Jurnal Syntax Admiration |
Vol. 2 No. 12 Desember 2021 |
p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356 |
Sosial Teknik |
UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR BAHASA INGGRIS DENGAN MENERAPKAN METODE KOOPERATIF MODEL JIGSAW PADA SISWA KELAS X SLBN-A CITEUREUP CIMAHI
SMALB-A Citeureup Cimahi, Indonesia
Email: [email protected]
INFO ARTIKEL |
ABSTRAK |
Diterima 25 November �2021 Direvisi 05 Desember 2021 Disetujui 15 Desember 2021 |
Kekhawatiran bahwa semangat siswa dalam mengembangkan diri secara individual bisa terancam dalam penggunaan metode kerja kelompok bisa dimengerti karena dalam penugasan kelompok yang dilakukan secara sembarangan, siswa bukannya belajar secara maksimal, melainkan belajar mendominasi ataupun melempar tanggung jawab. Metode pembelajaran gotong royong distruktur sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota dalam satu kelompok melaksanakan tanggung jawab pribadinya karena ada sistem akuntabilitas individu. Siswa tidak bisa begitu saja membonceng jerih payah rekannya dan usaha setiap siswa akan dihargai sesuai dengan poin-poin perbaikannya. Permasalahan yang ingin dikaji dalam dalam penelitian tindakan ini adalah: (a) Apakah pembelajaran kooperatif model Jigsaw berpengaruh terhadap hasil belajar Bahasa Inggris? (b) Seberapa tinggi tingkat penguasaan materi pelajaran Bahasa Inggris dengan diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw? Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Untuk mengungkap pengaruh pembelajaran kooperatif model Jigsaw terhadap hasil belajar Bahasa Inggris. (b) Ingin mengetahui seberapa jauh pemahaman dan penguasaan mata pelajaran Bahasa Inggris setelah diterapkannya pembelajaran kooperatif model Jigsaw pada siswa kelas x SMALB-A Citeureup Cimahi. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan revisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas x SMALB-A. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar. Dari hasil analisis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari �siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (66,66%), siklus II (77,77%), siklus III (88,88%). Simpulan dari penelitian ini adalah pembelajaran kooperatif model Jigsaw dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar siswa kelas x SMALB-A Citeureup Cimahi. serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran Bahasa Inggris.
ABSTRACT������������������������� The concern that the enthusiasm of students in developing themselves individually could be threatened in the use of group work methods is understandable because in group assignments that are carried out haphazardly, students do not learn to the fullest, but learn to dominate or throw responsibilities. The gotong royong learning method is structured in such a way that each member in a group carries out his/her personal responsibility because there is an individual accountability system. Students cannot simply ride a ride with their colleagues' efforts and each student's efforts will be rewarded according to their improvement points. The problems to be studied in this action research are: (a) Does the Jigsaw model of cooperative learning affect English learning outcomes? (b) How high is the level of mastery of English subject matter with the application of the Jigsaw cooperative learning method? Meanwhile, the aims of this research are: (a) To reveal the effect of Jigsaw model cooperative learning on English learning outcomes. (b) Want to know how far the understanding and mastery of English subjects after the implementation of Jigsaw model cooperative learning in class X SMALB-A Citeureup Cimahi. This research uses three rounds of action research. Each round consists of four stages, namely: design, activities and observations, reflection, and revision. The target of this research is the students of class x SMALB-A. The data obtained in the form of formative test results, observation sheets of teaching and learning activities. From the results of the analysis, it was found that student learning achievement increased from cycle I to cycle III, namely, cycle I (66.66%), cycle II (77.77%), cycle III (88.88%). The conclusion of this study is that the Jigsaw model of cooperative learning can have a positive effect on the learning motivation of class X SMALB-A Citeureup Cimahi students. and this learning model can be used as an alternative to learning English. |
Kata Kunci: prestasi belajar; metode kooperatif; model jigsaw
Keywords: learning achievement; cooperative method; jigsaw model |
Pendahuluan
Pada abad 21 ini, kita perlu menelaah kembali praktik-praktik pembelajaran di sekolah- sekolah. Peranan yang harus dimainkan oleh dunia pendidikan dalam mempersiapkan peserta didik untuk berpartisipasi secara utuh dalam kehidupan bermasyarakat di abad 21 akan sangat berbeda dengan peranan tradisional yang selama ini dipegang oleh sekolah-sekolah (Syah, 1995).
Ada persepsi umum yang sudah berakar dalam dunia pendidikan dan juga sudah menjadi harapan masyarakat (Rahmat, 2021). Persepsi umum ini menganggap bahwa sudah merupakan tugas guru untuk mengajar dan menyuguhi siswa dengan muatan-muatan informasi dan pengetahuan. Guru perlu bersikap atau setidaknya dipandang oleh siswa sebagai yang mahatahu dan sumber informasi. Lebih celaka lagi, siswa belajar dalam situasi yang membebani dan menakutkan karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengejar nilai-nilai tes dan ujian yang tinggi.
Tampaknya, perlu adanya perubahan paradigma dalam menelaah proses belajar siswa dan interaksi antara siswa dan guru. Sudah seyogiyanyalah kegiatan belajar mengajar juga lebih mempertimbangkan siswa. Siswa bukanlah sebuah botol kosong yang bisa diisi dengan muatan- muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru.
Selain itu, alur proses belajar tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa bisa juga saling mengajar dengan sesama siswa yang lainnnya. Bahkan, banyak penelitian menunjukkan bahwa pengajaran oleh rekan sebaya (peer teaching) ternyata lebih efektif daripada pengajaran oleh guru. Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai sistem �pembelajaran gotong royong� atau cooperative learning. Dalam sistem ini, guru bertindak sebagai fasilitator.
Ada beberapa alasan penting mengapa sistem pengajaran ini perlu dipakai lebih sering di sekolah-sekolah. Seiring dengan proses globalisasi, juga terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan demografis yang mengharuskan sekolah untuk lebih menyiapkan anak didik� dengan keterampilan-keterampilan baru untuk bisa ikut berpartisipasi dalam dunia yang berubah dan berkembang pesat.
Sesungguhnya, bagi guru-guru di negeri ini metode gotong royong tidak terlampau asing dan mereka telah sering menggunakannya dan mengenalnya sebagai metode kerja kelompok. Memang tidak bisa disangkal bahwa banyak guru telah sering menugaskan para siswa untuk bekerja dalam kelompok.
Sayangnya, metode kerja kelompok sering dianggap kurang efektif. Berbagai sikap dan kesan negative memang bermunculan dalam pelaksaan metode kerja kelompok. Jika kerja kelompok tidak berhasil, siswa cenderung saling menyalahkan. Sebaliknya jika berhasil, muncul perasaan tidak adil. Siswa yang pandai/rajin merasa rekannya yang kurang mampu telah membonceng pada hasil kerja mereka.
Akibatnya, metode kerja kelompok yang seharusnya bertujuan mulia, yakni menanamkan rasa persaudaraan dan kemampuan bekerja sama, justru bisa berakhir dengan ketidak puasaan dan kekecewaaan. Bukan hanya guru dan siswa yang merasa pesimis mengenai penggunaan metode kerja kelompok, bahkan kadang-kadang orang tua pun merasa was-was jika anak mereka dimasukkan dalam satu kelompok dengan siswa lain yang dianggap kurang seimbang. Berbagai dampak negatif dalam menggunakan metode kerja kelmpok tersebut seharusnya bisa dihindari jika saja guru mau meluangkan lebih banyak waktu dan perhatian dalam mempersiapkan dan menyusun metode kerja kelompok. Yang �diperkanalkan dalam metode pembelajaran cooperative learning bukan sekedar kerja kelompok, melainkan pada penstrukturannya.
Jadi, sistem pengajaran cooperative learning bisa didefinisikan sebagai kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.
Kekawatiran bahwa semangat siswa dalam mengembangkan diri secara individual bisa terancam dalam penggunaan metode kerja kelompok bisa dimengerti karena dalam penugasan kelompok yang dilakukan secara sembarangan, siswa bukannya belajar secara maksimal, melainkan belajar mendominasi ataupun melempar tanggung jawab. Metode pembelajaran gotong royong distruktur sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota dalam satu kelompok melaksanakan tanggung jawab pribadinya karena ada sistem akuntabilitas individu. Siswa tidak bisa begitu saja membonceng jerih payah rekannya dan usaha setiap siswa akan dihargai sesuai dengan poin-poin perbaikannya.
Dari latar belakang masalah tersebut, maka peneliti merasa terdorong untuk melihat pengaruh pembelajaran terstruktur dan pemberian balikan terhadap prestasi belajar siswa dengan mengambil judul �Meningkatkan Prestasi Belajar Bahasa Inggris dengan Menerapkan Metode Kooperatif Model Jigsaw pada Siswa Kelas x SMALB-A Citeureup Cimahi�.
Dengan ringkas (Maria, 2018) mengatakan bahwa �pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata�.
Model Jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson dan kawan-kawannya dari Universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan kawan-kawannya. Melalui metode Jigsaw kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri dari atau tiga siswa dengan karakteristik yang heterogen. Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks; dan tiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut. Pada anggota dari berbagai tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling membantu mengkaji bagian bahan tersebut. Kumpulan siswa semacam itu desebut �kelompok pakar� (expert group).
Selanjutnya, para pakar siswa yang berada dalam kelompok pakar kembali ke kelompoknya semula (home teams) untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar. Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam �home teams�, para siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari. Dalam metode Jigsaw versi Slavin. Individu atau tim yang memperoleh skor tinggi diberi penghargaan oleh guru.
Metode Penelitian
1. Bentuk Penelitian Tindakan
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai (Usman, 2001).
2. Setting Penelitian
Tempat� penelitian� adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di SMALB-A Citeureup Kota Cimahi. Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September semester ganjil tahun pelajaran 2019/2020.
Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas x tahun pelajaran 2019/2020 pada pokok bahasan perkembangan teknologi untuk produksi, komunikasi, dan transportasi.
3. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK). Menurut Tim Pelatih Proyek PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan dalam (Martina, 2020).
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (Sugiarti & Lestari, 2014), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan� refleksi.
4. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar kegiatan siswa, dan tes formatif.
5. Metode Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi pengolahan belajar aktif, observasi aktivitas siswa dan guru, dan tes formatif.
6. Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui keefektipan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran (Suryosubroto, 1997).
Data penelitian yang diperoleh berupa hasil uji coba item butir soal, data observasi berupa pengamatan pengelolaan pembelajaran kooperatif model Jigsaw dan pengamatan aktivitas siswa dan guru pada akhir pembelajaran, dan data tes formatif siswa pada setiap siklus.
Data hasil uji coba item butir soal digunakan untuk mendapatkan tes yang betul-betul mewakili apa yang diinginkan. Data ini selanjutnya dianalisis tingkat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.
Data lembar observasi diambil dari dua pengamatan yaitu data pengamatan pengelolaan pembelajaran kooperatif model Jigsaw yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif model Jigsaw dalam meningkatkan prestasi belajar siswa dan data pengamatan aktivitas siswa dan guru. Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran kooperatif model Jigsaw.
A. Hasil Penelitian
A. Analisis Item Butir Soal
Sebelum melaksanakan pengambilan data melalui Instrumen penelitian berupa tes dan mendapatkan tes yang baik, maka data tes tersebut diuji dan dianalisis. Uji coba dilakukan pada siswa di luar sasaran penelitian. Analisis tes yang dilakukan meliputi:
1. Validitas
Validitas butir soal dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan tes sehingga dapat digunakan sebagai Instrumen dalam penelitian ini. Dari perhitungan 45 soal diperoleh 15 soal tidak valid dan 30 soal valid. Hasil dari validitas soal-soal dirangkum dalam tabel di bawah ini:
Tabel 1
Soal Valid dan Tidak Valid Tes Formatif Siswa
Soal Valid |
Soal Tidak Valid |
1, 2, 3, 4, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 17, 19, 21, 23, 25, |
5, 6, 8, 15, 16, 18, 20, |
26, 27, 28, 29, 30, 36, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44, 45 |
22, 24, 31, 32, 33, 34, |
|
35, 40, 46 |
2. Reliabilitas
Soal-soal yang telah memenuhi syarat validitas diuji reliabilitasnya. Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas r11 sebesar 0, 554. Harga ini lebih besar dari harga r product moment. Untuk jumlah siswa (N = 9) dengan r (95%) = 0,374. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi syarat reliabilitas.
3. Taraf Kesukaran (P)
Taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaran soal. Hasil analisis menunjukkan dari 46 soal yang diuji terdapat:
a. 20 soal mudah
b. 16 soal sedang
c. 10 soal sukar
4. Daya Pembeda
Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui kemampuan soal dalam membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Dari hasil analisis daya pembeda diperoleh soal yang berkteriteria jelek sebanyak 16 soal, berkriteria cukup 20 soal, berkriteria baik 10 soal. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi syara-syarat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.
B. Analisis Data Penelitian Persiklus
1. Siklus I
a. Tahap perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang mendukung.
b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 7 September 2019 di kelas x dengan jumlah siswa 9 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pembelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar (Witherington & Burton, 1986).
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif 1 dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut:
Tabel 2
Nilai Tes Formatif Pada Siklus I
No. Urut |
Nilai |
Keterangan |
|
T |
TT |
||
1 |
80 |
√ |
|
2 |
85 |
√ |
���� |
3 |
75 |
√ |
|
4 |
80 |
√ |
|
5 |
65 |
|
√ |
6 |
80 |
√ |
|
7 |
70 |
|
√ |
8 |
70 |
√ |
|
9 |
80 |
√ |
|
Jumlah |
����� 685 |
6 |
3 |
Jumlah Skor Maksimal Ideal 900 Jumlah Skor� Tercapai 685 Rata-Rata Skor Tercapai 76,11 |
Keterangan:� T� ������������������������������������: Tuntas
TT���� ����������������������������������������������������: Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas ��������������������: 6
Jumlah siswa yang belum tuntas ���� ����: 3
Klasikal ������������������������������������������� ����: Belum tuntas
Tabel 3
Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I
No |
Uraian |
Hasil Siklus I |
1. |
Nilai rata-rata tes formatif |
76,11 |
2. |
Jumlah siswa yang tuntas belajar |
6 |
3. |
Persentase ketuntasan belajar |
66,66 |
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan pembelajaran kooperatif �model Jigsaw diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 76,11 dan ketuntasan belajar mencapai 66,66% atau ada 6 siswa dari 9� siswa sudah tuntas belajar (Hadi, 1981).
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nila;i ≥ 75 hanya sebesar 66,66% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih baru dan asing terhadap metode baru yang diterapkan dalam proses belajar mengajar.
c. Refleksi
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut:
1) Guru kurang baik dalam memotivasi siswa dan dalam menyampaikan tujuan pembelajaran.
2) Guru kurang baik dalam pengelolaan waktu.
3) Siswa kurang begitu antusias selama pembelajaran berlangsung.
d. Revisi
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya revisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya:
1) Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana siswa diajak untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan (Am, 2011).
2) Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan menambahkan informasi- informasi yang dirasa perlu dan memberi catatan.
3) Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam memotivasi siswa sehingga siswa bisa lebih antusias.
2. Siklus II
a. Tahap perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, soal tes formatif 2 dan alat-alat pengajaran yang mendukung.
b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 14 September 2019 di kelas x dengan jumlah siswa 9 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pembelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalah atau kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar (Kartomo & Slameto, 2016).
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif 2 dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif 2. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut:
Tabel 4
Nilai Tes Formatif Pada Siklus II
No. Urut |
Nilai |
Keterangan |
|
T |
TT |
||
1 |
80 |
√ |
|
2 |
85 |
√ |
|
3 |
80 |
√ |
|
4 |
80 |
√ |
|
5 |
70 |
√ |
|
6 |
80 |
|
√ |
7 |
75 |
√ |
|
8 |
70 |
|
√ |
9 |
80 |
√ |
|
Jumlah |
700 |
7 |
2 |
Jumlah Skor Maksimal Ideal 900 Jumlah Skor Tercapai 700 Rata-Rata Skor Tercapai 77,77 |
Keterangan: �T �������� ����������������������� �����: Tuntas
TT����������������������������������������������������� ���� : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas ��������������� �����: 7
Jumlah siswa yang belum tuntas ���� �����: 2
Klasikal ������� : Belum tuntas
Tabel 5
Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II
No |
Uraian |
Hasil Siklus II |
1. |
Nilai rata-rata tes formatif |
77,77 |
2. |
Jumlah siswa yang tuntas belajar |
7 |
3. |
Persentase ketuntasan belajar |
77,77 |
Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 77,77 dan ketuntasan belajar mencapai 77,77% atau ada 7 siswa dari 9 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I (Hamalik, 2020). Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena siswa mambantu siswa yang kurang mampu dalam mata pelajaran yang mereka pelajari. Di samping itu adanya kemampuan guru yang mulai meningkat dalam prose belajar mengajar.
c. Refleksi
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut:
1) Memotivasi siswa
2) Membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep
3) Pengelolaan waktu
d. Revisi Rancangan
Pelaksanaan kegiatan belajar pada siklus II ini masih terdapat kekurangan- kekurangan. Maka perlu adanya revisi untuk dilaksanakan pada siklus II antara lain:
1) Guru dalam memotivasi siswa hendaknya dapat membuat siswa lebih termotivasi selama proses belajar mengajar berlangsung.
2) Guru harus lebih dekat dengan siswa sehingga tidak ada perasaan takut dalam diri siswa baik untuk mengemukakan pendapat atau bertanya.
3) Guru harus lebih sabar dalam membimbing siswa merumuskan kesimpulan/ menemukan konsep.
4) Guru harus mendistribusikan waktu secara baik sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
5) Guru sebaiknya menambah lebih banyak contoh soal dan memberi soal-soal latihan pada siswa untuk dikerjakan pada setiap kegiatan belajar mengajar (Purwanto, 2017).
3. Siklus III
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 3, soal tes formatif 3 dan alat-alat pengajaran yang mendukung.
b. Tahap kegiatan dan pengamatan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III dilaksanakan pada tanggal 21 September 2019 di kelas x dengan jumlah siswa �9 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus III. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif 3 dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif 3. Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai berikut:
Tabel 6
Nilai Tes Formatif Pada Siklus III
No. Urut |
Nilai |
Keterangan |
|
T |
TT |
||
1 |
80 |
√ |
|
2 |
85 |
√ |
|
3 |
80 |
√ |
|
4 |
80 |
√ |
|
5 |
70 |
√ |
|
6 |
85 |
√ |
|
7 |
75 |
√ |
|
8 |
75 |
√ |
|
9 |
80 |
√ |
|
Jumlah |
����� 710 |
8 |
2 |
Jumlah Skor Maksimal Ideal 900 Jumlah Skor Tercapai 710 Rata-Rata Skor Tercapai 78,88 |
Keterangan: ����T ����� ����������� ����������� �����������: Tuntas
TT����������������������������������������������������� ���������� : Tidak Tuntas
Jumlah siswa yang tuntas ��������������� �����������: 8
Jumlah siswa yang belum tuntas ���� �����������: 1
Klasikal ������������������������������������������� �����������: Tuntas
Tabel 7
Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus III
No |
Uraian |
Hasil Siklus III |
1. |
Nilai rata-rata tes formatif |
78,88 |
2. |
Jumlah siswa yang tuntas belajar |
8 |
3. |
Persentase ketuntasan belajar |
88,88 |
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 78,88 dan dari 9 siswa yang telah tuntas sebanyak 8 siswa dan 1 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 88,88% (termasuk kategori tuntas).
Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan siswa dalam mempelajari materi pelajaran yang telah diterapkan selama ini serta ada tanggung jawab kelompok dari siswa yang lebih mampu untuk mengajari temannya kurang mampu.
c. Refleksi
Pada tahap ini akan dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan pembelajaran kooperatif model Jigsaw. Dari data-data yang telah diperoleh dapat duraikan sebagai berikut:
1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar.
2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung.
3) Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.
4) Hasil belajar siswsa pada siklus III mencapai ketuntasan.
d. Revisi Pelaksanaan
Pada siklus III guru telah menerapkan pembelajaran kooperatif model Jigsaw dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakah selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan pembelajaran kooperatif model Jigsaw dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai (Soekamto & Winataputra, 1997).
B. Pembahasan
1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa
Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif model Jigsaw memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi yang telah disampaikan guru selama ini (ketuntasan belajar meningkat dari siklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 66,66%, 77,77%, dan 88,88%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai.
2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran kooperatif model Jigsaw dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif dalam peningkatan prestasi belajar siswa, yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.
3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris dengan pembelajaran kooperatif model Jigsaw yang paling dominan adalah, mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif.
Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkah- langkah pembelajaran kooperatif model Jigsaw dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan, menjelaskan/melatih menggunakan alat, memberi umpan balik/ evaluasi/tanya jawab dimana presentase untuk aktivitas di atas cukup besar.
Kesimpulan��������������������������������������������������������������
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Penerapan pembelajaran kooperatif model Jigsaw memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (66,66%), siklus II (77,77%), siklus III (88,88%). 2) Penerapan pembelajaran kooperatif model Jigsaw mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa untuk mempelajari kembali materi pelajaran yang telah diterima, hal ini ditunjukan dengan antusias siswa yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan pembelajaran kooperatif model Jigsaw sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar. 3) Pembelajaran kooperatif model Jigsaw memiliki dampak positif terhadap kerjasama antara siswa, hal ini ditunjukkan adanya tanggung jawab dalam kelompok dimana siswa yang lebih mampu mengajari temannya yang kurang mampu.
Am, S. (2011). Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Google Scholar
Hadi, S. (1981). Metodogi Research. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Yoyakarta. Google Scholar
Hamalik, O. (2020). Psikologi belajar dan mengajar. Google Scholar
Kartomo, A. I., & Slameto, S. (2016). Evaluasi Kinerja Guru Bersertifikasi. Kelola: Jurnal Manajemen Pendidikan, 3(2), 219�229. Google Scholar
Maria, R. (2018). Penerapan Pembelajaran Kooperative Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pelajaran Ekonomi Di Kelas Vii Negeri 37 Medan. Jurnal Tematik, 5(01). Google Scholar
Martina, S. P. (2020). Penerapan Model Think Pairs Share. Jardiknas-Jurnal Pendidikan Dan Sosial, 1(1), 72�80. Google Scholar
Purwanto, M. N. (2017). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Google Scholar
Rahmat, P. S. (2021). Psikologi pendidikan. Bumi Aksara. Google Scholar
Soekamto, T., & Winataputra, U. S. (1997). Teori belajar dan model-model pembelajaran. PAU Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Google Scholar
Sugiarti, T., & Lestari, N. D. S. (2014). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Berbasis Authentic Assessment Dengan Exemplar Problem Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Sekolah Dasar. Google Scholar
Suryosubroto, B. (1997). Proses Belajar Mengajar di Sekolah: Wawasan baru, beberapa metode pendukung, dan beberapa komponen layanan khusus. Google Scholar
Syah, M. (1995). Psikologi pendidikan suatu pendekatan baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. Google Scholar
Usman, M. U. (2001). Menjadi guru profesional Cet. XIII. Bandung: Remaja Rosdakarya. Google Scholar
Witherington, H. C., & Burton, W. H. (1986). Teknik-Teknik Belajar dan Mengajar. Google Scholar
Copyright holder: Danias Barus (2021) |
First publication right: |
This article is licensed under:
|