Jurnal Syntax Admiration

Vol. 2 No. 10 Oktober 2021

p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356

Sosial Teknik

 

FUNGSI PSIKOLOGIS RUANG TERBUKA HIJAU

 

Mohamad Fakhri Mashar

Institut Pertanian Bogor (IPB) Jawa Barat, Indonesia

Email: [email protected]

 

INFO ARTIKEL

ABSTRAK

Diterima

25 September 2021

Direvisi

05 Oktober 2021

Disetujui

15 Oktober 2021

Ruang terbuka hijau memiliki banyak sekali fungsi salah satunya adalah fungsi psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji fungsi psikologis ruang terbuka hijau. Metode penelitian ini adalah studi literatur. Studi kepustakaan merupakan kegiatan yang diwajibkan dalam penelitian, khususnya penelitian akademik yang tujuan utamanya adalah mengembangkan aspek teoritis maupun aspek manfaat praktis. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa fungsi psikologis dari ruang terbuka hijau itu sendiri untuk meredam keramaian, kepadatan dan kesemrawutan yang secara psikologis dapat menimbulkan stres atau depresi. Ruang Terbuka Hijau, sesuai dengan namanya RTH adalah tempat terbuka di alam bebas yang penuh dengan taman hijau yang penuh dengan tatanan tanaman hias, tanaman peneduh yang memberikan kesejukan bagi pengunjung.

 

ABSTRACT

Green open space has many functions, one of which is a psychological function. This study aims to examine the psychological function of green open spaces. This research method is literature study. Literature study is an activity that is required in research, especially academic research whose main purpose is to develop theoretical aspects as well as aspects of practical benefits. The results of this study indicate that the psychological function of the green open space itself is to reduce the crowd, density and chaos that can psychologically cause stress or depression. Green Open Space, as the name implies, green open space is an open space in the wild filled with green gardens filled with ornamental plants, shade plants that provide coolness for visitors.

Kata Kunci: ruang terbuka hijau; psikologis; amenity

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Keywords: green open space; psychological; amenities



 

Pendahuluan

Sehat adalah kondisi mutlak yang dibutuhkan manusia agar dapat menjalankan fungsi hidupnya dengan lancar dan optimal. (WHO, 2014) mendefinisikan sehat sebagai kondisi yang sempurna secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial, dan bukan hanya terbebas dari penyakit atau cacat. Berdasarkan definisi sehat tersebut, maka sehat mental menjadi komponen penting agar seseorang dapat dikatakan sehat. Kesehatan mental didefinisikan sebagai sebuah kondisi sejahtera dimana setiap individu menyadari potensinya, dapat mengatasi tekanan hidup yang normal, dapat bekerja dengan produktif dan sukses, dan mampu berkontribusi dalam komunitasnya (WHO, 2014). Kesehatan mental memiliki peran yang esensial dalam kehidupan manusia, namun pada kenyataannya kesehatan mental menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan di dunia, begitu pula terjadi di Indonesia. Data WHO menunjukkan bahwa pada tahun 2016 terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena demensia (RI, 2016).

Faktor-faktor yang memengaruhi kesehatan mental manusia adalah faktor biologis, psikologis, sosial budaya, dan lingkungan. Kondisi lingkungan yang sehat akan berpengaruh dan mendukung kesehatan manusia yang ada di sekitarnya, sebaliknya jika kondisi lingkungan tidak sehat maka dapat mengganggu kesehatan manusia, termasuk konteks kesehatan mentalnya (Tambunan, 2010). (Steg et al., 2013) menyatakan bahwa hubungan antara manusia dengan lingkungan bersifat timbal balik atau resiprokal. Lingkungan dapat memengaruhi perilaku manusia dan sebaliknya perilaku manusia dapat menyebabkan perubahan pada lingkungan. Pada akhir tahun 1960, berbagai penelitian mengenai isu lingkungan muncul untuk menjelaskan serta merubah pengaruh negatif perilaku manusia terhadap lingkungan dan pada efek negatif yang disebabkan oleh manusia (seperti bising dan polusi) yang berpengaruh terhadap well-being dan kesehatan.

