Jurnal
Syntax Admiration |
Vol. 2
No. 10 Oktober 2021 |
p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356 |
Sosial Teknik |
PENERAPAN METODE PROBLEM
BASED LEARNING PADA PEMBELAJARAN PPKn UNTUK MEMBANGUN BUDAYA
DEMOKRASI SISWA
Wahyudin Hadi
SMKN 1 Losarang, Indonesia
Email: [email protected]
INFO
ARTIKEL |
ABSTRAK |
Diterima 25 September 2021 Direvisi 05 Oktober 2021 Disetujui 15 Oktober 2021 |
Penerapan metode� problem based learning diharapkan bisa menumbuhkan �budaya �demokrasi �yang �bisa �ditanamkan �dalam �setiap �proses belajar �mengajar. Pembelajaran yang diajarkan dengan metode problem based learning melatih siswa untuk berani bertanya saat guru menerangkan karena telah terbiasa mengemukakan pendapat. �Proses pemahaman memberikan kesempatan siswa mengembangkan �diri �dalam �metode� �problem �based �learing �untuk menumbuhkan budaya demokrasi. Latar belakang penelitian ini adalah kondisi pembelajaran dimana siswa tidak dapat mengemukakan pendapatnya secara bebas saat pelajaran berlangsung; serta belum bisa� menerapkan sikap saling menghargai antar teman dan sikap acuh saat temannya berbicara. Metode yang sesuai dalam penelitian dalam rangka membangun budaya demokrasi �di �kelas �dalam �pembelajaran �PPKn �adalah �metode �Penelitian� �Tindakan �Kelas� �(Classroom �Action �Research). Tujuan penelitian adalah mengetahui penerapan �metode �problem �based �learning �(PBL) dalam �upaya membangun budaya demokrasi untuk pembelajara PPKn. Penelitian ini �ditempuh dalam tiga siklus perlakuan. Hasil penelitian diperoleh bahwa penerapan metode problem base learning dalam pembelajaran PPKn mampu membangun budaya demokrasi di kelas. Pada siklus I� dengan persentase sangat baik 4,5%,� baik� 61,8%,� cukup� 21%� dan� kurang� 14%.� Maka� budaya� demokrasi terhadap siswa memiliki peningkatan didalam siklus II dengan persentase sengat baik 9,2%, baik 71,5%, cukup 17,6% dan kurang 2,9% sedangkan pada siklus III dengan persentase sangat baik 28,2%, baik 60,8%, cukup 10% dan kurang 0,6%. Siswa� sudah� mengetahui� dan� melaksanakan�� tahapan� �metode� PBL.� Penerapan metode PBL (Problem Based Learning) dalam pembelajaran PPKn menjadi lebih baik bila dipersiapkan oleh guru dengan maksimal sehingga� siswa� bisa� lebih� paham� dan� bisa menumbuhkan budaya demokrasi. ABSTRACT������������������������� The application of the problem based learning
method is expected to foster a democratic culture that can be embedded in
every teaching and learning process. Learning taught by the problem based learning method trains students to dare to
ask questions when the teacher explains because they are used to expressing
opinions. The understanding process gives students the opportunity to develop
themselves in the problem based learning method to
foster a democratic culture. The background of this research is the learning
conditions where students cannot express their opinions freely during the
lesson; and have not been able to apply mutual respect between friends and
indifferent attitude when their friends talk. The appropriate method in
research in order to build a culture of democracy in the classroom in Civics
learning is the Classroom Action Research method. The purpose of the study
was to find out the application of the problem based
learning (PBL) method in an effort to build a democratic culture for Civics
learning. This research was carried out in three treatment cycles. The
results showed that the application of the problem base learning method in
Civics learning was able to build a culture of democracy in the classroom. In
the first cycle with a very good percentage of 4.5%, good 61.8%, 21% enough
and 14% less. Then the democratic culture of students has an increase in the
second cycle with a very good percentage of 9.2%, good 71.5%, quite 17.6% and
less than 2.9% while in cycle III with a very good percentage of 28.2%, good
60.8%, just 10% and 0.6% less. Students already know and carry out the stages
of the PBL method. The application of the PBL (Problem Based Learning) method
in Civics learning will be better if it is prepared by the teacher to the
maximum so that students can better understand and can foster a democratic
culture. |
Kata Kunci: motivasi; hasil belajar; STAD Keywords: motivation;
learning outcomes; STAD |
Pendahuluan
Pembelajaran PPKn merupakan mata pelajaran penting untuk menciptakan
warga� negara yang baik.
Pada kenyataannya menunjukkan
adanya berbagai masalah khususnya di SMKN 1 Losarang kelas X Elektro 1. Setelah peneliti melakukan pra penelitian
dan� melakukan pengamatan serta wawancara dengan guru beserta murid di kelas X Elektro 1, masalah yang muncul di dalam kelas yaitu: 1) Siswa tidak dapat
mengemukakan pendapatnya secara bebas saat
pelajaran PPKn berlangsung; 2) Siswa kurang menghargai guru pada saat� proses belajar mengajar berlangsung; 3) Siswa tidak banyak berperan
pada saat proses belajar mengajar berlangsung dan materi pelajaran sepenuhnya dikuasai guru; 4) Siswa belum bisa� menerapkan sikap saling menghargai
antar teman dan sikap acuh saat
temannya berbicara.
Kondisi diatas sedikit banyak dipengaruhi oleh beberapa hal saat
proses belajar� mengajar
berlangsung, diantaranya:
1) Sarana yang kurang mendukung,
buku pelajaran (hand� book) yang dimiliki
siswa di dalam satu kelas; 2) Siswa� hanya� mau� menjawab� soal� ketika� diminta� oleh� gurunya,� apabila� tidak diminta mereka tidak ada inisiatif;
3) Dalam memberikan materi guru cendengung menggunakan metode ceramah, hal tersebut
dikarenakan kurang mendukungnya sarana buku pelajaran. Akibatnya di dalam kelas siswa terkadang
gaduh karena guru lebih menjelaskan materi dengan metode
ceramah dan mencatat.
Permasalahan
yang timbul yaitu tidak terciptanya budaya demokrasi di dalam� kelas, maka� untuk� mengatasi� dan� merubah� keadaan� siswa� agar� lebih berperan� serta� dalam kegiatan belajar� mengajar, mata� pelajaran PPKn harus menciptakan laboratorium demokrasi.� Menurut Winataputra di dalam (Suhartono, 2008),
dimana laboratorium demokrasi adalah semangat kewarganegaraan yang memancar�� dari�� cita-cita�� dan�� nilai�� demokrasi� diterapkan�� secara� interaktif. Laboratorium� demokrasi� guru� hanya� sebagai�
mediator� di� dalam� kelas�� dan menciptakan kelas yang aktif. Upaya-upaya� yang�
perlu� dilakukan� dalam� mengembangkan� sekolah sebagai Laboratorium Demokratis adalah:
a.
Membangun persepsi dan sikap positif terhadap upaya peningkatan kinerja pembelajaran sekolah yang bermutu.
b.
Merancang�� dan�� melaksanakan�� serta�� menilai�� pembelajaran�� Pendidikan Kewarganegaraan
yang mampu mengembangkan konsep, nilai, sikap, dan keterampilan demokrasi sesuai dengan UUD 1945 dan perubahannya melalui varias interaksi edukatif yang mengaktifkan, mencerdaskan, dan memberdayakan siswa.
c.
Membangun budaya sekolah yang demokratis melalui pengembangan materi kewarganegaraan secara intrakurikuler dan berbagai kegiatan kewarganegaraan baik� melalui mata pelajaran lainnya maupun kegiatan pembiasaan hidup demokratis di lingkungan sekolah.
Pendidikan demokrasi dalam segi-segi tertentu identik dengan Pendidikan Kewarganegaraan (civic
education). Tetapi Pendidikan Pancasila dan Kewaganegaraan lebih luas cakupannya dari pada sekedar� pendidikan
demokrasi. Hal ini juga tercermin jelas dari rumusan �Civitas� Internasional�
bahwa Pendidikan�
Kewarganegaraan yang efektif
mencakup empat hal penting.� Pertama, pemahaman dasar tentang cara kerja
demokrasi dan lembaga-lembaganya.
