Mirza, 2019).

Disisi lain juga diatur  dalam Pasal 47 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan yang menjelaskan bahwa setiap importir wajib melakukan impor barang dalam kondisi baru. Maksudnya yaitu para pelaku usaha dalam menjual barang wajib dalam keadaan baru. Terlebih lagi jika dalam penjualan tersebut para pelaku usaha tidak mencuci kembali pakaian-pakaian yang telah diperdagangkan, karena bisa dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan konsumen. Hal tersebut guna untuk melindungi kepentingan konsumen serta menciptakan rasa aman terhadap konsumen dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Adibah, 2017).

Permasalahan tersebut UU Perlindungan Konsumen mempunyai tujuan untuk melahirkan unsur kepastian hukum, mendapatkan informasi, dan terdapat hak konsumen yang penting untuk dijaga, tepatnya hak kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam menggunakan produk barang, tetapi juga demi menumbuhkan kesadaran pelaku usaha agar dapat bersikap jujur mengenai informasi yang diberikan dalam penjualannya melalui Instagram agar para konsumen tidak merasa dirugikan atau kecewa serta pelaku usaha dapat bertanggung jawab terhadap perbuatan yang telah merugikan pihak konsumen dalam perdagangan (Rustandi, 2016). Keadaan barang yang diterima oleh konsumen berbeda dengan gambar serta informasi caption di Instagram terkait spesifikasi atau kualitas barang, hal tersebut merupakan bentuk larangan yang seharusnya tidak boleh dilakukan pelaku usaha dalam menjualkan barang (Safitri, 2020).

 

Metode Penelitian

Penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian normatif atau yuridis-normatif, yang dilakukan dengan cara pendekatan perundang-undangan, bahan kepustakaan serta penelitian ini dilakukan terhadap keadaan sebenarnya yang terjadi di masyarakat. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil kuesioner, wawancara dan data sekunder diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Bentuk-Bentuk Informasi tidak Jelas dalam Penjualan Pakaian Bekas Impor melalui Instagram

Jual beli pakaian bekas impor melalui Instagram dengan memberikan informasi dengan benar, jelas dan jujur sangat penting dalam penjualan dan pembelian pakaian bekas impor melalui Instagram karena para konsumen tidak bisa melihat kondisi fisik pakaian secara langsung dan pemberian informasi secara jelas berkaitan dengan kewajiban para pelaku usaha terhadap hak atas informasi bagi konsumen.

Berikut hak-hak atas informasi konsumen yang terdiri dari informasi yang benar, jelas, dan jujur yaitu:

1.      Informasi benar, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) maksudnya yaitu sesuai dengan sebagaimana adanya terkait keterangan spesifikasi, kondisi suatu barang atau jasa yang tertera sebagaimana dengan keadaan yang sebenarnya, jadi informasi yang diberikan tidak boleh dilebih-lebihkan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

2.      Informasi jelas, maksudnya yaitu informasi yang tertera atau yang dijelaskan harus sesuai dan lengkap mengenai spesifikasi, kondisi barang tanpa ada yang ditutup-tutupi.

3.      Informasi jujur, maksudnya yaitu informasi yang dijelaskan tidak boleh ada kebohongan.

Pemberian informasi secara benar, jelas dan jujur tersebut sangatlah penting guna menghindari adanya kemungkinan tidak beritikad baik oleh pelaku usaha yang dapat mengakibatkan konsumen mengalami kerugian. Jika hak informasi konsumen tersebut diabaikan, maka dapat dikatan dengan cacat karena informasi yang tidak jelas. Nasib konsumen yang mengalami kerugian atau tidaknya dipengaruhi oleh sikap pelaku usaha yang memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur (Kristiyanti, 2019).

Permasalahan yang masih sering terjadi pada transaksi jual beli melalui media Instagram yaitu mengenai penjualan para pelaku usaha yang masih mengabaikan hak konsumen, larangan, dan kewajiban dari pelaku usaha dengan cara tidak mencantumkan informasi atau caption secara jelas dan lengkap di caption Instagram sehingga konsumen pada saat membaca caption atau informasi yang telah tertera sangat percaya dengan informasi yang telah dicantumkan tersebut karena sesuai dengan gambar barang yang sudah di posting oleh pelaku usaha dan disisi lain pelaku usaha masih banyak yang tidak jujur untuk menunjukkan foto pakaian yang terdapat minus atau kecacatan tersebut karena menurut pelaku usaha dengan menunjukkan pakaian yang terdapat minus akan sangat menurunkan harga jual dari pakaian tersebut (Khadafi, 2016).

Bentuk-bentuk informasi tidak jelas yang sering terjadi dalam jual beli pakaian bekas impor melalui Instagram yaitu terkait informasi ada atau tidaknya minus atau kecacatan pada pakaian seperti bolong/robek, adanya noda kotor, warna baju memudar, jahitan yang kurang rapih, tidak mencantumkan berapa panjang dan lingkar dada baju dengan jelas, pelaku usaha hanya mencantumkan ukuran seperti S, M, L, dll sedangkan ukuran pakaian yang dipakai oleh orang luar negeri dengan ukuran pakaian yang dipakai oleh orang Indonesia sangat berbeda karena pakaian dari luar negeri ukurannya kebanyakan lebih besar dibandingkan pakaian brand lokal dari Indonesia. Sedangkan pelaku usaha tidak menjelaskan informasi secara spesifik di bagian caption Instagram mengenai adanya minus atau kondisi pakaian secara jelas, pelaku usaha hanya menulis kondisi pakaian secara umum saja tanpa menyebutkan minus nya dan pakaian yang terdapat kecacatan tidak ditunjukkan sehingga para konsumen langsung percaya dengan apa yang ada di caption dan di gambar.

Menurut konsumen yang bernama Dila mengatakan bahwa pelaku usaha tidak memberikan informasi yang jelas terkait lebar dada, panjang pakaian, minus nya. Pelaku usaha hanya memberikan keterangan mengenai brand pakaian, harga dan keterangan layak dipakai. Sedangkan pada saat pakaian datang ternyata terdapat robek kecil pada pakaiannya, warna pakaiannya tidak pekat seperti yang ada di gambar, pakaian masih terlihat kusut seperti belum di cuci, sehingga konsumen merasa kecewa (Wawancara Konsumen, 05 April 2021).

Sedangkan menurut konsumen lain berdasarkan hasil kuesioner yang bernama Adrena juga pernah membeli pakaian bekas impor melalui Instagram dengan informasi yang tidak jelas menyatakan bahwa penjual hanya menyertakan kondisi pakaian seperti warna bajunya dan kondisi setelah dicuci atau di steril oleh penjual. Penjual tidak mencatatkan tulisan mengenai jahitan yang kurang rapi atau terdapat warna luntur meskipun hanya sedikit, dan pada saat barang datang, sangat tidak sesuai dimana banyak jahitan yang tidak  rapi, benang yang muncul dan sedikit ada luntur pada pakaiannnya.

Berdasarkan keterangan para konsumen tersebut, pelaku usaha tidak memenuhi hak konsumen yang diatur dalam Pasal 4 huruf c UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dimana konsumen berhak mendapatkan informasi secara jelas, benar dan jujur dengan memperhatikan kondisi dan jaminan barang. Pelaku usaha tersebut telah melakukan ketidakjujuran pada konsumen terkait informasi yang sebenarnya dan semata-mata untuk menguntungkan para pelaku usaha sendiri, sehingga tindakan pelaku usaha tersebut sangat merugikan para konsumen karena pakaian yang mereka liat di Instagram berbeda dengan pakaian pada saat telah diterima oleh konsumen, hal tersebut dikarenakan informasi yang diberikan pelaku usaha dirasa kurang jelas oleh para konsumen. Dalam hal ini, konsumen telah menjadi korban atas kecurangan para pelaku usaha yang menjual pakaian bekas impor melalui Instagram dengan informasi yang tidak jelas.

B.  Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Atas Informasi Yang Tidak Jelas Dalam Pembelian Pakaian Bekas Impor Melalui Instagram Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen merupakan bagian dari perlindungan atas hak asasi manusia yang diberikan kepada setiap manusia, dimana seluruh rakyat berhak untuk mendapatkan keadilan, kesejahteraan dan kepastian hukum. Kelemahan konsumen semakin meningkat akibat teknologi yang semakin maju dalam hal pemasaran yang mengakibatkan para konsumen bingung dalam menentukan setiap pilihannya, sehingga memperlemah konsumen yang akhirnya pelaku usaha memanfaatkan kondisi secara tidak wajar (Barkatullah, 2010). Dalam melakukan transaksi jualbeli yang dapat merugikan konsumen, terdapat aturan mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen diatur didalam UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang diharapkan dapat memberikan kepastian hukum kepada setiap konsumen.

Berdasarkan penjualan pakaian bekas impor melalui Instagram, pelaku usaha masih banyak yang melanggar hak konsumen yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Pasal 4 Perlindungan Konsumen huruf a yaitu hak untuk kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam menggunakan barang dan jasa dan pada huruf c hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur dengan memperhatikan kondisi barang yang dijual serta pada Pasal 4 huruf h yaitu berhak untuk mendapatkan ganti rugi apabila konsumen dirugikan oleh pelaku usaha. Konsumen perlu dilindungi hak nya untuk mendapatkan informasi yang jelas dan sebenar-benarnya atas penjualan pakaian bekas impor yang dijual oleh pelaku usaha melalui Instagram. Konsumen dapat mengalami kerugian dikarenakan pelaku usaha dalam menjual pakaian masih banyak yang tidak memberikan informasi secara jelas dan lengkap mengenai kondisi, kualitas dan ukuran pakaian. Apabila hak konsumen dilanggar oleh para pelaku usaha, maka konsumen dapat memperjuangkan hak nya tersebut. Pemberian kompensasi, ganti kerugian atau penggantian barang merupakan hak konsumen apabila pakaian yang telah diterima konsumen tidak sesuai dengan janji sehingga dapat merugikan pihak konsumen (Saputro, 2018).

Disisi lain pelaku usaha mempunyai kewajiban yang yang harus dilakukan yaitu dalam Pasal 7 huruf b yang mewajibkan pelaku usaha untuk memberikan informasi secara benar, jelas, dan jujur sehubungan dengan kondisi dan memastikan produk atau jasa serta memberikan klarifikasi penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan serta dalam Pasal 7 huruf g mengenai kewajiban pemberian ganti rugi apabila barang yang diperoleh konsumen berbeda dengan apa yang telah diperjanjikan oleh pelaku usaha.

Pasal 8 Ayat (2) juga mengatur perbuatan yang dilarang pelaku usaha yaitu dilarang menjual barang yang rusak, cacat atau telah dipergunakan tanpa memberikan informasi yang lengkap dan benar. Karena tindakan menyembunyikan informasi secara jelas dapat merugikan konsumen (Setyawan & Srihardjono, 2016).

Pasal 24 UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa tanggung jawab pelaku usaha berupa ganti kerugian dalam melakukan perdagangan harus dilaksanakan. Pelaku usaha harus memberikan jaminan yang sesuai dengan tolak ukur undang-undang. Dalam hal pelaku usaha yang melakukan perdagangan tidak memberikan jaminan kepada konsumen yang telah dirugikan, maka pelaku usaha dapat dikatakan lalai. Sehingga para konsumen berhak untuk meminta ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan pelaku usaha (Khairandy, 2013).

Upaya perlindungan konsumen dapat dilihat dari transaksi jual beli yang telah dilakukan oleh para pelaku usaha dengan para konsumen melalui Instagram yang dimana pelaku usaha telah melanggar  hak-hak konsumen pada Pasal 4 huruf a, c, dan h, kewajiban pelaku usaha pada Pasal 7 huruf b dan huruf g serta perbuatan yang dilarang pelaku usaha pada Pasal 8 Ayat (2). Dalam hal ini pelaku usaha telah menjual pakaian bekas tetapi tidak memberikan informasi secara lengkap di bagian caption Instagram mengenai kondisi atau kualitas dan ukuran pakaian tersebut, sehingga hal tersebut sangat merugikan para konsumen karena konsumen tidak mengetahui dan melihat kondisi pakaian secara langsung, konsumen hanya mengetahui kualitas pakaian melalui informasi caption yang secara umum saja yang telah ditulis oleh para pelaku usaha.

Bentuk perlindungan hukum bagi konsumen pakaian bekas impor yang diberikan oleh pemerintah kepada konsumen yaitu diatur dalam Pasal 29 Ayat (1) Tentang Pembinaan UU Nomor 8 Tahun 1999  yaitu Pemerintah memiliki tanggung jawab dalam melakukan pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang dapat memastikan hak para konsumen dan pelaku usaha, serta melakukan pemenuhan kewajiban oleh konsumen dan pelaku usaha yang dilakukan oleh menteri terkait. Dengan menjalankan pembinaan konsumen tersebut, dapat diharapkan bahwa pemenuhan hak-hak konsumen dapat dipastikan.

C.  Upaya yang dapat dilakukan Konsumen Apabila Mengalami Kerugian atas Pembelian Pakaian Bekas Impor dengan Informasi yang Tidak Jelas Melalui Instagram

Kerugian yang dapat dialami oleh konsumen merupakan akibat dari penggunaan pakaian bekas antara lain (Miru & Yodo, 2011):

1.    Kerugian Materil, merupakan kerugian atas barang yang dibeli oleh konsumen

2.    Kerugian Immateril, merupakan kerugian yang dapat membahayakan kesehatan dan jiwa konsumen.

Upaya yang dilakukan konsumen yang dirugikan dalam pembelian pakaian bekas impor melalui Instagram dengan informasi yang tidak jelas yaitu berdasarkan hasil kuesioner oleh konsumen yang bernama Adrena mengatakanlangsung menghubungi dan memberitahu kepada pelaku usaha bahwa barang yang datang tidak sesuai dengan apa yang di promosikan, sehingga saya meminta refund kepada penjual, dan penjual ternyata hanya mengembalikan sekitar 60% dari harga yang sudah dibayar”. Dalam hal ini, pelaku usaha masih mau melakukan tanggung jawabnya sebagai penjual pakaian bekas impor atas kerugian yang telah dialami oleh konsumen dengan memberikan sekitar 60% dari harga yang telah dibayar oleh konsumen.

Sedangkan menurut konsumen lain yang bernama Marino mengatakan bahwa diahanya mengirimkan kritik kepada penjual, karna biasanya penjual tidak merespon baik maupun sering menyalahkan pembeli karna tidak teliti”. Seharusnya pelaku usaha dapat berkata dengan jujur mengenai cacat negatif pakaian yang telah dijualnya, karena konsumen dalam hal ini memang tidak melihat kondisi pakaian secara langsung, mereka hanya melihat dari gambar yang telah di upload dan melihat dari informasi yang telah ditulis oleh para pelaku usaha dan konsumen berhak untuk meminta ganti rugi pada pelaku usaha.

Pelaku usaha mempunyai tanggung jawab yang diatur pada Pasal 19 UU Perlindungan Konsumen yaitu:

  1. Ganti rugi karena perbuatan pelaku usaha yang berdampak negatif yang diderita oleh konsumen akibat pemakaian barang ataupun jasa yang dibeli
  2. Ganti rugi dengan cara pengembalian uang atau dapat juga mengganti barang yang sejenis dengan harga yang setara, atau perawatan kesehatan jika kerugian pada kesehatan sesuai oleh peraturang undang-undang
  3. Ganti rugi dilakukan 7 hari setelah transaksi jual beli dilakukan
  4. Meskipun telah memberi ganti rugi, tidak dapat menghapus tuntutan pidana berdasarkan pembuktian mengenai terdapatnya unsur kesalahan.

Ganti kerugian yang dilakukan pelaku usaha bisa dilakukan dengan cara pengembalian uang/refund, penukaran barang dengan jenis model yang sama, serta bisa juga dengan  penggantian barang dengan harga yang setara dengan pakaian yang telah dibeli oleh konsumen. Pemberian ganti rugi dapat dilakukan dalam jangka waktu 7 hari setelah transaksi pembelian dilakukan oleh konsumen dengan pelaku usaha.

Menurut pelaku usaha yang menjual pakaian bekas impor melalui Instagram mengatakan bahwa ada konsumen yang minta ganti rugi berupa pengembalian uang secara penuh, tetapi pelaku usaha menolak hal tersebut. Pelaku usaha memberikan penggantian barang yang setara dengan pakaian yang sudah dibeli sebelumnya. Pelaku usaha tersebut juga tidak mengetahui bahwa ada peraturan mengenai larangan impor pakaian bekas yang diatur dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015, tetapi pelaku usaha tersebut tetap akan terus berjualan pakaian bekas impor melalui Instagram karena menurut dia pakaian bekas impor sangat diminati oleh masyarakat (Wawancara Pelaku Usaha, 07 April 2021).

Mengenai upaya penyelesaian yang dapat dilakukan konsumen apabila pelaku usaha tidak mau melakukan tanggung jawabnya dalam memberikan ganti rugi atas hak konsumen yang telah dilanggar oleh pelaku usaha sehingga menyebabkan kerugian bagi konsumen, pada Pasal 23 Undang-undang Perlindungan Konsumen telah diatur bahwa pelaku usaha yang tidak memberikan respon/tidak melakukan ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (1), (2), (3), dan (4), konsumen dapat melakukan gugatan di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau dapat mengajukan ke badan peradilan di tempat kediaman konsumen apabila para pihak tidak dapat menyelesaikan secara kekeluargaan atau berdamai dengan dilakukannya ganti rugi oleh pelaku usaha (Irvan, 2019). Penyelesaian sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen dilakukan dengan rasa kekeluargaan sebagaimana adanya dengan cara pengembalian uang/refund secara setengah atau penggantian pakaian dengan harga atau jenis yang sama dengan pakaian yang telah dibeli sebelumnya oleh konsumen.

 

Kesimpulan                                                              

Perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam pembelian pakaian bekas impor masih belum sesuai dengan Undang-undang Perlindungan Konsumen secara keseluruhan dalam pasal-pasal yang berkaitan dengan hak konsumen pada Pasal 4 huruf a, c, dan h, kewajiban pelaku usaha pada Pasal 7 huruf b dan huruf g serta kegiatan yang dilarang bagi pelaku usaha pada Pasal 8 Ayat (2) Undang-undang Perlindungan Konsumen. Bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen yaitu berupa pembinaan konsumen yang diatur dalam Pasal 29 Ayat (1) Tentang Pembinaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Upaya yang dilakukan konsumen dalam pembelian pakaian bekas impor dengan informasi yang tidak jelas melalui Instagram yaitu dengan meminta ganti rugi pengembalian uang atau penggantian barang. Penyelesaian sengketa  pada umumnya dilakukan dengan cara oleh non-litigasi (di luar pengadilan) yaitu dengan pertimbangan rasa kekeluargaan atau berdamai. Serta penyelesaiannya diakhiri dengan pengembalian uang atau penggantian pakaian dengan harga dan jenis yang sama oleh pelaku usaha.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Adibah, F. (2017). Jual Beli Pakaian Bekas Impor Di Tugu Pahlawan Kota Surabaya: Tinjauan Uu Perdagangan No. 7 Tahun 2014 Dan Fiqh Muamalah. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Google Scholar

 

Azizah, E. N. (2020). Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Pelaksanaan Jual Beli Pakaian Bekas Pada Media Sosial Instagram. Uin Sunan Gunung Djati Bandung. Google Scholar

 

Barkatullah, A. H. (2010). Hak-Hak Konsumen. Nusa Media. Google Scholar

 

Fadilah, J. (2019). Strategi Periklanan Online Shop Garasi Barokah Di Media Sosial Instagram. Jurnal Komunikasi, 10(1), 19–25. Google Scholar

 

Irvan, A. (2019). Tanggungjawab Pt. Pharos Indonesia Terhadap Konsumen Atas Pemakaian Suplemen Tulang Yang Terkontaminasi Babi Dihubungkan Dengan Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Fakultas Hukum Unpas. Google Scholar

 

Khadafi, M. (2016). Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi E-Commerce (Studi Kasus E-Commerce Melalui Sosial Media Instagram). Fakultas Syariah Dan Hukum Uin Syarif Hidayatullah Jakarta. Google Scholar

 

Khairandy, R. (2013). Hukum Kontrak Indonesia Dalam Perspektif Perbandingan. Fh Uii Press. Google Scholar

 

Kristiyanti, C. T. S. (2019). Hukum Perlindungan Konsumen. Sinar Grafika. Google Scholar

 

Miru, A., & Yodo, S. (2011). Hukum Perlindungan Konsumen. Google Scholar

 

Mirza, M. B. F. (2019). Praktik Jual Beli Pesanan Pakaian Ditinjau Dari Hukum Islam Dan Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Hukum Perlindungan Konsumen (Studi Kasus Di Desa Botoran Kecamatan Tulungagung Kabupaten Tulungagung). Google Scholar

 

Qomariah, N. (2016). Marketing Adactive Strategy. Jember. Cahaya Ilmu. Google Scholar

 

Rustandi, R. R. (2016). Perlindungan Hukum Pasien Pengguna Kawat Gigi Melalui Jasa Tukang Gigi Secara Online Dihubungkan Dengan Undang–Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Junctis Undang–Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Dan Undang–Undang Nomor 11 . Fakultas Hukum Universitas Pasundan. Google Scholar

 

Safitri, N. K. (2020). Perlindungan Konsumen Atas Hak Informasi Produk Endorsement Influencer/Selebgram Melalui Media Instagram. Google Scholar

 

Saputro, Y. A. (2018). Perlindungan Konsumen Terhadap Makanan Yang Mengandung Bahan Berbahaya Di Pasar Beringharjo Yogyakarta. Google Scholar

 

Setyawan, D., & Srihardjono, N. B. (2016). Analisis Implementasi Kebijakan Undang-Undang Desa Dengan Model Edward Iii Di Desa Landungsari Kabupaten Malang. Reformasi, 6(2). Google Scholar

 

 

 

Copyright holder:

Shaenaz Fielia Ardani (2021)

 

First publication right:

Journal Syntax Admiration

 

This article is licensed under: