Jurnal Syntax Admiration

Vol. 2 No. 12 Desember 2021

p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356

Sosial Teknik

 

PERSETUJUAN LINGKUNGAN DALAM UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA DAN DAMPAK DARI UU CIPTAKER BAGI LINGKUNGAN

 

Muhammad Ilham Nur, Natasha Fraiskam, Renti Friska Pangaribuan, Edo Clarita Samad

Universitas Internasional Batam, Indonesia

Email: [email protected], [email protected],� [email protected], [email protected]

 

INFO ARTIKEL

ABSTRAK

Diterima

25 November 2021

Direvisi

05 Desember 2021

Disetujui

15 Desember 2021

Dalam undang-undang mengenai aturan lingkungan hidup terdapat beberapa perubahan aturan perizinan yang dimuat dalam UU No 11 th 2020 tentang ciptaker (omnibus law). Perubahan perizinan terkait lingkungan hidup dalam Omnibus Law sangat berdampak besar dalam kelangsungan lingkungan hidup, hal ini dikarena ada kewenangan pemerintah yang hilang. Berdasarkan pandangan pada proses dan substansi dari omnibus law terdapat indikasi bahwa materi muatan banyak memiliki relasi dan keterkaitan dengan hak asasi manusia. penelitian ini bertujuan agar dapat membedakan UUPPLH dan UU cipaker dan �serta dampak dari di ubahnya peraturan tersebut. Penelitian ini tergolong penelitian normatif dengan memanfaatkan data sekunder sebagai sumber penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu mengaitkan aturan yang berlaku saat ini serta berkaitan dengan permasalahan yang telah peneliti deskripsikan di atas, kemudian diolah dan dikaitkan� dengan pendapat yang didasarkan oleh penelitian dan penemuan pada implementasi hukum yang sedang berlaku saat ini yang menyangkut dengan permasalahan yang dibahas oleh penelitipenulis berniat untuk membuat penelitian mengenai perbandingan Pengolahan Lingkungan Hidup Pasca Terbitnya UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, serta Bagaimana dampak perubahan peraturan perundang-undangan terhadap masyarakat beserta lingkungan hidupnya.

 

ABSTRACT�������������������������

In the law regarding environmental regulations, there are several changes to the licensing rules contained in Law No. 11 of 2020 concerning copyright (omnibus law). Changes in licensing related to the environment in the Omnibus Law have a very big impact on environmental sustainability, this is because there is a missing government authority. Based on the view on the process and substance of the omnibus law, there are indications that the content material has a lot of relations and links with human rights. This study aims to distinguish the UUPPLH and the Cipaker Law and the impact of the amendments to these regulations. This research is classified as normative research by utilizing secondary data as a research source. In this study, the researcher uses descriptive analysis method, which relates the current applicable rules and relates to the problems that the researcher has described above, then processed and associated with opinions based on research and findings on the implementation of the law that is currently in effect relating to the problems discussed by the researchers, the authors intend to conduct research on the comparison of Environmental Processing after the issuance of Law no. 11 of 2020 concerning Job Creation, and how the impact of changes in legislation on the community and their environment.

Kata Kunci: persetujuan lingkungan; undang-undang cipta kerja; uu ciptaker; lingkungan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Keywords: environmental approvals; job copyright laws; copyright law; environment



 

Pendahuluan

Negara Indonesia adalah negara yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah, Sumber Daya Alam (biasa disingkat SDA) adalah segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Yang tergolong di dalamnya tidak hanya komponen biotik, seperti hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme, tetapi juga komponen abiotik, seperti minyak bumi, gas alam, berbagai jenis logam, air, dan tanah. Seiring berjalannya waktu perindustrian di Indonesia juga berjalan dengan pesat, banyak sekali daya alam di eksploitasi sehingga terus berkurang, yang dilakukan untuk �memperoleh kekayaan yang nantinya bisa memberikan kesejahteraan yang berkelanjutan tetapi tidak dikelola kembali �yang akan berdampak bagi lingkungan serta warga, kerusakan lingkungan dapat mengakibatkan penderitaan kepada semua rakyat yang ada disekitarnya. Maka perlu kajian aturan yang kuat dalam menjawab konflik tadi, sejalan dengan itu Jeremy Bentham berpendapat �bahwa alam menyampaikan kebahagiaan serta kerusakan. Tugas hukum artinya memelihara kebahagiaan serta mencegah kejahatan. Yang dimaksud adalah tujuan utama asal aturan itu merupakan kebahagiaan, ketentraman, kedamaian bagi sebesar masyarakat Kemanfaatan dapat di peroleh apabila terjadi keselarasan antara pemeliharaan lingkungan serta kebutuhan ekonomi� (Sudardja, 2007).

Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang memengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai syarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Konsep perizinan berusaha di bidang lingkungan hayati yang diatur pada Undang-Undang nomor� 32 Tahun 2009 perihal proteksi serta Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) menggunakan pendekatan berbasis biar (lisence approach) yang akan diubah sebagai penerapan standar serta berbaris risiko (Risk-Based Approach/RBA) serta Undang-Undang Cipta Kerja, hal ini berarti bahwa diberi izin akan dilakukan oleh pemerintah sentra berdasarkan perhitungan nilai taraf bahaya dan� nilai potensi terjadi bahaya terhadap aspek kesehatan, keselamatan, lingkungan dan /atau pemanfaatan sumber daya. Adapun Potensi terjadinya bahaya dikelompokkan menjadi tidak pernah terjadi, jarang terjadi, pernah terjadi, sering terjadi. Hal ini berpotensi mengabaikan risiko-risiko yg belum atau tidak terindentifikasi sebelumnya. Sedangkan supervisi terhadap aktivitas badan perjuangan dilakukan dengan intensitas pelaksanaan berdasarkan tingkat risiko kegiatan perjuangan yg diatur lebih lanjut pada peraturan pemerintah (Akhmaddhian, 2016).

Aturan yang dimaksud adalah aturan yang menjadi tugas utama pemerintah dalam mewujudkan tujuan negara salah satunya melalui wewenang badan legislative Negara dalam pembuatan undang-undang dan turut sertanya pemerintah dalam kehidupan sosial masyarakat. Dengan semakin meningkatnya pembangunan di berbagai bidang sektoral maka ikut campurnya pemerintah pun semakin aktif dan intensif dalam berbagai segi kehidupan masyarakat. Undang-undang tentang perizinan terkait likungan hidup pemiliki peran vital dalam melindungi dan menjaga kelestarian masyarakat dari kegiatan pengelolaan serta dampaknya terhadap lingkungan harus mengimplementasikan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik sebagai standart bagi pemerintah (Putra, 2020).

Dalam undang-undang mengenai aturan lingkungan hidup di indonesia terdapat beberapa perubahan aturan perizinan yang dimuat dalam uu no 11 th 2020 tentang ciptaker (omnibus law). Pemerintah menyebut UndangUndang Cipta kerja ini adalah sebuah terobosan hukum. Dengan teknik Omnibus Law, sekitar 80 UndangUndang dan lebih dari 1.200 pasal bias direvisi sekaligus hanya dengan satu Undang-Undang Cipta Kerja yang mengatur multisektor. Perubahan perizinan terkait lingkungan hidup dalam Omnibus Law sangat berdampak besar dalam kelangsungan lingkungan hidup, hal ini dikarena ada kewenangan pemerintah yang hilang. Berdasarkan pandangan pada proses dan substansi dari omnibus law terdapat indikasi bahwa materi muatan banyak memiliki relasi dan keterkaitan dengan hak asasi manusia (Arham & Saleh, 2019).

Apabila dilakukan pencermatan secara mendalam berbagai hak menjadi bagian yang terdampak dalam substansi omnibus law Cipta Kerja mulai dari persoalan pemenuhan hak atas penghidupan yang layak dalam persoalan perburuhan, aspek lingkungan hidup yang baik dan sehat, persoalan akses terhadap sumber daya alam, persoalan penggusuran paksa dan hak atas keadilan. Perubahan-perubahan dalam UU Ciptaker yang mengubah ketentuan UU PPLH terutama mengenai Amdal dan izin lingkungan dianggap oleh sejumlah pegiat lingkungan sebagai pelemahan yang mengancam kelestarian alam, apalagi analisis dampak lingkungan hanya untuk proyek berisiko tinggi, sedangkan dasar untuk menentukan proyek berisiko rendah atau tinggi belum terang benar aturan mainnya sampai sekarang (Prabowo et al., 2020). Ada pula kekhawatiran bahwa perubahan aturan ini berpotensi mudahnya menerbitkan Amdal �abal-abal� karena proses penerbitan Amdal ini tanpa kontrol masyarakat (Siti, 2005). Maka dalam artikel ini kami akan melakukan penelitian mengenai perbandingan dari UU ciptaker dan UUPLH, serta dampak dari perubahan UU terhadapat masyrakat Indonesia.

Dari latar belakang masalah diatas, Maka penulis berniat untuk membuat penelitian mengenai perbandingan Pengolahan Lingkungan Hidup Pasca Terbitnya UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, serta Bagaimana dampak perubahan peraturan perundang-undangan terhadap masyarakat beserta lingkungan hidupnya?.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini tergolong penelitian normatif dengan memanfaatkan data sekunder sebagai sumber penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu mengaitkan aturan yang berlaku saat ini serta berkaitan dengan permasalahan yang telah peneliti deskripsikan di atas, kemudian diolah dan dikaitkan� dengan pendapat yang didasarkan oleh penelitian dan penemuan pada implementasi hukum yang sedang berlaku saat ini yang menyangkut dengan permasalahan yang dibahas oleh peneliti (Soemitro, 1990).

Data yang digunakan oleh peneliti adalah data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Dengan pengumpulan data melalui studi pustaka yang berasal dari perundang undangan republik Indonesia serta literatur bidang hukum terkait penelitian ini.� Dalam penulisan ini, peneliti menganalisis bagaimana Persetujuan lingkungan dalam Undang-Undang cipta kerja dan dampak dari UU Ciptaker bagi Lingkungan secara deskriptif-kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis dan faktual.