Kedua, pemahaman
tentang rule of law dan human rights seperti tercermin dalam rumusan-rumusan,� perjanjian
dan�� kesepakatan�� internasional dan lokal. Ketiga, penguatan keterampilan partisipatif untuk memberdayakan peserta didik�������� dalam� merespon dan memecahkan permasalahan� masyarakat� mereka� secara� demokratis.� Keempat, pengembangan� budaya demokrasi dan perdamaian lembaga-lembaga pendidikan dan seluruh aspek kehidupan masyarakat (Azra, 2000).
Melalui mata pelajaran PPKn, siswa diharapkan
menjadi warga negara yang baik, yang dapat mengkaji sistem kemasyarakatan dan kenegaraan
Indonesia serta patuh terhadap kebijakan-kebijakan yang
diambil oleh pemerintah. Maka dari itu
siswa dilatih untuk bisa berperan
aktif dalam pembelajaran terlebih dahulu agar suatu saat nanti mereka
bias terjun langsung kemasyarakat dengan mengemukakan pendapat-pendapat mereka, insprasi untuk memberikan masukan- masukan yang bermanfaat. Hal ini dapat kita lihat
dari definisi pembelajaran (Kunandar & Si, 2008).
Pembelajaran yaitu suatu sistem
atau proses membelajarkan subjek didik atau� pemebelajaran yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara� sistematis agar subjek didik atau
pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara�� efektif dan efisien (Komalasari, 2017).
Metode� pengajaran merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi� prestasi
belajar mengajar dan pemilihan metode tidak hanya dipengaruhi
oleh berbagai faktor antara lain guru, siswa, materi pelajaran, tujuan pelajaran, fasilitas, tujuan pengajaran, dan juga sarana dan prasarana. Bisa dilihat dari pengertian metode pengajaran berikut ini:
Metode pengajaran harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat
mengembangkan kecerdasan secara optimal, sebab pemilihan metode yang tidak sesuai akan
mengakibatkan proses belajar
mengajar yang tidak optimal
(Darmadi, 2017).
Guru PPKn berperan serta di dalam proses belajar mengajar di kelas. Guru diharapkan� bisa� menciptakan� inovasi� baru� dengan� menerapkan� model-model pembelajaran
tidak hanya� metode ceramah, diskusi dan kerja kelompok, tetapi untuk mencoba
metode lain dengan� penerapan metode problem based learning dimana� siswa belajar� untuk� memecahkan� masalah�� yang� ada.� Maka� dengan banyaknya� manfaat� yang� ada� dari� metode� pembelajaran� bisa ��dilihat�� dalam pengertian metode pembelajaran (Shoimin, 2013).
Diterapkannya metode� problem based learning diharapkan
bisa menumbuhkan� budaya� demokrasi� yang� bisa� ditanamkan� dalam� setiap� proses belajar� mengajar. Pembelajaran yang diajarkan dengan metode problem based
learning melatih siswa untuk berani bertanya
saat guru menerangkan karena telah terbiasa
mengemukakan pendapat.� Proses pemahaman memberikan kesempatan mereka� mengembangkan� diri� dalam� metode�� problem�
based� learing
�untuk menumbuhkan budaya demokrasi. Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti metode Problem based learning untuk
membangun budaya demokrasi siswa di dalam� kelas, untuk itu
peneliti mengangkat judul �Penerapan Metode Problem Based Learning Dalam Pembelajaran PPKn Untuk Membangun
Budaya Demokrasi Siswa� (Penelitian Tindakan Kelas
Di Smkn 1 Losarang Kelas X Elektro 1) (Istarani, 2015).
Metode Penelitian
Metode penelitian
yang sesuai dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode�� Penelitian� Tindakan� Kelas� (Classroom� Action�
Research).� Hopkins berpendapat Penelitian Tindakan
Kelas bersifat emansipatioris
dan membebaskan karena penelitian ini mendorong kebebasan berfikir dan berargumen pada pihak siswa, dan mendorong guru untuk� bereksperimen, meneliti, dan menggunakan kearifan dalam mengambil keputusan atau judgment (Rochiati, 2008).
Pengumpulan data dibutuhkan� pengolahan misalnya saja dengan
mengumpulkan��
data-data, meneliti serta
melakukan obesvasi dengan cara wawaancara,
dokumentasi, angket dan catatan lapangan.
Pengolahan data dilakukan
secara kuantitatif dan kualitatif yang mendukung� dalam� metode��������� penelitian PTK.
Pengolahan�� kualitatif ialah Pengolahan data secara sederhana diartikan sebagai proses mengartikan
data-data lapangan sesuai� dengan tujuan, rancangan, dan sifat penelitian. Data kualitatif merupakan sumber dari deskripsi
yang luas dan kokoh, serta memuat penjelasan
tentang proses-proses yang terjadi
dalam lingkup setempat. Data kualitatif dapat memahami alur peristiwa secara kronoligis, menilai sebab akibat
dalam lingkup pikiran� orang�
setempat,�
memperoleh�
penjelasan�
yang kaya, dan bermanfaat. Penelitian
secarara kuantitatif ialah suatu proses menemukan pengetahuan yang mengunakan data berupa angka sebagai alat� menemukan keterangan mengenai apa yang ingin kita ketahui. Pengetahuan
kualitatif� dapat berupa penelitian hubungan atau penelitian
korelasi.
1. Hasil Penelitian
Hasil� observasi�
pada� pembelajaran� tindakan� siklus� I� ini� tampak mengalami� perubahan dilihat dari respon
siswa saat mengikuti pembelajaran dilihat dari proses� pembelajarannya. Siswa sangat antusias ketika pembagian kelompok dan merespon kasus yang diberikan guru untuk berdiskusi.
Setelah� melakukan� metode� PBL�
(Problem� Based� Learning)�
siswa mengalami� kemajuan� meskipun� tidak� secara� langsung. �Misalnya� saja� ada beberapa siswa yang mau� bertanya, sudah ada rasa percaya diri dalam diri
siswa meskipun baru beberapa. Tetapi rasa toleransi dalam berdiskusi masih sangat� kurang� bila dibandingkan� dengan� pra-observasi�� siklus� satu� sudah mengalami kemajuan.
Siklus Pertama sudah memiliki
kemajuan tetapi dalam proses pembelajaran� di� siklus� pertama� ini� belum� dikatakan� berhasil� sepenuhnya karena peneliti� masih banyak memiliki kekuarangan dalam pembelajaran di kelas. Misalnya� guru�
belum� bisa� menumbuhkan�
rasa� tolerasi� siswa� disaat rekannya presentasi, kerja sama antar� kelompok masih belum tertanam,
dan siswa belum bisa memanfaatkan waktu yang sudah diberikan.
Setelah� melakukan� penelitian� pada� siklus� I� dari� hasil� wawancara terhadap guru� mitra bahwa metode problem PBL belum pernah diterapkan sebelumnya oleh karena itu dengan diterapkannya
metode PBL
guru menjadi tahu metode baru yang bisa menumbuhkan budaya demokrasi siswa. Media yang dipakai guru biasanya hanya terbatas padapapan tulis tanpa menggunakan media ajar yang lain, tetapi setelah menggunakan model PBL
guru mulai
�mengetahui� alternatif� media ajar�
yang� bervariasi.� Materi� yang diajarkan kepada siswa� biasanya hanya terpaku pada Buku Paket dan yang menjadi sumber� informasi� hanya� pada� guru,� tetapi� setelah� diterapkan� metode� PBL proses belajar
mengajar menjadi lebih aktif dan peran serta siswa
menjadi meningkat. Sumber informasi tidak hanya dari
buku paket saja tetapi siswa
memiliki sumber informasi baru yaitu media elektronik, internet
dan media masa. Dilihat saat
memulai pembelajaran untuk membangun budaya demokrasi bisanya guru menanyakan materi� sebelumnya� dan� meminta� siswa� menjawab� pertanyaan yang diajukan guru, tetapi setelah diterapkan model PBL guru
melihat siswa bersikap lebih aktif dengan bertanya
terlebih dahulu kepada guru untuk budaya demokrasi tersebut yaitu dengan pemberian reward. Pola evaluasi yang bisa dilakukan guru yaitu menggunakan tes secara lisan dan� tulis tetapi setelah diterapkan metode PBL pola evaluasi tidak hanya tulis dan lisan tetapi dilihat
dari keaktifan siswa saat diskusi,
bertanya, mengomentari dan presentasi di depan kelas (Aqib,
2013).
Sedangkan dari hasil wawancara
terhadap siswa setelah diterapkannya metode PBL� di kelas X Elektro 1 siswa berpendapat bahwa metode PBL belum pernah diterapkan
oleh guru sebelumya guru hanya
menggunakan model ceramah
dan cenderung hapalan teori ajar, tetapi setelah diterapkan metode PBL siswa merasa senang
karena adanya alternative metode lain yang dapat digunakan untuk menumbuhkan budaya demokrasi siswa. Salah satu media pembelajaran yang digunakan dalam� metode
PBL ialah� artikel� yang harus dianalisis,� menyimak� berita� di� televisi,� mencari� informasi� di�
internet� dan mencari� berita� dari� media�
masa� agar� belajar� mandiri.� Biasanya� guru� saat memulai pembelajaran tidak menanyakan sebelumnya dan langsung ke materi inti� dengan� cara ceramah� dan� pengerjaan� buku paket. Tetapi setelah
diterapkan metode PBL prose pembelajaran
lebih bervariasi misalnya dengan pemilihan media pembelajaran dan pengulangan materi sebelumnya. Evaluasi yang bias dilakukan siswa menggunakan tes lisan dan tulisan, tetapi setelah diterapkan penilaian yang dilihat dari presentasi, diskusi kelompok, dan keaktifan siswa didalam kelas.
2. Analisis
Pelaksanaan Tindakan Kelas dalam
Penerapan Metode Problem
Based� Learning (PBL) pada Pembelajarn
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)
a)
Penerapan PBL
(Problem Based Learning) dalam Mata Pelajaran PPKn.
Analisis yang dilakuakan guru dalam penelitian ini dilaksanakan pada hasil temuan� selama penelitian di lapangan, berupa data yang terkumpul baik dari �observasi,� catatan� lapangan, wawancara,� dan� dokumentasi. Mulai� dari siklus I sampai siklus III. Adapun pembahasan
yang akan diuraikan dari hasil temuan
di lapangan bahwa dengan diterapkannya metode PBL (Problem
Based Learning) dengan tujuan
untuk membangun� budaya� demokrasi� siswa� dalam pembelajaran PPKn di kelas X Elektro 1. Semuanya terlihat dari siklus I, II dan III bahwa penerapan itu terlihat saat
pembelajaran.�
Banyak kemajuan siswa
dilihat dari tiap siklus misalnya
terlihat pada siklus III telah mampu menunjukan
toleransi antar sesama, saling menghargai siswa lain pada waktu bertanya dan mengemukan pedapat.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru bahwa sebelum pembelajaran dilakukan guru tidak mempersiapkan RPP terlebih dahulu, guru mempersiapkan�� silabus� dan� RPP� diakhir�
semester� saat� ada� pengumpulan dokumen kepada sekolah. Tetapi setelah diterapkan model PBL maka diperlukan kerjasama antara peneliti sebagai guru dan guru mitra untuk mempersiapkan RPP dan mengacu kepada silabus. Karena pembuatan silabus dan RPP tersebut sangat penting untuk� kelancaran
pembelajaran. Dalam penentuan metode yang sesuai dengan RPP untuk dan materi, guru tidak banyak menggunakan
banyak metode pembelajaran dalam RPP yang dibuatnya. Metode yang dipakai hanya ceramah
dan hapalan. Setelah metode
PBL diterapkan
dalam pembelajaran guru mengetahui ada banyak metode pembelajaran
yang dapat membangun budaya demokrasi siswa. Metode PBL ini sebelumnya belum pernah digunakan di kelas X Elektro 1 dikarenakan keterbatasan metode yang diketahui guru (Wina & Budimanjaya, 2017). Penerapan metode PBL yang� sebelumnya
belum diterapkan kepada siswa, pada kali ini dengan adanya
metode PBL maka guru berkewajiban mengenalkan metode ini kepada� siswa� dengan� cara� memberi� tahu� terlebih� dahulu� secara� teori.� Saat memulai� pembelajaran� biasanya� guru� langsung� masuk� ke� materi� dan� tidak adanya interaksi antara guru dengan siswa. Tetapi setelah
diterapkannya metode PBL� guru�
menyadari�
pentingnya�
komunikasi�
antara� siswa� dan� guru,�
agar interaksi�
terjadi di dalam kelas serta tidak
terkesan kaku. Guru mengingatkan kembali kelemahan metode PBL dan memperbaikinya
jika metode PBL tidak sesuai dengan RPP. Guru menerangkan pembelajaran dari awal, inti sampai penutup� sama� sekali tidak�� menyisipkan� metode� pembelajaran�
yang� bisa
membangun budaya demokrasi siswa. Tetapi setelah melihat metode PBL guru menyadari
pentingnya� model-model pembelajaran
dalam sebuah materi� ajar. Guru mengungkapkan bahwa metode PBL bisa menjadikan siswa mandiri dan akif. Terlihat� dari� pembelajaran� disaat� peneliti� mengontrol� siswa� diskusi kelompok dan menanyakan
kesulitan yang dihadapi. Diperoleh informasi bahwa sebelum pembelajaran
guru tidak melakukan perencanaan terlebih dahulu. Guru hanya� mempersiapkan� materi,� Silabus dan RPP dibuat pada akhir semester. Penerapan� PBL� (Problem Based� Learning) dalam
pembelajaran PPKn belum pernah dilakukan
sebelumnya. Guru biasanya lebih memberikan materi dengan cara� ceramah,� siswa� disuruh� menghapal� dan� akan� ditanya� saat� pertemuan selanjutnya berlangsung. Media yang digunakan
hanya papan tulis dan buku paket karena sarana
dan prasarana yang kurang mendukung serta tingkat ekonomi yang beragam dari menengah
kebawah. Kendala yang dihadapi oleh guru mitra selain buku sumber
yang hanya terpaku pada buku paket, sarana
dan prasarana juga pada alokasi
waktu yang kurang. Metode yang digunakannya terbatas karena ketidak tahuan guru mitra, karena beliau
bukan lulusan keguruan. Jadi guru mitra tidak mengetahui banyak model-model pembelajaran
yang dapat dipakai dalam pembelajaran atau yang cocok dengan materi perkompetensi
dasar.
Berdasarkan hasil wawancara siswa bahwa disaat
pembelajaran PPKn dan diterapkan model PBL
siswa sudah mulai merasakan perbedaan yang dirasakan baik� dari� sikap� maupun� dari� nilai� yang� didapatkan. Sebelum� model� PBL
dilakukan nilai untuk mendapatkan KKM� sangat memberatkan siswa, begitu pula dari sikap siswa
yang tadinya tidak mau bertanya sehingga
menjadi berani bertanya. Diterapkannya� metode� PBL� siswa� sudah� bisa� membedakan� mana kepentingan� pribadi� dan� kelompok� dilihat� dari� kerjasama� antara�� anggota kelompok.
Sebelum diterapkan metode PBL siswa masih belum bisa
membedakan kepentingan kelompok dengan pribadi, ada sikap
egois dan saling mengandalkan satu orang saja dalam diskusi.
Saat mengemukakan pendapat siswa masih kurang kondusif
dalam, masih ada siswa yang tidak memperhatikan dan mengomentari pendapat yang keluar dari materi
sehingga belum terciptanya saling menghargai (toleransi).Tetapi setelah
diterapkan metode PBL siswa yang
tidak memperhatikan akan ditegur dan menanyakan kembali pendapat yang tadi telah dikemukan jadi tumbuhnya rasa menghargai dan disiplin. Pendapat� yang diungkapkan
terkadang� melebar� dari� materi� yang �diajarkan.� Tetapi� setelah
beberapa pertemuan metode PBL diterapkan, siswa bisa memilih pendapat
yang harus diutarakan dan memilih pertanyaan yang tepat.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan, bahwa guru mitra belum pernah menerapkan
metode PBL sebelumnya. Karena keterbatasan
yang dimiliki guru mitra
yang bukan lulusan keguruan. Saat pembuatan Silabus dan� RPP� biasa� dilakukan� secara� sekaligus� sehingga� tidak� disesuaikan� saat pembelajaran� berlangsung.� Guru� mitra�� berpendapat,� bahwa� metode� yang digunakan�� harus�� sesuai�� dengan�� karakter�� anak�� di�� setiap�� kelasnya.� Ada kemungkinan kelas tersebut tidak cocok untuk menerapkan
metode yang sama di setiap kelas.
Berdasarkan� hasil� wawancara
di� atas� bisa� dilihat� berdasarkan format observasi dan hasil wawancara. Berikut ini tabel tentang
perbandingan hasil observasi tindakan Siklus Ke-I, II, dan III:
Tabel 1
Perbandingan Format Observasi Pelaksanaan
Pembelajaran dengan Metode
Pembelajaran PBL (Problem
Based Learning)
Berfokus Terhadap Guru
Keterangan |
Skor Siklus I |
Skor Siklus II |
Skor Siklus III |
Sangat Baik |
0 |
0 |
35% |
Baik |
62% |
79% |
65% |
Cukup |
35% |
21% |
0 |
Kurang |
3% |
0 |
0 |
Jumlah |
100% |
100% |
100% |
Pada� tabel�
perbandingan�
format� observasi� pelaksanaan� pembelajaran dengan� metode PBL berfokus terhadap guru dapat terlihat adanya grafik yang terus meningkat dari jumlah prsentase
yang didapat dari hasil pengamatan yang dilakukan� oleh� guru� mitra� selama� penelitian� sebagai� pelaksana� dari� mulai tindakan siklus ke I. II, dan III. Peneliti yang bertindak sebagai pelaksana pada awal melakukan proses pembelajaran dengan metode PBL masih dikategorikan baik dengan persentase 62%, siklus II Baik dengan persentase 79% dan� pada tindakan selanjutnya guru dapat melakukan perubahan kearah yang lebih baik yaitu
pada siklus III sangat baik
dengan presentasi 35% dan baik 65%. Berkat bantuan guru mitra yang membantu mengamati peneliti yang bertindak sebagai pelaksana pada saat peneraap metode
PBL, sehingga
dapat memberikan saran kepada peneliti sekaligus memberi tahu kekurangan saat proses pembelajaran.
Adapun nilai lebih dari
hasil penelitian ini, bahwa dengan
penelitian menggunakan metode PBL mampu menjadikan siswa X Elektro 1 dalam mata pelajaran
PPKn� lebih� bisa� memecahkan� masalah� dan� merumuskan� masalah.
Pendidikan
Kewarganegaraan adalah
program pendidikan yang berintikan� demokrasi� politik,� yang� diperluas� dengan� sumber-sumber pengetahuan lainnya, positive influence pendidikan
sekolah, masyarakat, orang tua, yang� kesemuanya itu diproses untuk melatih pelajar-pelajar berfikir kritis, analitis dan� bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis dengan berlandaskan Pancasila dan
UUD 1945.
Dari pengertian� diatas� tersirat� bahwa� pendidikan� kewarganegaraan bertujuan untuk membentuk cara berpikir seseorang berfikir kritis, analitis dan bertindak demokrasi. Oleh karena itu dengan metode
PBL dalam pembelajaran PPKn siswa dilatih untuk
berfikir kritis dengan mencari informasi selain dari guru dan belajar memecahkan masalah.
Penerapan PBL (Problem Based Learning) agar berjalan dengan baik tidak hanya
dari siswa semata tetapi harus
didukung oleh guru yang memiliki
karakteristik dimana guru harus memfasilitasi siswa dengan baik,
mengarahkan dan� memberikan� semangat� siswa.� Seperti� yang� diungkapkan� oleh (Fadlisyah, 2009) dikemukakan sebagai berikut:
Karakteristik guru:
1)
Mampu menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupannya sebagai warga negara.
2)
Mampu menghayati� dan mengamalkan nilai-nilai agama yang meningkatkan
keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME.
3)
Bersikap terbuka dan tanggap terhadap dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju.
4)
Tanggap terhadap permasalahan serta kebutuhan masyarakat akan layanan pendidikan.
5)
Mampu mengembangkan dan meningkatkan
pendidikan dasar sesuai dengan tuntutan
perubahan dalan masyarakat.
6)
Memiliki pengertian yang
sahih mengenai konse-konsep
serta kaidah-kaidah ilmiah yang mendasar.
7)
Mampu berfikir ilmiah.
8)
Mampu� menata� dan� mempresentasikan substansi� ilmiah� bidang keahliannya� berdasarkan prinsip-prinsip pedagogik untuk mencapai kadar pemahaman yang tinggi dalam pembelajaran.
9)
Mampu memanfaatkan temuan-temuan
penelitian yang relevan.
10)
Memiliki dorongan kuat untuk secara
terus-menerus meningkatkan pengetahuan� dan keterampilan
sesuai� dengan kemajuan ilmu� dan teknologi yang relevan.
11)
Memiliki� wawasan� kependidikan� yang tepat� sebagai� acuan� dasar dalam menyikapi
serta melaksanakan tugas-tugas profesinya.
12)
Mampu� mengalami� serta� menghargai� kehidupan� emosional� dan akademik siswa.
13)
Mampu merancang, mengimplementasikan
dan menilai proses hasil
program pembelajaran.
14)
Mampu memanfaatkan hasil penilaian program pembelajaran untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu program pembelajaran berikut melalui refleksi profesional. Mampu memecahkan permasalahan pendidikan melalui prenelitian.
Berdasarkan pernyataan di atas bahwa sebagai seorang
guru harus bisa memiliki� wawasan� yang� luas� dan� memiliki� acuan� terhadap� sebuah� kaidah- kaidah, harus bisa
meningkatkan kualitas siswa. Misalnya saja wawasan tentang
menentukan motode, media, sumber, dan evaluasi untuk pembelajaran. Serta wawasan dalam pembuatan
RPP atau silabus untuk kegiatan pembelajaran.
Dalam� melaksanakan� pembelajaran� PPKn� dengan� menerapkan� metode PBL, guru harus merencanakan dasar tujuan pembelajaran.
Agar penerapan PBL
bisa� dilaksanakan
dengan� baik, dalam� pembelajaran� PPKn� yaitu dengan cara mempersiapkan� terlebih� dahulu� silabus� dan�
RPP� yang� akan� dipakai� dalam pembelajaran. Dalam RPP juga terdapat sekenario pembelajaran sehingga guru terarah dalam mengajar
jadi siswa tahu mana langkah-langkah dalam metode PBL.
Penerapan PBL dalam pembelajaran
PPKn bisa dilaksanakan, jika adanya perencanaan�� pembelajaran�� karena�� akan�� memberikan�� manfaat�� bagi�� guru. Diantaranya
guru bisa memahami apa yang akan diajarkan
sebagai pembelajaran� untuk
kemampuan berfikir�� siswa�� dalam�� membangun�� budaya�� demokrasi. Sehingga penerapan PBL itu bisa dilihat dan dilaksanakan misalnya memahami langkah-langkah PBL� untuk� melatih� siswa �percaya diri, bersikap� saling menghargai dan berani mengemukakan pendapatnya.
b)
Peranan Problem
Based Learning (PBL) dalam Meningkatkan
Budaya Demokrasi Siswa.
Peranan metode PBL (Problem
Based Learnig) yaitu
bisa membentu siswa untuk� kreatif
dan aktif yaitu dilihat dari proses belajarnya baik belajar secara individu maupun� kelompok. Maka untuk melihat
peran PBL (Problem Based Learning) maka siswa harus
memahami langkah-langkah PBL seperti
yang diungkapkan (Amir,
2016).
Langkah 1:
Mengklarifikasi istilah dan
konsep yang belum jelas Memastikan setiap anggota memahami berbagai istilah dan konsep yang ada� dalam� masalah.� Langkah� pertama� ini� dapat� dikatakan� tahap� yang membuat setiap peserta� berangkat dari cara memandang
yang sama atas istilah-istilah atau konsep yang ada dalam masalah.
Langkah 2 :
Merumuskan masalah Fenomena�
yang� ada� dalam� masalah� menuntut� penjelasan� hubungan- hubungan apa� yang terjadi di antara fenomena itu. Kadang-kadang ada hubungan yang masih belum nyata
antara fenomenanya atau ada yang sub- submasalahny yang harus di perjelas dulu.
Langkah 3 : Menganalisis masalah Anggota� mengeluarkan� pengetahuan� terkait� apa� yang� sudah� dimiliki anggota� tentang� masalah. Terjadi� diskusi� yang� membahas� informasi faktual (yang tercantum pada masalah), dan juga
informasi yang ada dalam pikiran� anggota.
Brainstorming (curah gagasan)� kesempatan melatih bagaimana� menjelaskan,� melihat� alternatif� atau� hipotesis� yang� terkait dengan masalah.
Langkah 4 :
Menata gagasan Anda dan secara sistematis menganalisisnya dengan dalam. Bagian�� yang��� sudah�� dianalisis diliat keterkaitan satu sama lain, dikelompokkan; mana yang saling menunjang, mana yang bertentangan, dan� sebagainya. Analisis adalah upaya memilah-milah sesuatu menjadi bagian-bagian yang membentuknya.
Langkah 5 :
Memformulasikan tujuan pembelajaran Kelompok atau individu dapat
merumuskan tujuan pembelajaran karena kelompok atau individu
sudah tahu pengetahuan mana yang masih kurang, dan mana yang masih belum� jelas. Tujuan pembelajaran
akan dikaitkan dengan� analisis� masalah� yang� dibuat.� Inilah �yang�
akan� menjadi� dasar gagasan yang akan dibuat dilaporan.
Tujuan� pembelajaran
ini juga yang dibuat menjadi dasar penugasan-penugasan
individu di setiap kelompok.
Langkah 6 :
Mencari informasi tambahan dari sumber
yang lain (di luar diskusi kelompok) Saat ini kelompok sudah
tahu informasi apa yang tidak dimiliki, dan sudah punya tujuan pembelajaran. Kini saatnya mereka
harus mencari informasi tambahan itu, dan�
menentukan di mana hendak
dicarinya. Mereka harus mengatur� jadwal,� menentukan�� suber� informasi.� Setiap� anggota� harus mampu belajar sendiri
dengan efektif untuk tahapan ini
agar mendapatkan kata kunci
dalam pemilihan, memperkirakan topik, penulis, publikasi dari sumber� pembelajaran.� Pemelajar� harus:� memilih,� meringkas sumber pembelajaran itu dengan kalimatnya
sendiri (ingatkan mereka tidak hanya
memindahkan kalimat� dari sumber), dan mintalah menulis sumbernya dengan jelas.
Keaktifan� setiap� anggota� harus� terbukti� dengan� laporan� yang� harus disampaikan� oleh setiap individu/subkelompok yang bertanggung jawab atas setiap� tujuan pembelajaran.� Laporan� ini� harus� disampaikan� dan dibahas di pertemuan kelompok berikutnya.
Langkah 7 :
Mensintesa (menggabungkan)
dan menguji informasi baru, dan membuat laporan unuk guru. Dari laporan individu atau kelompok, yang dipresentasikan di harapkan anggota kelompok lain, kelompok akan mendapatkan informasi-informasi baru. Anggota yang mendengar laporan haruslah kritis tentang laporan yang� disajikan� (laporan� diketik,�� dan� diserahkan� kesetiap� kelompok). Kadang-kadang� laporan-laporan� yang� dibuat� menghasilkan� pertanyaan- pertanyaan baru yang harus disikapi oleh kelompok.
Berdasarkan pernyataan
di atas bahwa siswa diharapkan bisa mencari istilah-istilah�� baru�� dari�� materi�� yang��
diberikan��
guru,�� serta�� siswa�� dapat menganalisis masalah dan� memecahkan masalah yang mereka dapatkan, serta menganalisisnya bersama teman kelompok
sehingga terjadi kerja sama antar
rekan,� setelah� semuanya� bisa� dilaksanakan� siswa� diharapkan� dapat� mencari informasi-informasi baru untuk menunjang
pembelajaran sehingga siswa bisa belajar
mandiri.
Perlu ditegaskan
metode PBL (Problem Based Learning) mengharuskan siswa untuk bekerja sendiri
secara mandiri. Menganalisis masalah, merumuskan masalah� dan� memecahkannya.� Sehingga� siswa� merasa� percaya� diri� dengan pekerjaan yang mereka� kerjakan sendiri saat belajar
dan membangun budaya demokrasi di dalam kelas. Seperti yang diungkapkan Amir dalam pengertian metode PBL adalah sebagai berikut:
Metode Problem based learning (PBL) menurut (Amir,
2016) ialah lingkungan�� belajar� yang�
di� dalamnya� menggunakan� masalah� untuk belajar� yaitu sebelum pembelajaran� mempelajari� suatu� hal,� mereka diharuskan mengidentifikasi suatu� masalah, baik yang dihadapi secara nyata maupun telaah
kasus. Masalah diajukan sedemikian rupa sehingga para pelajar menemukan kebutuhan belajar yang diperlukan agar mereka dapat memecahkan masalah tersebut.
Berdasarkan pernyataan
diatas bahwa metode PBL siswa diharapkan bisa memecahkan masalah mengidentifikasi suatu masalah� baik
yang dihadapi secra nyata atau kasus
diharapkan siswa bisa memecahkan masalah.
Jika� ditarik�
kesimpulan�
dari� peran� metode� PBL (Problem� Based Learning)� siswa belajar untuk mandiri,
siswa belajar untuk menghargai orang lain� (toleransi),� siswa� menjadi� percaya� diri,� bisa� mengungkapkan� pendapat, mengomentari pendapat, dan bertanya. Supaya dari sikap-sikap yang mereka tunjukan bisa menjadikan sebuah sikap budaya
demokrasi di dalam kelas.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru bahwa peran metode
PBL untuk� membangun budaya demokrasi siswa dilihat dari
interaksi antara siswa dan guru. Proses pembelajaran
terlihat lebih aktif dilihat dari
sikap siswa yang bertanya� dan�
menanggapi�
pertanyaan. Dibandingkan� sebelum diterapkannya PBL
interaksi antara guru dan siswa tidak terbangun
dengan baik siswa terkesan bersikap pasif. Minat siswa terhadap
metode PBL yang� dapat
guru lihat yaitu dari respon siswa
sangat baik dilihat pada saat pembelajaran yang mereka ikuti dan tugas-tugas�
guru� yang� diberikan� bisa� dikerjakan� dengan� baik. Melihat respon siswa yang baik guru harus menfasilitasinya dengan baik, yaitu
guru sebagai fasilitator di
mana jika ada kesulitan dari siswa guru bisa membantunya. Sebelum� dibangunnya� metode� PBL� siswa� terkesan� enggan� untuk� bertanya kepada guru.
Berdasarkan� hasil� wawancara� dengan� siswa� peran� metode� PBL� jika dilihat dari� proses pembelajaran
bahwa siswa sudah berperan aktif dan bisa menumbuhkan� budaya� demokrasi, jika� sebelumnya� siswa� cenderung� pasif dalam� pembelajaran. Di dalam pembelajaran sudah bisa menumbuhkan saling menghargai sesama siswa terlihat
saat diskusi dan tanya jawab dalam
presentasi. Tetapi sebelumnya sikap aktif siswa belum
terjadi di dalam kelas karena sikap
guru yang terlalu tegas sehingga siswa terkesan kaku.
3. Peningkatan Budaya Demokrasi
Siswa di Kelas dalam Metode Problem Based Learning (PBL)
Setiap model pembelajaran
pasti memiliki tujuan yaitu agar mendapatkan hasil yang baik untuk siswa.
Yang bisa dilakukan oleh
guru ialah menerapkan
model-model pembelajaran dalam
setiap materi yang akan diajarkan. Sehingga siswa tidak merasa jenuh
dalam pembelajaran, siswa akan menganggap
materi pembelajaran dengan mudah, dan cepat diingat. Berdasarkan� hasil� wawancara� yang� dilakukan� dengan� guru� untuk peningkatan budaya� demokrasi� di� kelas� dapat� dilihat� dari� evaluasi yang dilakukan oleh
guru. Guru biasa melakukan tes secara lisan
dan tulisan. Tetapi evaluasi
yang dilakukan setelah diterapkan metode PBL selain dengan tes lisan
dan� tulisan� yaitu� bisa� dilihat� dari� keaktifan� siswa mulai� dari� bertanya, mengkomentari, diskusi dan presentasi. Nilai
yang didapat siswa pun meningkat dari tiap tesnya. Metode
PBL dalam pembelajaran bisa membangun budaya demokrasi siswa bisa terlihat dari
keaktifan siswa mampu bertanya, menghargai pendapat�� orang� lain�
(toleransi),�
mengomentari,�
dan� menanggapi.� Sebelum metode� PBL� diterapkan sikap budaya demokrasi� siswa� belum� dilaksanakan dengan baik terkesan
pasif. Siswa tidak mau bertanya
karena sungkan terhadap guru yang tegas. Menghargai sesama teman belum� bisa
tertaman dalam diri siswa� dilihat� saat� siswa� lain� berbicara� di� depan� kelas� yang� lainnya� tidak memperhatikan.
Berdasarkan�� hasil�� wawancara dengan siswa, peningkatan budaya demokrasi� di�
kelas� siswa� berpendapat� bahwa� memahami� budaya� demokrasi dalam proses pembelajaran
yaitu dengan berperan aktif dalam pembelajaran. Maka budaya demokrasi
siswa mengalami peningkatan dari sebelum diterapkan metode PBL siswa cenderung pasif saat pembelajaran,
jadi budaya demokrasi siswa tidak terjadi. Sebelum� diterapkan metode PBL siswa kurang memiliki
sikap saling menghargai� (toleransi) ketika ada siswa yang mengemukakan pendapat. Tetapi setelah diterapkan metode PBL adanya� peningkatan terhadap siswa� menjadi� sikap� saling� menghargai� (toleransi)� ketika� ada� siswa�� yang mengemukakan pendapat. Setelah ditanamkan budaya demokrasi di dalam kelas siswa
bisa mengemukakan pendapat, bertanya, mengomentari, saling menghargai (toleransi) dan bisa belajar mandiri
untuk mengumpulkan informasi. Sebelum diterapkan metode PBL siswa terkesan pasif misalnya tidak berani bertanya,� mengomentari,� mengemukakan� pendapat,� belum� bisa� menghargai orang
lain disaat ada siswa lain berbicara.
Setelah� dilakukan�
wawancara�
dan� berikut� ini� bisa� dilihat� dari� tabel format observasi tentang perbandingan hasil tindakan Siklus Ke-I, II, dan III:
Tabel 2
Perbandingan Format Observasi Pelaksanaan
Pembelajaran dengan Metode
Pembelajaran PBL (Problem
Based Learning)
Berfokus Terhadap Siswa
Keterangan |
Skor Siklus I (F=34) |
Skor Siklus II (F=30) |
Skor Siklus III (F=34) |
Sangat Baik |
4,5% |
9,2% |
28,2% |
Baik |
61,8% |
71,5% |
60,8% |
Cukup |
21% |
17,6% |
10% |
Kurang |
14% |
2,9% |
0.6% |
Pada Perbandingan hasil observasi terhadap siswa untuk membangun
budaya� demokrasi� siswa� dengan� menggunakan� format�
observasi�
dilihat�
dari hasilnya� mengalami�� kenaikan.� Format� tersebut� diberikan� memperlihatkan gambaran siswa sejauh mana siswa bisa membangun budaya demokrasi di dalam kelas. Bisa dilihat gambarannya dari siklus I� dengan persentase sangat baik 4,5%,� baik� 61,8%,�
cukup�
21% dan kurang 14%. Maka
budaya demokrasi terhadap siswa memiliki peningkatan didalam siklus II dengan persentase sengat baik 9,2%, baik 71,5%, cukup 17,6% dan kurang 2,9% sedangkan pada siklus III dengan persentase sangat baik 28,2%, baik 60,8%, cukup 10% dan kurang 0,6%. Siswa� sudah� mengetahui� dan� melaksanakan�� tahapan metode� PBL.
Dari pelaksanaan di kelas sampai hasil pengerjaan
tugas yang harus dikerjakan secara bersama-sama di� luar� sekolah� dikerjakan� dengan� baik� dan� bisa� dijalankan dengan maksimal.
Maka� dengan� ini� guru� menerapakan� Model� PBL�
(Problem� Based Learning)
di� kelas X Elektro 1 Losarang dalam upaya membangun
budaya demokrasi� siswa� umumnya untuk semua pelajaran
dan khususnya untuk
Pelajaran PPKn. Guru berupaya
dengan diterapkannya metode ini bisa
membangun� percaya diri siswa di mana siswa mau mengungkapkan
pendapat, pertanya, mengomentari dan bisa mempertanggung jawabkannya dengan sikap saling
menghargai. Melalui pembelajaran
PPKn, pemahaman sikap dan prilaku demokratis dikembangkan bukan semata-mata melalui �mengajar� demokrasi��� (teaching�
democracy),� tetapi� melalui� model pembelajaran yang secara demokrasi (doing democracy). Penilaian
bukan semata-mata dimaksudkan sebagai alat kendali mutu
tetapi juga sebagai alat untuk memberikan
bantuan belajar bagi siswa sehingga
lebih dapat berhasil dimasa depan. Evaluasi dilakukan secara menyeluruh termasuk portopolio siswa dan evaluasi diri yang lebih berbasis kelas.
Berdasarkan pernyataan
di atas bahwa dengan terciptanya laboratoriun demokrasi di dalam kelas bukan
hanya diajarkan sikap demokrasi tetapi dengan model pembelajaran secara demokrasi bisa meningkatkan mutu siswa agar lebih berhasil membantu siswa sebagai fasilitator.
Gambaran� Budaya�
Demokrasi�
siswa� setelah� diterapkan� metode PBL (Problem
Based Learning) terlihat memiliki
pengaruh dalam hal ini dapat
dilihat dari� minat� siswa� atau�� sikap� siswa�� yang� ditunjukkan� saat� pembelajaran berlangsung.� Terlihat� seperti� sikap� siswa� yang� sudah� mau� mengungkapkan pendapatnya, mau bertanya, mengomentari
dengan kritis, memiliki percaya diri, dan saling� menghargai� (toleransi).� Hal� ini� bisa �dirasakan� oleh�
guru� selama
pelaksanaan siklus I, II
dan III. Saat siklus I dilaksanakan respon siswa masih kurang
baik yaitu malu� untuk bertanya, saling menghargai antar teman pun masih kurang� tertanam. Masuk siklus II mulai ada kemajuan
meskipun tidak semua� siswa ikut� aktif dalam� pembelajaran.
Setelah masuk siklus III� mulai
tumpun�
rasa� tanggung� jawab� terhadap� kelompok,� saling menghargai, mau bertanya, dan mengomentari sehingga terbangun� laboratorium� demokrasi� di dalam pembelajaran PPKn. Berikut ini adalah
hasil post tes dari siklus I, II dan III:
Tabel 3
Perbandingan Nilai Post Tes pada Pelaksanaan
Tindakan Siklus
I, II, dan III
Frekuensi nilai |
Siklus I F% |
Siklus II F% |
Siklus III F% |
50-59 |
24% |
12% |
0% |
60-69 |
35% |
0% |
0% |
70-79 |
29% |
12% |
26,5% |
80-89 |
12% |
52% |
47% |
90-100 |
- |
24% |
26,5% |
Jumlah |
100% |
100% |
100% |
4. Kendala
yang Dihadapi Guru dalam Menerapkan PBL (Problem
Based Learning)
Dalam penerapan
metode PBL
(Problem Based Learning) di kelas X Elektro 1 guru mengalami kendala. Kendala itu terjadi terutama
saat pelaksanaan tindakan siklus I, kendala tersebut diantaranya:
Kendala� pertama� yang� dihadapi� guru�
pada� pelaksanaan� metode PBL (Problem Based Learning) adalah Langkah-langkah PBL yang belum
dimengerti siswa karena perlu� penyesuaian dan baru diterapkannya metode PBL sehingga tugas-tugas yang diberikan dikerjakan siswa kurang maksimal.
Kendala kedua
yang dihadpai guru yaitu alokasi yang terbatas berbeda dengan� sekolah� lainnya� pelajaran� PPKn� hanya� 40� menit/jam� nya� bukan� 45 menit/jam sehingga materi yang disampaikan harus diberikan seefektif mungkin serta menyuruh siswa mencari informasi
tambahan.
Kendala Ketiga adalah Siswa masih
belum berpartisipasi aktif dalam mengerjakan
tugasnya karena ada pikiran saling
mengandalkan teman sehingga guru merasa kesulitan saat� membantu
kerja kelompok di luar jam pelajaran, tetapi bisa terlihat
saat presentasi mana siswa yang aktif mana siswa yang hanya diam saja. Jika partisifasi siswa belum muncul
maka budaya demokrasi belum terlihat.
Selain untuk� membangun budaya demokrasi siswa yang belum maksimal, guru juga sebagai peneliti belum memiliki pengalaman dalam dunia mengajar. Sehingga guru sedikit canggung sehingga pembelajaran kadang tidak sesuai
dengan RPP.� Tetapi kendala-kendala di atas tersebut mulai
berkurang pada saat pelaksan tindakan siklus II dan III.
Berdasarkan� penerapan� di� atas� dapat� terlihat� bahwa� ternyata� masih banyak� kendala yang dihadapi ketika penerapan metode PBL (Problem
Based Learning) pada� pembelajaran PPKn di kelas X Elektro 1. Melihat kendala yang dihadapi maka guru harus meminimalisir kendala tersebut. Selain guru hanya sebagai fasilitator, guru juga� harus
tampil menjadi pengelola kelas yang baik.
Berdasarkan� hasil� wawancara� yang� dilakukan� terhadap� guru� kendala yang dihadapi yaitu dari sarana dan prasarana yang kurang mendukung, suasana kelas� yang� sedikit� gelap kurangnya� pencahayaan, terkesan� pasif� sebelum diterapkan�
model� PBL.
Berdasarkan hasil wawancara siswa kendala yang dihadapi ialah dalam menentukan� pertanyaan
yang relevan, sebelum metode PBL dilakukan sikap siswa yang mendominasi adalah siswa laki-laki
dibandingkan siswa perempuan. Kurangnya pencahayaan kelas terkadang siswa terbawa suasana ngantuk.
5. Upaya
Guru Menghadapi Kendala dalam Menerapkan PBL (Problem Based Learning)
Berdasarkan��
pengamatan��
peneliti��
sekaligus��
guru�� melihat�� berbagai kendala� yang��
dihadapi�
dalam� menerapkan� metode� PBL�
(Problem� Based Learning), maka diperlukan� upaya untuk mengatasi kendala tersebut. Seperti dalam metode
PBL (Problem Based� Learning) terdapat
manfaat. Seperti yang diungkapkan (Ibrahim,
2000) sebagai berikut:
Pembelajaran� berdasarkan� masalah� tidak� dirancang� untuk� membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa Pembelajaran berdasarkan� masalah� dikembangkan� untuk� membantu siswa� mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman
nyata atau simulasi; dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri.
Berdasarkan pernyataan
tersebut bahwa masalah dalam model PBL untuk membantu siswa untuk berpikir, memecahkan masalah, dan keterampilan intelektual agar mereka menjadi mandiri.
Begitu pula dalam
upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi kendala yang dihadapi dalam metode PBL (Problem
Based Learning) di kelas X Elektro
1 dalam pembelajaran PPKn adalah sebagai
berikut:
a. Guru Berusaha
memahami langkah-langkah pembelajaran metode PBL (Problem� Based Learning), agar� guru� dapat� menginformasikan kepada siswa cara belajar
metode PBL
yang baik sehingga siswa bisa lebih
paham dan bisa menumbuhkan budaya demokrasi siswa jika metode PBL ini bisa dilaksanakan
dengan baik.
b. Guru lebih
bisa menyesuaikan sebagai calon guru untuk membuat RPP dan silabus� secara profesional dalam penerapan metode PBL (Problem Based� Learning).� Pembuatan� silabus� dan�
RPP� sangatlah� penting� agar tujuan� pembelajaran� bisa� lebih� terarah� dan� pengalokasian� waktu� lebih efektif. RPP perlu dilakukan secara baik dalam
materi, metode, media, dan evaluasi yang digunakan dalam PBM.
c. Ketika siswa
belum bisa berperan aktif dalam pembelajaran maka tugas- tugas�� harus�� bisa�� memberikan�� motivasi�� kepada�� siswa�� dengan�� cara pemberian penghargaan.� Begitu pula bagi siswa yang tidak peduli saat
kerja kelompok atau kurang menghargai
orang lain maka guru harus lebih tegas dan menegurnya.
d. Ketika guru menerapkan
metode PBL sulit untuk memanfaatkan
waktu dengan sebaik mungkin maka upaya yang dilakukan adalam memberikan siswa� tugas� dan� menyuruh� siswa� mencari� informasi� yang� mendukung dalam pembelajaran. Serta lebih berpedoman pada RPP yang sudah dibuat sehingga
alokasi waktu sudah diperhitungkan.
Dengan� upaya� yang� dilakukan� oleh�
guru� tersebut� diharapkan� dapat mengatasi�� permaslahan�
guru� ketika� mengelola� kelas.� Sehingga� penerapan
metode PBL
(Problem Based Learning) dalam pembelajaran PPKn lebih efektif dan optimal yang dapat membangun budaya demokrasi siswa.
Ada� pula� hasil� wawancara� yang� dilakukan� peneliti� kepada� guru�
dan siswa.��
Berikut��
ini� adalah� hasil� wawancara� terhadap� guru,� biasanya� guru membuat silabus dan� RPP diakhir
semester. Tetapi yang perlu
dilakukan guru membuat RPP sebelum proses belajar� mengajar
dan terlebih dahulu melakuan perencanaan.� Terbatasnya� model-model� pembelajran yang� diketahui� guru, seharusnya
guru mencari informasi untuk mengetahui metode yang tepat untuk materi pembelajaran.
Terbatasnya media pembelajaran
guru, penggunaan media pembelajaran
di dominasi menggunakan papan tulis, hanya
saja ada satu materi ajar yang menggunakan� multimedia.� Sebaiknya� dalam� proses�
pembelajaran menggunakan
media yang� lebih
bervariasi oleh guru agar siswa
bersemangat saat pembelajaran. Guru�� membantu�� siswa�� dan� memotivasi�� siswa� disaat mengerjakan tugas yang diberikan dengan cara menfasilitasi siswa yang belum mengerti boleh bertanya. Keadaan sekolah yang kurang mendukung dalam hal sarana� dan� prasarana� membuat� siswa� sedikit� terhambat� dalam� pembelajaran misalnnya� dari� buku� pendukung� yang� kurang,� keadaan� kelas� yang� kurang pencahayaan terkadang siswa mengantuk. Hal ini harus diatasi dengan
fasilitas guru� memberikan informasi kepada siswa tentang media belajar bukan hanya
dari buku tapi dari media lain contohnya: internet, media masa, media elektronik
dan sebagainya. Melihat siswa yang terkadang mengantuk karena pencahayaan yang� kurang� maka� guru� harus� lebih� kreatif� lagi dalam� metode� dan� media pembelajaran
yang digunakan (Piet
& Sahertian, 2010).
Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa, masih banyak
siswa yang cendenrung� pasif
di dalam pembelajaran. Upaya yang harus dilakukan ialah dengan� pendekatan� dan� memberikan� semangat� lagi� dengan� cara� pemberian reawed berupa� nilai sehingga bisa memacu siswa
untuk aktif di dalam kelas. Saat
memahami metode PBL pertama
kali membuat siswa bersemangat karena belum diterapkannya metode PBL maka� yang dilakukan adalah memberi tahu langkah-langkah
PBL terlebih dahulu setelah itu memfasilitasi
siswa bagi yang kurang memahaminya (Nursalim,
2018).
Kesimpulan��������������������������������������������������������������
Berdasarkan Hasil Penelitian
Di Lapangan, Maka Diperoleh Kesimpulan Umum Yaitu Dengan Menerapkan
Metode PBL
(Problem Based Learning) Telah Mampu Membangun
Budaya Demokrasi Siswa Di Kelas X Elektro 1. Peningkatan Ini Terlihat Dari Tugas Individu Atau Kelompok,
Melakukan Diskusi Dan Presentasi Di Depan Kelas. Selain menyimpulkan kesimpulan umum di atas, guru sebagai peneliti juga merumuskan kesimpulan khusus yaitu: 1) Penerapan PBL (Problem Based Learning) yang
dilakuakan Guru� dalam Mata
Pelajaran PPKn yaitu dimulai dengan perencanaan pembuatan silabus dan�
RPP.� Penerapan� metode� PBL� bisa� dilaksanakan,� dengan adanya perencanaan pembelajaran dan memberikan manfaat bagi guru. Diantaranya� guru� bisa� memahami� apa� yang� akan� diajarkan sebagai pembelajaran untuk kemampuan berpikir siswa dalam membangun budaya demokrasi. Sehingga� penerapan
PBL itu bisa dilihat dan dilaksanakan, yaitu dengan memahami
langkah-langkah PBL
untuk melatih percaya diri siswa,
bersikap saling menghargai dan berani mengemukakan pendapat. Penerapan metode PBL (Problem Based Learning) dalam pembelajaran PPKn harus lebih
dipersiapkan oleh guru dengan
maksimal. Guru berusaha memahami langkah-langkah pembelajaran metode PBL (Problem Based Learning), agar guru dapat menginformasikan kepada siswa cara belajar
metode� PBL� yang� baik.� Sehingga� siswa� bisa� lebih� paham� dan� bisa menumbuhkan budaya demokrasi. 2) Metode pembelajaran PBL merupakan metode yang berperan membangun budaya� demokrasi siswa dalam mata
pelajaran PPKn. Hal ini bisa dilihat
dari langkah-langkah PBL
sebagai berikut: 1) Mengklasifikasi masalah dan konsep; 2) Merumuskan� masalah;� 3) Menganalisis� masalah; 4) Menata gagasan secara� sistematis, 5) Menentukan tujuan pembelajaran; 6) Mencari informasi tambahan dari berbagai
sumber; 7) Mensintesis dan menguji informasi baru. Metode PBL didalam pembelajaran PPKn dapat menumbuhkan
budaya demokrasi siswa yaitu dilihat
dari proses belajar siswa.� Guru� membebaskan� siswa� untuk� mencari� informasi� sebanyak- banyaknya yaitu tentang materi sistem politik dari berbagai sumber,
dan siswa� diberikan� kebebasan� dalam� mengemukakan� pendapat� pada� saat diskusi berlangsung untuk presentasi di depan kelas. 3) Peningkatan budaya demokrasi siswa di dalam kelas setelah
diterapkan metode PBL
dalam materi sistem politik bisa menumbuhkan pengetahuan- pengetahuan baru yang mereka dapatkan dari media elektronik atau media cetak. Metode PBL bisa menumbuhkan budaya demokrasi siswa diantaranya 1) Mengutamakan kepentingan kelompok dari pada pribadi; 2) Toleran� atau� menghargai� dan� menghormati� pendapat� orang� lain�
yang berbeda; 3) Terbuka menerima
pendapat orang lain; 4) Tanggap
dan berani mengemukakan� pendapat� dengan� baik� dan� benar; 5) Bersikap kritis terhadap informasi atau pandangan sehingga tidak mudak menerima
atau menolak pandangan orang lain; 6) Cerdas
dan penuh pertimbangan dalam mengambil keputusan; 7) Menghormati hak orang lain; 8) Bersikap adil dan tidak diskriminatif; 9) Menjaga� dan melaksanakan amanah dengan penuh
tanggung jawab. Hambatan� yang �dihadapi� dalam� pembelajaran PPKn� yaitu� kurang� bisa memanfaatkan waktu yang ada. Guru belum maksimal dalam memahami langkah-langkah� penerapan� PBL,�
sehingga�
tidak� semua� siswa� paham terhadap�� metode�� ini.�� Siswa�� belum�� bisa�� berpartisifasi�� aktif�� dalam pembelajaran karena adanya tidak saling
menghargai antara siswa. Kurang seriusnya� siswa� dalam� melaksanakan� metode� PBL,�
Karena� masih� ada siswa yang bercanda saat diskusi atau
presentasi dan saling mengandalkan antar siswa saat diskusi
berlangsung.� Upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi hambatan tersebut dalam penerapan metode PBL adalah guru harus bisa memahami
dengan benar langlah-langkah metode PBL,
agar guru bisa� memberikan� pengarahan yang jelas sehingga siswa memahami� metode tersebut. Upaya lain yang dilakukan guru untuk menangani siswa� yang belum� bisa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran
dan siswa yang masih belum serius dalam
proses diskusi�
yaitu� dengan� cara menegurnya� dan� memberikan� penghargaan berupa� nilai supaya siswa termotivasi.
Selain itu kemampuan guru harus ditingkatkan� secara� optimal�
untuk� meningkatkan� profesionalisme� guru,
melalui pemahaman wawasan ilmu pengetahuan,
tentang����������� model
pembelajaran, media, pengorganisasian
materi, dan pengelolaan kelas yang baik.
BIBLIOGRAFI
Amir, M. T. (2016). Inovasi pendidikan melalui problem based learning. Prenada
Media. Google Scholar
Aqib, Z. (2013). Model-model, media, dan
strategi pembelajaran kontekstual (inovatif). Bandung: Yrama Widya. Google Scholar
Azra, A. (2000). Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education): Demokrasi, Hak
Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. ICCE UIN Syarif Hidayatullah. Google Scholar
Darmadi, H. (2017). Pengembangan model dan
metode pembelajaran dalam dinamika belajar siswa. Yogyakarta: Deepublish. Google Scholar
Fadlisyah. (2009). Reading suggestions.
www.scribd.com/doc/16840572/katakter%0A
(http//www.hasanjoen.blogspot.com)%0A. Google Scholar
Ibrahim.(2000). Ciri-Ciri Kepala Sekolah Yang Efektif.
http://anwarholil.blogspot.com/. Google Scholar
Istarani. (2015). Model Pembelajaran Inovatif. Medan: Larispa. Google Scholar
Komalasari, K. (2017). Pembelajaran kontekstual: konsep dan
aplikasi. Google Scholar
Kunandar, S. P., & Si, M. (2008). langkah
mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai pengembangan profesi guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Google Scholar
Nursalim. (2018). Manajemen Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta:Lontar
Mediatama. Google Scholar
Piet, A., & Sahertian, K. D. (2010).
Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan SDM. Jakarta: Rineka Cipta. Google Scholar
Rochiati, W. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:
Wacana Prima. Google Scholar
Shoimin, A. (2013). model pembelajaran
inovatif dalam kurikulum 2013. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 210. Google Scholar
Suhartono. (2008). Membangun sekolah sebagai laboratorium demokrasi.
http//laboratorium demokrasi/internet/google/.com. Google Scholar
Wina, S., & Budimanjaya, A. (2017). Paradigma Baru Mengajar. Jakarta: kencana.
Google Scholar
Copyright holder: Wahyudin Hadi (2021) |
First publication right: |
This article is licensed under: |