Jurnal Syntax Admiration |
Vol. 2 No. 8 Agustus 2021 |
p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356 |
Sosial Teknik |
PENERAPAN MANAJEMEN
BERBASIS SEKOLAH DI MADRASAH (ALTERNATIF PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN MADRASAH)
Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar Sulawesi Selatan, Indonesia
Email: [email protected]
INFO
ARTIKEL |
ABSTRAK |
Diterima 25 Juli 2021 Direvisi 05 Agustus 2021 Disetujui 15 Agustus 2021 |
Tulisan ini
adalah mengungkap masalah inti yang di Madrasah sebagai
penghambat dalam peningkatan mutu
madrasah. Hasil kajian menunjukkan
bahwa Madrasah diperhadapkan
dengannmasalah yang dilematis
sebagai lembaga pendidikan. Sebagai lembaga pendidikan semestinya Madarasah kewenangan yang diberikan secara luas untuk� pengelolaan
madrasah, terlebih saat ini adalah era otonomi daerah. Konsep yang dapat diterapkan pada era otonomi
saat ini salah satunya untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan Manajemen berbasis sekolah.
Strategi untuk mewujudkan
sekolah menjadi lebih bermutu dengan memberikan kewenangan yang luas kepada Madrasah adalah
MBS. Meskipun Madrasah berada
di bawah naungan Departemen Agama, namun konsep MBS tetap dapat diterapkan berdasarkan atas kecocokan MBS sebagai strategi mengatasi masalah Madrasah. ABSTRACT������������������������� This paper
aims to reveal the core problems in Madrasahs as obstacles in improving the
quality of madrasas. The results of the study show that Madrasahs are faced
with a dilemmatic position as educational institutions. As an educational
institution, madrasas should be given broad authority in the management of
madrasas, especially when this is the era of regional autonomy. In the
current era of autonomy, one of the concepts that can be applied to improve
the quality of education is school-based management. SBM is a strategy to
make schools become more qualified by giving broad authority to Madrasahs.
Although Madrasahs are under the auspices of the Ministry of Religion, the
SBM concept can still be applied based on the suitability of SBM as a
strategy to address Madrasah problems. |
Kata Kunci: manajemen; mutu; madrasah Keywords:
management; quality; madrasah |
����������������������������������������
Pendahuluan
Permasalahan Tingkat pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini sangat rendah kualitas beragam
institusi pendidikan, seperti institusi pendidikan Islam sebagai
madrasah. Usaha tertera dilandasi
oleh kesadaran
akan semakin pentingnya pendidikan selama peningkatan sumber daya manusia serta
pembangunan
karakter
umat.
Kualitas pendidikan di indonesia dianggap oleh banyak kalangan yang masih rendah dan Ada 4.444 alasan yang disebabkan oleh peningkatan kualitas pendidikan Islam, tetapi tidak banyak
berubah (Firdianti, 2018).
Kemungkinan kendala rendahnya kualitas pendidikan Islam di Indonesia, pertama-tama,
pendidikan tidak memperhatikan semua tahapan prosesnya. sedangkan, metode pendidikan ditentukan oleh karakter produksi/keluaran yang ada.
Kedua, pembangunan pendidikan
Islam yang terkonsentrasi membuat kualitas pendidikan sangat tergantung pada pilihan dan strategi yang dikeluarkan
bukan bertemu serta suasana yang ada. Sekolah Islam bertambah
seperti semacam subordinasi, sehingga dapat menghilangkan motivasi, kreativitas dan inisiatif
dari pembangunan
dan kemajuan, tercantum menaikkan karakter pendidikan seperti satunya yaitu alamat
pendidikan nasional.
Ketiga, adanya ketidakharmonisan
antara lembaga pendidikan Islam,
khususnya sekolah Islam atas masyarakat sekitar lingkungan sekolah. semasa ini fungsi warga
sekolah khususnya guru dan fungsi bersama masyarakat khususnya orang tua siswa dalam
penyusunan pendidikan masih kurang. Selain itu, keputusan guru sewaktu-waktu diabaikan, yang dapat mengakibatkan kerjasama masyarakat yang
lebih luas terbatas pada dukungan keuangan. Oleh karena itu, seolah-olah
tidak ada ikatan imbang balik
antara lembaga pendidikan dan masyarakat.
Sekolah dasar Juga mempunyai tanggung jawab dan fungsi melayani masyarakat, selain itu sekolah juga dianggap sebagai suatu sistem sosial
karena tersusun dari rangkaian unsur dan kegiatan yang saling mempengaruhi dan membentuk kekuatan sosial (Hasanah et al., 2010).
Menurut ketentuan Undang-Undang Otonomi Daerah No.
22 Tahun
1999, masalah-masalah
tersebut di atas seharusnya sudah diselesaikan. Otoritas hukum dapat memberikan beberapa langkah solusi untuk banyak orang
di madrasah. Sekolah
agama yang dapat
dijadikan lembaga pendidikan masih berpengaruh di bawah Kementerian
Agama, dan bentuk
pusatnya
seolah meniadakan undang-undang otonomi daerah. Menjadi.
Artikel ini
bertujuan untuk mengkaji rancangan administrasi
mutu di madrasah untuk meluaskan mutu
pendidikan di madrasah.
Sangat
menarik untuk membahas bagaimana meningkatkan
kualitas
pendidikan di madrasah. Oleh karena itu, artikel ini juga mencoba menguji peluang madrasah mampu menerapkan manajemen mutu sekolah menjadi salah satu seleksi penambahan
mutu pendidikan di madrasah.
Metode �Penelitian
�Penelitian yang memiliki penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara mengamati, dan dilakukan pada latar alamiah atau konteks
keseluruhan, dan alat pengumpulan data utama adalah penelitian sendiri. Sumber data dalam penelitian ini adalah: beberapa
sekolah madrasah di Kabupaten
Gowa dan Kota Makassar. Data yang akan
dikumpulkan berkaitan dengan kajian penerapan
manajemen berbasis sekolah di Madrasah dalam meningkatkan mutu pendidikan adalah sebagai berikut: 1) Kewenangan dan Otonomi Institusi Sekolah Yang Jelas. 2) Praktek Kepemimpinan Demokratis dan Pengambilan Keputusan Teknis yang Partisipatif
di Sekolah.3) Pemberdayaan prasarana
Pendidikan yang Efektif bermutu
Mendukung Program Pembelajaran.
Teknik pengumpulan data dilakukan
secara wawancara dan mengamati, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. (Arikunto, 2010)
mengemukakan bahwa dalam suatu penelitian
dibutuhkan data. Dalam pengumpulan data dibutuhkan teknik, baik teknik
dalam penyediaan data, maupun teknik dalam
melakukan klasifikasi data
yang telah dikumpulkan.
Data yang telah terkumpul tidak bisa langsung
disajikan dalam laporan penelitian, tetapi harus diolah
dan dianalisis terlebih dahulu. Analisis data dibuat setelah data-data dan informasi-informasi yang diperoleh
sesuai dengan kebutuhan disusun, digolongkan dan dirumuskan atas dasar interpretasi
data. Miles dan Humberman dalam
(Ramadhan & Sugiyono, 2015)
mengemukakan bahwa analisis data kualitatif merupakan upaya berlanjut, berulang dan terus menerus. Menurut mereka ada tiga tahap
analisis data yaitu: reduksi data, display atau penyajian data serta pengambilan kesimpulan dan verifikasi data.
Berdasarkan hasil
penelitian diperoleh temuan melalui wawancara bahwa manajemen berbasis sekolah sudah
diterapkan dalam meningatkan mutu pendidikan di Madrasah yang ada
di Kabupate Gowa dan Kota
Makassar, yang ditinjau dari
manajemen kurikulum, manajemen kesiswaan, manajemen sarana dan prasarana pendidikan, manajemen peningkatan mutu guru. Hal ini memang merupakan keharusan dan sesuai dengan anjuran dari Kemendikbud RI bahwa proses pembelajaran disekolah harus mengacu kepada Kurikulum 2013. Kurikulum yang disusun dan direncanakan maupun diperbaharui dilakukan setiap tahun pelajaran baru. Hal ini dilakukan
agar hasil dari proses pembelajaran yang sudah dilakukan yang mengacu kepada kurikulum yang ditetapkan dapat diperbaiki dan ditingkatkan mutu pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Manajemen berbasis
sekolah sudah diterapkan dalam meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah yang ada
di Kabupate Gowa dan Kota
Makassar ditinjau dari manajemen sarana dan prasarana. Hal ini diketahui dari hasil wawancara dengan beberapa kepala sekolah madrasah yang mengatakan bahwa dalam mengembangkan sarana prasarana di sekolah dengan cara menggunakan dana bantuan operasional sekolah, juga melibatkan para orangtua peserta didik dan para alumni.
Berdasarkan hasil
observasi yang dilakukan penerapan manajemen berbasis sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah yang ada di Kabupate Gowa dan Kota Makassar dengan memanfaatkan dana dana bantuan operasional sekolah semaksimal mungkin, yaitu berupaya untuk melengkapi sarana prasarana yang ada, Manajemen berbasis sekolah sudah diterapkan
dalam meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah yang ada di Kabupaten Gowa dan Kota Makassar ditinjau dari manajemen peningkatan mutu guru adalah pada tahun 2019 jumlah guru yang memiliki sertifikat mendidik sebanyak 60% orang dari jumlah 187 guru PNS yang ada di Madrasah
yang ada di Kabupaten Gowa dan Kota Makassar yang dijadikan
obyek penelitian, dan mengupayakan melengkapi sarana yang ada sebagai penunjang pembelajaran agar para pendidik dapat melaksanakan proses pembelajarannya dengan baik. Selain dari
pada itu,
kinerja tenaga
kependidikan juga sudah dianggap baik, karena didukung oleh disiplin ilmu tenaga
kependidikan yang dianggap sesuai dengan tugas
yang dilaksanakan. selalu memberikan motivasi kepada tenaga pendidik
agar kinerja yang diharapkan
benar-benar tercapai, seperti memotivasi para guru yang
belum memiliki sertifikat pendidik tetap bekerja secara
profesional serta menambah poin dari
hasil UKG, agar pada saatnya
bisa mengikuti ulang program PPG dalam jabatan.
Manajemen berbasis
sekolah sudah diterapkan dalam meningkatkan mutu pendidikan di Kabupaten Gowa dan Kota Makassar ditinjau dari manajemen kesiswaan diketahui dari kegiatan yang dilakukan di madrasah secara terjadwal yaitu kegiatan upacara bendera, (untuk sementara dikarenakan keadaan maka upacara
dan berbagai kegiatan untuk sementara ditiadakan) kegiatan senam pagi bagi seluruh
warga sekolah dilaksanakan setiap hari Rabu, sarapan pagi bersama pada hari Jum�at sekaligus
melakukan kegiatan kebersihan lingkungan sekolah. Kegiatan Sabtu Religi, dimana
kegiatan ini difokuskan kepada kemampuan peserta didik yaitu membaca
ayat pendek ayat suci Al-Qur�an, tausiyah, do�a bersama, pelaksanaan pembinaan bagi peserta didik dilakukan
pada saat kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah, juga sering memberikan pembinaan bagi peserta didik
dilaksanakan dengan Vidio Converence. Dalam melaksanakan pembinaan bagi peserta didik
agar sesuai dengan tujuan yang diharapkan dengan cara memberikan
pemahaman kepada peserta didik tentang
visi, misi dan tujuan sekolah yang hendak dicapai. Karena peserta didiklah merupakan ujung tombak keberhasilan suatu negara dan pada saat gilirannya nanti akan menjadi pemimpin
bangsa sebagai generasi penerus. Disamping itu juga, kepala sekolah memberikan pembinaan kepada peserta didik untuk berani
tampil dalam segala hal, seperti
membaca ayat pendek ayat suci
Al-Qur�an yang dibacakan oleh peserta
didik, berani menyampaikan Tausiyah, dan berani memimpin do�a bersama, kemudian
peserta didik diberikan pembinaan agar berani dan mampu menjadi pembina apel pagi sebelum
pelaksanaan proses pembelajaran
berlangsung. Namun mengingat kondisi pandemi covid 19, semua kegiatan ini tidak
dilakukan.
Berdasarkan hasil
temuan penelitian, dokumentasi yang dapat dihimpun dalam penelitian ini adalah berupa: 1) dokumentasi poto penelitian yang berkaitan dengan wawancara guru; 2) dokumentasi poto sarana prasarana di beberapa madrasah 3) dokumentasi poto struktur organisasi;
4) dokumentasi poto kegiatan guru dalam mengajar; dan beberapa dokumentasi pendukung dalam melengkapi data penelitian seperti surat izin penelitian
dari Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar, surat izin penelitian dari Dinas Pendidikan Kabupaten Gowa dan Makassar, surat izin penelitian
dari Madrasah tempat penelitian.
Berdasarkan kajian
teoretik yang dijadikan acuan dalam penelitian
ini adalah mengacu kepada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, bahwa manajemen berbasis sekolah merupakan suatu kajian yang banyak dibahas untuk mengubah sistem pendidikan di Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sejak diberlakukannya menyebutkan bahwa pendidikan merupakan salah satu bidang pemerintahan
yang wajib dilaksanakan
oleh pemerintah daerah.
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dan strategis dalam pengembangan dan peningkatan pembangunan di segala bidang termasuk
di daerah, sehingga desentralisasi pendidikan dalam konteks otonomi
daerah tidak bisa ditawar-tawar lagi dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan dan sumber daya manusia. Salah satu model desentralisasi pendidikan adalah manajemen berbasis sekolah yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia (Mulyasa, 2013).
1. Desentralisasi Pendidikan
Berkualitas administrasi mutu pendidikan dikenal dua metode
penyelenggaraan, ialah bentuk desentralisasi. berisi sistem pemusatan,
seluruh benda yang berkaitan atas pengaturan pendidikan diatur oleh pemerintah pusat. sejumlah berkualitas sistem desentralisasi, berwenang penyusunan tersebut diserahkan terhadap negara daerah (HM, 2018). rencana desentralisasi ini telah diatur
dalam Undang-Undang No 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Undang-Undang No.
22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah Tentang kemungkinan-kemungkinan pengembangan
suatu wilayah dalam suasana yang kondusif dan dalam suasana yang lebih demokratis. Pemberlakuan undang-undang tersebut menuntut adanya perubahan pengelolaan pendidikan dari yang bersifat sentralistik untuk yang lebih bersifat desentralistik (Chan & Sam, 2007). Dengan lahirnya dan diberlakukannya UU No. 22 tahun
1999 (di revisi UU No. 32 tahun
2004), maka otonomi dan desentralisasi dalam segala bidang segera
terwujud, termasuk bidang pendidikan yang kemudian dikenal dengan otonomi pendidikan. Dengan otonomi (desentralisasi) tersebut, diharapkan
masing-masing daerah yang dalam
hal pendidikan adalah Madrasah, bisa lebih terpacu untuk
mengembangkan sumber daya manusianya agar mampu berdaya saing
menghadapi perubahan yang selalu menantang terwujudnya integritas pihak lembaga pendidikan.
Berbagai aspek dalam pendidikan sudah menjadi tanggungjawab
pemerintah daerah. 6 Kemudian berkembang bagaimana desain pendidikan Islam dapat ditransformasikan atau diproses secara sistematis dalam masyarakat.
Desentralisasi dalam pendidikan dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan khususnya dari segi manajeman dan pengelolaan. Ketentuan otonomi daerah yang dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 sebagaimana diuraikan di atas secara otomatis telah membawa perubahan
dalam bidang pendidikan. Pada awalnya manajemen pendidikan merupakan wewenang pusat, namun dengan
berlakunya undang-undang tersebut maka kewenangan
dialihkan ke daerah dalam hal
ini kota atau kabupaten. Berkenaan dengan hal tersebut maka
muncul berbagai pengertian tentang desentralisasi pendidikan. Menurut (Djalal, 2011), seperti dikutip (Nugroho, 2008), terdapat relasi antara desentralisasi dengan manajemen pendidikan. Desentralisasi pendidikan adalah sistem manajemen untuk mewujudkanpembangunan pendidikan yang menekankan kepada kebhinekaan. Desentralisasi pendidikan diartikan sebagai pelimpahan wewenang yang lebih luas (Riant, 2008).
Pengertian tersebut di atas mengandung prinsip subsidiaritas yaitu segala sesuatu
yang telah dilakukan lembaga di bawah maka tidak perlu
dilakukan lembaga di atasnya. Perlu dipahami bahwa prinsip ini bukan
berarti pemerintah pusat lepas tangan
dari pelaksanaan pendidikan. Desentralisasi tidak hanya mendorong
pemerintah nasional membangun manajemen pendidikan yang terdesentralisasi,
melainkan juga menjadi pendorong bagi daerah untuk mengembangkan
manajemen pendidikan yang bermutu. Adapun yang dimaksud dengan desentralisasi manajemen pendidikan adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah
pusat kepada daerah untuk membuat
keputusan manajemen dan menyusun perencanaan sendiri dalam mengatasi
masalah pendidikan dengan mengacu kepada sistem pendidikan
nasional. Desentralisasi pendidikan dapat diterapkan dalam beberapa tingkat dan struktur organisasi penyelenggaraan pendidikan, mulai dari tingkat
pusat sampai tingkat satuan pendidikan. Sedangkan tujuan dari desentralisasi
manajemen pendidikan adalah untuk meningkatkan
efektifitas dan efesiensi manajemen dan kepuasan kerja pegawai melalui
pemecahan masalah-masalah
yang berhubungan langsung dengan daerah local.
Desentralisasi pendidikan membentuk salah satu model tata pendidikan yang membentuk sekolah menjadi proses pengutipan kesimpulan dan membentuk salah satu tenaga akan membenarkan
mutu pendidikan bersama sumber daya manusia tertera
profesionalitas guru yang akhirnya
ini dirisaukan oleh beragam bagian baik sebagai konseptual
desentralisasi pendidikan menyimpan alamat agar terpakai keterkaitan masyarakat dan sekolah serta pemerintah daerah berkualitas penyelenggaraan pendidikaan.
Desentralisasi manajemen pendidikan berusaha mengurangi campur tangan atau intervensi
pejabat atau unit pusat terhadap persoalan-persoalan pendidikan
yang sepatutnya dapat diputuskan dan dilaksanakan oleh
unit di tataran bawah, pemerintah daerah atau masyarakat (Hidayat & Machali,
2012).
Berdasarkan paparan di atas, inti dari diberlakukannya desentralisasi dalam pendidikan adalah untuk meningkatkan
mutu pendidikan di setiap lembaga pendidikan. Berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan (Aziz, 2015) 76
Volume VIII, No.1, 2015 Jurnal eL-Tarbawi
dalam era otonomi daerah maka beberapa
hal yang perlu direkontruksi dalam pendidikan nasional adalah: pertama, upaya peningkatan mutu pendidikan dilakukan dengan menetapkan tujuan dan standar kompetensi pendidikan, yaitu melalui konsensus nasional antara pemerintah dengan seluruh lapisan masyarakat. Standar kompetensi yang mungkin akan berbeda antar
sekolah atau antar daerah akan
menghasilkan standar.
Kompetensi nasional dalam tingkatan standar minimal, normal, dan unggulan.
Kedua, peningkatan efesiensi pengelolaan pendidikan mengarah pada pengelolaan pendidikan berbasis sekolah, dengan memberi kepercayaan yang lebih luas kepada sekolah
untuk mengoptimalkan sumber daya yang tersedia bagi tercapainya
tujuan pendidikan yang diharapkan. Ketiga, peningkatan relevansi pendidikan mengarah pada pengelolaan pendidikan berbasis masyarakat. Penigkatan peran serta orang tua dan masyarakat pada level kebijakan (pengambil keputusan) dan level operasional melalui komite sekolah. Peran komite meliputi perencanaan, implementasi,
monitoring, serta evaluasi
program kerja sekolah.Keempat
pemerataan pelayanan pendidikan mengarah pada pendidikan yang berkeadilan. Hal ini berkenaan dengan
penerapan formula pembiayaan
pendidikan yang adil dan transparan.
Otonomi pendidikan memperoleh meluaskan kemampuan manajemen dan kebahagiaan kerja tenaga pendidikan beserta menciptakan satu sistem pendidikan
menggunakan kebijakan‑kebijakan
yang aktual; sumber daya pendidikan berhasil digunakan menurut optimal; dapat menelusuri potensi lokal sebagai bertambah
menang, dapat mengelola system.
Otonomi pendidikan sangat berguna sekali dalam meningkatkan
kepuasan kerja tenaga pendidikan, efisien menajemen,dan
juga dapat menciptakan kbijakan-kebijakan yang konkret dalam sistem pendidikan.dan
juga dengan adanya otonomi pendidikan kita dapat mempergunakan
sumber daya secara optimal dan juga dapat mengelola. Kemandirian ekolah adalah untuk
meluaskan kinerjanya seorang diri, serta
mengakomodasi beragam kapasitas sumber daya sekolah, yang pada keputusannya ditujukan untuk meluaskan mutu pendidikan selama wujud mutu
hasil belajar para siswa.
UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pada tanggal 15 Oktober 2004, dengan diberlakukannya undang undang tersebut
UU No.22 tahun 1999 dinyatakan
tidak berlaku lagi. Pemerintah Daerah berhak mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi
dan kewajiban pembantuan Apakah yg dimaksud
otonomi daerah dan manfaat bagi daerah?
Dari kajian diatas, maka dapat
diketahui bahwa desentralisasi pendidikan dengan maksud untuk
meluaskan pelayanan dan kemampuan pendidikan, baik pemerataan, bobot, relevansi dan efisiensi pendidikan. Desentralisasi tidak hanya menampilkan pemerintah nasional membentuk manajemen pendidikan yang terdesentralisasi,
memisahkan juga memerankan penggerak bagi kalangan untuk memajukan manajemen pendidikan yang berkualitas.
Adapun yang dimaksud atas desentralisasi manajemen pendidikan adalah penyerahan kekuasaan dari pemerintah pusat mendapatkan area untuk melakukan ketentuan manajemen dan membentuk perencanaan seorang diri berkualitas
menangani masalah pendidikan serta mengacu pada sistem pendidikan nasional.
2.
Cara
Memanajemen Sekolah yang Bermutu
Berbagai jenis
lembaga pendidikan Islam
yang ada, kelihatannya belum membuktikan perbaikan mutu pendididkan Manajemen atau penyelenggaraan membentuk bagian integral yang tidak dapat dipisahkan
dari sistem pembelajaran yang dapat diwujudkan sebagai optimal, efektif, dan efesien. Manajemen sekolah bukanlah aktivitas mudah. Sebagai kepala sekolah sekali-sekali kewalahan selama melaksanakan pekerjaannya. Manajemen sekolah yang baik haruslah menyimpan papan penerangan yang bisa diakses oleh siswa dan orangtuanya bila saja dan dari
mana saja. Dengan cara ini, orangtua
siswa tak perlu lagi datang
ke sekolah untuk mencari informasi
seputar siswa dan keperluan sekolah lainnya Tak dapat
dipungkiri bahwa inventarisasi sekolah sangatlah rentan sarana dan prasarana yang mengalami kerusakan atau hilang. Benda-benda yang ada di sekolah perlu di inventarisir. sebab jika tidak, maka
sekolah yang akan menanggung ruginya. Dengan sistem inventaris
yang terintegrasi dengan
barcode sangatlah mendukung
manajemen inventaris sekolah. Dengan sistem inventaris, staf atau guru yang dibertugaskan akan lebih mudah mencatat
dan melacak kehadiran dan kondisi inventaris sekolah dengan lebih akurat.
Keberadaan staf
yang ada di lingkungan sekolah bukan hanya
guru. Ada juga asisten pendidikan,
keamanan, laboratorium, dan
housekeeping yang bertanggung jawab
untuk mengelola data kehadiran, gaji, asuransi, dan pajak setiap karyawan, yang jika dilakukan secara manual akan memakan waktu. Sekolah dan universitas harus mulai menggunakan perangkat lunak bila memungkinkan. Menggunakan perangkat lunak akan membuat
administrator sekolah Anda lebih
mudah, lebih cepat, dan lebih akurat untuk mengelola
guru dan staf. Pengelolaan upah, kehadiran, serta asuransi dan pajak dalam satu
platform inilah
yang membuat sekolah-sekolah
di Indonesia mulai menggunakan
software khusus
sekolah untuk membantu pengelolaan sekolah. Dengan bantuan software sekolah, tugas-tugas tersebut akan menjadi lebih
mudah sehingga kepala sekolah dapat fokus mengembangkan
sekolahnya.
Sekolah bermutu
harus� mengacu kepada SDM yang bermutu, karena� akan mampu melaksanakan
pengelolaan yang bermutu
pula. Pengelolaan dan pelaksanaan
yang bermutu� akan
mampu menyiapkan siswa yang bermutu. Bahasa sederhananya adalah �kualitas manusianya� Beberapa ciri sekolah
yang bermutu dapat dikemukakan (1) Berfokus pada pelanggan (2) Memiliki SDM andal (3) Menghindari masalah dan kemelut internal (4) Selalu belajar dari masalah dan kekurangan (5) Pendelegasian tugas dengan baik
(6) Memiliki visi, misi, dan tujuan yang jelas� (7) visi misi sebagai
acuan (8) Prestasi dan kualitas sebagai budaya kerja (9) Selalu mengevaluasi kerja secara teratur� (10) Pelaksanaan supervisi yang terprogram (11) Memberikan tindak lanjut� (12) Memberikan penghargaan terhadap prestasi yang dicapai siswa atau
guru. Pelanggan, ada pelanggan internal dan ada pelanggan eksternal. Pelanggan itu sendiri
dapat diterjemahkan orang,� atau
masyarakat yang membutuhkan
atau merasa� berkepentingan terhadap sekolah, secara langsung mapun tidak langsung.
Contoh sederhana, guru, siswa, orangtua murid, atau masyarakat umumnya adalah pelanggan yang perlu dilayani dan dipenuhi kebutuhannya, sesuai keinginannya.
Pelanggan internal seperti guru, siswa, tenaga kependidikan lainnya, jangan dituntut kerja sebelum diberikan pemahaman apa yang seharusnya mereka lakukan. Jangan menuntut kualitas pekerjaan, sebelum mereka memahami apa yang seharusnya dilakukan. Jangan menuntut siswa disiplin,� sebelum guru
dan Kasek� berdisiplin. Soal pelanggan, tidak lepas dari pelayanan
dan keinginan. Pelayanan
dan keinginan tidak lepas dari hati
dan kebutuhan. Tidak ada manusia yang tidak membutuhkan, tidak ada manusia
yang tidak memiliki rasa
dan keinginan. Bagi Kasek jadilah �pemberi.�� Pemberian yang sangat berkesan,� hatimu. Artinya, tunjukan kebaikanmu pada semua warga sekolah. Jadikan warga sekolah
sebagai parnet,� pasangan,
hindari atasan bawahan Syarat mutlak seorang Kasek melayani pelanggan internal dengan baik adalah �menyatakan,�
memahami �keinginan,� kemudian baru �mendelegasikan� apa yang menjadi keinginan atau tugas masing-masing.
Dalam membaca
manajemen pendidikan untuk kiranya kita
sangat perlu menangkap fungsi pokok manajemen sebagaimana disebutkan dalam definisi di atas. sekitar fungsi
tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut, perencanaan adalah proses memastikan melalui cara atau
metode sistematis sehingga dapat mencapai atau menetapkan
tujuan. Yang akan dapat membangun kerja sama antara
dua pribadi atau lebih dalam
sebuah bentuk tertentu untuk mencapai tujuan, dengan maksud da tujuan yang bertentangan sehingga membutuhkan struktur yang bertentangan, yang dapat diupaya penyusunannya
secara struktur organisasi melalui suatu desain kebutuhan.
bimbingan adalah proses mengarahkan yang dapat menguasai anggota organisasi secara individu maupun keseluruhan dalam pelaksanaan berbagai kegiatan untuk� mencapai
tujuan. Pengendalian adalah proses yang menjamin atau dapat dipastikan
bahwa kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan serta wajib sesuai
dengan program yang telah dibuat. Ketiga faktor penting untuk pengendalian pendidikan adalah standar kinerja, serta pengukuran kinerja yang telah dilaksanakan, dan perbandingan antara kinerja yang telah diterapkan dengan mengacu pada standar kerja. Jika dalam latihan kegiatan
maka pemimpin yang dapat dilakukan untu perbaikan untuk menghilangkan atau mengurangi penyimpangan penyimpangan tersebut tersebut.
Berdasarkan paparan
mengenai manajemen pendidikan pada, manajemen adalah suatu keharusan
yang ada dalam lembaga pendidikan. Jika manajemen dalam sebuah lembaga pendidikan baik maka dapat dipastikan
lembaga pendidikan tersebut dapat berkualitas dan bermutu. Untuk peningkatan mutu dalam lembaga
pendidikan yang dapat memunculkan sebuah konsep baru dengan
manajemen berbasis sekolah sehingga dapat memberikan wewenang kepada sekolah dan guru dalam menata pendidikan dan pengajaran, disebut merencanakan, mengorganisasi, mengawasi, mengendalikan serta dapat mengembankan
seluruh pendidikan sebagai sumber daya.
3.
Konsep Sekolah MBS (Manajemen
Berbasis Sekolah)
Sebagai bentuk sekolah yang berbasis (MBS) yang merupakan bentuk alternatif pengelolaan sekolah dalam rangka
desentralisasi pendidikan
yang ditandai adanya kewenangan dalam pengambilan keputusan di tingkat sekolah, serta partisipasi masyarakat yang lebih tinggi dalam kerangka
kebijakan pendidikan nasional (Sutarto
et al., 2014). reformasi pendidikan sekolah
dalam menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah merupakan usaha yang menginginkan perubahan dengan memberikan wewenang kepada sekolah, sehingga menghindarkan format sentralisasi
dan birokratisasi yang dapat
menyebabkan hilangnya fungsi manajemen sekolah.
Dalam untuk meningkatkan manajemen berbasis sekolah adalah dengan peningkatkan
efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Untuk meningkatankan efisiensi dapat diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat dan penyederhaan birokrasi.
Pelaksanaan Manajemen
Berbasis Sekolah yang memegang peranan adalah kepala sekolah
sebagai manajer dimana kepala sekolah
telah melakukan proses perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan, dan mengoordinasikan
dalam suatu program sekolah dengan baik.
Kendala-kendala tersebut
adalah: 1) analisis kebutuhan untuk penempatan guru dan tenaga kependidikan rendah sesuai dengan apa
yang telah dilakukan sebelumnya, 2) beban kerja guru antar guru tidak ada pemerataan,
ada yang berlebihan jam mengajarnya, sementara guru lain kurang, 3) kesulitan mencapai guru yang sesuai utamnya pada SMK. Dengan demikian, dapat dirumuskan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) munculnya beberapa alasan. Pertama, terjadinya kekuasaan dan kewenangan yang terpusat pada atasan yang kurang memperhatikan bawahan. Kedua, kapasitas pendidikan yang kurang baik terlebih
cenderung menurun.
Perwujudan dari suatu rangkaian reformasi pendidikan yang ditawarkan MBS kepada sekolah adalah untuk menjadikan
pendidikan yang lebih baik dan bermutu membantu bagi para siswa. Otonomi dalam manajemen merupakan potensi bagi sekolah dalam
menaikkan kinerja staf yang ditawarkan kepada masyarakat terhadap pendidikan. Kewenangan yang diberikan sekolah yang membentuk inti dari MBS yang dipandang perlu memiliki tingkat efektivitas tinggi serta memberikan
beberapa keuntungan adapun Faktor penunjang
Efektivitas Manajemen Berbasis Sekolah.
1.
Kewenangan dan Otonomi Institusi Sekolah Yang Jelas.
2.
Praktek Kepemimpinan Demokratis dan Pengambilan
Keputusan Teknis yang Partisipatif di Sekolah.
3.
Pemberdayaan prasarana
Pendidikan yang Efektif bermutu
Mendukung Program Pembelajaran.
4.
Karakteristik Sekolah Berdasarkan
Manajemen Sekolah
Penerapan prinsip-prinsip
MBS pada sekolah harus lebih bertanggung jawab (high
responsibility), lebih kreatif
dalam mengambil tindakan, lebih memiliki kewenangan (more authority), dan dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak yang berkepentingan/tanggung jawab (stakeholder). Otonomi, fleksibilitas, partisipasi dan inisiatif.
a.
Prinsip otonomi
Prinsip otonomi
sebagai bentuk pengaturan diri dan pengelolaan diri, serta kemandirian proyek dan investasi, merupakan ukuran utama kemandirian sekolah. Ini memberikan
jaminan untuk kelangsungan hidup dan perkembangan sekolah.
b.
Prinsip fleksibelitas
Pengelolaan dana yang fleksibel
yang diberikan kepada sekolah dapat diartikan
sebagai prinsip keluwesan dan prinsip memanfaatkan dan mengalokasikan sumber daya sekolah
dengan sebaik-baiknya untuk menaikkan mutu pendidikan sekolah. Prinsip ini dapat mengarahkan
kepada sekolah yang lebih baik dalam
menyikapi permasalahan dan tanggapan yang harus ditangani.
c.
Prinsip partispasi
Menciptakan lingkungan
yang bebas dan demokratis
agar warga sekolah (guru, siswa) dan seluruh lapisan masyarakat menghargai mereka yang berpartisipasi langsung berisi pengelolaan pendidikan. Dimulai dengan pengutipan keputusan, implementasi, dan penilaian untuk meluaskan kualitas pendidikan. Saya pikir jika seseorang berpartisipasi, staf terkait juga akan memiliki hubungan dengan sekolah. Rasa memiliki�, sehingga peserta juga memiliki tanggung jawab untuk memberikan pendidikan yang lebih cerdas.
d.
Prinsip-prinsip advokasi
Manusia bukanlah sumber daya yang statis, melainkan konsep dasar sumber daya
yang dinamis, sehingga kita harus terus
menggali, menemukan dan melebarkan potensi sumber daya manusia
untuk mengubahnya menjadi sumber daya yang dapat secara aktif mengelola
pendidikan.
5.
Tujuan dan Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah
MBS adalah
desentralisasi level otoritas
penyelenggaraan sekolah kepada level sekolah (Handoyo
et al., 2021). Penerapan model MBS bertujuan
untuk meluaskan efisiensi, kualitas dan keadilan pendidikan. Efisiensi terutama berasal dari fleksibilitas
penyederhanaan sumber daya pengelolaan untuk partisipasi masyarakat dan karyawan. Dalam rangka penambahan
mutu, dapat dicapai melewati peran orang tua di sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, penambahan profesionalisme guru dan kepala sekolah, serta penerapan sistem motivasi dan insentif. Fitur utamanya adalah meningkatkan kualitas dan meningkatkan peran pendukung masyarakat kepada pemerintah. Perasaan memiliki ketinggian, memberikan masyarakat rasa sekolah yang tinggi (Hidayat & Machali, 2012). Aplikasi manajemen berbasis sekolah pada dasarnya membagikan banyak manfaat, karena MBS memberikan kebebasan dan keleluasaan yang besar bagi sekolah,
serta sarana dan prasarana pendukung. Ia memiliki otonomi,
dapat memberikan keleluasaan, dapat lebih meluaskan kesejahteraan guru, sehingga lembaga pendidikan dapat lebih fokus
pada pendidikan. Selain itu, pelaksanaan MBS juga dapat menumbuhkan profesionalisme guru dan kepala sekolah menjadi pemimpin sekolah, karena konsep MBS mengharuskan guru dan kepala sekolah memiliki kebebasan dan kemandirian dalam penyusunan program dan rencana sekolah. Ada peluang untuk mengembangkan
kursus dan rencana untuk guru dan kepala sekolah, tentu saja, pelatihan kursus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Meningkatkan dan menjamin pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan peserta didik. SBM menekankan partisipasi maksimal semua pihak (seperti
sekolah swasta dan sekolah agama) untuk memastikan partisipasi yang lebih luas dari
fakultas, staf, orang tua dan siswa dalam
pengambilan keputusan pendidikan. Orang tua, siswa, dan seluruh masyarakat membuat keputusan tentang pendidikan bersama-sama.
Kontrol dan pengawasan
masyarakat serta pemerintah dan pengelola sekolah menjadikan sekolah akuntabel, transparan dan demokratis, sehingga menghilangkan monopoli manajemen pendidikan. Ketika membuat keputusan tentang pendidikan. Kesempatan untuk terlibat ini dapat meluaskan
komitmen Anda terhadap sekolah. Kesempatan untuk terlibat ini dapat meningkatkan
kewajiban Anda terhadap sekolah. Selain itu, aspek-aspek tersebut pada akhirnya akan membantu efektifitas
tujuan sekolah.
6.
Karakteristik Manajemen Sekolah
Perbaikan sekolah
dapat mengoptimalkan kinerjanya melalui peran sekolah yang merupakan ciri khas MBS. Beberapa tolok ukur penilaian
meliputi proses pengajaran,
pengelolaan sumber belajar, profesionalisme pendidik, dan bentuk pengelolaan secara kelengkapan. Ciri-ciri manajemen mutu sekolah inklusi, yang dapat mencakup unsur-unsur sekolah yang efektif yang dapat dijadikan sebagai input, proses
dan output (Sutarto
et al., 2014). Secara sistematis, berlaku untuk semua
aspek pendidikan. Analisis ketiganya bisa dimulai dari
awal. Selesaikan dengan masukan. Dengan cara ini,
kinerja sekolah dapat diukur dengan
kinerja sekolah itu sendiri, yaitu
prestasi atau prestasi yang dihasilkan dalam proses sekolah. Karakteristik dasar MBS adalah sekolah memiliki kebebasan, tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi dan peran orang tua, pemimpin sekolah yang demokratis dan profesional beserta kerjasama tim yang profesional.
a) Memberi sekolah
otonomi yang luas
Menerapkan tanggung
jawab sumber daya, menyesuaikan tindakan dengan kondisi lokal, memberdayakan sekolah, dan memungkinkan pendidik untuk lebih fokus
pada tugas utama mereka. Dalam hal
ini, sekolah menjadi lembaga pendidikan diberikan kewenangan dan kewenangan yang luas perlu merumuskan
mata kuliah dan rencana pembelajaran sesuai dengan suasana
dan kebutuhan peserta didik dan masyarakat.
b)
Keterlibatan Masyarakat Dan Orang Tua
Program yang didukung
oleh tingginya kerja sama orang tua dan masyarakat tidak hanya menjunjung sekolah melalui bantuan dana, tetapi juga mengembangkan dan memajukan
program-program yang berhasil meluaskan
kualitas sekolah menjalankan komite sekolah dan komite pendidikan. Masyarakat bekerjasama
dengan orang tua untuk mendirikan dan membantu sekolah sebagai konsultan beragam pekerjaan sekolah untuk meningkatkan
kualitas penerimaan.
c) Kepemimpinan yang demokratis
dan ahli
Tanpa kepemimpinan
kepala sekolah yang demokratis dan profesional,
program pelibatan masyarakat
di sekolah tidak dapat berjalan dengan lancar. Bakat dengan kemampuan
dan etika profesional adalah pelaksana utama proyek sekolah.
Kepala sekolah adalah seorang administrator sekolah yang diangkat melalui komite sekolah dan mengelola semua kegiatan sekolah sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Sekolah mempekerjakan guru sebagai pendidik profesional di bidangnya
masing-masing, sehingga kepala
sekolah dan guru dapat bekerja sama sesuai
model kinerja profesional
yang disepakati bersama untuk memberikan kemudahan dan dukungan bagi kesuksesan pembelajaran. Dalam pengutipan keputusan, direktur menerapkan prosedur bottom-up, yaitu memperhatikan bawahan secara demokratis dan meminta pertanggungjawaban semua pihak atas
keputusan yang dibuat dan pelaksanaannya.
d) Kerjasama tim
yang erat dan terbuka
Adanya tim
yang kompak dalam merumuskan kurikulum sekolah dapat memasang
apakah sekolah dapat berhasil mencapai tujuan pendidikan. Semua pihak ikut serta
dalam terselenggaranya manajemen pendidikan yang harmonis dan sama-sama membutuhkan. Oleh karena itu, keberhasilan MBS merupakan hasil dari sinergi kerjasama
tim (sinergi) yang erat dan transparan. Menurut (Bafadal,
2003).
7.
Manajemen Berbasis Sekolah
Sebagai Proses Pemberdayaan
Pemberdayaan dalam pendidikan membentuk cara yang sangat praktis dan produktif. Proses terbaik dan paling efektif adalah dengan mengalokasikan
tugas kepada guru secara proporsional, dalam proses ini Keputusan dan tanggung jawab. Dalam MBS sendiri, pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kinerja sekolah agar optimal, efektif dan efisien. Di sisi lain, perhatian juga harus diberikan pada pemberdayaan siswa dan komunitas sekolah. Sebagai proses pemberdayaan, MBS membuat cara untuk
merangsang potensi dan kemampuan siswa dalam mengendalikan diri dan lingkungan, yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan (Syahru,
2017).
8.
Pendidikan Sekolah Islam
Madrasah berasal
dari bahasa Arab, dari kata �Darasa Yadrusu Darsan Madrasatan� yang artinya belajar. Tata bahasa Arab dari kata madrasah adalah dharafeat yang berarti gambaran suatu daerah, dalam hal
ini madrasah bermanfaat untuk tempat belajar.
Terjemahan bahasa Indonesianya berarti
"madrasah", yang berarti "sekolah". Tidak ada perbedaan antara
madrasah dan sekolah dalam hal apa yang secara
teknis formal dalam proses pembelajaran, tetapi madrasah di
Indonesia bukan dapat dipahami sebagai sekolah, tetapi diberi konotasi yang makin spesifik, yaitu �sekolah agama� dimana siswa keluar
masuk Belajar keluar hanya dalam
Islam. Sebagai lembaga pendidikan Islam madrasah, Indonesia kini
telah menjadi bagian dari budaya.
Maraknya pesantren menjadi lembaga pendidikan di Indonesia telah berlebihan memberikan coretan sejarah dari zaman penjajahan Belanda hingga saat ini.
Berikut ini secara singkat memperkenalkan sejarah perkembangan sekolah agama di
Indonesia. Faktor penting
di balik kebangkitan sekolah Islam adalah bahwa orang percaya bahwa sistem pendidikan
Islam tradisional tidak dapat memenuhi keinginan yang sebenarnya. Dan Kecepatan Perkembangan Sekolah (Aziz,
2015) 88 Volume VIII No 1 Tahun 2015.
Munculnya pemikiran
sekuler di masyarakat, dalam perkembangan sekularisme, kaum reformis memasukkan pendidikan Islam di sekolah. Di
masa sistem lama, orang mencoba
meniadakan dua sistem pendidikan. Mencoba menghapusnya, melakukan tiga upaya. Pertama, pendidikan Islam dimasukkan ke dalam kurikulum
pendidikan umum sekolah negeri dan swasta melalui studi agama. Kedua, mengintegrasikan ilmu umum ke
dalam kurikulum pendidikan madrasah. Ketiga, mendirikan sekolah pelatihan guru agama (PGA) perlu melatih guru agama untuk sekolah umum dan sekolah agama. Awal pemerintahan sistem baru Tahun
(1966).
Sistem pendidikan
akhirnya menghasilkan dua landasan garis utama, yaitu kekuasaan
Islam dan nasionalisme. Pemerintah
Indonesia berusaha untuk tidak menolaknya dengan ideologi Pancasila. Awalnya, pemerintah Orde Baru tidak mendukung
sekolah agama secara legal
formal. Pada tahun 1972 dan pada masa Orde Baru, Presiden Suharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1972 (Keppres) untuk mengelola sekolah agama di bawah arahan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan (Mendikbud).
Kebijakan ini dianggap sebagai upaya sekuler. Untuk menghilangkan
madrasah dari sistem pendidikan Indonesia, respon ini mendorong pemerintah
untuk menghasilkan keputusan bersama antara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud), Menteri Agama (Menag)
dan Menteri Dalam Negeri. Isinya
membalikkan status sekolah
agama di bawah administrasi
agama, tetapi harus membawa kurikulum yang ditentukan oleh pemerintah.
Di era pembaruan,
dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan
Islam menjadi salah satu simbol pendidikan nasional. Lembaga pendidikan
Islam yang menyimpan harapan
yang sangat besar untuk bertambah dan membesar, menyertai kontribusinya terhadap pengembangan pendidikan nasional. Di bawah arahan Kementerian Agama, Madrasah telah
menjadi bagian internal dari sistem pendidikan
nasional. Hal ini bertepatan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 20 Sistem Pendidikan
Nasional Tahun 2003, yang menggantikan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989. Madrasah yang bergantung
pada Departemen Agama berarti
madrasah harus dikelola secara terpusat. Artinya, kekuasaan umum adalah milik
pemerintah pusat. Tentu saja, ini
memiliki pro dan kontra. Namun, dilihat dari permasalahan sekolah agama tersebut di atas, sekolah harus
melayani sistem pendidikan desentralisasi atas mengambil manajemen berbasis sekolah sebagai rencana manajemen pendidikan sekolah.
9.
Manajemen berbasis sekolah
sebagai peningkatan mutu pendidikan madrasah
Pada umumnya
setiap lembaga pendidikan memegang tujuan simpulan yang diharapkan. Tujuan akhir dari adalah
untuk meningkatkan kualitas, yaitu tingkat keunggulan sekolah, tingkat di mana sekolah yang bersaing dengan sekolah lain memiliki keunggulan komparatif (Nurokhim,
2017). Sekolah kelas satu berkualitas tinggi. Kualitas merupakan peluang untuk memenangkan hadiah yang sangat berharga, sehingga penampilan para pesaing merupakan tantangan untuk meningkatkan kualitas sekolah. Untuk mewujudkan pendidikan yang sesuai standar mutu, sebagai
bagian dari guru dan pendidik, penting untuk bersandar pada Peraturan Pemerintah No. 19 Republik Indonesia tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar
nasional pendidikan meliputi: Standar Isi, Standar Keterampilan Lulusan, Standar Pendidik dan Pendidik, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Manajemen, Standar Pendanaan, serta normal Penilaian
Pendidikan.
Kualitas pendidikan
sebelumnya menunjukkan pentingnya sekolah agama sebagai aktor otonom
utama, serta tugas orang tua dan masyarakat. Kegiatan dan perkembangan pendidikan, termasuk kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan, sebagian besar ditentukan bukan oleh pihak selain madrasah, tetapi oleh interaksi antara madrasah yang berkepentingan dengan pelanggan. Sebagai unit pelaksana utama pendidikan formal, sekolah memiliki kondisi lingkungan yang beragam, penuh vitalitas dan kreativitas, dan sekolah harus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan dalam pekerjaannya. Jika madrasah Memberikan
rasa percaya diri, menata dan merawat diri bertemu menjalani
kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat. Konsep ideologis ini menyebabkan munculnya metode baru, yaitu pengelolaan
peningkatan mutu pendidikan dengan sekolah agama sebagai lembaga primer. Metode ini disebut manajemen
peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah (Suryosubroto,
2009). Intinya, Manajemen Berbasis Madrasah (MBM) di Sekolah
Madrasah memberikan rencana
dan layanan kemajuan kepada siswa, orang tua, dan masyarakat.
Berdasarkan fungsi
dan manfaat tata usaha berbasis madrasah, jika madrasah menerapkan manajemen mutu madrasah untuk meluaskan mutu pendidikan madrasah, maka mewujudkan salah langkah. Apalagi jika ditelaah
berbagai masalah, khususnya masalah madrasah, berisi hal pembedaan
dan pemerataan pendidikan
di lembaga pendidikan
Islam. Penulis berpendapat bahwa organisasi sekolah terpusat seharusnya bukan memungkinkan sekolah untuk menerapkan rencana manajemen berbasis sekolah. Dalam hal ini
madrasah tetap berhasil melaksanakan manajemen berbasis sekolah, yang akan datang menjadi
manajemen madrasah.
Kesimpulan��������������������������������������������������������������
Manajemen berbasis sekolah atau school based management adalah dasar manajemen
untuk pengembangan mutu pendidikan di era otonomi daerah. Pasca diundangkannya UU Otonomi Daerah, MBS mempengaruhi pelaksanaan manajemen sekolah di bidang pendidikan. Ketentuan lain dari MBS adalah bahwa departemen administrasi dapat memberikan otonomi untuk sekolah dan meluaskan sekolah akan membuat ketentuan
umum untuk mencapai target mutu sekolah berisi rangka pendidikan.
Pada hakekatnya konsepsi
manajemen berbasis sekolah ini dapat
diterapkan pada madrasah, yang akan
datang menjadi istilah Manajemen Mutu Berbasis Madrasah (MMBM). Penerapan administrasi pengembangan nilai berbasis madrasah harus dapat dijadikan sebagai jalan atas
beragam jenis permasalahan yang dihadapi madrasah.
Dari segi penelitian, pengarang merasa nilai madrasah masih rendah, hal ini
disebabkan adanya diskriminasi, birokrasi dan pusat pengelolaan pendidikan madrasah, serta pengaruh pengambil kebijakan dalam pengambilan keputusan dan ketidaksesuaian. meningkatkan kualitas sekolah Islam. Antara sekolah agama, negara dan masyarakat.
melihat beragam permasalahan yang dihadapi sekolah, hingga manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah
yang dilaksanakan oleh sekolah
dapat lanjut bermakna di bawah kendali dan kendali pemerintah pusat, sehingga tercapai target pendidikan sekolah. misalnya begini, sekolah Islam akan menjadi Islam yang berkualitas
dan bertanggung jawab. Institusi pendidikan
BIBLIOGRAFI
Arikunto,
S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi).
Jakarta: Rineka Cipta. Jurnal Ilmiah
Farmasi Farmasyifa. Https://Doi. Org/10.29313/Jiff. V1i1, 2873. Google Scholar
Aziz,
A. Z. (2015). Manajemen Berbasis Sekolah: Alternatif Peningkatan Mutu
Pendidikan Madrasah. El Tarbawi,
8 (1), 69�92. Google Scholar
Bafadal,
I. (2003). Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar Dari Sentralisasi Menuju
Desentralisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Google Scholar
Chan,
S. M., & Sam, T. T. (2007). Analisis SWOT Kebijakan Pendidikan Era Otonomi
Daerah [SWOT Analysis Of Educational
Policy In The Era Of Regional Autonomy]. Jakarta, Indonesia: Penerbit PT Rajagrafindo Persada. Google Scholar
Djalal,
F. (2011). Panduan Pendidikan karakter. Jakarta: Kementerian Pendidikan
Nasional (Balitbangkur). Panduan
Pendidikan Karakter. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional (Balitbangkur).
Google Scholar
Firdianti,
A. (2018). Implementasi Manajemen
Berbasis Sekolah Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa. Gre
Publishing. Google Scholar
Handoyo,
K., Mudhofir, M., & Maslamah, M. (2021). Implementasi Manajemen Berbasis
Madrasah Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Di Madrasah. Jurnal Ilmiah Ekonomi
Islam, 7 (1), 321�332. Google Scholar
Hasanah,
D. S., Fattah, N., & Prihatin, E. (2010). Pengaruh Pendidikan Latihan
(Diklat) kepemimpinan guru dan iklim kerja terhadap kinerja guru sekolah dasar
se Kecamatan Babakancikao Kabupaten Purwakarta. Jurnal Penelitian Pendidikan, 11 (2), 90�105. Google Scholar
Hidayat,
A., & Machali, I. (2012). Pengelolaan
Pendidikan: Konsep, Prinsip, Dan Aplikasi Dalam Mengelola Sekolah Dan Madrasah.
Kaukaba. Google Scholar
HM,
M. A. (2018). Manajemen Berbasis Sekolah (Alternatif Peningkatan Mutu
Pendidikan Madrasah). Ekspose: Jurnal
Penelitian Hukum Dan Pendidikan, 17
(2), 601�614. Google Scholar
Nugroho,
R. (2008). Kebijakan pendidikan yang
unggul: kasus pembangunan pendidikan di Kabupaten Jembrana 2000-2006.
Pustaka Pelajar. Google Scholar
Nurokhim,
N. (2017). Manajemen Berbasis Sekolah: Solusi Peningkatan Mutu Pendidikan
Madrasah. Jurnal Kependidikan, 5 (2), 247�260. Google Scholar
Ramadhan,
M. A., & Sugiyono, S. (2015). Pengembangan Sumber Dana Sekolah Pada Sekolah
Menengah Kejuruan. Jurnal Pendidikan
Vokasi, 5 (3), 340�351. Google Scholar
Riant,
N. (2008). Kebijakan Pendidikan Yang Unggul. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Google Scholar
Suryosubroto,
B. (2009). Manajemen pendidikan di
sekolah. Rineka Cipta. Google Scholar
Sutarto,
M., Darmansyah, D., & Warsono, S. (2014). Manajemen berbasis sekolah. The
Manager Review Jurnal Ilmiah Manajemen,
13 (3), 343�355. Google Scholar
Syahru,
R. A. (2017). Penerapan Manajemen
Berbasis Sekolah dalam Pemberdayaan Potensi Guru di SMA Negeri 4 Bulukumba.
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Google Scholar
Copyright holder: Muh Anwar (2021) |
First publication right: |
This article is licensed under: |