Jurnal Syntax Admiration

Vol. 2 No. 10 Oktober 2021

p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356

Sosial Teknik

 

ARAH KEBIJAKAN PERLINDUNGAN SOSIAL KE DEPAN UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

 

Ahmad Nawawi

Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan RI, Indonesia

Email: [email protected]

 

INFO ARTIKEL

ABSTRAK

Diterima

25 September 2021

Direvisi

05 Oktober 2021

Disetujui

15 Oktober 2021

Beberapa tahun ke depan, kebijakan perlindungan sosial akan diwarnai oleh dampak pandemi Covid�19 yang terjadi saat ini, seperti jumlah pengangguran yang meningkat, kemiskinan bertambah, pendapatan per kapita dan tingkat indeks pembangunan manusia menurun. Sisi lain, kapasitas fiskal ke depan juga masih tertekan sebagai dampak pandemi Covid�19 saat ini. Oleh karena itu, ke depan diperlukan desain perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan program perlindungan sosial yang lebih komprehensif, agar lebih optimal dampaknya. Bertolak hal tersebut, maka penelitian ini bertujuan melihat bagaimana desain kebijakan perlindungan sosial saat ini dan kebijakan perlindungan sosial saat pandemi Covid-19. Selanjutnya, desain kebijakan perlindungan sosial saat ini digunakan sebagai dasar untuk menganalisis bagaimana arah kebijakan perlindungan sosial yang efektif untuk kesejahteraan masyarakat ke depannya. Penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan menggunakan analisis makro�meso�mikro. Hasil penelitian menemukan bahwa kebijakan perlindungan sosial saat ini sudah mengarah ke perlindungan sosial untuk semua dan sepanjang hayat. Namun, masih terdapat beberapa tantangan yang harus diselesaikan demi optimalnya pelaksanaan program. Rekomendasi penelitian antara lain perbaikan DTKS yang bersifat bottom up dan aspiratif, kebijakan yang melibatkan peran aktif masyarakat/swasta/BUMN-D dan program perlindungan sosial ke depan sebaiknya diarahkan dalam bentuk bantuan yang bersyarat.

 

ABSTRACT�������������������������

In the next few years, social protection policies will be marked by the impact of the current Covid-19 pandemic, such as increasing unemployment, increasing poverty, decreasing per capita income and HDI. On the other hand, future fiscal capacity is still under pressure from the impact of the pandemic. In the future, a more comprehensive design, planning, preparation and implementation of social protection programs is needed. Related this background, this research tries to see how the current social protection policy designs and social protection policies during the Covid-19 pandemic. Furthermore, the current social protection policy direction is used as a basis for analyzing how to design an effective social protection policy in the future. The study used qualitative research methods, and macro-meso-micro analysis. The results of the study found that the current social protection policies are already towards to universal coverage. However, there are still a number of challenges that must be resolved for optimal implementation of the program. Recommendations for this research are improving the database which is bottom up, policies that involve the active role of the community/private sector/stated and regional owned enterprises, and future social protection programs should be directed in the form of conditional assistance.

Kata Kunci: perlindungan sosial; arah kebijakan; kesejahteraan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Keywords: social protection; policy direction; wealth



 

Pendahuluan

Karakteristik virus corona (severe acute respiratory syndrome coronavirus 2/SARS�CoV�2) sangat ideal untuk menjadikan sumber pandemi yang masif, yaitu mudah mutasi dan menyesuaikan kondisi lingkungan, mampu bertahan hidup di luar tubuh makhluk hidup dan di udara yang cukup lama dan mudah menyebar (WHO, 2020). Dampak pandemi Covid�19 sangat memengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat di seluruh dunia, termasuk Indonesia, baik dari aspek kesehatan, sosial, ekonomi dan keuangan. Banyak pengangguran baru sebagai dampak dari pemutusan hubungan kerja masal akibat pembatasan aktivitas di berbagai sektor, termasuk sektor ekonomi. Berdasarkan hasil survei sosial demografi dampak Covid�19 (BPS, 2020), pendapatan masyarakat miskin, rentan miskin dan pekerja informal paling terdampak. Hal ini berdampak pada kemampuan daya beli masyarakat terdampak yang mengalami penurunan dan pada gilirannya mengakibatkan penurunan tingkat kesejahteraan.

Sebagai respon terhadap dampak Covid�19, fokus pemerintah di berbagai negara sangat tersita untuk menjaga dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta pemulihan ekonomi (Makin & Layton, 2021). Anggaran yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak Covid�19 sangat besar, namun di sisi lain penerimaan negara mengalami kontraksi. Oleh karena itu, pada tahun 2020 Pemerintah Indonesia melakukan perubahan APBN melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2020 sebagai dasar untuk melakukan realokasi dan penajaman anggaran, demi memenuhi pendanaan program�program yang lebih prioritas, salah satunya program perlindungan sosial. Beberapa kebijakan Pemerintah untuk jaring pengaman sosial (social security net) dalam perubahan APBN tahun 2020, yaitu peningkatan dan perluasan PKH, peningkatan dan perluasan Kartu Sembako, penambahan dan fleksibilitas Kartu Pra�Kerja serta diskon listrik.