 

Hasil dan Pembahasan

Lingkungan hidup menjadi pemberian� dari yang Maha Esa kepada warga� dan� bangsa Indonesia ialah karunia serta rahmatnya yang wajib dilestarikan dan� dikembangkan kemampuannya supaya bisa permanen menjadi sumber dan� penunjang hayati bagi rakyat dan bangsa Indonesia serta makhluk hayati lainnya demi kelangsungan dan� peningkatan kualitas hayati itu sendiri. �Pancasila menjadi pedoman dan� falsafah Negara, adalah kesatuan yang bundar� atau utuh dalam menyampaikan keyakinan pada masyarakat serta bangsa Indonesia bahwa kebahagiaan hayati akan tercapai Jika didasarkan� atas keselarasan, keserasian serta keseimbangan, baik dalam korelasi insan dengan �yang Maha Esa maupun manusia dengan insan, insan dengan alam dan� manusia sebagai pribadi, dalam rangka mencapai kemajuan lahir dan kebahagiaan batin. Antara manusia, manusia dan lingkungan hidup terdapat hubungan timbal balik, yang selalu harus dibina dan dikembangkan agar dapat tetap dalam keselarasan, keserasian dan keseimbangan yang dinamis.

Undang-undang Dasar 1945 menjadi landasan konstitusional mewajibkan sumber daya alam dipergunakan buat sebesar-besar kemakmuran masyarakat. Kemakmuran warga� tadi haruslah dapat dinikmati generasi masa kini� serta generasi masa depan secara berkelanjutan. Pembangunan sebagai upaya sadar dalam memanfaatkan sumber daya alam untuk meningkatkan kemakmuran warga, baik untuk mencapai kemakmuran lahir juga untuk mencapai kepuasan batin. Sebagai akibatnya penggunaan sumber daya alam wajib selaras, serasi dan� seimbang fungsi lingkungan hidup. Lingkungan hidup dalam pengertian ekologi tidak mengenal batas wilayah, baik wilayah Negara juga daerah administrativ. Namun, lingkungan hayati berkaitan pengeloalaan harus kentara batas daerah kewenangan pengelolaannya. Lingkungan yang dimaksud artinya lingkungan hidup Indonesia. Secara hukum, lingkungan hidup Indonesia mencakup ruang daerah Negara Republik Indonesia melaksanakan kedaulatan dan� hak berkedaulat dan� yurisdiksinya. Jadi wawasan dalam penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup Indonesia ialah wawasan nusantara (Absori, Absori, S. H., & Hum, M. (2005). Penegakan Hukum Lingkungan Pada Era Reformasi. Jurnal Ilmu Hukum, 8 (2) & Hum, 2005).

Lingkungan hidup Indonesia menjadi suatu ekosistem terdiri atas aneka macam subsistem, yang memiliki aspek sosial, budaya, ekonomi dan� georafis menggunakan keanekaragaman yang menyebabkan daya dukungan dan� daya tampung lingkungan hidup yang bersinggungan. Keadaan demikian memerlukan training serta pengembangan lingkungan hidup yg didasarkan oleh daya dukung dan� daya tamping lingkungan hayati akan menaikkan ketahanan subsistem itu sendiri. Pembinaan dan� pengembangan subsistem yg satu akan mensugesti subsistem yang lain, yang pada akhirnya akan mempengaruhi ketahanan ekosistem secara keseluruhan. Maka pengelolaan lingkungan hayati menuntut dikembangkannya suatu system dengan keterpaduan sebagai karakteristik utamanya (Absori & Hum, 2006).

Kegiatan pembangunan yang makin meningkat mengandung resiko pencemaran dan perusakan lingkungan hidup sehingga struktur dan fungsi Dasar ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan dapat rusak. Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup itu akan merupakan beban sosial, yang pada akhirnya masyarakat dan pemerintah harus menanggung biaya pemulihannya. Aktivitas pembangunan yang dilakukan dalam berbagai bentuk Usaha dan/atau Kegiatan pada dasarnya akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Dengan diterapkannya prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam proses pelaksanaan pembangunan, dampak terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh berbagai aktivitas pembangunan tersebut dianalisis sejak awal perencanaannya, sehingga langkah pengendalian dampak negatif dan pengembangan dampak positif dapat disiapkan sedini mungkin. Tanggung jawab pengelolaan lingkungan berada pada pemerintah dalam arti tidak diserahkan kepada orang perorang warga negara atau menjadi Hukum Perdata. Tanggung jawab pengelolaan lingkungan ada pada Pemerintah yang membawa konsekuensi terhadap kelembagaan dan kewenangan bagi pemerintah untuk melakukan pengelolaan lingkungan menjadi bagian dari Hukum Administrasi (Sutedi, 2010).

Sebagai hukum administrasi dengan sifatnya yang instrumental, maka fungsi yang menonjol dalam hukum lingkungan administratif adalah bersifat preventif berupa pencegahan terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan. Dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan� Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) disebutkan bahwa Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. Kemudian dalam ayat (2) disebutkan Pengendalian pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a)    pencegahan;

b)   penanggulangan; dan

c)    pemulihan

Pelaksana pengendalian tersebut pada ayat (3) bahwa Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran, dan tanggung jawab masing-masing.