Sebuah studi di Washington mengenai akses ke ruang terbuka hijau, aktivitas fisik, dan kesehatan mental yang melibatkan 4338 anak kembar mendukung hipotesis bahwa akses yang lebih baik ke ruang terbuka hijau berkaitan dengan tingkat depresi yang lebih rendah. Ruang terbuka hijau dianggap memengaruhi kesehatan mental melalui peningkatan aktivitas fisik, dengan menyediakan tempat bagi warga sekitar untuk bertemu, memfasilitasi ikatan sosial, serta mengurangi stres dan kelelahan mental (Cohen-Cline et al., 2015). Hal tersebut berbanding terbalik dengan pernyataan (Annerstedt et al., 2012). yang menjelaskan bahwa mereka tidak menemukan hubungan langsung antara green qualities pada lingkungan dengan kesehatan mental. Hal tersebut tidak berarti tidak terdapat hubungan sama sekali diantara keduanya, kurang beragamnya jenis landscape atau bentang darat area yang diteliti kemungkinan menjadi penyebabnya. Oleh karena itu, perbedaan yang muncul pada hasil penelitian menjadi lebih sedikit.

Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan adalah bagian dari ruang terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi baik endemik maupun introduksi (Dwiyanto, 2009). RTH memiliki berbagai fungsi, yaitu ekologi (paru-paru kota), rekreasi dan ruang tempat warga bersilaturahmi, estetis (memperindah pemukiman, perkantoran, dll), planologi dalam tata kota (menjadi pembatas antara satu ruang dengan ruang lain), pendidikan (sarana belajar tanaman dan ruang tempat satwa), serta fungsi ekonomis (Hijau, 2016). Ruang terbuka hijau dapat menjadi sebuah alternatif tempat refreshing atau rekreasi yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat perkotaan karena sifatnya yang ekonomis. Rekreasi di alam terbuka atau outdoor recreation dapat digunakan sebagai media terapeutik yang layak bagi orang- orang dengan gangguan kesehatan mental. Salah satu manfaat biopsikososial dari rekreasi di alam terbuka adalah manfaat emosional, hal ini meliputi perbaikan suasana hati, pengalihan dari gangguan kesehatan mental, peningkatan mekanisme koping, peningkatan kemampuan untuk mengatasi tantangan, kematangan emosi yang berkembang, dan peningkatan penerimaan diri (Frances, 2006).

Lingkungan perkotaan menjadi pilihan banyak masyarakat Indonesia untuk menjadi tempat mengadu nasib. Masyarakat perkotaan sering disebut sebagai urban community. Secara fisik, masyarakat di perkotaan kehidupannya ditandai dengan adanya gedung-gedung yang menjulang tinggi, hiruk pikuk kendaraan, kemacetan, pabrik, warga masyarakat yang sibuk, polusi, persaingan yang tinggi, dan sebagainya. Secara sosial, kehidupannya cenderung individual, heterogen, serta persaingan yang tinggi sering menimbulkan konflik (Jamaludin, 2015).

Kedekatan manusia dengan lingkungan menimbulkan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan. Manusia membutuhkan alam untuk tempat tinggal, hidup dan berkembang. Alam membutuhkan manusia untuk merawat kelestariannya. Kesadaran terhadap peran besar lingkungan ini menyadarkan manusia untuk selalu dekat dengan lingkungan sebagai aspek kehidupan.

Kedekatan manusia dengan lingkungan menimbulkan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan. Manusia membutuhkan alam untuk tempat tinggal, hidup dan berkembang. Alam membutuhkan manusia untuk merawat kelestariannya. Kesadaran terhadap peran besar lingkungan ini menyadarkan manusia untuk selalu dekat dengan lingkungan sebagai aspek kehidupan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji fungsi psikologis Ruang Terbuka Hijau di Indonesia.

Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat memberikan suatu rekomendasi perencanaan ruang terbuka hijau yang efektif dalam memberikan pelayanan khususnya fungsi psikologis di Indonesia.

 

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi literatur. Metode studi literatur adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengelolah bahan penelitian (Zed, 2008).

Studi kepustakaan merupakan kegiatan yang diwajibkan dalam penelitian, khususnya penelitian akademik yang tujuan utamanya adalah mengembangkan aspek teoritis maupun aspek manfaat praktis. Studi kepustakaan dilakukan oleh setiap peneliti dengan tujuan utama yaitu mencari dasar pijakan / fondasi utnuk memperoleh dan membangun landasan teori, kerangka berpikir, dan menentukandugaan sementara atau disebut juga dengan hipotesis penelitian. Sehingga para peneliti dapat menggelompokkan, mengalokasikan mengorganisasikan, dan menggunakan variasi pustaka dalam bidangnya. Dengan melakukan studi kepustakaan, para peneliti mempunyai pendalaman yang lebih luas dan mendalam terhadap masalah yang hendak diteliti.

Melakukan studi literatur ini dilakukan oleh peneliti antara setelah mereka menentukan topik penelitian dan ditetapkannya rumusan permasalahan, sebelum mereka terjun ke lapangan untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Pengumpulan data perlu dilakukan dalam penelitian ini. Data yang digunakan berasal dari textbook, journal, artikel ilmiah, literature review yang berisikan tentang konsep yang diteliti

Analisa dalam penelitian ini dilakukan dengan materi hasil penelitian yang secara sekuensi diperhatikan dari yang paling relevan, relevan, dan cukup relevan. Cara lain dapat juga, misalnya dengan melihat tahun penelitian diawali dari yang paling mutakhir, dan berangsung � angsur mundur ke tahun yang lebih lama.

Membaca abstrak dari setiap penelitian lebih dahulu untuk memberikan penilaian apakah permasalahan yang dibahas sesuai dengan yang hendak dipecahkan dalam penelitian.

Mencatat bagian � bagian penting dan relevan dengan permasalahan penelitian, Untuk menjaga tidak terjebak dalam unsur plagiat, para peneliti hendaknya juga mencatat sumber � sumber informasi dan mencantumkan daftar pustaka. Jika memang informasi berasal dari ide atau hasil penelitian orang lain. Membuat catatan, kutipan, atau informasi yang disusun secara sistematis sehingga penelitian dengan mudah dapat mencari kembali jika sewaktu - waktu diperlukan.

 

Hasil dan Pembahasan

1.    Faktor � Faktor Yang Mempengaruhi Psikologis

Faktor-faktor yang memengaruhi kesehatan mental manusia adalah faktor biologis, psikologis, sosial budaya, dan lingkungan. Kondisi lingkungan yang sehat akan berpengaruh dan mendukung kesehatan manusia yang ada di sekitarnya, sebaliknya jika kondisi lingkungan tidak sehat maka dapat mengganggu kesehatan manusia, termasuk konteks kesehatan mentalnya (Tambunan, 2010). (Steg et al., 2013) menyatakan bahwa hubungan antara manusia dengan lingkungan bersifat timbal balik atau resiprokal. Lingkungan dapat memengaruhi perilaku manusia dan sebaliknya perilaku manusia dapat menyebabkan perubahan pada lingkungan. Pada akhir tahun 1960, berbagai penelitian mengenai isu lingkungan muncul untuk menjelaskan serta merubah pengaruh negatif perilaku manusia terhadap lingkungan dan pada efek negatif yang disebabkan oleh manusia (seperti bising dan polusi) yang berpengaruh terhadap well-being dan kesehatan.

Sebuah studi di Washington mengenai akses ke ruang terbuka hijau, aktivitas fisik, dan kesehatan mental yang melibatkan 4338 anak kembar mendukung hipotesis bahwa akses yang lebih baik ke ruang terbuka hijau berkaitan dengan tingkat depresi yang lebih rendah. Ruang terbuka hijau dianggap memengaruhi kesehatan mental melalui peningkatan aktivitas fisik, dengan menyediakan tempat bagi warga sekitar untuk bertemu, memfasilitasi ikatan sosial, serta mengurangi stres dan kelelahan mental (Cohen-Cline et al., 2015). Hal tersebut berbanding terbalik dengan pernyataan (Annerstedt et al., 2012) yang menjelaskan bahwa mereka tidak menemukan hubungan langsung antara green qualities pada lingkungan dengan kesehatan mental. Hal tersebut tidak berarti tidak terdapat hubungan sama sekali diantara keduanya, kurang beragamnya jenis landscape atau bentang darat area yang diteliti kemungkinan menjadi penyebabnya. Oleh karena itu, perbedaan yang muncul pada hasil penelitian menjadi lebih sedikit.

Ruang Terbuka Hijau RTH perkotaan adalah bagian dari ruang terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi baik endemik maupun introduksi (Dwiyanto, 2009). RTH memiliki berbagai fungsi, yaitu ekologi (paru-paru kota), rekreasi dan ruang tempat warga bersilaturahmi, estetis (memperindah pemukiman, perkantoran, dll), planologi dalam tata kota (menjadi pembatas antara satu ruang dengan ruang lain), pendidikan (sarana belajar tanaman dan ruang tempat satwa), serta fungsi ekonomis (Hijau, 2016). Ruang terbuka hijau dapat menjadi sebuah alternatif tempat refreshing atau rekreasi yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat perkotaan karena sifatnya yang ekonomis. Rekreasi di alam terbuka atau outdoor recreation dapat digunakan sebagai media terapeutik yang layak bagi orang-orang dengan gangguan kesehatan mental. Salah satu manfaat biopsikososial dari rekreasi di alam terbuka adalah manfaat emosional, hal ini meliputi perbaikan suasana hati, pengalihan dari gangguan kesehatan mental, peningkatan mekanisme koping, peningkatan kemampuan untuk mengatasi tantangan, kematangan emosi yang berkembang, dan peningkatan penerimaan diri (Frances, 2006).