Beberapa tahun ke depan, kebijakan perlindungan sosial pasti sangat diwarnai oleh dampak pandemi Covid�19 yang terjadi saat ini, seperti jumlah pengangguran yang meningkat, kemiskinan bertambah, daya beli masyarakat menurun, pendapatan per kapita menurun dan akhirnya berdampak pada menurunnya tingkat indeks pembangunan manusia (IPM). Semakin kompleksnya permasalahan tersebut, maka saat ini dan ke depan diperlukan desain perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan program perlindungan sosial yang lebih utuh (komprehensif) dan baik, sehingga lebih efektif dan efisien.

Kesejahteraan merupakan tujuan dari semua negara (Abbas 2000, Ali et al. 2012, Asghar 2012, Arnold et al. 2015), termasuk Indonesia (Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945). Negara kesejahteraan sering diasosiasikan dengan proses distribusi sumber daya kepada masyarakat (Goodin et al., 2008), baik secara tunai maupun dalam bentuk manfaat tertentu (cash benefits or benefits in kind). Konsep kesejahteraan terkait erat dengan kebijakan sosial�ekonomi yang berupaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara umum. Sementara itu, menurut Undang�Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, yang dimaksud kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Guna mewujudkan kesejahteraan tersebut diperlukan peran pemerintah secara aktif dalam mengendalikan perekonomian nasional, permintaan pada level makro, mengurangi pengangguran, dan menjaga inflasi (Keynes, 1936), (Auerbach, 2012), (Claus et al., 2014), (Muinelo-Gallo & Roca-Sagal�s, 2011), (Gaspar et al., 2019) atau dengan kata lain pemerintah harus mempunyai peranan penting dalam memengaruhi ekonomi agar sesuai dengan tujuan dan cita�cita negara, yaitu tercapainya kesejahteraan bagi warga negaranya.

Kemiskinan, kesenjangan, dan peningkatan kesejahteraan merupakan permasalahan utama bagi seluruh negara (Celikay & Gumus, 2017). Banyak peneliti di seluruh dunia telah mempelajari isu�isu mengenai bentuk kebijakan yang efektif untuk mengatasi permasalahan kesejahteraan, dan efektifitas kebijakan ini telah menjadi pertanyaan para peneliti sebelumnya (Lewis & Ulph, 1988), (Blackburn, 1994) dan (Caminada & Goudswaard, 2009), (Kabubo-Mariara et al., 2013), (Arnold & Farinha Rodrigues, 2015), (Odusola, 2017). Salah satu kebijakan dalam upaya peningkatan kesejahteraan, yaitu kebijakan fiskal di bidang perlindungan sosial. Tujuan pengeluaran perlindungan sosial, sebagai salah satu instrumen kebijakan fiskal, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melalui distribusi pendapatan yang memadai dan pemberian bantuan, seperti bantuan langsung tunai, bantuan pangan, bantuan pendidikan, bantuan kesehatan, bantuan usaha, dan subsidi (Sinn, 1995).

Penelitian yang menjelaskan dan menganalisis mengenai rezim kesejahteraan (social welfare regime) di Indonesia, dilakukan oleh (Van de Walle & Lahat, 2017) dengan judul penelitian �Welfare Regime Change in Developing Countries: Evidence from Indonesia�. Dalam penelitian tersebut disampaikan bahwa rezim kesejahteraan di Indonesia mengalami perkembangan dan perubahan disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi, kondisi pasar global, dan kebijakan sosial yang mengarah ke arah universalisasi atau perlindungan sosial untuk semua. Penelitian lainnya, (Sumarto & Kaasch, 2018) dengan judul �New Directions in Social Policy: Evidence from the Indonesian Insurance Programme�. Pada penelitian tersebut didiskusikan mengenai perkembangan program asuransi kesehatan di Indonesia sebagai sarana untuk memahami perkembangan kebijakan sosial di Indonesia. Perkembangan program asuransi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan seiring dengan dinamika pertumbuhan ekonomi dan kondisi politik.

Selanjutnya, dapat disampaikan bahwa penelitian�penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya di atas telah memberikan kontribusi akademis. Namun, penelitian�penelitian tersebut belum membahas mengenai bagaimana arah pengelolaan kebijakan perlindungan sosial ke depan yang efektif dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini berusaha untuk memberikan kebaruan dan kontribusi akademis. Kebaruan tersebut berupa tujuan penelitian untuk menganalisis bagaimana kebijakan program perlindungan sosial ke depan lebih efektif dan efisien dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sementara itu, kontribusi akademis penelitian ini adalah pengembangan konsep teori mengenai kesejahteraan dari penelitian sebelumnya.

 

Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan yaitu menggunakan metode kualitatif. Secara garis besar tahapannya, sebagai berikut: (1) merumuskan masalah sebagai fokus penelitian; (2) mengumpulkan data di lapangan; (3) menganalisis data; (4) merumuskan hasil studi; dan (5) menyusun kesimpulan dan rekomendasi. Pendekatan spesifik yang akan digunakan adalah pendekatan studi kasus terhadap program�program peningkatan kesejahteraan, khususnya perlindungan sosial sebelum pandemi Covid�19 dan selama pandemi Covid�19. Penelitian melihat secara mendalam mengenai bagaimana pengelolaan anggaran fiskal untuk peningkatan kesejahteraan di Indonesia. Kasus dibatasi oleh waktu dan aktivitas, serta penelitian dilakukan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah ditentukan (Stake, 1995). Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan cara: (1) diskusi dengan para stakeholders yang menangani anggaran perlindungan sosial; (2) dokumentasi kebijakan, seperti dokumen negara resmi (RPJPN, RPJMN, RKP, Nota Keuangan dan APBN), dokumen peraturan perundangan (UU APBN, UU SJSN, Peraturan Menteri/Juknis, dan lain sebagainya), dan (3) studi atas penelitian sebelumnya.

Prosedur penelitiannya yaitu langkah pertama dilakukakan inventarisasi kebijakan/program dalam peningkatan kesejahteraan pada saat ini. Selanjutnya dilakukan analisis atas kelebihan dan kekuarangan (gap) dari kebijakan, serta dilakukan analisis secara keseluruhan dari sisi makro�meso�mikro. Analisis makro dilakukan untuk mengetahui bagaimana kebijakan fiskal dalam rangka peningkatan kesejahteraan direncanakan, disusun, dan ditetapkan. Analisis meso dilakukan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan kebijakan ini oleh institusi�institusi yang terlibat. Analisis mikro untuk mengetahui bagaimana dampak kebijakan terhadap penerima manfaat dari program�program peningkatan kesejahteraan. Berdasarkan analisis tersebut, kemudian dilakukan interpretasi dan dihubungkan dengan teori fiskal maupun teori kesejahteraan.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif pada penelitian ini yaitu gambaran dan penjelasan dari obyek penelitian, meliputi: mekanisme pengelolaan anggaran, perkembangan kebijakan dalam rangka peningkatan kesejahteraan, latar belakang munculnya kebijakan perlindungan sosial, tujuan setiap program perlindungan sosial, kelembagaan, target dari program, efektivitas program, dan kondisi penerima manfaat. Sementara itu, data kuantitatif pada penelitian ini meliputi alokasi anggaran perlindungan sosial dan indikator kesejahteraan (IPM dan kemiskinan).

Penelitian menggunakan dua sumber data yaitu data primer dan sekunder. Data primer pada penelitian ini adalah hasil diskusi dengan stakeholders yang menangani anggaran perlindungan sosial. Sementara itu, data sekunder pada penelitian ini yaitu dokumen NK dan APBN, website BPS, website Kemenkeu, dokumen peraturan perundangan yang terkait dengan penelitian. Analisis data kualitatif merupakan upaya yang dilakukan dengan mengumpulkan data, mengorganisasikan data, memilah�milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Tujuan penelitian ini adalah deskriptif eksplanatori, yaitu menggambarkan dan menjelaskan pola�pola yang terkait beberapa program peningkatan kesejahteraan dan manfaatnya, serta mengidentifikasikan hubungan�hubungan yang mempengaruhinya.

Gambar 1

Langkah Analisis Penelitian Kualitatif

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Skema Perlindungan Sosial Saat Ini

Pemberian bantuan sosial kepada masyarakat miskin melalui dua cara yaitu: (1) transfer sosial dan (2) pembayaran kepada pekerja aktif dan para pensiunan. Secara umum, transfer sosial yang dilakukan di banyak negara meliputi: (1) conditional cash transfer (CCT), yaitu pembayaran yang diberikan kepada penerima manfaat dengan syarat harus melakukan investasi terhadap dirinya atau keluarganya, seperti investasi di bidang kesehatan dan pendidikan; dan (2) unconditional cash transfer (UCT), yaitu pembayaran/bantuan yang diberikan kepada penerima manfaat yang ditargetkan tanpa syarat khusus.

B.  Bantuan Bersyarat (Conditional Cash Transfer)

Salah satu program dengan skema CCT di Indonesia saat ini yaitu PKH. Bantuan sosial PKH adalah bantuan berupa uang yang diberikan kepada keluarga dan/atau orang miskin, tidak mampu, dan/atau rentan terhadap risiko sosial yang terdaftar dalam DTKS. PKH bertujuan: (1) meningkatkan taraf hidup keluarga penerima manfaat (KPM) melalui akses layanan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial; (2) mengurangi beban pengeluaran dan meningkatkan pendapatan keluarga miskin dan rentan; (3) menciptakan perubahan perilaku dan kemandirian KPM dalam mengakses layanan kesehatan dan pendidikan serta kesejahteraan sosial; (4) mengurangi kemiskinan dan kesenjangan; dan (5) mengenalkan manfaat produk dan jasa keuangan formal kepada KPM.

Sasaran PKH dibagi dua, yaitu PKH reguler dan PKH Akses. Sasaran PKH reguler yaitu keluarga dan/atau seseorang yang miskin dan rentan serta terdaftar dalam data terpadu program penanganan fakir miskin, memiliki komponen kesehatan, pendidikan, dan kesejahteran sosial. Sementara itu, sasaran PKH Akses yaitu keluarga dan/atau seseorang yang miskin dan rentan di wilayah PKH Akses yang terdaftar dalam DTKS yang memiliki komponen kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan sosial. Wilayah PKH Akses meliputi daerah pesisir dan pulau kecil, daerah tertinggal/terpencil, dan perbatasan antar negara.

Kriteria komponen kesehatan program PKH meliputi ibu hamil/menyusui dan anak berusia 0�6 tahun. Kriteria komponen pendidikan meliputi: (1) anak SD/MI atau sederajat; (2) anak SMP/MTs atau sederajat; (3) anak SMA/MA atau sederajat; dan (4) anak usia 6�21 tahun yang belum menyelesaikan wajib belajar 12 tahun. Selanjutnya, kriteria komponen kesejahteraan sosial meliputi lanjut usia mulai dari 60 tahun dan penyandang disabilitas, diutamakan penyandang disabilitas berat.

KPM PKH berhak mendapatkan: (1) bantuan sosial PKH; (2) pendampingan PKH; (3) pelayanan di fasilitas kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial; serta (4) program bantuan komplementer di bidang kesehatan, pendidikan, subsidi energi, ekonomi, perumahan, dan pemenuhan kebutuhan dasar lainnya. Namun, di sisi yang lain, KPM PKH berkewajiban untuk: (1) memeriksakan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan; (2) mengikuti kegiatan belajar dengan tingkat kehadiran paling sedikit 85 persen bagi anak usia sekolah wajib belajar 12 tahun; dan (c) mengikuti kegiatan di bidang kesejahteraan sosial sesuai dengan kebutuhan bagi keluarga yang memiliki komponen lanjut usia mulai dari 60 tahun dan/atau penyandang disabilitas berat.

Sementara itu, KPM PKH Akses memiliki kewajiban untuk melaksanakan kegiatan dalam komponen: (1) kesehatan; (2) pendidikan; dan (3) kesejahteraan sosial. Komponen kesehatan sesuai ketentuan harus: (1) memeriksakan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau petugas pelayanan kesehatan dan/atau kader kesehatan di desa bagi ibu hamil/nifas; (2) memeriksakan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau petugas pelayanan kesehatan dan/atau kader kesehatan di desa bagi ibu menyusui dengan memberikan air susu ibu eksklusif; dan (3) memeriksakan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau petugas pelayanan kesehatan dan/atau kader kesehatan di desa bagi bayi dan balita. Komponen pendidikan sesuai dengan ketentuan harus mengikuti kegiatan belajar dengan fasilitas pendidikan yang ada baik sekolah biasa, sekolah kampung, pendidikan keluarga, pesantren, sekolah minggu, kursus, maupun belajar keterampilan bagi anak usia sekolah wajib belajar 12 tahun. Selanjutnya, komponen kesejahteraan sosial sesuai dengan ketentuan harus: (1) memberikan makanan bergizi dengan memanfaatkan bahan pangan lokal dan perawatan kesehatan paling sedikit 1 kali dalam 1 tahun terhadap anggota keluarga lanjut usia mulai dari 60 tahun; dan (2) meminta tenaga kesehatan yang ada untuk memeriksa kesehatan, merawat kebersihan, mengupayakan makan dengan makanan lokal bagi penyandang disabilitas berat. Apabila KPM tidak memenuhi kewajiban di atas maka dikenakan sanksi, berupa penangguhan atau penghentian bantuan sosial PKH.

Terkait anggaran, alokasi anggaran untuk PKH tahun 2021 naik lebih dari 6 kali dibandingkan dengan tahun 2014 (dari Rp4,4 triliun menjadi Rp28,7 triliun), sementara sasarannya naik hampir 4 kali (dari 2,8 juta KPM menjadi 10 juta KPM). Hal ini menunjukkan arah kebijakan pemerintah terkait pemberian bantuan melalui program PKH sudah sejalan dengan upaya peningkatan efektifitas dan akuntabilitas pelaksanaan program perlindungan sosial. Program PKH memberikan pendidikan kepada KPM untuk meningkatkan kualitas SDM�nya, hal ini yang menjadi poin tambahan terhadap program PKH. PKH sebagai program bantuan sosial yang bersyarat mewajibkan penerima PKH harus terdaftar dan hadir pada fasilitas kesehatan dan pendidikan.

Seluruh anggota KPM harus memenuhi kewajiban kepesertaan PKH. Pemenuhan kewajiban oleh KPM PKH akan berdampak pada bantuan sosial dan hak kepesertaan lainnya. KPM yang memenuhi kewajibannya akan mendapatkan hak sesuai ketentuan program. Sedangkan KPM yang tidak memenuhi kewajibannya dikenakan penangguhan dan/atau penghentian bantuan sosial.

Demi optimalisasi keberhasilan program PKH dengan baik, maka KPM PKH mendapatkan program bantuan komplementer di bidang kesehatan, pendidikan, subsidi energi, ekonomi, perumahan, dan pemenuhan kebutuhan dasar lainnya. Program�program tersebut, yaitu jaminan kesehatan nasional (PBI), BPNT/bantuan pangan, program Indonesia pintar (PIP), kelompok usaha bersama (KUBE), rumah tinggal layak huni, asistensi lanjut usia terlantar, asistensi sosial penyandang disabilitas berat, sertifikat kepemilikan tanah, dan bantuan sosial lainnya yang berasal dari pemerintah, pemerintah daerah, dan dunia usaha.

Selain PKH, program dengan skema CCT yaitu PIP. Program ini merupakan bantuan berupa uang tunai, perluasan akses, dan kesempatan belajar dari pemerintah yang diberikan kepada peserta didik dan mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin atau rentan miskin untuk membiayai pendidikan. PIP merupakan program dengan skema CCT karena penerima manfaat akan mendapatkan dana bantuan apabila mereka memenuhi persyaratan dan harus menjadi peserta didik/mahasiswa.

PIP diperuntukkan bagi anak berusia 6 tahun sampai dengan 21 tahun untuk mendapatkan layanan pendidikan sampai dengan tamat satuan pendidikan dasar dan menengah, dengan prioritas sasaran: (a) peserta didik pemegang KIP dan (b) peserta didik dari keluarga miskin/rentan miskin. Untuk poin b dengan pertimbangan khusus seperti: (1) peserta didik dari keluarga peserta PKH; (2) peserta didik dari keluarga pemegang Kartu Keluarga Sejahtera; (3) peserta didik yang berstatus yatim piatu/yatim/piatu dari sekolah/panti sosial/panti asuhan; (4) peserta didik yang terkena dampak bencana alam; (5) peserta didik yang tidak bersekolah (drop out) yang diharapkan kembali bersekolah; (6) peserta didik yang mengalami kelainan fisik, korban musibah, dari orang tua yang mengalami pemutusan hubungan kerja, di daerah konflik, dari keluarga terpidana, berada di lembaga pemasyarakatan, memiliki lebih dari 3 saudara yang tinggal serumah; atau (7) peserta pada lembaga kursus atau satuan pendidikan nonformal lainnya.

Sementara itu, PIP yang diperuntukkan bagi mahasiswa yang diterima di perguruan tinggi termasuk penyandang disabilitas dengan prioritas sasaran: (a) mahasiswa pemegang KIP merupakan peserta didik lulusan SMA, SMK, atau bentuk lain yang sederajat yang telah memiliki KIP; (b) mahasiswa dari keluarga miskin/rentan miskin dan/atau dengan pertimbangan khusus seperti: mahasiswa dari keluarga peserta PKH, mahasiswa dari keluarga pemegang Kartu Keluarga Sejahtera, atau mahasiswa dari panti sosial/panti asuhan; (c) mahasiswa yang: 1) berasal dari daerah terdepan, terluar, dan tertinggal, 2) orang asli Papua sesuai dengan ketentuan peraturan perundang�undangan mengenai otonomi khusus bagi Provinsi Papua; atau 3) anak tenaga kerja Indonesia di daerah perbatasan NKRI; dan (d) mahasiswa WNI yang berada atau melaksanakan pendidikan tinggi pada wilayah Indonesia atau luar negeri yang mengalami: bencana alam, konflik sosial; atau kondisi lain berdasarkan pertimbangan Mendikbud.

C.  Bantuan Tanpa Syarat (Unconditional Cash Transfer)

Program perlindungan sosial dengan skema UCT merupakan bantuan langsung dari pemerintah kepada masyarakat miskin tanpa syarat apapun atas tindakan penerima. Beberapa program perlindungan sosial dengan skema UCT di Indonesia saat ini, antara lain BPNT/bantuan pangan, PBI JKN, bantuan langsung tunai, dan subsidi. Tujuan pokok dari program ini adalah membantu masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhan dasarnya (terutama pangan) dan meningkatkan daya beli.

Program BPNT yaitu bantuan sosial yang disalurkan secara nontunai dari pemerintah yang diberikan kepada KPM setiap bulannya melalui uang elektronik yang selanjutnya digunakan untuk membeli bahan pangan yang telah ditentukan di e-warong. Program BPNT bertujuan (1) mengurangi beban pengeluaran KPM BPNT melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan; (2) memberikan bahan pangan dengan gizi seimbang kepada KPM BPNT; (3) memberikan bahan pangan dengan tepat sasaran, tepat waktu, tepat jumlah, tepat kualitas, tepat harga, dan tepat administrasi; dan (4) memberikan lebih banyak pilihan dan kendali kepada KPM BPNT terhadap kebutuhan pangan.

Program bantuan PBI�JKN merupakan bantuan iuran jaminan kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu yang dibayar oleh pemerintah, yang bersumber dari APBN. Sementara yang dimaksud PBI JKN adalah fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta program jaminan kesehatan. Untuk mewujudkan komitmen global dan konstitusi, pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui jaminan kesehatan nasional bagi kesehatan perorangan. Guna mewujudkan pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat secara menyeluruh, pemerintah menyelenggarakan jaminan sosial di bidang kesehatan, melalui BPJS Kesehatan. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah memberikan jaminan melalui skema pemberian bantuan iuran JKN.

Sementara itu, program subsidi diberikan kepada masyarakat untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan produktivitas masyarakat miskin. Subsidi merupakan alokasi anggaran yang disalurkan melalui perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat. Dalam APBN, belanja subsidi dialokasikan dalam rangka meringankan beban masyarakat dan sekaligus untuk menjaga agar produsen mampu menghasilkan barang dan jasa, khususnya yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat. Selain itu, pemberian subsidi juga ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, khususnya pada sektor transportasi dan komunikasi, serta memberikan insentif bagi dunia usaha dan masyarakat.

D.  Kebijakan Perlindungan Sosial Saat Ini

Program bantuan sosial di Indonesia selama ini beragam dalam berbagai bidang, seperti program di bidang pangan, pendidikan, kesehatan, energi, sosial dan ekonomi, perumahan, pertanian, serta kelautan dan perikanan. Keberagaman program tersebut merupakan kekuatan sekaligus tantangan dalam pelaksanaannya. Kekuatannya, terdapat banyak aspek pembangunan manusia yang diakomodasi oleh berbagai program tersebut. Sementara itu, di sisi lain, variasi pengelolaan program yang kompleks serta basis data yang digunakan menjadi tantangan di dalam pelaksanaan program, yang dapat berpengaruh pada efektivitas program.

 

Tabel 2

Ringkasan Program Bantuan Pemerintah, 2014�2019

No.

Program

Jenis Akun

Program di Bidang Pangan

1.

Rastra

Bansos

2.

Bantuan Pangan Non Tunai/ Kartu Sembako

Bansos

Program di Bidang Pendidikan

1.

Program Indonesia Pintar

Bansos

2.

Bidikmisi

Bansos

Program di Bidang Kesehatan

1.

Program Indonesia Sehat

Bansos

Progran di Bidang Energi

1.

Subsidi Listrik

Subsidi

2.

Subsidi LPG 3 Kg

Subsidi

Program di Bidang Sosial Ekonomi

1.

Program Keluarga Harapan

Bansos

2.

Kelompok Usaha Bersama

Bansos

3.

Komunitas Adat Terpencil

Bansos

4.

Temu Penguatan Kapasitas Anak dan Keluarga

Bansos

5.

Asistensi Sosial bagi Penyandang Disabilitas Berat

Bansos

6.

Asistensi Sosial bagi Lanjut Usia Terlantar

Bansos

Program di Bidang Perumahan

1.

Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dan Sarana Lingkungan

Bansos

2.

Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya

Bansos

3.

Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP)

Pembiayaan

4.

Subsidi Selisih Bunga

Subsidi

5.

Subsidi Bantuan Uang Muka

Subsidi

Program di Bidang Pertanian

1.

Subsidi Pupuk

Subsidi

2.

Bantuan Premi Asuransi Usaha Tani Padi

Belanja Barang

3.

Bantuan Premi Asuransi Usaha Ternak Sapi

Belanja Barang

Program di Bidang Kelautan dan Perikanan

1.

Bantuan Premi Asuransi Nelayan

Belanja Barang

2.

Bantuan Premi Asuransi Perikanan bagi Pembudidaya Ikan Kecil

Belanja Barang

Sumber: Kementerian Keuangan

 

Sementara itu, tujuan dari masing�masing program sosial di setiap bidangnya dapat dijelaskan pada Tabel 3 berikut.

 

 

 

 

Tabel 3

Tujuan Program Bantuan Sosial Tiap Bidang

No.

Program Bantuan

Tujuan

1.

Bidang Pangan

Mengurangi beban pengeluaran masyarakat kurang mampu dalam memenuhi kebutuhan pangan pokok, terutama beras, protein, dan sumber energi.

2.

Bidang Pendidikan

Mewujudkan komitmen pemerintah di bidang pendidikan dalam memberikan layanan pendidikan tanpa diskriminasi dan pendidikan untuk semua.

3.

Bidang Kesehatan

Memberikan kepastian jaminan kesehatan yang komprehensif bagi seluruh rakyat Indonesia agar dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera.

4.

Bidang Energi

Memberikan bantuan kepada masyarakat tidak mampu (rumah tangga sasaran) di bidang energi

5.

Bidang Ekonomi dan Sosial

Meningkatkan taraf hidup dan produktivitas penerima manfaat.

6.

Bidang Perumahan

Memberikan bantuan berupa perbaikan kondisi rumah tidak layak huni, bantuan pembiayaan perumahan, dan stimulan bagi MBR.

7.

Bidang Pertanian

Memberikan bantuan subsidi pupuk, serta bantuan premi asuransi usaha tani dan ternak.

8.

Bidang Kelautan dan Perikanan

Memberikan bantuan premi asuransi nelayan dan perikanan bagi pembudidaya ikan kecil.

 

Evaluasi atas pelaksanaan program�program tersebut, terlihat bahwa kerangka dari masing�masing program cukup bervariasi, termasuk basis data yang digunakan, kriteria penerima bantuan, dan sistem penyaluran bantuan. Isu utama penyaluran bantuan, yaitu basis data yang memiliki informasi kurang lengkap dan tidak real time, sehingga mempengaruhi ketepatan sasaran. Selain itu, sistem program perlindungan sosial saat ini masih bersifat per sektor/bidang dan belum dapat menunjukkan sinkronisasi antar program dan kesinambungan pentahapan pengentasan kemiskinan.

E.  Kebijakan Perlindungan Sosial Masa Era Covid�19

Pandemi Covid�19 sangat berdampak bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, terutama bagi masyarakat miskin, rentan miskin, dan korban PHK (pengangguran baru). Guna meringankan beban dan menjaga kesejahteraan mereka, pemerintah memberikan bantuan dengan berbagai program perlindungan sosial. Beberapa program perlindungan sosial pada tahun 2020 dalam rangka merespon dampak pandemi Covid�19, yaitu:

1.    Program PKH, berupa penyaluran bantuan untuk 10 juta KPM

2.    Sembako (BPNT), berupa penyaluran bantuan untuk 20 juta KPM.

3.    Bansos Sembako Jabodetabek, berupa penyaluran bantuan untuk 1,9 juta KPM.

4.    Bansos Tunai Non Jabodetabek, berupa penyaluran bantuan untuk 9 juta KPM.

5.    Kartu Prakerja, berupa pelatihan dengan uang saku untuk 5,6 juta peserta.

6.    Bantuan Langsung Tunai dengan Dana Desa, berupa penyaluran BLT oleh Desa kepada 11 juta KPM.

7.    Bantuan logistik, pangan, dan sembako, seperti bansos beras bagi penerima PKH, bansos tunai bagi penerima sembako non PKH, serta bantuan operasional pendidikan dan bantuan pembelajaran daring.

8.    Diskon listrik; diberikan kepada pelanggan listrik R1 450 VA, R1 900 VA, B1 450 VA, I1 450 VA.

9.    Subsidi gaji kepada pegawai non PNS dan non BUMN yang terdaftar dalam BPJS Ketenagakerjaan dengan gaji di bawah Rp5,0 juta per bulan.

Program perlindungan sosial untuk akselerasi pemulihan sosial ekonomi tetap dilanjutkan di tahun 2021, di samping melaksanakan program perlindungan sosial reguler. Beberapa program perlindungan sosial sebagai respon dampak Covid�19 yang dilanjutkan pada tahun 2021, yaitu kartu sembako, bansos tunai, kartu pra kerja, diskon listrik, subsidi kuota internet, BLT dana desa dan jaminan kehilangan pekerjaan.

F.   Kekuatan dan Tantangan Program Perlindungan Sosial Eksisting

Guna mencari desain kebijakan perlindungan sosial yang efektif ke depan, maka perlu dilakukan inventarisasi terkait kekuatan dan tantangan kebijakan perlindungan sosial yang ada saat ini. Berikut beberapa kekuatan kebijakan perlindungan yang sudah ada dalam rangka pengembangan desain yang lebih efektif di masa mendatang, antara lain:

1.    Terdapatnya komitmen yang kuat dari pemerintah dan legislatif dalam perbaikan program perlindungan sosial di masa mendatang.

2.    Telah terdapat berbagai jenis program perlindungan sosial dalam berbagai bidang, seperti bidang pangan, pendidikan, kesehatan, energi, ekonomi dan sosial, perumahan, pertanian, serta kelautan dan perikanan.

3.    Sudah terdapatnya kerangka regulasi, pendanaan, dan kelembagaan yang relatif lengkap terkait pelaksanaan program perlindungan sosial eksisting.

4.    Sudah terdapat mekanisme (aturan) perencanaan dan penganggaran yang baik, seperti reformasi redesain sistem perencanaan dan penganggaran, serta peraturan tentang sinkronisasi perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional.

Sementara itu, beberapa tantangan dalam pengembangan program perlindungan sosial ke depan, sebagai berikut:

1.    Kecepatan pembaharuan (update) data kesejahteraan dalam DTKS demi akurasi dan ketepatan sasaran.

2.    Masih terdapatnya exclussion dan inclussion error terhadap target penerima manfaat.

3.    Program perlindungan sosial untuk semua (universal coverage) dan sepanjang hayat masih belum sepenuhnya dapat dipenuhi oleh pemerintah, khususnya terhadap masyarakat rentan miskin yang tidak masuk dalam DTKS, lansia, dan mereka yang tidak dapat mengiur premi program jaminan sosial secara mandiri.

4.    Belum sepenuhnya efektif pelaksanaan program perlindungan sosial dalam penurunan kemiskinan dan peningkatan pendapatan per kapita, yang ditunjukkan dengan angka kemiskinan yang relatif masih tinggi (10,19 persen pada September 2020) dan pendapatan per kapita yang relatif masih rendah (Rp56,9 juta atau US$3,911.7 pada tahun 2020).

5.    Permasalahan pendanaan (budget constraint), masih relatif terbatasnya ruang fiskal.

6.    Kebijakan program perlindungan sosial yang selalu berubah pada setiap pergantian pemerintahan/pimpinan (Presiden), sehingga mempengaruhi keberlanjutan program jangka menengah dan panjang.

7.    Belum siapnya jaring pengaman sosial adaptif yang sewaktu�waktu dapat digunakan untuk merespon krisis sosial/ekonomi, bencana alam, dan keadaan kahar lainnya.