Realita dilapangan bahwa akibat pembangunan senantiasa menimbulkan permasalahn dampak lingkungan yang wajib diperhatikan. Guna mendukung kebijakan pembangunan-pembangunan berkelanjutan wajib sifatnya untuk dilakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).� Melaui AMDAL, dampak-dampak penting yang diperkirakan akan timbul dapat diidentifikasi, dievalasi dan diupayakan lnagkah-langkah penangananya, sehingga AMDAL dapat menjadi pedoman bagi individu dan instansi/ lembaga yang terlibat dan terkait dengan rencana trersebut, terutama dalam menentukan kebijaksanaan pengeloalaan lingkungan hidup baik pada skala tapak proyek maupun skala regional.

A.  Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebelum terbitnya UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta kerja

AMDAL sebagai salah satu persyaratan dalam izin lingkungan merupakan studi aktivitas yang tersusun secara sistematik dan ilmiah dengan menggunakan teknik pendekatan yang bersifat interdisipliner bahkan multidispliner, maka studi tersebut haruslah tersusun secara rapi dan berstruktu atau terpadu:

1)   AMDAL� dalam� sistem� perizinan� berdasarkan� UUPPLH.

2)   AMDAL� sebagai� informasi� yang� harus� terbuka� bagi� masyarakat� (BAB� VIII,� Pasal� 62� UUPPLH).

3)   AMDAL� sebagai� alat� prediksi� kemungkinan� terjadinya� dampak/ongkos.

4)   AMDAL� sebagai� alat� pemantau/RPL� dan� pengelolaan/RKL� kegiatan.

5)   AMDAL� sebagai� legal� evidence.

Dalam konteks perizinan kegiatan dalam usaha, AMDAL akan menjadi tolak ukur yang mendasar secara jelas terkait menindak lanjuti perizinan usaha tersebut. Maka AMDAL disetiap jenis kegiatan usaha akan memiliki analisa ilmiah yang berbeda-beda. AMDAL sebagai dasar pertama sistem perizin usaha akan berpengaruh besar terhadap izin lingkungan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah. Kemudian akan berlanjut kepada izin usaha/kegiatan. Boleh dikatakan AMDAL adalah keran utama penentu baik buruknya kualitas izin lingkungan dan izin kegiatan (Saleng, 2007).

Secara ilmiah prosedur pelaksanaan akan bersinggungan dengan disiplin ilmuilmu lainnya. Ini akan menjadi bukti, bahwa AMDAL memiliki metode ilmiah sendiri dalam setiap jenis kegiatan/usaha. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Pasal ayat (1), mengamanatkan secara prosedural penyusunan dokumen AMDAL. Tata laksana pelaksanaan AMDAL menurut Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 mengatakan bahwasanya dalam pelaksanaan AMDAL harus melalui tahapan -tahapan yang diantaranya Setiap Usaha dan /atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL. Proses penyusunan AMDAL menurut PP ini menguraikan bahwa dalam penyusunanya melalui tahapan sebagai berikut :

PP ini menguraikan bahwa dalam penyusunanya melalui tahapan sebagai berikut :

1.    AMDAL dapat disusun sendiri oleh pemrakarsa atau meminta bantuan pihak lain.

2.    Pihak lain yang membantu pemrakarsa dapat bersifat perorangan atau lembaga penyedia jasa penyusun AMDAL.

3.    Pemrakarsa, dalam menyusun dokumen AMDAL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, mengikut sertakan masyarakat:

a)    Masyarakat yang terkena dampak.

b)   pemerhati lingkungan hidup dan/atau.

c)    yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal.

Untuk mengetahui jenis-jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Dampak Lingkungan Hidup. Dalam lampiran Keputusan tersebut, diatur beberapa jenis usaha yang wajib disertai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yaitu :

1)   Bidang multisektoral

2)   Bidang pertahanan

3)   Bidang perikanan dan kelautan

4)   Bidang kehutanan

5)   Bidang perhubungan

6)   Bidang tehnologi satelit

7)   Bidang perindustrian

8)   Bidang pekerjaan umum

9)   Bidang perumahan dan kawasan pemukiman

10)    Bidang energi dan sumber daya mineral

11)    Bidang pariwisata

12)    Bidang ketenaganukliran

Tanpa adanya AMDAL tidak mungkin mengajukan izin lingkungan. Selanjutnya, izin lingkungan menjadi prasyarat bagi pengajuan permohonan Izin Usaha (sektoral). Dengan demikian, tanpa dimilikinya dokumen AMDAL, tidak dapat mengajukan kedua izin tersebut. Instrumen penegakan hukum administrasi meliputi pengawasan dan penegakan sanksi. Pengawasan merupakan langkah preventif untuk memaksakan kepatuhan sedangkan sanksi merupakan langkah represif untuk memaksakan kepatuhan Sanksi administrasi terutama mempunyai fungsi instrumental, yaitu pengendalian perbuatan terlarang (Marbun, 2001). Di samping itu, sanksi administrasi terutama ditujukan kepada perlindungan kepentingan yang dijaga oleh ketentuan yang dilanggar tersebut (Jumiati, 2012).