Faktor psikologis merupakan faktor yang penting dan memiliki peranan dalam proses penyembuhan penyakit. Faktor psikologis merupakan faktor dari dalam yang prinsip penyembuhannya memberikan dorongan positif melalui psikis pasien. Di antara faktor psikologis dalam penyembuhan penyakit adalah :

1.    Menghindari kecemasan

2.    Menghilangkan depresi

3.    Kehidupan sosial

4.    Dukungan keluarga

5.    Kepercayaan pasien pada diri sendiri

6.    Mempercayai penangan medis

7.    Kehidupan relegius

8.    Berpikiran positif

9.    Pola hidup

10.     Kondisi psikologis

Menurut psikologi kesehatan dan pengobatan behavioral cara berpikir dapat memengaruhi kondisi tubuh. Psikologi kesehatan merupakan salah satu subdisiplin pengobatan behavioral yang secara spesifik berhubungan dengan proses-proses psikologis, misalnya kognisi, suasana perasaan, dan jaringan sosial, yang dapat memengaruhi kesehatan dan penyakit (Pomerantz, 2014).

Cara berpikir dapat memberikan sugesti terhadap kondisi tubuh. Dalam hal kesehatan, selain pola hidup, pengendalian cara berpikir sangat dibutuhkan untuk mencapai tingkat kesehatan tubuh. Tetap menjaga pola hidup sehat dan tidak membebani diri dengan pikiran berat, mensugesti diri dengan hal positif, dapat meningkatkan sistem imun tubuh. Hal ini mengakibatkan terjaganya sistem kekebalan tubuh dan mencegah antigen untuk masuk ke dalam tubuh, sehingga mengecilkan peluang terhadap resiko terkena penyakit.

Beban pikiran berat, kecemasan, rasa takut, dan tanpa adanya sugesti positif dapat meningkatkan resiko depresi dan stres. Stres dapat berdampak buruk bagi kesehatan. Dalam banyak literatur yang dijelaskan, stres telah sering dikaitkan dengan banyak gejala dan penyakit, mulai dari penyakit ringan sampai berat. Di dalam buku Psikologi Klinis, yang ditulis oleh (Pomerantz, 2014) menjelaskan, respon tubuh terhadap stres dapat mengakibatkan masalah kesehatan seperti:

a.    Meningkatnya kadar hormon tiroid yang menyebabkan insomnia dan penurunan berat badan.

b.    Menipisnya endorfin, yang menyebabkan sakit jasmaniah.

c.    Berkurangnya hormon seks yang berakibat pada amenore dan kesuburan.

d.    Mati atau beristirahatnya sistem pencernaan,yang menyebabkan pusing, kembung, mulut kering dan masalah lain.

e.    Pelepasan kolesterol yang berlebih yang dapat menyebabkan penyumbatan pada arteri, meningkatkan tekanan darah sampai dengan 400%, stroke, atau aneurisma.

Tingkat yang paling membahayakan dari stres adalah menurunya sistem imun tubuh. Stres mengaktifkan Hipotalamus pituitari-adrenal (HPA) aksis yang mengontrol pelepasan hormon stres yaitu kortisol. Stres kronis dapat meningkatkan kadar kortisol, yang mengakibatkan kemunduran pada sel-T, sel yang sangat esensial di dalam sistem kekebalan tubuh. Sel-T menyerang patogen asing dan sekaligus meregulasi sel-sel lain di dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika kadar kortisol yang teregulasi menyebabkan menurunya fungsi sel-T, hasilnya adalah melemahnya sistem kekebalan. Atau lebih mudahnya, stres kronis dapat menyebabkan seseorang menjadi sakit (Pomerantz, 2014).

Faktor yang menentukan seberapa baik seseorang menangani stres ada dua, secara natur (genetik) dan nurtur (non-genetik). Para ahli psikolog mengatakan genetik adalah faktor yang melekat dan pengendaliannya masing-masing individu berbeda, sehingga psikolog tidak dapat berbuat banyak terkait dengan penanganan stres melalui faktor ini. Tetapi melalui faktor nurtur (non-genetik) untuk penanganan stres harus ada peran psikologis individu itu sendiri, salah satunya adalah faktor persepsi untuk menentang kesalahpahaman kognitif dan menggantinya dengan sudut pandang yang lebih sehat.

Faktor yang dapat memengaruhi kesembuhan secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 4, diantaranya; faktor medis (melalui pengobatan medis), faktor genetik bawaan, faktor psikologis, dan faktor lingkungan. Dua diantara empat faktor tersebut dapat dikendalikan melalui hubungan antara pikiran dengan perilaku, yaitu faktor psikologis dan faktor lingkungan.

2.    Manfaat Ruang Terbuka Hijau Terhadap Psikologis

Sesuai dengan pernyataan bahwa ruang terbuka hijau dianggap memengaruhi kesehatan mental melalui peningkatan aktivitas fisik, dengan menyediakan tempat bagi warga sekitar untuk bertemu, memfasilitasi ikatan sosial, serta mengurangi stres dan kelelahan mental (Cohen-Cline et al., 2015). Korelasi yang lemah tersebut mungkin terjadi karena terdapat variabel mediator atau penghubung antara akses ke ruang terbuka hijau dengan kesehatan mental, yaitu peningkatan aktivitas fisik dan sosialisasi. (Nutsford, D., Pearson, A. L., & Kingham, 2013) menemukan bahwa jarak atau akses yang lebih dekat ke ruang terbuka hijau yang dapat digunakan (useable green space) dan peningkatan proporsi ruang terbuka hijau di lingkungan yang lebih besar berhubungan dengan menurunnya jumlah perawatan gangguan kecemasan atau mood dalam lingkungan perkotaan.

(White et al., 2013) membuat penelitian dengan menggunakan data panel yang diperoleh dari 10.000 individu untuk mengeksplorasi hubungan antara ruang terbuka hijau perkotaan dan tekanan mental (mental distress) untuk individu yang sama selama beberapa waktu. Penelitian tersebut menemukan bahwa rata-rata individu memiliki tekanan mental yang lebih rendah dan kesejahteraan yang lebih tinggi ketika tinggal di daerah perkotaan yang memiliki lebih banyak ruang terbuka hijau. Meskipun efek pada tingkat individu kecil, manfaat kumulatif pada tingkat komunitas Menggaris bawahi mengenai pentingnya kebijakan untuk melindungi dan mempromosikan ruang terbuka hijau perkotaan untuk kesejahteraan manusia. Hal tersebut serupa dengan hasil uji korelasi yang menyatakan bahwa akses ke ruang terbuka hijau berhubungan positif dengan kesejahteraan psikologis dan berhubungan negatif dengan distres psikologis yang merupakan dua skala global kesehatan mental. Akses ke ruang terbuka hijau tidak hanya dibatasi oleh hambatan fisik seperti lokasi, kedekatan, kuantitas, dan kualitas. Hal yang biasanya menjadi hambatan untuk mengakses ruang terbuka hijau adalah rasa takut akan keselamatan diri, perilaku antisosial, buruknya pemeliharaan ruang terbuka hijau, terlalu sibuk bekerja, cuaca yang buruk, terlalu sibuk di rumah, kesehatan yang buruk, lansia, serta kurangnya transportasi. Pemerintah dapat memerankan peran penting untuk membantu masyarakat mengatasi hambatan-hambatan tersebut (Balfour & Allen, 2014).

3.    Pengaruh Ruang Terbuka Hijau Terhadap Psikologis

Ruang Terbuka Hijau menawarkan konsep Healing Environment. Healing Environment adalah konsep yang di dalamnya memuat tiga aspek penting terhadap proses kesembuhan pasien, yaitu:

a.    Aspek Healing Environment adalah lingkungan alam. Lingkungan alam dinilai mampu memberikan energi positif terhadap psikologi manusia, yang memberikan kenyamanan dan rileksasi terhadap suasana pikiran manusia.

b.    Aspek psikologi. Konsep Healing Environment dalam penerapannya mampu memberikan sugesti positif terhadap kesehatan psikis pasien. Sugesi positif tersebut mampu membangkitkan rasa optimisme dan harapan sehat bagi pasien.

c.    Aspek panca indra manusia. Konsep Healing Environment harus mampu memberikan rangsangan terhadap kelima panca indera manusia melalui penglihatan, aroma, suara- suara, dan tekstur, yang diwujudkan dalam elemen-elemen alam.

Prinsip konsep Healing Environment, tidak hanya diterapkan pada desain bagian luar (tata ruang luar) tetapi juga bagian dalam (tata ruang dalam) bangunan. Inti dari konsep ini adalah membangun suasana melalui penyesuaian semua elemen desain untuk dapat memberikan rangsangan positif bagi kelima panca indera manusia. Prinsip-prinsip penerapan konsep tersebut sebagai berikut (Kurniawati, 2007):

a)    Desainnya harus mampu mendukung proses pemulihan baik fisik maupun psikis seseorang.

b)   Akses ke alam.

c)    Adanya kegiatan-kegiatan outdoor yang berhubungan langsung dengan alam.

Desainnya diarahkan pada penciptaan kualitas ruang agar suasana terasa aman, nyaman, tidak menimbulkan stress. Konsep Healing Environment merupakan bentuk pengembangan dan pengaplikasian konsep sebagai respon atas terbuktinya riset yang menunjukan bahwa faktor lingkungan berpengaruh besar terhadap faktor penentu kualitas penyembuhan pasien. Konsep ini memiliki tiga aspek pendekatan, yaitu pendekatan alam, rangsangan indera, dan psikologis. Pendekatan alam dipilih karena alam memiliki sifat restoratif terhadap manusia, yang mampu menurunkan tingkat stres, menstabilkan atau menurunkan tekanan darah, dan meningkatkan energi.

 

 

Description: page6image40994432

Gambar 1

Bagan Pengaruh Healing Environment

terhadap Kesembuhan

(Hafidz & Nugrahaini, 2020)

 

Desain Rumah Sakit yang hadir dengan membentuk suasana alam, melalui tumbuhan, elemen-elemen air, material kayu dan sedikit bebatuan dengan tatanan tertentu, dapat mempengaruhi pikiran pasien untuk lebih merasa rileks dan nyaman dengan suasana rumah sakit. Dalam ilmu kesehatan suasana perasaan dan kognisi yang baik dapat mencegah dan mengatur peningkatan kortisol (hormon stres). Sehingga kortisol dapat bekerja secara optimal dan berimbang, hal ini berakibat terhadap peningkatan sistem kekebalan tubuh pasien yang dapat mempercepat kesembuhan dan pencegahan terhadap penyakit.

Lingkungan alamiah maupun lingkungan buatan memiliki pengaruh dalam menciptakan satu kesatuan lingkungan yang kondusif bagi proses penyembuhan, tidak hanya kondisi fisik tetapi juga psikis. Kondisi psikis yang prima secara langsung maupun tidak langsung akan memberi stimulus positif terhadap kondisi fisik seseorang sehingga mempercepat berlangsungnya proses penyembuhan.

Pendekatan kedua melalui aspek rangsangan indera yang meliputi pendengaran, pengelihatan, penciuman, perasa dan peraba. Melalui indera manusia, Konsep Healing Environment pada Rumah Sakit berfokus untuk membangun kesan melalui; visual suasana, suara, aroma, dan tekstur. Konsep lingkungan alam haruslah mendapat porsi besar di dalam desain sebuah Rumah Sakit, sebab melalui konsep tersebut terapi rangsangan indera dapat dihadirkan.

Pengaplikasian elemen alam sebagai rasangan indera manusia dapat dilakukan antara lain dengan Penambahan elemen-elemen tumbuhan pada ruang dalam rumah sakit sebagai rangsangan indra penglihatan manusia untuk menghasilkan keindahan visual. Elemen air pada desain Rumah Sakit. Melalui kolam ikan dengan gemercik suara air bisa menjadi pilihan untuk merangsang indera pendengaran untuk relaksasi pasien melalui suara. Menanam bunga-bunga beraroma wangi di dalam atau di luar ruangan untuk memberi aroma relaksasi. Mengaplikasikan material alam dan material kayu yang bertekstur di sebagian ruang rumah sakit, sebagai respon terhadap indera peraba.

Pendekatan ketiga melalui aspek psikologis. Dengan memberikan stimulus positif terhadap kondisi jiwa, bisa melalui lingkungan sosialnya, keluarganya, dan kehidupan relegiusnya untuk membentuk hubungan positif antara pikiran dan perilaku pasien. Rumah sakit menyediakan fasilitas berupa ruang untuk berkumpul, ruang komunal, taman penyembuhan, dan lain sejenisnya untuk tempat bersosialisasi, komunikasi antar sesama dan keluarga untuk membentuk stimulus mengenai rasa optimisme terhadap sehat, menumbuhkan kepercayaan, meningkatkan semangat sembuh untuk menekan stres pasien saat menjalani perawatan. Konsep Healing Environment di dalamnya memuat aspek-aspek penting mengenai lingkungan dan psikologis manusia terhadap proses kesembuhan. Apabila saling dikaitkan antara lingkungan, psikologis, kesehatan dan kesembuhan, keempat hal tersebut mempunyai hubungan yang saling berpengaruh satu sama lain. Melalui lingkungan manusia mempunyai kedekatan yang mempengaruhi rasa (kenyamanan, relaksasi, optimisme dan ketentraman).

Kondisi jiwa yang demikian akan menekan tingkat stres dan depresi pasien pada keadaan ataupun suasana di dalam rumah sakit. Stres dan depresi dapat meningkatkan kortisol (hormon stres), dengan peningkatan tersebut akan menurunkan sistem imun tubuh, sehingga dengan turunnya sistem imun akan memperlambat kesembuhan dan yang paling merugikan dapat membuat antigen masuk kedalam tubuh dan membuat penyakit baru. Oleh karena itu, rumah sakit harus memiliki fasilitas penyembuh yang lengkap, baik secara medis maupun secara non medis. Dengan menerapkan konsep Healing Environment rumah sakit akan dapat memaksimalkan perannya terhadap suatu proses kesembuhan.

4.    Rekomendasi Ruang Terbuka Hijau

a)   
Description: page8image3651130352

Berdasarkan penelitian Ir.Djoko Pratikto,MT.

Gambar 2

Pasar Terban & RTH

 

b)   Hasil Akhir Desain Pasar Terban

Tujuan diadakan revitalisasi pembangunan pasar Terban adalah untuk memperbaiki kondisi pasar Terban pada saat sekarang yang tidak representative lagi (kumuh, kotor, semrawut, rusak) yang dapat memungkinkan pasar Terban ini ditinggalkan oleh para pembelinya. Hasil desain Pasar Terban yang baru merubah kondisi yang tidak representaive menjadi pasar yang lebih menarik dan lebih representativ karena; Desain Pasar Terban yang baru menampilkan bangunan yang moderen dalam segi tampilan bentuk namun tetap bernuansa tradisional, kesemrawutan suasana dapat dipecahkan dengan pengaturan tata ruang yang rapi yang mengelompokan jenis dagangan yang dijual dengan tata ruang kios/los yang teratur rapi dan bersih Sedangkan sirkulasi baik untuk pengunjung manusia maupun kendaraan. Fasilitas pasar dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai seperti tempat penampungan sampah, toilet, mushola serta RTH. Kenyamanan pengguna pasar (penjual dan pembeli) terjamin karena desain sirkulasi udara yang lancar serta dimensi tata ruang yang memenuhi standard yang memungkinkan interaksi antar pengunjung tidak berdesak- desakan. Penggunaan bahan bangunan yang memungkinkan pasar mudah dibersihkan (misalnya lantai keramik) serta warna dinding yang cerah dapat mengubah citra pasar tradisional yang kotor dan kumuh menjadi bersih dan rapi.

c)    Hasil Desain Ruang Terbuka Hijau

Tujuan dibangunnya Ruang Terbuka Hijau pada lokasi disamping tapak Pasar Terban dibangun adalah untuk menunjang keberadaan pasar disamping fasilitas ruang Terbuka Kota Yogjakarta. Faslitas yang dibangun dalam RTH ini meliputi area parkir, panggung terbuka kedai/angkringan/lesehan, tempat bermain anak-anak/keluarga, petamanan hijau. Ruang Terbuka Hijau ini sesuai dengan namanya hijau didominasi dengan taman/tananaman peneduh/tanaman hias untuk lebih mnyegarkan suasana serta fungsi tamannya kelihatan menonjol.

d)   Fungsi RTH Terhadap Pasar

Secara umum keberadaan Ruang Terbuka Hijau terhadap Pasar Terban adalah:

a.    Menambah citra penempilan Pasar Terban menjadi pasar asrifungsi RTH ���terhadap pasar, indah, megah, bersih dengan konsep Green Market.

b.    Memberikan fasilitas rekreasi, bersantai menghilangkan rasa penat bagi pengunjung pasar untuk pengunjung umum lainnya. setelah melakukan aktivitas belanja.

c.    Mengurangi kesan kesemrawutan yang terjadi di pasar.

Secara khusus fungsi RTH terhadap Pasar Terban adalah :

a.    Penyediaan area parkir di RTH mengurangi kepadatan sirkulasi yang ada di pasar.

b.    Penyediaan panggung terbuka untuk menampilkan tontonan pertunjukan kesenian tradisional dalam skala kecil, musik jalanan, atau aksi pentas budaya lain.

c.    Penyediaan pedagang angkringan/kedai/warung makan lesehan terbuka memberi pelayanan kepada pengunjung untuk makan dan minum dalam suasana santai.

d.    Fungsi taman hijau memberikan penyegaran terhadap para pengunjung pasar

e.    Tempat rekreasi keluarga untuk menediakan tempat untuk bersantai/ bercengkerama dengan keluarga, tempat bermain anak-anak, tempat beristirahat setelah penat berbelanja.

 

Kesimpulan

Kajian diatas dapat disimpulkan bahwa betapa pentingnya fungsi psikologis dari ruang terbuka hijau itu sendiri untuk meredam keramaian, kepadatan dan kesemrawutan yang secara psikologis dapat menimbulkan stres atau depresi. Ruang Terbuka Hijau, sesua dengan namanya RTH adalah tempat terbuka di alam bebas yang penuh dengan taman hijau yang penuh dengan tatanan tanaman hias, tanaman peneduh yang memberikan kesejukan bagi pengunjung. Fasilitas yang ada didesain dengan konsep taman yang meliputi taman parkir, taman kuliner, taman pertunjukan dan lain sebagainya.

Fungsi psikologis ruang terbuka hijau sendiri dapat dipenuhi dengan cara pengaplikasian elemen alam sebagai rasangan indera manusia antara lain dengan Penambahan elemen-elemen tumbuhan pada ruang dalam rumah sakit sebagai rangsangan indra penglihatan manusia untuk menghasilkan keindahan visual. Elemen air pada desain Rumah Sakit. Melalui kolam ikan dengan gemercik suara air bisa menjadi pilihan untuk merangsang indera pendengaran untuk relaksasi pasien melalui suara. Menanam bunga-bunga beraroma wangi di dalam atau di luar ruangan untuk memberi aroma relaksasi. Mengaplikasikan material alam dan material kayu yang bertekstur di sebagian ruang rumah sakit, sebagai respon terhadap indera peraba.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Annerstedt, M., �stergren, P.-O., Bj�rk, J., Grahn, P., Sk�rb�ck, E., & W�hrborg, P. (2012). Green qualities in the neighbourhood and mental health�results from a longitudinal cohort study in Southern Sweden. BMC Public Health, 12 (1), 1�13. Google Scholar

 

Balfour, R., & Allen, J. (2014). Local action on health inequalities: Improving access to green spaces. Public Health England and UCL Institute of Health Equity Report, London. Google Scholar

 

Cohen-Cline, H., Turkheimer, E., & Duncan, G. E. (2015). Access to green space, physical activity and mental health: a twin study. J Epidemiol Community Health, 69 (6), 523�529. Google Scholar

 

Dwiyanto, A. (2009). Kuantitas dan kualitas ruang terbuka hijau di permukiman perkotaan. Teknik, 30 (2), 88�92. Google Scholar

 

Frances, K. (2006). Outdoor recreation as an occupation to improve quality of life for people with enduring mental health problems. British Journal of Occupational Therapy, 69 (4), 182�186. Google Scholar

 

Hafidz, I. Y. N., & Nugrahaini, F. T. (2020). Konsep Healing Environment untuk Mendukung Proses Penyembuhan Pasien Rumah Sakit. Sinektika: Jurnal Arsitektur, 16 (2), 94�100. Google Scholar

 

Hijau, K. (2016). 6 Manfaat Ruang terbuka hijau. http://kotahijau.id/knowledge/detail/6-manfaat-ruang-hijau-terbuka. Google Scholar

 

Jamaludin, A. N. (2015). Sosiologi perkotaan: memahami masyarakat kota dan problematikanya. Pustaka Setia. Google Scholar

 

Kurniawati, F. (2007). Peran Healing Environment Terhadap Proses Penyembuhan. Universitas Gadjah Mada. Google Scholar

 

Nutsford, D., Pearson, A. L., & Kingham, S. (2013). An ecological study investigating the association between access to urban green space and mental health. Google Scholar

 

Pomerantz, A. (2014). Psikologi Klinis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Google Scholar

 

RI, K. (2016). Peran Keluarga Dukung Kesehatan. Google Scholar

 

Steg, L. E., Van Den Berg, A. E., & De Groot, J. I. M. (2013). Environmental psychology: An introduction. BPS Blackwell. Google Scholar

 

Tambunan, D. (2010). Perbedaan Kesehatan Mental Pada Gay Ditinjau Dari Perilaku Religius. Skripsi. Google Scholar

 

White, M. P., Alcock, I., Wheeler, B. W., & Depledge, M. H. (2013). Would you be happier living in a greener urban area? A fixed-effects analysis of panel data. Psychological Science, 24 (6), 920�928. Google Scholar

 

WHO. (2014). Mental health: a state of well-being. http://www.who.int/features/factfiles/mental_health/en/. Google Scholar

 

Zed, M. (2008). Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Obor. Google Scholar

 

Copyright holder:

Mohamad Fakhri Mashar (2021)

 

First publication right:

Jurnal Syntax Admiration

 

This article is licensed under: