Vol. 2 No. 11 November 2021 |
|
p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356 |
Sosial Teknik |
PENGARUH PERKEMBANGAN ZAMAN TERHADAP
KESENIAN SINRILIK SUKU MAKASSAR
Emanuel Omedetho Jermias, Abdul Rahman
Universitas Negeri Makassar (UNM) Sulawesi, Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
INFO
ARTIKEL |
ABSTRAK |
Diterima 25 Oktober 2021 Direvisi 05
November 2021 Disetujui 15 November
2021 |
Penelitian
dilakukan dengan maksud untuk mengetahui pengaruh perkembangan zaman terhadap
kesenian sinrilik. Kesenian merupakan buah pemikiran manusia yang
melibatkan rasa/emosi di dalamnya. Sinrilik merupakan sebuah kesenian
yang berbentuk sasrta lisan yang dilakukan oleh orang yang disebut pasinrilik.
Sinrilik dimainkan dengan menggunakan alat musik yang bernama
kesok-kesok. Dalam penelitian ini ditemukan peralihan
fungsi sastra lisan sinrilik dari yang awalnya memiliki tujuan sebagai media perantara
pesan dari raja untuk rakyatnya, namun seiring berkembangnya zaman sinrilik
berubah menjadi media
hiburan ataupun media pembawa pesan berupa nasehat dan sebagainya. Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian kualitatif dengan metode studi pustaka. Data yang dikumpulkan
bersumber dari buku, jurnal, maupun artikel yang memiliki relevansi dengan
objek penelitian. Teknik pengolahan dan analisis data yang
digunakan adalah dengan mereduksi data, memaparkan data, dan membuat
kesimpulan. ABSTRACT������������������������� Studies
are conducted with a view to seeing how the age development has affected the Sinrilik arts. Art is a fruit of human thought that
involves the taste. Sinrilik isa oral sasrta performed by a person called the pasinrilik. The Sinrilik is
played with a musical instrument called kesok-kesok. In
the study the transition of the Sinrilik oral
literature that originally served as a medium delivering messages from the
king to his people was found, but as the age of sinrillic
became either entertainment or a message medium of advice and so forth. The
type of research used is qualitative research using a library study method.
The data gathered is generated both from books, journals, and articles that
have a relevance to the object of research. The processing and data analysis
techniques used are by reduction data, eluding data, and drawing conclusions. |
Kata Kunci: kesenian; sinrilik; perkembangan zaman Keywords: art; sinrilik; development of the times |
Pendahuluan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk
sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang
menjadi pedoman tingkah lakunya. Manusia dan kebudayaan adalah suatu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan. Jika tidak ada manusia, maka tidak ada pula
kebudayaan. Begitu pun sebaliknya kebudayaan tidak akan tercipta jika tidak ada
manusia. Koentjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang
bersangkutan dengan akal dan budi. Pendapat lainnya mengatakan bahwa budaya
adalah suatu perkembangan dari macam-macam budi daya yang asalnya dari kekuatan
akal (Koentjaraningrat, 1993).
Indonesia merupakan sebuah
bangsa yang memiliki banyak suku dan kaya akan warisan budaya. Berdasarkan data
dari laman resmi Badan Pusat Statistik tahun 2010, Indonesia memiliki
setidaknya lebih dari 300 kelompok suku bangsa atau 1.340 suku bangsa (Portal Informasi Indonesia, 2017).
Keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia juga ditandai dengan banyaknya
peninggalan-peninggalan di berbagai penjuru Indonesia yang memiliki hubungan
dengan kebudayaan.
Setiap daerah yang ada di
Indonesia pada umumnya memiliki kebudayaannya masing-masing. Kebudayaan daerah
sendiri merupakan kebudayaan yang terdapat pada wilayah atau daerah tertentu.
Kebudayaan daerah terdiri dari gabungan beberapa suku. Kebudayaan yang berada
pada daerah tertentu lebih menonjol persamaan dari pada
perbedaannya. Hal ini terjadi karena suku yang berada di suatu daerah hidup
berdampingan dan seringnya terjadi interaksi juga membawa pengaruh terhadap
persamaan kebudayaan.
Sama halnya dengan kebudayaan,
kesenian juga merupakan buah pemikiran dari manusia. Namun kesenian diciptakan
dengan melibatkan �rasa� yang ada dalam diri manusia. Kesenian tidak bertumpu
pada akal atau logika manusia. Kesenian bertumpu pada isi hati yang ada pada manusia.
Kesenian diinterpretasikan
menurut nilai-nilai yang dianut dari manusia (Arifninetrirosa, 2005). Dengan
kesenian, masyarakat dapat mengembangkan dan menciptakan sebuah kebudayaan yang
baru karena kesenian itu melekat dengan masyarakat.
Contoh kesenian yang ada di
Indonesia adalah tari tortor yang berasal dari Sumatera Utara. Gerakan
yang ada dalam tari tortor mengikuti irama dari iringan musik. Penari tortor
pun turut mengikuti suasana yang dihadirkan dari musik pengiring. Alunan
gerakannya dapat menjadi lembut dan dapat menguraikan air mata. Hal itu
memiliki makna adanya keseimbangan antara suka dan duka (Melalatoa, 2014).
Dari sekian banyaknya kesenian
yang ada di negeri dengan kekayaan alam yang melimpah ini, ada kesenian daerah
yang masih dijaga dan dilestarikan hingga sekarang. Namun ada pula kesenian
daerah yang lambat laun dilupakan seiring dengan berkembangnya zaman.
Berkembangnya zaman ke arah yang lebih modern dapat menurunkan minat masyarakat
terhadap kesenian yang sudah diciptakan dari dulu kala (Suneki, 2012). �Adapun alasan
yang sering dijumpai yaitu kesenian (dalam hal ini yang dimaksud adalah
kesenian daerah) dianggap sebagai suatu hal yang sudah lawas atau kuno dan
sudah tidak relevan dengan situasi masa sekarang ini.
Makassar adalah salah satu dari
sekian banyak kota yang ada di Indonesia yang memiliki wilayah seluas 128,18 km�. Dalam penulisan sejarah Sulawesi
Selatan pada abad ke-16 hingga ke-17, Kerajaan
Makassar (Gowa-Tallo) mencapai puncak kejayaannya dan bahkan menjadi periode yang paling menyita perhatian peneliti dan penulis sejarah (Makkelo, 2020). Selain menjadi ibu kota dari provinsi Sulawesi
Selatan dan sebuah kotamadya, makassar juga merupakan sebuah suku
layaknya suku lain yang ada di kota makassar diantaranya suku Bugis, Toraja,
Mandar, Buton, dan lain-lain.
Kota Makassar atau yang biasa dieja Macassar atau Mangkasar yang dimulai dari� tahun 1971 sampai pada tahun 1999 secara resmi dikenal
sebagai Ujungpandang. Kota Makassar terletak pada
titik 5�8′S 119�25′E Koordinat: 5�8′S 119�25′E,
di pesisir barat daya pulau Sulawesi yang berseberangan dengan Selat Makassar. Totalnya
makassar memiliki 14 kecamatan, 143 kelurahan, 885 RW
dan 4446 RT Secara geografis,
kota Makassar berada sekitar 0-25 meter di atas permukaan laut dan dihimpit
oleh Sungai Tallo dan Sungai Jeneberang. Menurut laman resmi dari Pemerintah
Provinsi Sulawesi Selatan tahun� 2008,
dikatakan bahwa jumlah penduduk yang ada di kota Makassar sebanyak 1,253,656
jiwa (Badan Pusat Statistik Kota Makassar, 2009).
Diantara sekian
banyaknya penduduk yang tinggal dan hidup di kota Makassar, ada beragam
kesenian yang tampak dan masih dapat kita jumpai hingga sekarang ini. Contohnya
seperti Tari Pakkarena dan Tari Empat Etnis yang merepresentasikan budaya
Makassar, Bugis, Toraja dan Mandar.
Contoh lain dari kesenian yang ada di Makassar adalah tari Gandrang Bulo. Gandrang Bulo merupakan sebuah kesenian yang
menggabungkan antara musik, tarian, dan dialog yang berisi lawakan untuk
membuat para penontonnya tidak hanya terpuakau oleh bentuk estetika yang
dihadirkan, namun ikut terhibur oleh dialog-dialog dalam tari Gandrang Bulo
tersebut (Sidin, n.d.).
Makassar memiliki
banyak kesenian yang masih lekat pada masyarakatnya hingga pada saat ini.
Beberapa contohnya seperti yang sudah dipaparkan di atas. Namun dari sekian
banyaknya kesenian yang ada di Makassar ini, beberapa diantaranya mengalami
perubahan. Entah itu dari segi penayangannya atapun faktor-faktor yang lainnya.
Salah satu contohnya seperti ganrang tallua (gendang tiga). Ganrang
tallua merupakan musik iring-iringan yang ditampilkan pada saat pernikahan
yang terletak di desa Toddolimae, Kecamatan Tompobulu, kabupaten Maros. Alat
musik ini dimainkan tanpa adanya alat musik pengiring lain, namun
seiring berjalannya waktu, ganrang tallua mengalami beberapa perubahan
seperti adanya alat musik lain yang turut dimainkan dengan ganrang tallua dalam
prosesi perkawinan daerah tersebut (Rizaldi et al., 2018).
Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi pustaka. Menurut (Stefanus, 2013), Jenis
penelitian ini merupakan jenis penelitian pendeskripsian yang lebih memusatkan data-data
dari berbagai buku, jurnal, maupun artikel yang relevan dengan objek penelitian
sebagai sumber analisisnya. Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan ini
adalah untuk mengetahui apakah perkembangan zaman turut
mempengaruhi kesenian sinrilik yang ada di suku Makassar.
2.
Metode Pengumpulan Data
Menurut (Mestika, 2014) ada beberapa hal
yang dapat menjadi pusat perhatian peneliti dalam melakukan metode studi
pustaka, yaitu: (1) data yang peneliti miliki bersumber dari teks atau data
angka dan bukan bersumber dari lapangan; (2) data yang dimiliki oleh peneliti
sudah siap untuk digunakan sehingga membuat peneliti sudah tidak perlu
melakukan penelitian secara langsung kepada objek penelitian; (3) data yang
peneliti miliki umumnya adalah data yang sudah tidak orisinil dari objek penelitian
dikarenakan data yang dimiliki tidak bersumber langsung dari objek penelitian;
(4) data yang ingin dikumpulkan oleh peneliti bisa didapatkan dari mana saja
(baik yang memiliki fisik seperti buku maupun media online). Peneliti dapat
mengumpulkan data dengan cara melakukan pengkajian dari sejumlah sumber-sumber
data atau informasi yang relevan dengan objek penelitian (Supriyadi, 2016). Setelah data-data
yang ada sudah terkumpul, selanjutnya peneliti melakukan generalisasi pada data
yang ada agar mendapatkan hasil final dan dapat mengeluarkan sebuah kesimpulan
(Darmalaksana, 2020).
Teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan cara mereduksi data, memaparkan data, dan membuat kesimpulan (Miles & Huberman, 1992).
Reduksi data berarti data yang sudah dikumpulkan dari sumber-sumber terkait
dengan objek penelitian dipilah dan disaring agar data-data yang terkumpul
dapat sesuai atau tidak keluar dari tema yang diangkat dalam penelitian. Setelah
tahap mereduksi data, kemudian dilanjutkan dengan tahap pemaparan data.
Pemaparan atau penyajian data merupakan tahap dimana data-data yang telah
rampung dimasukkan sesuai dengan sub bab data tersebut. Tahap terakhir adalah
tahap kesimpulan. Tahap kesimpulan atau verifikasi merupakan tahap dimana penulis
mendalami data-data yang diperoleh untuk dicari makna, keselarasan, dan
hubungan sebab akibat yang dimiliki data tersebut (Nurkumala, 2013).
1. Penjelasan Mengenai Sinrilik
Sinrilik
adalah sebuah tradisi sastra lisan yang berbentuk prosa lirik. Sinrilik
merupakan sebuah cerita yang disusun dengan memasukkan unsur puitis di dalamnya
dan diutarakan dengan cara berirama oleh seorang ahli yang disebut pasinrilik
(Nasruddin et
al., 2007). Dalam mengutarakan ceritanya, umumnya seorang pasinrilik
tidak membaca teks ataupun sebuah bacaan, namun seorang pasinrilik menghafalkan
isi cerita yang ingin ia utarakan (Nasruddin et al., 2007).
Berdasarkan
cara pelantunannya, Sinrilik terbagi menjadi dua yaitu sinrilik
pakesok-kesok dan sinrilik bosi timurung. Sinrilik pakesok-kesok adalah
jenis sinrilik yang isi ceritanya tentang kepahlawanan dan diiringi
dengan alat musik pakesok-kesok. Pakesok-kesok sendiri adalah sebuah
alat musik yang terbuat dari kayu dan memiliki dua senar. Bentuk dan cara
menggunakan alat musik ini hampir sama dengan biola, yaitu dengan cara digesek.
Namun yang menjadi perbedaan dengan biola adalah kesok-kesok tidak
dimainkan di bagian bahu pemainnya, namun diletakkan di tanah/permukaan
bersama dengan pemainnya. Dan juga kesok-kesok dimainkan mengikuti irama
yang dilantunkan oleh sang pasinrilik.
Jenis kedua
dari sinrilik yaitu sinrilik bosi timurung. Sinrilik bosi timurung dalam
bahasa Makassar memiliki arti �hujan turun�. Lantunan sinrilik ini
tidak diiringi dengan alat musik. Pasinrilik hanya melantunkan
iramanya sendiri saja. Isi cerita yang dibawakan oleh pasinrilik tidak panjang
dan mengandung unsur kesedihan di dalamnya. Isi cerita sinrilik bosi
timurung umumnya adalah curahan hati sang pasinrilik (Wikipedia,
n.d.).
Sebagai
sebuah bentuk kesenian prosa lirik, sinrilik juga memiliki gaya
bahasanya sendiri. Dalam buku (Parawansa et al., 1992), ada beberapa jenis gaya bahasa yang digunakan
seorang pasinrilik dalam menuturkan ceritanya. Beberapa contohnya yaitu
dengan menggunakan gaya personifikasi, gaya antiklimaks, maupun gaya ironi.
Berikut contoh penggunaan gaya antiklimaksnya yaitu:
�kasipalli lonna �muko. harangi na
lekbak-lekbak, napannyongkangi punna lonna sakorolo, annememang kamma-kamma�
Yang
berarti:
�pamali kalau besok. haram kalau sebentar, dia tolak
kalau tunggu dahulu, harus sekarang juga�
Selain
memiliki gaya bahasanya, sinrilik juga memiliki nilai-nilai yang terkandung dalam
isi cerita atau isi penyampaiannya. Salah satu di antaranya adalah nilai
religius. Nilai religius dapat ditemukan dalam sinrilik bosi timurung I
�Balu�. Salah satu nilai religius yang dimaksudkan adalah nilai Mempercayai
Kebesaran Tuhan. Dalam sinrilik bosi timurung I �Balu� dapat dimaknai
bahwa setiap manusia pasti memiliki rencana atau kemauannya masing-masing,
namun Tuhanlah yang akan memilih jalan hidup
dari setiap manusia ciptaan-Nya (Nurhaedah & Amir, 2021).
2. Sinrilik Pada Masa Lampau
Pada
beberapa daerah di masa lampau, pasinrilik menyandang status tertentu di
mata masyarakat. Pasinrilik diberikan sebidang tanah persawahan dari
penguasa setempat sebagai sumber mata pencaharian mereka. Adapun masyarakat
yang sudah memanggil pasinrilik biasanya memberikan sesuatu dengan cara
adat tertentu (Parawansa et al., 1992).
Pada zaman
pemerintahan di Gowa, sinrilik merupakan sebuah media perantara
pekabaran yang menghubungkan antara raja Gowa dengan rakyatnya. Jadi pada saat
raja Gowa ingin menyebarkan informasi kepada rakyatnya, maka sang raja akan
memanggil pasinrilik untuk menyebarkan informasi tersebut. Begitu pun
rakyat Jika rakyat ingin menyampaikan suaranya kepada
sang raja, maka rakyat pun akan memanggil pasinrilik untuk menyampaikan
informasi tersebut kepada raja. Mulai saat itu sinrilik akhirnya
bertumbuh menjadi media sastra tutur yang berisi pendidikan, nasehat, kritik,
arahan untuk mengatur tingkah laku manusia berdasarkan norma, maupun hanya
sebagai hiburan atau semata-mata hanya menyampaikan informasi (Machmud, 2011).
3. Perkembangan Kesenian Sinrilik
Seiring dengan
berkembangnya zaman, kesenian sinrilik juga mengalami beberapa
perubahan. Jika pada masa pemerintahan Gowa seorang pasinrilik memiliki
status dalam lingkungan masyarakatnya, namun seiring berkembangnya zaman, hal
tersebut sudah mulai pudar. Berdasarkan data hasil wawancara dari buku (Parawansa et al., 1992), dari total 20 orang pasinrilik semuanya
memiliki pekerjaan yang beragam. Pekerjaan yang paling banyak dilakukan yaitu
sebagai petani (sebanyak 12 orang). Sisanya ada yang bekerja sebagai nelayan,
penjual ikan, dan beberapa lainnya.
Demikian pula dengan
hasil wawancara yang dilakukan oleh (Machmud, 2011). Dalam hasil wawancaranya dengan salah seorang
masyarakat yang tinggal di Kabupaten Gowa, Machmud mengatakan bahwa kesenian sinrilik
berkembang menjadi media hiburan dan kadang pula menjadi pembawa acara
dalam sebuah acara yang diselenggarakan. Peralatan pendukung yang digunakan
untuk menampilkan kesenian sinrilik pun ikut berkembang seiring zaman.
Jika dulunya sinrilik hanya ditampilkan di tempat yang sederhana tanpa
adanya alat pendukung ataupun panggung, maka perkembangan zaman membuat
kesenian sinrilik kini memerlukan media pendukung lainnya dalam
penampilannya seperti pengeras suara ataupun sebuah panggung (Machmud, 2011).
Kesimpulan��������������������������������������������������������������
Sebagai sebuah kesenian asli
Makassar yang sudah ada sangat lama, sinrilik ikut bertumbuh seiring
dengan perkembangan zaman. Mulai dari hanya sebatas media perantara yang
digunakan oleh raja kepada rakyatnya, kemudian bertumbuh menjadi sebuah media
yang memiliki banyak peran
seperti memberi nasehat,
kritik, dan masih banyak lagi.
Media penyebaran kesenian sinrilik
juga ikut berkembang seiring dengan berkembangnya zaman. Jika pada masa lampau sinrilik
hanya dapat ditampilkan secara langsung oleh seorang pasinrilik, maka
dengan berkembangnya zaman dan dengan adanya media komunikasi sekarang ini,
kesenian sinrilik dapat dinikmati kapan saja dan dimana saja.
Arifninetrirosa. (2005). Pemeliharaan
Kehidupan Budaya Kesenian Tradisional dalam Pembangunan Nasional. Jurnal USU Repository Universitas Sumatera
Utara, 6. Google Scholar
Badan Pusat Statistik Kota Makassar.
(2009). Makassar dalam Angka 2009 (Seksi Integrasi Pengolahan dan
Diseminasi Statistik (ed.)). Badan Pusat Statistik Kota Makassar. Google Scholar
Darmalaksana, W. (2020). Metode Penelitian
Kualitatif Studi Pustaka dan Studi Lapangan. Pre-Print Digital Library UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 1�6. Google Scholar
Koentjaraningrat. (1993). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan
(16th ed.). PT Gramedia Pustaka Utama. Google Scholar
Machmud, M. (2011). Komunikasi Kearifan
Lokal Etnis Makassar. Jurnal Salam,
14 (2), 1�14. Google Scholar
Makkelo, I. D. (2020). Sejarah Makassar dan
Tradisi Literasi. Lembaran Sejarah,
15(1), 30.
https://doi.org/10.22146/lembaran-sejarah.59523. Google Scholar
Melalatoa, M. J. (2014). Kesenian
Indonesia. Antropologi Indonesia,
0 (62), 6�8.
https://doi.org/10.7454/ai.v0i62.3390. Google Scholar
Mestika, Z. (2014). Metode Penelitian Kepustakaan (3rd ed.). Yayasan Pustaka Obor
Indonesia. Google Scholar
Miles, M., & Huberman, M. (1992). Analisis data kualitatif : buku sumber
tentang metode metode baru. Penerbit Universitas Indonesia (UI -Press). Google Scholar
Nasruddin, Jemmain, Mustafa, Rasyid, A.,
Rijal, S., I, J., Djirong, S., & Syahril, N. (2007). Bunga Rampai: Hasil
Penelitian Bahasa dan Sastra. In D. Sugono, Z. Hakim, A. Usmar, A. Rasyid,
& J. I (Eds.), Angewandte Chemie International Edition, 6 (11), 951�952. Departemen
Pendidikan Nasional. Google Scholar
Nurhaedah, S., & Amir, J. (2021). Nilai-Nilai Religius yang Terkandung dalam
Sinrilik Bosi Timurung I �Balu.� 28�37. Google Scholar
Nurkumala, S. (2013). Pelaksanaan Fungsi
Rekreatif pada Layanan RBM (Ruang Belajar Modern) dalam Meningkatkan Minat
Kunjung Pemustaka di Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah. In Institutional
Repository (UNDIP-IR) (Issue). Diponegoro Univerrsity. Google Scholar
Parawansa, P., Wahid, S., Basang, D.,
Johari, A., & Hamzah, M. (1992). Sastra Sinrilik Makassar. Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Google Scholar
Portal Informasi Indonesia. (2017). Suku
Bangsa.
https://indonesia.go.id/profil/suku-bangsa/kebudayaan/suku-bangsa#:~:text=Indonesia memiliki lebih dari
300,mencapai 41%25 dari total populasi. Google Scholar
Rizaldi, R., Manda, D., & Dahlan, M.
(2018). Seni Tradisional Ganrang Tallua di Desa Toddolimae Kecamatan Tompobulu
Kabupaten Maros. Universitas Negeri
Makassar. https://scholar.google.com/citations?view_op=view_citation&hl=en&user=9FvT0BcAAAAJ&pagesize=100&citation_for_view=9FvT0BcAAAAJ:dhFuZR0502QC.
Google Scholar
Sidin, N. (n.d.). Eksistensi Gandrang Bulo Budaya di Kampung Paropo Kota Makassar.
1, 12. Google Scholar
Stefanus, G. (2013). Analisis Deskriptif
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kenyamanan Membaca Pemustaka (Studi Kasus
Pemustaka di UPT Perpustakaan Politeknik Negeri Semarang) [Diponegoro
University]. In Institutional Repository (UNDIP-IR). Google Scholar
Suneki, S. (2012). Dampak Globalisasi Terhadap Eksistensi Budaya Daerah. II (1), 307�321. Google Scholar
Supriyadi. (2016). Community of Practitioners: Solusi Alternatif Berbagi Pengetahuan
antar Pustakawan. Lentera Pustaka:
Jurnal Kajian Ilmu Perpustakaan, Informasi Dan Kearsipan, 2 (2), 83�93. Google Scholar
Wikipedia. (n.d.). Sinriliq. Retrieved October 17, 2021, from
https://id.wikipedia.org/wiki/Sinriliq. Google Scholar
Copyright holder: Emanuel
Omedetho Jermias, Abdul Rahman (2021) |
First publication right: |
This article is licensed under: |