 

Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, berikut beberapa kesimpulan dari kajian ini, yaitu pertama, program perlindungan sosial di Indonesia saat ini sudah mengarah pada perlindungan sosial untuk semua (universal coverage) dan perlindungan sosial sepanjang hayat. Namun, program perlindungan sosial saat ini belum dapat menjangkau kepada seluruh masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat yang rentan miskin atau di atas sedikit garis kemiskinan (middle missing). Kedua, terdapat beberapa tantangan pelaksanaan program perlindungan sosial saat ini, yaitu ketepatan sasaran (exclusion and inclusion error), koordinasi antar program perlindungan sosial belum terlaksana secara terstandar dan terintegrasi, koordinasi dan kerjasama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah harus lebih ditingkatkan (pendataan dan updating data kesejahteraan/DTKS, pendampingan dan reaksi cepat untuk penanganan masalah sosial). Ketiga, beberapa rekomendasi untuk desain kebijakan perlindungan sosial ke depan, antara lain: (a) perbaikan basis data dengan cepat; (b) perluasan program, penambahan cakupan program, dan penambahan manfaat program, namun harus tetap mempertimbangkan kondisi dan keberlanjutan fiskal; (c) peningkatan program pemberdayaan masyarakat miskin; (d) program perlindungan sosial ke depan sebaiknya diarahkan dalam bentuk bantuan yang bersyarat; (e) perlu dibuat dana abadi untuk antisipasi perlindungan sosial terhadap keadaan kahar (bencana/krisis/pandemi) dan (f) kebijakan perlindungan sosial dalam rangka peningkatan kesejahteraan perlu melibatkan peran swasta, BUMN/D dan masyarakat agar lebih optimal.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Ali, S. A., Raza, H., & Yousuf, M. U. (2012). The role of fiscal policy in human development: the Pakistan�s perspective. The Pakistan Development Review, 381�394. Google Scholar

 

Arnold, J. M., & Farinha Rodrigues, C. (2015). Reducing inequality and poverty in Portugal. Google Scholar

 

Auerbach, A. J. (2012). The Fall and Rise of K eynesian Fiscal Policy. Asian Economic Policy Review, 7 (2), 157�175. Google Scholar

 

Blackburn, M. L. (1994). International comparisons of poverty. The American Economic Review, 84 (2), 371�374. Google Scholar

 

BPS. (2020). Survei Perilaku Masyarakat Pada Masa Pandemi COVID-19. Covid-19.Bps.Go.Id. https://covid-19.bps.go.id/. Google Scholar

 

Caminada, K., & Goudswaard, K. (2009). Effectiveness of poverty reduction in the EU: A descriptive analysis. Poverty & Public Policy, 1 (2), 1�49. Google Scholar

 

Celikay, F., & Gumus, E. (2017). The effect of social spending on reducing poverty. International Journal of Social Economics. Google Scholar

 

Claus, I., Martinez-Vazquez, J., & Vulovic, V. (2014). Government fiscal policies and redistribution in Asian countries. Routledge. Google Scholar

 

Gaspar, V., Amaglobeli, M. D., Garcia-Escribano, M. M., Prady, D., & Soto, M. (2019). Fiscal policy and development: Human, social, and physical investments for the SDGs. International Monetary Fund. Google Scholar

 

Goodin, R. E., Rice, J. M., Parpo, A., & Eriksson, L. (2008). Discretionary time: A new measure of freedom. Google Scholar

 

Kabubo-Mariara, J., Araar, A., & Duclos, J.-Y. (2013). Multidimensional poverty and child well-being in Kenya. The Journal of Developing Areas, 109�137. Google Scholar

 

Keynes, J. M. (1936). The General Theory of Employment, Interest and Money, as reprinted in Keynes. Collected Writings, 7. Google Scholar

 

Lewis, G. W., & Ulph, D. T. (1988). Poverty, inequality and welfare. The Economic Journal, 98 (390), 117�131. Google Scholar

 

Makin, A. J., & Layton, A. (2021). The global fiscal response to COVID-19: Risks and repercussions. Economic Analysis and Policy, 69, 340�349. Google Scholar

 

 

Muinelo-Gallo, L., & Roca-Sagal�s, O. (2011). Economic growth, inequality and fiscal policies: a survey of the macroeconomics literature. Theories and Effects of Economic Growth, 99�119. Google Scholar

 

Odusola, A. (2017). Fiscal Space, poverty and inequality in Africa. African Development Review, 29 (S1), 1�14. Google Scholar

 

Sinn, H. (1995). &W.(1995). A Theory of the Welfare State. Scandinavian Journal of Economics, 97 (4), 4950526. Google Scholar

 

Stake, R. (1995). The Art of Case Study Research. Thousand Oaks. Google Scholar

 

Sumarto, M., & Kaasch, A. (2018). New directions in social policy evidence from the Indonesian Health Insurance Programme. UNRISD Working Paper. Google Scholar

 

Van de Walle, S., & Lahat, L. (2017). Do public officials trust citizens? A welfare state perspective. Social Policy & Administration, 51 (7), 1450�1469. Google Scholar

 

WHO. (2020). Dirjen WHO: �Virus COVID-19 adalah Virus yang Unik dengan Karakteristik yang Unik Pula�. Kawalcovid19.Id. https://kawalcovid19.id/content/548/dirjen-who-virus-covid-19-adalah-virus-yang-unik-dengan-karakteristik-yang-unik-pula. Google Scholar

 

Copyright holder:

Ahmad Nawawi (2021)

 

First publication right:

Jurnal Syntax Admiration

 

This article is licensed under: