THE PERFORMANCE OF HIGH RESOLUTION NEUTRON POWDER DIFFRACTOMETE

Pendahuluan

Usia remaja adalah masa usia pertumbungan seseorang yang cukup ketara. Tentu pertumbuhan tersebut akan lebih baik jika asupan gizi yang dikonsumsi seorang remaja tersebut baik pula. Namun tidak jarang seseorang pada usia remajanya memiliki permasalahan asupan gizi sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak remaja tersebut (Saepudin, 2018). Pneumonia yaitu salah satu bentuk infeksi saluran nafas bawah akut (ISNBA) yang terserang. Pneumonia yaitu peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkhiolus terminalis yang menlingkupi bronkhiolus respiratorius serta alveoli serta mengakibatkan konsolidasi jaringan paru juga gangguan pertukaran udara setempat (Dahlan Z, 2017).

Balita yang mempunyai tidak cukup akan mudah terserang pneumonia dibandingkan balita dengan gizi normal, karena sebab daya tahan tubuh yang lemah. Penyakit infeksi sendiri akan mengakibatkan balita tidak mempunyai nafsu makan serta mengakibatkan kekurangan gizi. Pada kondisi gizi lemah, balita lebih mudah terserang pneumonia bahkan serangannya lebih lama (NN, 2017).

Menurut Endang (2013) sejak sebelum merdeka sampai sekitar tahun 1960-an, masalah gizi buruk merupakan masalah besar di Indonesia. Pada anak-anak terkhusus balita hingga sekarang gizi buruk masih menjadi masalah yang sangat ironis, apalagi balita yang gizinya buruk akan mengakibatkan angka mortalitas pneumonia terhadap balita semakin meninggi (Said M, 2018).

�� Pada usia anak-anak menurut UNICEF (2016), pneumonia ialah factor kematian banyak terjadi terutama dinegara berkembang seperti Indonesia. Angka kematian pneumonia terhadap balita diperkirakan meraih hingga 21%. Ada juga angka kesakitan meraih 250 sehingga 299 per 1000 anak balita pada tahunnya. Fakta yang sangat menakutkan. Oleh karenanya, kita harus berhati-hati jika terdapat keluhan panas, batuk, sesak pada anak kemudian periksa secepat mungkin (Mansjoer A, Suprohaita, Wadhani W.I., 2018).

Menurut penelitian yang sudah dilakukan kesehatan nasional (SKN) tahun 2001, 27,6% kematian bayi serta 22% kematian balita di Indonesia diakibatkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia (Mansjoer A, Suprohaita, Wadhani W.I., 2018). Akan tetapi berdasarkan hasil penyelidikan kesehatan dasar tahun 2007, Pneumonia ialah factor yang mengakibatkan kematian kedua pada balita setelah diare (15,5% diantara semua balita) (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2016).

Di Puskesmas Jatiwangi, berdasarkan hasil cakupan program P2 ISPA, kasus pneumonia yang ditemukan dan ditangani setiap tahunnya terus meningkat. Pada tahun 2016 sebanyak 162 dan tahun 2012 sebanyak 218 atau meningkat 56 kasus (34,56%) dari tahun 2017. Sedangkan berdasarkan data yang diperoleh dari laporan MTBS kasus pneumonia selama periode Januari sampai dengan Desember tahun 2013 adalah 224, yang terdiri dari Desa Jatiwangi 32 kasus (14,28%), Desa Jatisura 22 kasus (9,82%), Desa Surawangi 23 kasus (10,26%), Desa Mekarwangi 28 kasus (12,5%), Desa Sutawangi 45 kasus (20,09%), Desa Cicadas 17 kasus (7,58%), Desa Burujul Wetan 34 kasus (15,18%), dan Desa Burujul Kulon 23 kasus (10,27). Dari 8 desa yang ada di wilayah kerja puskesmas Jatiwangi, kasus pneumonia terbanyak tahun 2018 ditemukan di Desa Sutawangi dengan 45 kasus (20,09%).

Dari data tersebut menunjukkan bahwa pneumonia memerlukan adanya penanganan yang baik dari petugas dalam hal ini perawat sangat diperlukan dalam upaya promotif, pelindungan, kuratif dan rehabilitatif.

Tujuan dilakukan observasi ini supaya bisa mengetahui hubungan status gizi balita dengan kejadian pneumonia pada balita� di desa Sutawangi wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Jatiwangi tahun 2019.

Metode Penelitian

Studi korelasi termasuk dalam golongan penelitian deskriptif dalam epidemiologi. Menurut perhitungan, studi korelasi memakai metode secara tersusun karena untuk mengetahui hubungan variabel independen dengan variabel dependen (Pudjiadi S., 2015). Penelitian ini menggunakan desain studi deskriptif korelasi yaitu penelitian untuk mengenal ada tidaknya relasi diantara dua variabel. Pada penelitian ini yang menjadi Variabel didalam observasi ini ialah status gizi (variabel independen) dan kejadian pneumonia� (variabel dependen).

Populasi dalam observasi ini ialah seluruh balita pneumonia yang berjumlah 45 yang ada di Desa Sutawangi wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Jatiwangi tahun 2019. teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan total sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi. Data� yang akan digunakan dalam observasi ini ialah data sekunder yang diperoleh dari dokumentasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Puskesmas Jatiwangi. Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kategori yang berisiko dari variabel dependen dan dari masing-masing variabel independen. ⁽⁷⁾Hasil analisis ini nantinya akan memberikan gambaran deskripsi dari variabel-variabel yang diteliti. Uji hipotesis yang digunakan uji Chi Square (X²). Untuk menentukan kemaknaan hasil perhitungan statistik digunakan batas kemaknaan α = 0,05.� Rumus untuk uji Chi Square 2x3.

Hasil dan Pembahasan

A. Hasil

1. Analisa Univariat

a. Distribusi Status Gizi Balita Pada Balita Pneumonia di Desa Sutawangi UPTD Puskesmas DTP Jatiwangi Tahun 2019

diberi judul tabel

No�� Status Gizi�� Jumlah�� %

1 lebih�� -�� 0

2 Baik�� 36�� 80.0

3 Kurang�� 7�� 15.6

4 Buruk�� 2�� 4.4

TOTAL�� 44�� 100.0

Dari tabel 2 didapatkan dari 45 responden, prosentase lebih besar ada pada kelompok responden dengan status gizi baik, yaitu sebanyak 36 (80,0 %).

b. Distribusi Balita Pneumonia di Desa Sutawangi UPTD Puskesmas DTP Jatiwangi Tahun 2019

�� item

No�� Pneumonia�� Jumlah�� %

1 P.Sangat Berat�� -�� 0

2 P.Berat�� 36�� 80.0

3 Pneumonia�� 7�� 15.6

�� TOTAL�� 44�� 100.0

Dari tabel 3 didapatkan dari 45 responden, prosentase lebih besar ada pada kelompok balita pneumonia, yaitu 44 (97,8%).

B. Analisa Bivariat

1. Hubungan Status Gizi Balita Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Desa Sutawangi UPTD Puskesmas DTP Jatiwangi Tahun 2019

item

Status Gizi

Pneumonia

Jumlah

Pneumonia Berat

Pneumonia

Lebih

0,88

Baik

2,2

77,8

Kurang

15,6

Buruk

4,4

Jumlah

2,2

97,8

� Keterangan : Kolom pneumonia sangat berat tidak dimunculkan dalam tabel karena nilainya 0

Dari tabel diatas didapatkan dari 45 responden,� didapatkan proporsi lebih besar terdapat pada kelompok responden dengan status gizi baik dengan pneumonia, yaitu sebanyak 35 (77,8%).

Dari perhitungan dengan menggunakan uji statistik Chi Square� didapatkan nilai probability = 0,88 (p > 0,05 → Ho diterima) yang berarti tidak ada hubungan status gizi balita dengan kejadian penumonia pada balita di Desa Sutawangi UPTD Puskesmas DTP Jatiwangi� Tahun 2019.

C. Pembahasan

Dari hasil penelitian terhadap 45 responden yang diuji, 35 (77,8%) mempunyai status gizi baik dan menderita pneumonia, sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden yang menderita pneumonia mempunyai status gizi baik. Dan dari hasil uji statistik Chi Square� didapatkan nilai p = 0,88 (p > 0,05 → Ho diterima),� yang berarti tidak ada hubungan status gizi balita dengan kejadian pneumonia pada balita.

Dari hasil pada penelitian ini dapat dilihat bahwa status gizi bukan merupakan faktor utama terjadinya pneumonia karena sebagian besar responden yang menderita pneumonia mempunyai status gizi baik, sehingga hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan status gizi balita terhadap kejadian pneumonia pada balita di Desa Sutawangi UPTD Puskesmas DTP Jatiwangi Tahun 2019.

Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah status gizi, dimana status gizi pada anak-anak dapat mempengaruhi status sehat � sakit, seperti dikatakan menurut teori (Pudjiadi S., 2015) yang mengatakan infeksi derajat berbagai macam bisa �memperburuk kondisi gizi melalui gangguan masukan makanannya serta tingginya zat-zat gizi esensial tubuh yang semakin menghilang. Sebaliknya malnutrisi, meskipun ringan efeknya negatif kepada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergistik, Oleh karena itu malnutrisi berbarengan dengan infeksi menyerahkan efek yang kurang baik serta lebih besar jika dilihat dengan efek oleh alasan infeksi serta malnutrisi dengan cara sendiri-sendiri. Contoh alasan yang bisa memberi dampak dari munculnya penyakit pneumonia terhadap anak diantaranya kurangnya energi protein. Anak dengan daya tahan tubuh terhambat akibat dari penyakit pneumonia berulang-ulang ataupun kurang mampu menghadapi penyakit pneumonia dengan sempurna. Namun status gizi tersebut bukanlah penyebab utama terjadinya pneumonia. Status gzi yang buruk pada anak yang menderita pneumonia akan memperburuk keadaan kesehatan anak tersebut jika status gizinya tidak segera diatasi.

Status gizi hanya salah satu faktor risiko terjadinya pneumonia pada balita, ada beberapa faktor risiko lain yang menyebabkan terjadinya pneumonia pada balita, antara lain faktor host (faktor umur, jenis kelamin, status imunisasi), faktor agent/kuman penyakit, faktor lingkungan sosial, faktor lingkungan fisik.

Faktor umur merupakan faktor risiko kematian pada balita yang sedang menderita pneumonia. Semakin tua umur balita yang sedang menderita pneumonia maka akan semakin kecil risiko meninggal akibat pneumonia dibandingkan balita yang berusia muda. Jenis kelamin Menurut Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita, anak laki-laki memiliki risiko 1,5 kali lebih sering untuk terkena pneumonia dibandingkan dengan anak perempuan.

Status Imunisasi yaitu salah satu cara menurunkan angka kesakitan serta angka kematian terhadap bayi serta anak. Dari seluruh kematian balita, kurang lebih 38% bisa dihadapi dengan pemberian imunisasi dengan cara yang efektif. Imunisasi yang tidak lengkap ialah akibat dari efek yang bisa menaikan insidensi ISPA terutama pneumonia. Penyakit pneumonia lebih mudah menyerang anak yang belum memperoleh imunisasi campak serta DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) oleh sebab itu untuk menekan tingginya� angka kematian akibat pneumonia, bisa dilaksanakan dengan memberikan imunisasi seperti imunisasi DPT dan campak. Faktor agent/kuman penyakit Pneumonia pada dasarnya diakibatkan oleh bakteri seperti streptococcus pneumoniae, hemophilus influenza serta staphylococcus aureus. Akibat pneumonia lainnya yaitu virus kelompok metamyxovirus, coronavirus, picornavirus, othomyxovirus, dan herpesvirus.

Faktor lingkungan sosial meliputi pekerjaan orang tua dan pendidikan ibu. Pekerjaan orang tua mempengaruhi penghasilan keluarga.� Tingkat penghasilan yang kurang mencukupi untuk keluarga pada dasarnya akan berpengaruh tidak langsung terhadap penyakit. Penyakit pneumonia pada balita, pendapatan yang rendah mengakibatkan orang tua sulit menyiapkan kebutuhan perumahan yang baik, perawatan kesehatan serta gizi anak yang mencukupi. Rendahnya kualitas gizi anak mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang serta mudah masuknya penyakit infeksi termasuk penyakit pneumonia, sedangkan pendidikan ibu yang rendah juga merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan angka kematian ISPA terutama pneumonia. Tingkat pendidikan ibu akan berpengaruh terhadap tindakan perawatan oleh ibu kepada anak yang menderita ISPA. Jika pengetahuan ibu untuk mengatasi pneumonia tidak tepat ketika bayi atau balita menderita pneumonia, akan mempunyai risiko meninggal karena pneumonia sebesar 4,9 kali jika dibandingkan dengan ibu yang mempunyai pengetahuan yang tepat (Depkes, 2002).

Faktor lingkungan fisik meliputi polusi udara dalam ruangan/rumah dan kepadatan hunian. Rumah atau tempat tinggal dengan ventilasi yang buruk (kurang baik) dapat mendukung terjadinya penularan penyakit dan gangguan kesehatan, diantaranya adalah infeksi saluran nafas.� Rumah kecil yang penuh asap, baik yang berasal asap dapur, asap rokok, debu yang terkumpul dalam rumah karena tidak memiliki sirkulasi udara yang memadai akan mendukung penyebaran virus atau bakteri yang mengakibatkan penyakit infeksi saluran pernafasan yang berat. Sedangkan kepadatan hunian terutama di daerah perkotaan karena pesatnya pertumbuhan penduduk kota dan mahalnya harga tanah di perkotaan menyebabkan rumah yang sempit tetapi banyak penghuninya, maka penghuni mudah terserang penyakit dan orang yang sakit dapat menularkan penyakit pada anggota keluarga lainnya. Perumahan yang sempit dan padat akan menyebabkan anak sering terinfeksi oleh kuman yang berasal dari tempat kotor dan akhirnya terkena berbagai penyakit menular.

Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan serta berdasarkan uji Chi Square dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara status gizi balita dengan kejadian pneumonia pada balita di desa Sutawangi wilayah kerja UPTD Puskesmas DTP Jatiwangi tahun 2019 dengan nilai p = 0,88 (p > 0,05). Hasil penelitian ini hendaknya dapat Melaksanakan perencanaan yang telah dibuat dengan memberikan� informasi yang tepat kepada masyarakat� tentang pneumonia dan faktor-faktor yang menyebabkan pneumonia melalui penyuluhan di MTBS,� KBK (kelompok keluarga balita) ataupun pada saat posyandu.

Bibliografi

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, D. K. R. (2016). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2007.

Dahlan Z. (2017). Pneumonia. In : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi L, Simadibrata M, Setiati S. (eds). In Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Jilid II E). Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pp 964-965.

Depkes, R. I. (2002). Pedoman Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA untuk penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta: Dirjen PPM Dan PLP.

Mansjoer A, Suprohaita, Wadhani W.I., S. W. (2018). Kapita Selekta Kedokteran (Jilid 2 Ed). Jakarta : Media Aesculapius FKUI, p 467.

NN. (2017). Hubungan Status Gizi dan Pemberian ASI Pada Balita Terhadap Kejadian Pneumonia di Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang Kecamatan Kuranji Padang Tahun 2011 (diunduh tanggal 8 Oktober 2013). Tersedia dari : repository.unand.ac.id. Kesehatan. repository.unand.ac.id

Pudjiadi S. (2015). Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia : Jakarta , p:21.

Saepudin, A. (2018). Hubungan Asupan Energi Terhadap Status Gizi Wanita Subur Di Kelas Xii Ipa Sma Negeri 1 Cigugur Kabupaten Kuningan. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 3(7), 1�13.

Said M. (2018). Pneumonia. In Rahayoe N.N, Supriyatno B, setyanto D.B. (eds). In Buku Ajar Respirologi Anak. (Edisi I). Jakarta : Badan Penerbit IDAI,.

Jurnal Syntax Admiration	Vol. 1 No. 2 Juni 2020
p-ISSN : �� e-ISSN : 2722-5356	Sosial Teknik

Endang Subandi