Jurnal Syntax Admiration |
Vol. 2 No. 9 September 2021 |
p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356 |
Sosial Teknik |
PEMETAAN KAWASAN KUMUH MENGGUNAKAN METODE AHP DAN GIS DI KOTA TANJUNGBALAI
Adinda Juwita Nasution, Ahmad Perwira Mulia
Universitas Sumatera Utara (USU) Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
INFO ARTIKEL |
ABSTRAK |
Diterima 25 Agustus 2021 Direvisi 05 September 2021 Disetujui 15 September 2021 |
Kawasan kumuh yang terjadi di Kota Tanjungbalai dikarenakan salah satunya kurangnya kesadaran masyarakat di Kota Tanjungbalai sehingga sampai saat ini masih banyak lingkungan yang terindikasi kawasan kumuh yang sangat tinggi. Kawasan permukiman penduduk yang semakin padat dan kotor, kondisi jalan yang semakin buruk dan drainase yang penuh dengan sampah merupakan tanda-tanda kekumuhan. Untuk penanganannya perlu ada analisa terhadap faktor apa saja yang menyebabkan hal itu terjadi sehingga upaya penanganan dan pencegahan dapat tepat sasaran. Studi ini bertujuan menentukan kawasan berdasarkan ketertinggalan dan kekumuhan dengan beberapa tingkatan yaitu kawasan sangat tinggi, kawasan tinggi, kawasan sedang, kawasan rendah dan kawasan sangat rendah menggunakan metode AHP dan GIS. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan mengumpulkan data primer dan sekunder yang kemudian akan diolah dengan metode AHP dan GIS. Kawasan yang berdasarkan ketertinggalan terdiri dari 4 kriteria dan 22 sub-kriteria sedangkan kawasan berdasarkan kekumuhan terdiri dari 1 kriteria dan 7 sub-kriteria. Dari hasil analisa diperoleh kawasan yang berdasarkan ketertinggalan yaitu: kawasan sangat tinggi 53 lingkungan, kawasan tinggi 69 lingkungan, kawasan sedang 45 lingkungan, kawasan rendah 13 lingkungan, dan kawasan sangat rendah 7 lingkungan dan kawasan berdasarkan kekumuhan maka diperoleh sebagai berikut: kawasan sangat tinggi 11 lingkungan, kawasan tinggi 90 lingkungan, kawasan sedang 68 lingkungan, kawasan rendah 14 lingkungan dan kawasan sangat rendah 11 lingkungan.
ABSTRACT������������������������� The slum areas that occur in Tanjungbalai City are due to one of them the lack of public awareness in Tanjungbalai City so that until now there are still many environments that are indicated as very high slum areas. Residential areas are increasingly dense and dirty, road conditions are getting worse and drainage is full of garbage are signs of slums. For handling it, there needs to be an analysis of what factors caused it to happen so that handling and prevention efforts can be right on target. This study aims to determine the area based on backwardness and slums with several levels, namely very high area, high area, medium area, low area and very low area using AHP and GIS methods. This research was conducted qualitatively by collecting primary and secondary data which would then be processed using AHP and GIS methods.Areas based on backwardness consist of 4 criteria and 22 sub-criteria, while areas based on slums consist of 1 criteria and 7 sub-criteria. From the results of the analysis, it was found that the areas based on lagging were: very high area 53' environment, high area 69 neighborhoods, medium area 45 neighborhoods, low area 13 neighborhoods, and very low areas 7 neighborhoods and areas based on slums then obtained as follows: very high area 11 neighborhoods, high area 90 neighborhoods, medium area 68 neighborhoods, low area 14 neighborhoods and very low areas 11 neighborhoods. |
Kata Kunci: AHP; GIS; pengambilan keputusan
Keywords: AHP; GIS; decision-making |
Pendahuluan
Perkembangan kota merupakan suatu proses perubahan yang dapat dicirikan dari penduduknya yang makin bertambah dan padat, bangunannya yang semakin rapat dan wilayah terbangun terutama permukiman yang cenderung semakin luas, dan fasilitas kota mendukung kegiatan sosial dan ekonomi semakin lengkap (Branch, 1996). Bagi kota yang mulai padat penduduknya, pertambahan penduduk tiap tahun jauh melampaui penyediaan kesempatan kerja di dalam wilayahnya sehingga dirasakan menambah berat tekanan permasalahan di kota-kota besar. Tekanan ekonomi dan kepadatan tempat tinggal bagi kaum urban memaksa mereka untuk menempati daerah-daerah pinggiran (slum area) hingga membentuk lingkungan permukiman kumuh (Budiharjo, 1997). Pertumbuhan penduduk yang cepat menyebabkan berkembangnya permukiman yang tidak terkontrol, terutama hunian liar atau permukiman kumuh yang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas permukiman khususnya didaerah perkotaan (Farizki & Anurogo, 2017).
Kawasan kumuh adalah sebuah kawasan dengan tingkat kepadatan populasi tinggi di sebuah kota yang umumnya dihuni oleh masyarakat miskin. Sebagian besar rumahnya semi permanen dan pada umumnya hanya memiliki sarana/prasarana umum yang bersifat darurat, sedangkan permukiman biasanya merupakan kawasan perumahan yang sengaja dibuat lengkap dengan prasarana dan fasilitas lingkungan untuk kesejahteraan lingkungan (Koestoer, 2001). Menurut (Heston, 2013) daerah kumuh adalah daerah di mana rumah dan kondisi hunian masyarakat di daerah tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan prasarana yang tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya.
Kota Tanjungbalai merupakan salah satu kota yang mempunyai luasan permukiman kumuh. Dimana setiap 6 kecamatan yang terbagi dalam 31 kelurahan dan 187 lingkungan tersebut pada umumnya berada dikawasan tepi sungai. Kehadiran permukiman-permukiman kumuh di daerah itu pada dasarnya sudah berlangsung lama, keberadaannya tentu saja disebabkan oleh beberapa faktor yang terkait satu dengan yang lainya. Penentuan identifikasi kawasan permukiman kumuh dilakukan dengan proses pengambilan keputusan yaitu Analitycal Hierarchy Process (AHP) berdasarkan beberapa kriteria dan nilai-nilai� dari beberapa kriteria. AHP dikembangkan oleh Saaty pada 1970 (Dwi Atmanti, 2008). AHP ini merupakan sistem pembuat keputusan dengan menggunakan model matematis. Analisis AHP membantu dalam menentukan prioritas dari beberapa kriteria dengan melakukan analisa perbandingan berpasangan dari masing-masing kriteria.
Kriteria dalam AHP untuk penentuan kawasan kumuh ditentukan dengan metode expert judgement atau dengan disepakati oleh para ahli yang berkompeten di bidangnya serta dengan mempelajari literatur- literatur dan jurnal-jurnal ilmiah yang terkait dengan penelitian ini. Menurut (Sastanti & Fibriani, 2019) kriteria yang sesuai untuk analisis pemukiman kumuh di Kota Magelang dengan penggunaan AHP adalah kondisi bangunan gedung, kondisi jalan, kondisi drainase, kondisi pengolahan air minum dan kondisi air limbah. (Mutaqin, 2017) dalam tulisannya tentang studi penentuan perioritas penanganan lingkungan permukiman kumuh menuju kampung berkelanjutan di kota Palembang menggunakan kriteria RTH (Ruang Terbuka Hijau), aspek lingkungan, aspek sosial dan aspek ekonomi. (Crysta, 2017) �juga memilih kriteria kondisi bangunan gedung, kondisi jalan, kondisi drainase, kondisi pengolahan air minum, kondisi air limbah, sampah dan RTH dalam penelitiannya menganalisis tingkat kekumuhan dan pola penanganannya di kelurahan keputih, Surabaya. Menurut (Nugraha et al., 2014) kriteria yang sesuai untuk menentukan lokasi potensial pengembangan kawasan perumahan dan permukiman di kabupaten Boyolali adalah rawan banjir, kemiringan lereng, perubahan lahan, aksesibilitas, ketersediaan air, daya dukung tanah dan jarak.
GIS mulai dikembangkan pada tahun 1967 di Ottawa oleh Departemen Energi, Pertambangan dan Sumber Daya negara Kanada. Saat itu GIS digunakan untuk menganalisis dan mengolah data yang dikumpulkan untuk inventarisasi tanah Kanada dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan lahan di wilayah pedesaan Kanada. Peta tersebut menginformasikan area berdasarkan kegunaan lahan, seperti untuk pertanian, pariwisata, dan sebagainya.
Penelitian ini akan dilakukan pemetaan kawasan kumuh menggunakan salah satu software dari Geographic Information System (GIS) dimana didalam peta tersebut akan terlihat kawasan mana yang dikatakan kumuh dari tingkat perkumuhan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kawasan kumuh berdasarkan ketertinggalan dan kekumuhan kemudian memetakannya di lokasi studi berdasarkan metode pengambilan keputusan multi atribut yaitu AHP dalam kerangka GIS. Penelitian dilakukan pada kawasan di kota Tanjung Balai.
Penelitian sebelumnya telah dilakukan dengan metode yang serupa pada lokasi yang berbeda seperti yang dilakukan oleh (Ilmy & Budisusanto, 2017) yang melakukan identifikasi penentuan prioritas kriteria kawasan pemukiman kumuh perkotaan menggunakan metode AHP. Hasil analisis diperoleh bahwa kriteria-kriteria yang sangat berpengaruh dalam penentuan identifikasi kawasan pemukiman kumuh di wilayah penelitian adalah kriteria sistem pengelolaan persampahan tidak sesuai standar teknis, tidak terpeliharanya sarana dan prasarana persamapahan, tidak terpenuhinya kebutuhan air minum, cakupan pelayanan jalan lingkungan dan ketidaktersediaan drainase. Selanjutnya (Purnawali, 2018) dalam tesisnya melakukan analisis kerentanan bencana banjir di kabupaten Sidoarjo dengan menggunakan sistem informasi geografis dan penginderaan jauh. Metode AHP menghasilkan parameter penyebab banjir paling dominan di Kabupaten Sidoarjo adalah perubahan tutupan lahan, curah hujan dan densitas drainase, sementara faktor lain yang ikut menyebabkan kerentanan banjir pada masa mendatang adalah penurunan muka tanah, kelerengan, pasang surut dan kenaikan muka air laut. Wilayah rentan banjir di Kabupaten Sidoarjo di antaranya meliputi Kecamatan Jabon, Porong, Taman, dan Kecamatan Waru sedangkan berdasarkan prediksi, 25 tahun mendatang luasan daerah rentan banjir meningkat secara signifikan luasannya sebesar 8,64% atau seluas 105.903.509 m2, dengan perincian wilayah sangat rentan sekali bertambah 4,97% atau seluas 60.942.134 m2, wilayah sangat rentan bertambah 2,49% atau seluas 30.524.550 m2, dan wilayah rentan bertambah 1,18% atau seluas 14.436.824 m2.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Umar et al., 2021) terkait pemanfaatan GIS untuk daerah bahaya banjir dengan metode AHP di desa Bangun Rejo, Kalimantan Timur. Parameter banjir yang digunakan antara lain Curah hujan, litologi, kemiringan lereng, tutupan lahan, jarak sungai, Elevasi. Dengan klasifikasi bahaya banjir wilayah yang termasuk daerah aman memiliki luas 11.866 m2 menempati 38,93 % pada peta, yang termasuk daerah rawan memiliki luas 13.242 m2 menempati 43,44% pada peta, dan yang termasuk daerah sangat rawan memiliki luas 5.370 m2 menempati 17,61% pada peta.
Menurut (Buchori et al., 2015) melakukan penelitian tentang rancang bangun sistem informasi keruangan berbasis web sistem informasi geografis untuk pembangunan metropolitan berkelanjutan. Penelitian ini adalah pemodelan keruangan, dengan bantuan perangkat lunak pengolahan peta ArcGIS dan ArcView, bahasa pemrograman HTML, CSS dan Javascript, pemetaan berbasis, dan server dan basis peta Openstreetmap. Proses analisis yang dilakukan meliputi pemetaan lokasi, verifikasi informasi, pembuatan web-GIS, simulasi, dan validasi model web-GIS yang dihasilkan. Hasil aplikasi menunjukkan bahwa sistem tersebut cukup informatif dalam menggambarkan tingkat keberlanjutan pembangunan di masing-masing kecamatan yang masuk ke dalam WMS. Informasi tersebut dikelompokkan dalam empat kemampuan pembangunan berkelanjutan sebagaimana dirumuskan oleh (Buchori et al., 2015), yaitu: (1) meminimalkan penggunaan energi dan sumber daya alam, (2) mengoptimalkan keseimbangan aktivitas dengan lingkungan, baik di dalam maupun antar wilayah, (3) memperkuat keunggulan komparatif wilayah, dan (4) melibatkan sebanyak mungkin masyarakat dalam kegiatan yang produktif.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan mengumpulkan data primer dan sekunder yang kemudian akan diolah dengan metode AHP dan GIS. Data primer tersebut berupa data hasil kuisioner yang disebarkan melalui wawancara langsung dengan responden meliputi Pemerintah yang diwakili oleh yaitu Dinas Bapeda, PU Cipta Karya dan Kelurahan. Lembaga Non Pemerintahan mewakili Asisten Koordinator Kota Tanjungbalai (KOTAKU). Sedangkan data sekunder yang digunakan adalah Peraturan Menteri PUPR Nomor 02/PRT/M/2016 Tentang Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan dan permukiman Kumuh, Dokumen Perencanaan Slum Improvement Action Plan (SIAP) Kota Tanjungbalai, Baseline data KOTAKU (program kota tanpa kumuh), RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tanjungbalai 2012-2032).
Setelah mendapatkan data-data tersebut, tahapan penelitian yang dilakukan adalah mengidantifikasi perbandingan antar kriteria dan pembuatan bobot. Selanjutnya membuat matriks perbandingan antar elemen untuk mendapatkan tingkat kepentingan antar kriteria dengan sub skala kuantitatif 1 (satu) sampai dengan 9 (sembilan) yang telah dikembangkan berdasarkan sumber (Saaty, 1990) dalam (Dwi Atmanti, 2008). Setelah itu dilakukan uji konsistensi pengambilan keputusan. Selanjutnya analis dilanjutkan dengan pemetaan dengan GIS untuk kemudian akan divalidasi.
Adapun tahapan penelitian ini secara garis besar dapat dilihat pada bagan yang terdapat pada Gambar 1.
��� Gambar 1
������������������������������������������������������ �����Bagan Alir Penelitian
1. Identifikasi Perbandingan Antar Kriteria Dan Penentuan Bobot
Kriteria-kriteria yang akan digunakan dalam analisis dengan AHP adalah kondisi sosial, kondisi perekonomian, kondisi sarana perumahan dan infrastruktur. Masing-masing kriteria memiliki sub kriteria sebagai berikut. Sub kriteria untuk kondisi sosial adalah Pendidikan, kesehatan dan peribadatan. Sub kriteria untuk kondisi perekonomian adalah perdagangan, bank dan pertanian. Sedangkan sub kriteria untuk kondisi sarana perumahan dan infrastuktur adalah kondisi jalan, kondisi drainase, air minum, air limbah, RTH, TPS dan hydrant.
Selanjutnya penilaian bobot antar kriteria tersebut dilakukan dengan Focus group discussion yang melibatkan para pihak antara lain expert atau para ahli dari Universitas Sumatera Utara yang berkompeten dalam melakukan analisa pengambilan keputusan dan tokoh masyarakat setempat.
Berikut hasil dari beberapa kriteria seperti Sosial, Ekonomi, Perumahan dan Infrastruktur dilihat dari segi kepentingan yang di nilai oleh para ahli yang berkompeten, disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2
Skema Matriks Perbandingan
Seluruh Hasil Penilaian Yang Didapat Dari Beberapa Tanggapan Akan Direkapitulasi Ke Dalam Tabel 1.
Tabel 1
Identifikasi Perbandingan Antar Kriteria
Kriteria |
Sosial |
Ekonomi |
Populasi |
Infra |
Sosial |
1 |
2 |
5 |
3 |
Ekonomi |
1/2 |
1 |
5 |
3 |
Populasi |
1/5 |
1/5 |
1 |
1/3 |
Infra |
1/3 |
1/3 |
3 |
1 |
2. Perhitungan Bobot Untuk Setiap Kriteria
Perhitungan nilai bobot tiap kriteria dilakukan dengan merubah nilai pada tabel yang telah dibuat dari nilai kepentingan ke nilai decimal agar dapat dihitung jumlahnya, sepeti ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2
Nilai Desimal Bobot Kriteria
Kriteria |
Sosial |
Ekonomi |
Populasi |
Infra |
Sosial |
1 |
2 |
5 |
3 |
Ekonomi |
0,50 |
1 |
5 |
3 |
Populasi |
0,20 |
0,20 |
1 |
0,33 |
Infra |
0,33 |
0,33 |
3 |
1 |
Total |
2,03 |
3,53 |
14 |
7,33 |
Selanjutnya dilakukan penghitungan sintesis pada setiap nilai yang tercantum pada tabel di atas Proses penghitungan akan dibagi per masing-masing kolom, yaitu:
Kolom ke-1 |
�Kolom ke-2 |
||||
1,00 |
= 0,492 |
3,00 |
= 0,566 |
||
2,03 |
7,33 |
||||
0,50 |
= 0,246 |
3,00 |
= 0,283 |
||
2,03 |
7,33 |
||||
0,20 |
= 0,098 |
0,33 |
= 0,057 |
||
2,03 |
7,33 |
||||
0,33 |
= 0,164 |
1,00 |
= 0,094 |
||
2,03 |
7,33 |
Kolom ke-3 |
Kolom ke-4 |
||||
5,00 |
= 0,357 |
0.33 |
= 0,409 |
||
14 |
� |
4.67 |
|||
5,00 |
= 0,357 |
0.33 |
= 0,409 |
||
14 |
4.67 |
||||
1,00 |
= 0,071 |
3,00 |
= 0,045 |
||
14 |
4.67 |
||||
3,00 |
= 0,214 |
1 |
= 0,136 |
||
14 |
4.67 |
3. Pengujian Konsistensi Hasil AHP
Nilai rasio yang harus dipenuhi dalam perhitungan AHP agar mendapatkan hasil yang rasional dan konsisten. Pengujian konsistensi hasil AHP ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:
1. Penghitungan nilai λmax dengan cara perkalian matriks antara bobot dengan nilai identifikasi masing-masing kriteria.
2. Hasil perkalian matriks tiap kriteria dibagi lagi dengan bobot dari kriteria tersebut:
0,456 |
= |
4,167 |
0,275 |
= |
4,041 |
|
1,900 |
0,068 |
|||||
1,348 |
= |
4,164 |
0,616 |
= |
4,047 |
|
0,324 |
0,152 |
|||||
3. Nilai pembagian yang didapat, dijumlahkan keseluruhan dan dibagi rata-rata:
λmax =� 4,167 + 4,164 + 4,041 + 4,047
4
λmax =�� 4,105
4. Setelah diketahui nilai λmax, maka tahapan selanjutnya adalah mendapatkan nilai concistency index (CI):
CI� =�� λmax � n�� =�� 4,105 � 4�� =�� 0,035
n - 1������ �� 4 � 1
5. Dengan melihat dari tabel konsistensi acak / random consistency (RI) (Tabel-2.9), maka diketahui nilai RI adalah 0.9 untuk n = 4.
6. Tahapan akhir untuk mengetahui nilai consistency ratio (CR) adalah dengan perhitungan:
CR� =�� CI� =� 0,035 =� 0,039 < 0,1
�RI��������� 0.9
Langkah-langkah di atas diulangi dengan cara yang sama untuk perhitungan kriteria lain nya dan menghasilkan nilai CR < 0,1. Langkah diatas juga diulangi untuk perhitungan sub kriteria dari masing-masing kriteria dan menghasilkan CR<0,1.
4. Perhitungan Perioritas Kawasan Kumuh Menggunakan Software QGIS
Setelah diperoleh bobot dari setiap kriteria penilaian, dilakukan perhitungan prioritas kawasan kumuh menggunakan Software QGIS. Setelah menetukan skor dari masing-masing kriteria, selanjutnya dilakukan analisa Qgis. Hasil dari setiap kriteria akan dijelaskan dalam bentuk peta berikut.
Gambar 3
Hasil Analisis Subkriteria
Hasil Analisa Kawasan Kumuh
Berdasarkan Ketertinggalan
Hasil Analisa Kawasan
Kumuh Berdasarkan Kekumuhan
5. Proses Validasi
Proses ini menguji kebenaran hasil tingkat kawasan sangat tinggi, kawasan tinggi, kawasan sedang, kawasan rendah maupun kawasan sangat rendah yang telah dibuat dengan cara melakukan tinjauan langsung ke lapangan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.
�����������������������������������
(a) �����������������������(b)
(c)
�������������������������� (d) �������������������������������������������������������������������������(e)
Gambar 6
Hasil Verifikasi: (a) Kondisi Sangat Tinggi, (b) Kondisi Tinggi, (c) Kondisi Sedang, (d) Kondisi Rendah, (e) Kondisi Sangat Rendah
Kesimpulan��������������������������������������������������������������
Berdasarkan hasil dan analisa yang telah dilakukan pada penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa Kriteria dan subkriteria yang relevan untuk pemetaan kawasan kumuh� terdiri dari aspek sosial, ekonomi, permukiman dan infrastruktur.
Lapisan-lapisan informasi dalam GIS untuk pemetaan kawasan kumuh tersebut telah terbangun sebanyak 19 lapisan.
Pengelompokan tingkat ketertinggalan pembangunan berdasarkan 4 kriteria dan beberapa sub-sub kriteria terbagi atas kawasan sangat tinggi: 53 lingkungan, kawasan tinggi: 69 lingkungan, kawasan sedang: 45 lingkungan, kawasan rendah: 13 lingkungan dan kawasan sangat rendah: 7 lingkungan.
Pengelompokan tingkat kekumuhan berdasarkan 7 indikator kekumuhan yaitu Kawasan sangat tinggi: 11 lingkungan, Kawasan tinggi: 90 lingkungan, kawasan sedang: 68 lingkungan, kawasan rendah: 14 lingkungan, kawasan sangat rendah: 4 lingkungan.
Hasil ini mendekati pengelompokan kekumuhan yang dilaporkan oleh Tim Pemberdayaan Masyarakat Program Kotaku (Kota Tanpa Kumuh) di Kota Tanjungbalai.
Branch, M. (1996). Perencanaan Kota Komprehensif Pengantar dan Penjelasan Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Google Scholar
Buchori, I., Yusuf, M. B. A., Sejati, A. W., & Sugiri, A. (2015). Rancang Bangun Sistem Informasi Keruangan Berbasis Web-Sistem Informasi Geografis (SIG) Untuk Pembangunan Metropolitan Berkelanjutan Studi Kasus: Wilayah Metropolitan Semarang. Prosiding Seminar Nasional Tata Ruang Dan Space# 2. Google Scholar
Budiharjo, E. (1997). Tata Ruang Perkotaan. Bandung. PT Alumni. Google Scholar
Crysta, E. A. (2017). Analisis Tingkat Kekumuhan Dan Pola Penanganannya (Studi Kasus: Kelurahan Keputih, Surabaya). Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Google Scholar
Dwi Atmanti, H. (2008). Analytical Hierarchy Process Sebagai Model Yang Luwes. Google Scholar
Farizki, M., & Anurogo, W. (2017). Pemetaan kualitas permukiman dengan menggunakan penginderaan jauh dan SIG di kecamatan Batam kota, Batam. Majalah Geografi Indonesia, 31 (1), 39�45. Google Scholar
Heston, Y. P. (2013). Penguatan Kemampuan Sosial pada Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan (Studi Kasus Kelurahan Cigugur Tengah Cimahi). Tataloka, 15 (3), 208�217. Google Scholar
Ilmy, H. F., & Budisusanto, Y. (2017). Identifikasi Penentuan Prioritas Kriteria Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan Menggunakan Metode AHP (Analytical Hierarcy Process). Jurnal Teknik ITS, 6 (1), C19�C21. Google Scholar
Koestoer, R. H. (2001). Dimensi Keruangan Kota: teori dan kasus. Penerbit Universitas Indonesia. Google Scholar
Mutaqin, Z. (2017). Studi Penentuan Prioritas Penanganan Lingkungan Permukiman Kumuh Menuju Kampung Berkelanjutan (Studi Kasus: Kelurahan 29 Ilir Kecamatan Ilir II Kota Palembang). Universitas Lampung. Google Scholar
Nugraha, Y. K., Nugraha, A. L., & Wijaya, A. P. (2014). Pemanfaatan Sig Untuk Menentukan Lokasi Potensial Pengembangan Kawasan Perumahan Dan Permukiman (Studi Kasus Kabupaten Boyolali). Diponegoro University. Google Scholar
Purnawali, H. S. (2018). Analisis Kerentanan Bencana Banjir di Kabupaten Sidoarjo dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Google Scholar
Saaty, T. L. (1990). How to make a decision: the analytic hierarchy process. European Journal of Operational Research, 48 (1), 9�26. Google Scholar
Sastanti, S. Y., & Fibriani, C. (2019). Analisis Tingkat Permukiman Kumuh Menggunakan Metode AHP Berbasis SIG pada Kota Magelang. Jurnal Nasional Teknologi dan Sistem Informasi, 5 (1), 69�78. Google Scholar
Umar, H., Balfas, M. D., Syam, M. A., Pertiwi, D. A., & Hutapea, F. (2021). Geologi Dan Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis Untuk Daerah Bahaya Banjir Dengan Metode AHP Di Desa Bangun Rejo Kecamatan Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Jurnal Teknik Geologi: Jurnal Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi, 4 (1). Google Scholar
Copyright holder: Adinda Juwita Nasution, Ahmad Perwira Mulia (2021) |
First publication right: |
This article is licensed under:
|