Dalam kaitanya dengan masyarakat, Pengikutsertaan masyarakat dilakukan melalui pengumuman rencana Usaha dan/atau Kegiatan atau juga melalui konsultasi publik, pengikutsertaan masyarakat disini dilakukan sebelum penyusunan AMDAL dibuat. Masyarakat sebagaimana sebagaimana yang dimaksud di atas, dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak pengumuman berhak mengajukan saran, pendapat, dan tanggapan terhadap rencana Usaha dan /atau Kegiatan yang disampaikan secara tertulis kepada Pemrakarsa dan Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota. (Suparna, 1994) Dalam Pasal 36 UUPPLH disebutkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL atau UKL-UPL wajib memiliki Izin Lingkungan. Hal ini sejalan dengan Pasal 40 bahwa Izin Lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Sehubungan dengan prosedur perizinan, dalam PP Nomor 27 tahun 2012 disebutkan bahwa Izin Lingkungan.

B.  Perlindungan Dan Pegelolaan Lingkungan Hidup Pasca Terbitnya UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

Tugas utama dari AMDAL adalah memilah perubahan-perubahan yang ditimbulkan oleh aktifitas pembangunan yang ditawarkan agar menjadi bagian dari siklus alam. Satu eksperimen yang terkendali dapat dilakukan untuk membandingkan perubahan dalam parameter kualitas lingkungan (Dewi et al., 2014). Satu sistem disiapkan sebagai pengontrol, fungsi ini dapat dibebankan kepada kawasan lindung. Sedangkan sistem alam lainnya yaitu di kawasan budi daya berlangsung aktifitas pembangunan. Pengkajian AMDAL yang terpenggal-penggal atau mengabaikan satu komponen tertentu dapat menyebabkan terganggunya kestabilan komponen yang lain (Silalahi, 1996) AMDAL dimaksudkan untuk pembangunan, perbaikan pembangunan diidentifikasi dengan AMDAL. AMDAL merupakan salah satu alat pembangunan berkelanjutan sebagai sarana pengambilan keputusan di tingkat proyek. Seharusnya AMDAL sebagai salah satu motor pembangunan, namun memang jika salah langkah proses AMDAL bisa jadi beban.

Dalam Undang Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) menjawab tantangan tersebut dengan meregulasi birokrasi yang mampu melindungi hak setiap orang untuk mendapat lingkungan hidup yang layak. Di lain sisi, UU PPLH dicoba untuk diubah pada beberapa pasalnya terkait birokrasi atau prosedur yang ada dengan harapan akan memudahkan perizinan investor dalam berinvestasi. Tidak bisa dipungkiri bahwa penderegulasian tersebut tentu akan membawa resiko pada pencemaran lingkungan. RUU Cipker mencoba menyederhanakan segala perizinan yang ada dalam melaksanakan kegiatan atau usaha yang mempunyai dampak pada lingkungan. Debirokratisasi ini sangatlah dikhawatirkan menimbulkan banyaknya oknum yang menyepelekan atau bahkan mencurangi beberapa prosedur yang ada seperti analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), izin lingkungan, dan UKL-UPL. Hal ini juga merupakan akibat perubahan sistematika pendekatan berbasis regulasi (License Approach) menjadi pendekatan berbasis risiko (Risk-Based Approach) karena pendekatan berbasis regulasi dipandang pemerintah membebani kegiatan usaha dan membuat proses bisnis menjadi tidak efektif dan efisien. Terkait dengan Amdal, bisa diperhatikan pada Pasal 1 angka 11 UU PPLH terkait ketentuan umum yang berbunyi, �Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.�

Pada pasal 23 angka 1 terkait perubahan pasal 1 angka 11 UU Cipker diubah menjadi �Analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang selanjutnya disebut Amdal adalah Kajian mengenai dampak penting pada lingkungan hidup dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan untuk digunakan sebagai pertimbangan pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan� Esensi dari suatu Amdal adalah menjadi instrumen kebijakan yang valid dalam meminimalisir dampak kerusakan lingkungan yang ada karena pada dasarnya Amdal adalah kajian yang saintifik dan berupa keharusan untuk mendapatkan izin lingkungan yang pada akhirnya mendapat izin usaha. Namun, dalam UU Cipker ini terdapat pereduksian pada Pasal 23 dari Amdal yang awalnya merupakan suatu keperluan (wajib) lalu hanya menjadi bahan pertimbangan pengambilan keputusan. Efek lebih lanjutnya ialah Amdal hanya dianggap sebagai pelengkap saja dalam mendapatkan birokrasi berusaha. Dengan demikian, dampak lingkungan terkesan bukan menjadi permasalahan utama dalam kegiatan berusaha yang perlu diperhatikan.

Bahwa kemudian dalam Pasal 24 UU PPLH, dokumen amdal merupakan dasar penetapan keputusan kelayakan lingkungan hidup. Dalam Omnibus Law, amdal tetap menjadi dasar uji kelayakan lingkungan. Tapi sejumlah ketentuan baru ditambahkan. Pertama, uji kelayakan dilakukan tim bentukan Lembaga Uji Kelayanan Pemerintah Pusat. Tim ini terdiri dari pemerintah pusat, daerah, dan ahli bersertifikat. Pusat dan daerah kemudian menetapkan keputusan kelayakan lingkungan hidup berdasarkan hasi pengujian. Keputusan bersama ini yang jadi syarat suatu bisnis dapat izin.

Kemudian Pemerintah membuat ketentuan dalam dokumen amdal lebih ketat. Dalam Pasal 25 huruf c UU PPLH, dokumen amdal memuat saran masukan serta tanggapan masyarakat terhadap rencana bisnis. Dalam UU PPLH, ada tiga kriteria masyarakat. Dua di antaranya yaitu yang terkena dampak dan yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses amdal. Tapi dalam UU Omnibus Law, kriterianya semakin diperjelas menjadi "masyarakat yang terkena dampak langsung yang relevan" (Fitryantica, 2019).

Kemudian Peran Pemerhati Lingkungan Dicoret oleh adanya omnibus law ini. Dalam Pasal 26 ayat 3 UU PPLH, pemerhati lingkungan termasuk dalam satu dari tiga kriteria masyarakat yang dilibatkan dalam penyusunan dokumen amdal. Tapi dalam Omnibus Law, tidak ada lagi tempat untuk pemerhati lingkungan dalam penyusunan amdal Hanya saja, pemerintah menambahkan satu ayat baru dalam Pasal 26 ini. Bunyinya yaitu "Ketentuan lebih lanjut mengenai proses pelibatan masyarakat diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP)�.

Terdapat pula perubahan pada pengenaan sanksi pada perusahaan yang awalnya sanksi pidana dengan sifat primum remidium menjadi sanksi �administratif� berupa denda yang apabila tidak dapat dilaksanakan akan dikenai sanksi pidana berupa hukuman penjara. Hal-hal seperti inilah yang patut� dikritis bersama dalam pembuatan kajian ini. Salah satu perubahan yang signifikan terkait dengan perubahan pendekatan a quo adalah dihapusnya izin lingkungan. Di dalam pasal 23 angka 1 terkait perubahan pasal 1 angka 35 RUU Cipker disebutkan Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup dikeluarkan oleh pemerintah berdasarkan Uji Kelayakan Lingkungan Hidup, sementara Pernyataan Kesanggupan Lingkungan Hidup dikeluarkan oleh perusahaan terkait, yang mana nanti di dalam pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup tadi, perusahaan dapat menyatakan sendiri pemenuhan standar UKL-UPL yang sudah ditentukan pemerintah pengkategoriannya berdasarkan pendekatan berbasis risiko. Hal ini jelas-jelas menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam menjaga lingkungan hidup.

C.  Dampak Perubahan Peraturan Perundang-Undangan Terhadap Masyarakat Beserta Lingkungan Hidup

Negara Indonesia adalah Negara hukum yang berarti secara tidak langsung segala sesuatu yang berkaitan dengan Negara Indonesia selalu diatur oleh sebuah hukum termasuk dalam kehidupan masyarakatnya (Rosana, 2014) Kemudian dalam perkembangannya hukum juga terjadi berbagai perubahan yang dilatarbelakangi oleh kemajuan dan kondisi yang ada saat ini sehingga dilakukan perubahan yang bertujuan untuk mengatur segala sesuatu yang ada saat ini. Namun, disamping tujuan tersebut, perubahan dalam sebuah hukum tidak selalu menimbulkan pengaruh yang positif meskipun dalam pemberlakuannya ditujukan untuk hal positif. Tetapi terkadang perubahan hukum tersebut menjadikan kontraversi diantara masyarakat khususnya di Indonesia. Selain itu, perubahan hukum juga dipengaruhi oleh pemikiran dan sudut pandang dari penguasa pada saat ini sehingga hukum yang dilakukan perubahan pun jelas akan terpengaruh. Disamping itu, perubahan hukum juga terkadang memberikan dampak terhadap lingkungan yang diberlakukan hukum tersebut.

Lingkungan hidup merupakan sebuah lingkungan yang ditempati oleh makhluk hidup, dalam suatu lingkungan hidup meliputi banyak unsur seperti benda, daya, kondisi, juga makhluk hidup (Sayori, 2017). Setiap lingkungan hidup wajib dilestarikan dan dijaga serta dikelola agar tidak terjadi pencemaran dan dampak buruk terhadap lingkungan hidup. Apalagi di dalam sebuah Negara hukum seperti Indonesia, masalah pengelolaan lingkungan hidup telah diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 yang mngatur tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dudefinisikan sebagai satu kesatuan yang berada dalam sebuah ruang yang melibatkan seluruh unsur seperti benda, daya, keadaan dan makhluk hiduptermasuk manusia serta perilakunya yang dipandang dapat memberikan pengaruh dalam keberlangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup (Febriyanti et al., 2021). Oleh karena itu, dalam segala peraturan yang diberlakukan dalam lingkungan hidup harus sejalan dengan pengelolaan dan tujuan perlindungan lingkungan hidup. Maka ketika suatu hukum yang diberlakukan tidak sejalan bahkan bertentangan dengan UU perlindungan lingkungan hidup maka kondisi lingkungan hidup akan terancam terdampak oleh perilaku manusia yang jelas akan memberikan pengaruh dalam keberlangsungan hidup dalam lingkungan. Sepeti halnya ketika UU Ciptaker diberlakukan secara sah, yang mana didalmnya terdapat perubahan peraturan dalam penyederhaan izin lingkungan melalui penghapusan AMDAL dan secara tidak langsung hal tersebut telah menentang pembangunan berkelanjutan karena dengan begitu hanya mengutamakan pembangunan jangka pendek. Sedangkan dalam lingkungan hidup harus seimbang antara pembangunan jangka pendek dan jangka panjang sebab ketika hanya mengutamakan jangka pendek maka dampak dari pembangunan jangka pendek tersebut akan berkepanjangan sehingga pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup akan terjadi secara sadar.

Perubahan hukum yang telah terjadi telah cukup memberikan ancaman bagi lingkungan hidup Negara Indonesia yakni degan tidak mewajibkan fungsi AMDAL sedangkan AMDAL adalah salah satu instrument yang setidaknya dapat membantu dalam menganalisis perizinan suatu usaha meskipun penghapusan hanya untuk beberapa kegiatan usaha tetapi dalam pembagannya belum jelas dan pasti sehingga hal ini sangat memberikan ancaman bqagi lingkungan hidup. Padahal manusia atau masyarakat dan lingkungan hidup sangat berkaitan erat karena masyarakat dalam hidupnya jelas membutuhkan makan, minu, juga pemenuhan kebutuhan lainnya. Tidak terbayang jika pence,aran dan kerusakan lingkungan terjadi makan secara tidak langsung juga merusak dan mencemari hak dari masyarakat Indonesia terhadap lingkungan hidup. Mengingat sumber daya alam yang dimiliki Negara Indonesia cukup melimpah maka sangat berdampak jika pencemaran terjadi apalagi kerusakan lingkungan hidup. Dengan demikian, masyarakat akan mengalami keslitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan bahkan dalam kelangsungan hidupnya pun masyarakat akan terganggu dengan pencemaran yang ditimbulkan oleh perubahan perundangan. Padahal telah jelas bahwa Indonesia adalah Negara hukum dan lingkungan hidup pada dasarnya termasuk pada Hak Asasi Manusia (HAM)maka dari itu jika perubahan perundangan manimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan maka perubahan tersebut juga melanggar hukum HAM (Sodikin, 2016).

Namun dengan perubahan perundangan seperti UU Cipta kerja sangat mengkhawatirkan dan menimbulkan ancaman bagii lingkungan hidup di Negara Indonesia. Padahal Negara Indonesia merupakan hutan hujan tropis terbesar di dunia serta sumber daya alam yang sangat melimpah maka seharusnya sudah menjadi kewajiban bagi seluruh warga Negara Indonesia untuk menjaga lingkungan hidup Indonesia.

Semenjak terjadinya perubahan dalam perundang-undangan khususnya UU Ciptaker menjadikan keprihatinan akan terjadi krisis lingkungan hidup yang diakibatkan dari usaha-usaha yang didirikan dengan tanpa ada analisis dampak yang akan terjadi sebelum pendirian usaha. Dan hal ini menjadi kontraversi di lingkungan masyarakat yang mana juga akan berdampak pada masa depan lingkungan hidup masyarakat Indonesia. Mengingat kondisi lingkungan hidup Indonesia dalam tingkat pemanasan global pun masih terus berlangsung dan mengalami peningkatan sehingga dengan adanya perubahan UU menjadikan problematika lingkungan hidup menjadi bertambah. Maka dari itu, sangat diperlukan suatu pergerakan dalam melindungi dan mengelola lingkungan hidup yang diatur dalam suatu UU khusus untuk mengatur perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Karena dengan melalui UU akan dapat membantu mengatur kondisi yang berwujud dan dapat membantu menyelesaikan segala bentuk permasaahan dalam lingkungan hidup.

 

Kesimpulan��������������������������������������������������������������

Berdasarkan yang dijelaskan sebelumnya, peneliti dapat menyimpulkan bahwa dalam suatu Negara hukum sudah seharusnya memiliki hukum atau UU yang secara khusus dapat mengatur perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Apalagi Negara hukum seperti Indonesia yang kaya dengan sumber daya alamnya, hal tersebut adalah sebuah modal untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup mengingat bahwa lingkungan hidup yang sehat dan baik adalah bagian dari HAM sehingga setiap warga Negara Indonesia berhak mendapatkan lingkungan hidup yang dapat membantu memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena masyarakat tidak dapat hidup tanpa dipenuhi kebutuhannya apalagi kebutuhan makan, minum, dan yang lainnya sehingga sumber daya alam yang ada di lingkungan hidup harus dijaga dan dilestarikan agar tidak terjadi pencemaran apalagi kerusakan lingkungan hidup. lingkungan hidup adalah suatu kesatuan yang terdiri dari banyak unsur yang sangat penting dan berarti dapat menunjang keberlangsungan hidup masyarakat di lingkungan hidup. Kemudian, dalam hukum atau perundangan juga terkadang mengalami peruahan seperti halnya dalam UU Cipta kerja yang menghapus izin fungsi AMDAL, hal tersebut sangat memberikan dampak dan pengaruh ancaman bagi lingkungan hidup karena secara tidak langsung memberikan kebebasan bagi para pelaku usaha untuk mendirikan usaha, meskipun didalam aturannya akan dibatasi tetapi dalam batasannya belum jelas sehingga tetap saja memprihatinkan dan harus segera ditindak lanjuti agar pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup dapat terkendali.

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Absori, Absori, S. H., & Hum, M. (2005). Penegakan Hukum Lingkungan Pada Era Reformasi. Jurnal Ilmu Hukum, 8 (2), 221. S H, & Hum, M. (2005). Penegakan Hukum Lingkungan Pada Era Reformasi. Jurnal Ilmu Hukum, 8 (2), 221. Google Scholar

 

Absori, S. H., & Hum, M. (2006). Deklarasi Pembangunan Berkelanjutan dan Implikasinya di Indonesia. Jurnal Ilmu Hukum, 9 (1), 39�52. Google Scholar

 

Akhmaddhian, S. (2016). Penegakan Hukum Lingkungan dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia (Studi Kebakaran Hutan Tahun 2015). UNIFIKASI: Jurnal Ilmu Hukum, 3 (1). Google Scholar

 

Arham, S., & Saleh, A. (2019). Omnibus Law Dalam Perspektif Hukum Indonesia. PETITUM, 7 (2 Oktober), 72�81. Google Scholar

 

Dewi, D. K., Syahrin, A., Arifin, S., & Tarigan, P. (2014). Izin Lingkungan dalam Kaitannya dengan Penegakan Administrasi Lingkungan dan Pidana Lingkungan Berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Uupplh). USU Law Journal, 2 (1), 124�138. Google Scholar

 

Febriyanti, D., Aini, S. N., Resta, A. V., & PKP, R. B. (2021). Fungsi AMDAL Dalam Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Setelah Diundangkannya UU Cipta Kerja. Widya Pranata Hukum: Jurnal Kajian Dan Penelitian Hukum, �3 (2), 115�133. Google Scholar

 

Fitryantica, A. (2019). Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan Indonesia melalui Konsep Omnibus Law. Gema Keadilan, 6 (3), 300�316. Google Scholar

 

Jumiati, A. (2012). Penyelesaian Pencemaran Lingkungan Hidup melalui Pendekatan Budaya Hukum dan Hubungan Kemitraan (suatu Studi Kasus). Wacana Hukum, 10(1). Google Scholar

 

Luhukay, R. S. (2021). Penghapusan Izin Lingkungan Kegiatan Usaha Dalam Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Jurnal Meta-Yuridis, 4 (1). Google Scholar

 

Mayasari, I. (2020). Kebijakan Reformasi Regulasi Melalui Implementasi Omnibus

Law DiIndonesia. Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional,

9 (1), 1. Google Scholar

 

Marbun, S. F. (2001). Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta: UII Perss. Google Scholar

 

Prabowo, A. S., Triputra, A. N., Junaidi, Y., & Purwoleksono, D. E. (2020). Politik Hukum Omnibus Law di Indonesia. Pamator Journal, 13 (1), 1�6. Google Scholar

 

Putra, A. (2020). Penerapan Omnibus Law Dalam Upaya Reformasi Regulasi. Jurnal Legislasi Indonesia, 17 (1), 1�10. Google Scholar

 

Putra, A. (2020). Penerapan Omnibus Law Dalam Upaya Reformasi Regulasi. Jurnal

Legislasi Indonesia, Vol 17 (12), 1�10. Google Scholar

 

Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja Tahun 2020. (2021, May 01). Retrieved from

Hukumonline.com:https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt5e44b818ae3f4/rancangan-undang-undang-cipta-kerja-tahun-2020. Google Scholar

 

Rosana, E. (2014). Kepatuhan hukum sebagai wujud kesadaran hukum masyarakat. Jurnal Tapis: Jurnal Teropong Aspirasi Politik Islam, 10 (1), 61�84. Google Scholar

 

Saleng, A. (2007). Risiko-Risiko Dalam Eksplorasi Dan Eksploitasi Pertambangan Serta Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak Dari Prespektif Hukum Pertambangan. Jurnal Hukum Bisnis, 26(2). Google Scholar

 

Setyawan, Y. (2020). Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja Dalam

Perspektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan. Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan, 7 (1), 150-

164. Google Scholar

 

Sayori, W. E. (2017). Pencemaran Lingkungan Hidup Yang Dilakukan Pt Kahatex Di Kabupaten Bandung Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Fakultas Hukum Universitas Pasundan. Google Scholar

 

Silalahi, M. D. (1996). AMDAL: dalam sistem hukum lingkungan di Indonesia (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Google Scholar

 

Siti, R. S. (2005). Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional. Edisi Ketiga, Surabaya: Airlangga University Press. Google Scholar

 

Sodikin, S. (2016). Hak Atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat Pada Masyarakat Sidoarjo. Google Scholar

 

Soemitro, R. H. (1990). Metodologi penelitian hukum dan jurimetri. Ghalia Indonesia, Jakarta, 167. Google Scholar

 

Sudardja, D. (2007). Hak Rakyat Atas Lingkungan Yang Sehat Semakin Terabaikan. Bandung, Alumni. Google Scholar

 

Suparna, N. (1994). Pelestarian, Pengelolaan dan Penegakan Hukum Lingkungan, cet. Ke-2, Jakarta: Sinar Grafika. Google Scholar

 

 

 

Sutedi, A. (2010). Hukum perizinan dalam sektor pelayanan publik. Sinar Grafika. Google Scholar

 

Copyright holder:

Muhammad Ilham Nur, Natasha Fraiskam, Renti Friska Pangaribuan, Edo Clarita Samad (2021)

 

First publication right:

Jurnal Syntax Admiration

 

This article is licensed under: