Jurnal Syntax Admiration |
Vol. 3, No. 1 Januari 2022 |
p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356 |
Sosial Teknik |
PEMETAAN RENCANA POLA RUANG TERBUKA HIJAU MENGGUNAKAN AHP DAN GIS UNTUK KOTA SUBULUSALAM
Skar Fharaby, Ahmad Perwira Mulia, Anthoni Veery Mardianta ���������
Universitas Sumatera Utara, Indonesia
Email: [email protected],[email protected], [email protected]
INFO ARTIKEL |
ABSTRAK |
Diterima 25 Desember 2021 Direvisi 10 Januari 2022 Disetujui 15 Januari 2022 |
Undang - undang no 26 tahun 2007 tentang penataan ruang secara tegas mengamanatkan 30% dari wilayah kota berwujud ruang terbuka hijau, 20% bersifat publik dan 10% bersifat privat.� Pengalokasian� ruang terbuka hijau� ini� ditetapkan� dalam� Peraturan� Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Daerah yaitu Pemerintah Kota Subulussalam. Pemerintah Kota Subulussalam perlu secepatnya menempatkan masalah ruang terbuka hijau sebagai salah satu isu penting dalam pembahasan program pembangunan berkelanjutan. Tujuan dari penelitian ini adalah memberi tambahan literasi melalui perspektif yang berbeda dari sisi akademis terhadap kawasan lindung yang telah di tetapkan dalam RTRW Kota Subulussalam sebagai perwujudan pola ruang terbuka hijau yang sistematis dan realistis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif. Dalam hal ini metode integrasi Analitycal Hierarchy Process (AHP) digunakan agar dapat mengambil keputusan yang rasional dari beberapa kriteria tersebut dan Geographic Information System (GIS) sebagai pendukung keputusan dalam penentuan lokasi serta menggambarkannya pada sebuah peta zonasi. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dari 5 kecamatan di Kota Subulussalam, Kecamatan simpang kiri merupakan kecamatan yang memiliki kebutuhan ruang terbuka hijau paling tinggi. Hal itu dikarenakan 91,86% wilayah kecamatan simpang kiri memiliki kategori tingkat kebutuhan ruang terbuka hijau sedang hingga sangat tinggi yang berlokasi di area lapangan beringin.
ABSTRACT������������������������� Law No. 26 of 2007 concerning spatial planning explicitly mandates that 30% of the city area is in the form of green open space, 20% is public and 10% is private. The allocation of this green open space is stipulated in the Regional Regulation on Regional Spatial Planning (RTRW), namely the Subulussalam City Government. The Subulussalam City Government needs to immediately place the issue of green open space as one of the important issues in the discussion of sustainable development programs. The purpose of this research is to provide additional literacy through a different perspective from an academic perspective to the protected area that has been defined in the RTRW of Subulussalam City as a systematic and realistic embodiment of the pattern of green open space. The method used in this research is descriptive quantitative. In this case, the integration method of Analytical Hierarchy Process (AHP) is used in order to make rational decisions from these criteria and Geographic Information System (GIS) as decision support in determining the location and describing it on a zoning map. Based on the results of the study, it was found that of the 5 sub-districts in Subulussalam City, Simpang kiri sub-district is the sub-district that has the highest need for green open space. This is because 91.86% of the Simpang Kiri sub-district has a medium to very high level of green open space requirements located in the banyan field area. |
Kata Kunci: ruang terbuka hijau; analitycal hierarchy process; geographic information system
Keywords: green open space; analitycal hierarchy process; geographic information system |
Pendahuluan
Kota� hijau� merupakan� kota� yang� ramah� lingkungan� dengan� memanfaatkan� secara efektif dan efisien sumber daya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, mensinergikan lingkungan alami dan buatan, yang berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan� berkelanjutan.� Kota� hijau� yang berkelanjutan� merupakan� kota� yang� dibangun dengan terus menerus memupuk semua asset kota, meliputi sumberdaya alam, lingkungan dan kualitas prasarana perkotaan (Manlun, 2003).
Secara fisik ruang terbuka hijau dapat dibedakan menjadi ruang terbuka hijau alami yang berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional, maupun ruang terbuka hijau non-alami atau binaan seperti taman, lapangan olah raga, dan kebun bunga (Ruang, 2008). Multi fungsi penting ruang terbuka hijau ini sangat lebar spektrumnya, yaitu dari aspek fungsi ekologis, sosial/budaya, arsitektural dan ekonomi (Alifia, N., Purnomo, 2016). Secara arsitektural ruang terbuka hijau dapat meningkatkan nilai keindahan dan kenyamanan kota melalui keberadaan taman-taman kota, kebun-kebun bunga, dan jalur-jalur hijau di jalan-jalan kota (Pokhrel, 2019). (Hendriani, 2016) dalam rangkumannya mengemukakan ruang terbuka hijau juga dapat memiliki fungsi ekonomi, baik secara langsung� seperti� pengusahaan lahan-lahan� kosong� menjadi� lahan� pertanian/perkebunan (urban agriculture) dan pengembangan�� sarana wisata hijau perkotaan yang dapat mendatangkan wisatawan.
Undang-undang no 26 tahun 2007 tentang penataan ruang secara tegas mengamanatkan 30% dari wilayah kota berwujud ruang terbuka hijau, 20% bersifat publik dan 10% bersifat privat.� Pengalokasian� ruang terbuka hijau� ini� ditetapkan� dalam� peraturan� daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Subulussalam. Meski struktur pola ruang terbuka hijau ini telah disusun dalam RTRW dan telah di tetapkan dalam peraturan daerah, akan tetapi dewasa ini Pemerintah Kota Subulussalam belum mampu memproyeksikan ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau dengan bagian ruang-ruang� terbuka� (open� spaces)� suatu� wilayah� perkotaan� yang� diisi� oleh� tumbuhan, tanaman dan vegetasi (endemik maupun introduksi) guna mendukung manfaat ekologis, sosial-budaya dan arsitektural yang dapat memberikan manfaat ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakatnya.
Terkait dengan hal tersebut, penyusunan penelitian ini diharapkan mampu memberi tambahan literasi terkait penyusunan pola ruang terbuka hijau yang telah tersusun dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Subulussalam dengan menggunakan metode pengambilan keputusan yaitu Analitycal Hierarchy Process (AHP)� berdasarkan beberapa kriteria yang akan di sajikan dalam penelitian ini serta memetakan eksisting� dan hasil secara teknis menggunakan salah satu software dari Geographic Information System (GIS).
AHP merupakan sistem pembuat keputusan dengan menggunakan model matematis. Analisisnya membantu dalam menentukan prioritas dari beberapa kriteria dengan melakukan analisa perbandingan berpasangan dari masing-masing kriteria.
GIS adalah sebuah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Setiap data yang menunjukan tentang suatu lokasi di permukaan bumi dapat disebut sebagai data spasial bereferensi keruangan/ geografis. Output yang dihasilkan dari sistem ini adalah sebuah peta wilayah yang berisi informasi yang bersifat spasial (Saputra, 2019).
Kriteria-kriteria AHP dan GIS dalam penelitian ini ditentukan dari studi literatur, jurnal-jurnal ilmiah serta juga berdasarkan hasil diskusi dengan para ahli yang berkompeten di bidangnya (Manlun, 2003). menganalisa kesesuaian sistem perancangan ruang terbuka hijau menggunakan kriteria kualitas udara, kualitas landscape, kualitas air permukaan kualitas air permukaan, nilai budaya bersejarah, pengaruh sistem air, pengaruh kebisingan dan penggunaan lahan yang ada. (Li, et al, 2018) dalam analisisnya menggunakan AHP dengan kriteria-kriteria aktivitas manusia, bentang alam alami, situs sejarah, �penggunaan lahan yang ada, sumber polusi infrastruktur penting, lalu lintas jalan, pohon kuno dan langka, wilayah perairan, kemiringan (slope), ketinggian �bencana geologi (geological disasters), dan kawasan zona ekologi. (Abebe & Megento, 2017) menentukan sumber daya yang cocok untuk beberapa spesies tertentu dalam perencanaan ruang hijau kota di kota Addis Ababa menggunakan AHP dengan kriteria kepadatan penduduk, jarak dari jalan raya, jarak dari sungai, dari tempat bersejarah, kebisingan, �jarak pengaruh dari taman eksisting, kemiringan lereng, jenis tanah (soil type).
Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi kawasan ruang terbuka hijau didalam pola ruang kota yang telah di susun dan ditetapkan dalam peraturan daerah Kota Subulussalam tentang RTRW dan menganalisa kawasan ruang terbuka hijau didalam pola ruang kota tersebut dalam pemenuhan kriteria yang akan disepakati melalui metode AHP dan GIS.
Penelitian serupa juga telah dilakukan terkait perancangan ruang terbuka hijau dengan metode AHP dan GIS. Beberapa peneliti seperti (Ostad-Ali-Askari et al., 2018) melakukan penelitian terkait identifikasi tumpang tindihnya area terbuka hijau di provinsi Isfahan, Iran. Selain itu, (Hamdaningsih, S. S., Fandeli, C., Baiquni, 2010) juga menganalisis kebutuhan hutan kota di Kota Mataram untuk� menjaga� kualitas� lingkungan� sekarang� dan� lima� tahun� mendatang, dan menganalisis� besarnya� kemampuan� berbagai� jenis� vegetasi� hutan� kota� dalam mengurangi akumulasi karbon di udara serta menyajikan sebaran hutan kota yang dibutuhkan yang disesuaikan dengan konsep tata ruang. M�Ikiugu et,al (2012) menganalisa dan mengidentifikasi ruang hijau perkotaan dan mengidentifikasi zona kawasan perluasannya menggunakan menggunakan metode AHP. Aji, et al (2015) dan Agus et, al (2017) juga melakukan analisis menggunakan metode AHP.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif deskriptif. Penelitian ini dilakukan dalam satu wilayah dan waktu tertentu, guna mendapatkan gambaran menyeluruh tentang daerah situasi pemanfaatan ruang terbuka hijau yaitu wilayah Kota Subulussalam.
Kriteria yang signifikan pada umumnya digunakan untuk mengembangkan kerangka metode AHP untuk mengidentifikasi lokasi terbaik. Dalam penelitian ini digunakan kriteria yaitu point of interest, slope, land use, akses jalan, demografi dan jenis tanah, untuk pemetaan rencana pola ruang terbuka hijau di Kota Subulussalam Aceh. Selanjutnya metode AHP diterapkan untuk pembobotan dan pemeringkatan berdasarkan pentingnya RTH tersebut.
Secara garis besar, tahapan dalam penelitian ini digambarkan dalam bagan alir seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 1
Bagan Alir Penelitian
1. Identifikasi dan Penilaian Bobot Tiap Kriteria
Kriteria dalam AHP untuk penentuan rencana pola ruang terbuka hijau di Kota Subulussalam ditentukan dengan metode expert judgement atau dengan disepakati oleh para ahli yang berkompeten di bidangnya serta dengan mempelajari literatur-literatur dan jurnal-jurnal ilmiah yang terkait dengan penelitian ini. Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah Point of Interest (POI), kemiringan (Slope), tata guna lahan (Land use), jalan (Roads), demografi (demographical data) dan jenis tanah (geologi).
Tahapan selanjutnya adalah penilaian bobot antar kriteria tersebut dilakukan dengan Focus group discussion yang melibatkan para pihak antara lain Expert atau para ahli dari Universitas Sumatera Utara yang berkompeten dalam melakukan analisa pengambilan keputusan, Pemerintahan sebagai pemangku kebijakan dan para Tokoh masyarakat setempat sebagai perwakilan pihak yang terdampak pada pemanfaatan RTH tersebut.
Hasil dari penilaian menggunakan kuesioner tersebut disepakati seperti yang terlihat pada gambar Gambar 2.
Gambar 1
Hasil penilaian kuisioner bobot antar kriteria
Seluruh hasil penilaian yang didapat dari kuisioner tersebut akan direkapitulasi ke dalam Tabel 1.
Tabel 1
Identifikasi Perbandingan Antar Kriteria
|
POI |
KM |
TGL |
JL |
DM |
JT |
POI |
1,00 |
2,00 |
1/2 |
1/2 |
1/4 |
1/4 |
KM |
1/2 |
1,00 |
2,00 |
1/2 |
1/5 |
1/4 |
TGL |
2,00 |
1/2 |
1,00 |
3,00 |
1/2 |
1/4 |
JL |
2,00 |
2,00 |
1/3 |
1,00 |
1,00 |
1/3 |
DM |
4,00 |
5,00 |
2,00 |
1,00 |
1,00 |
5,00 |
JT |
4,00 |
4,00 |
4,00 |
3,00 |
1/5 |
1,00 |
����������� Sumber: Hasil Analisis
2. Perhitungan Bobot Tiap Kriteria
Perhitungan nilai bobot tiap kriteria dilakukan dengan merubah nilai pada tabel identifikasi antar kriteria di atas harus ke nilai desimal agar dapat diketahui jumlahnya, seperti ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2
Nilai Desimal Identifikasi Perbandingan Antar Kriteria
|
POI |
KM |
TGL |
JL |
DM |
JT |
POI |
1,00 |
2,00 |
0,50 |
0,50 |
0,25 |
0,25 |
KM |
0,50 |
1,00 |
2,00 |
0,50 |
0,20 |
0,25 |
TGL |
2,00 |
0,50 |
1,00 |
3,00 |
0,50 |
0,25 |
JL |
2,00 |
2,00 |
0,33 |
1,00 |
1,00 |
0,33 |
DM |
4,00 |
5,00 |
2,00 |
1,00 |
1,00 |
5,00 |
JT |
4,00 |
4,00 |
4,00 |
3,00 |
0,20 |
1,00 |
Jumlah |
13,50 |
14,50 |
9,83 |
9,00 |
3,15 |
7,08 |
������� Sumber: Hasil Analisis
Tahapan selanjutnya adalah melakukan penghitungan sintesis pada setiap nilai yang tercantum pada tabel di atas Proses penghitungan akan dibagi per masing-masing kolom. Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, selanjutnya nilai yang dihasilkan direkapitulasi ke dalam Tabel 3 dan dijumlahkan untuk nilai priority vector.
Tabel 3
Rekapitulasi Perhitungan
|
POI |
KM |
TGL |
JL |
DM |
JT |
Priority Vector |
POI |
0,07 |
0,13 |
0,05 |
0,05 |
0,07 |
0,03 |
0,400 |
KM |
0,03 |
0,06 |
0,20 |
0,05 |
0,06 |
0,03 |
0,430 |
TGL |
0,14 |
0,03 |
0,10 |
0,33 |
0,15 |
0,03 |
0,830 |
JL |
0,14 |
0,13 |
0,03 |
0,11 |
0,31 |
0,04 |
0,763 |
DM |
0,29 |
0,34 |
0,20 |
0,11 |
0,31 |
0,70 |
1,950 |
JT |
0,29 |
0,27 |
0,40 |
0,33 |
0,06 |
0,14 |
1,490 |
������ Sumber: Hasil Analisis
Tahap akhir proses penghitungan nilai atau bobot tiap kriteria adalah dengan men-sintesis-kan atau membagi nilai priority vector tiap kriteria dengan nilai jumlah keseluruhannya, seperti ditunjukkan pada perhitungan di bawah ini:
1. Point of Interest (POI) = �= 0,066
2. Slope / Kemiringan (KM) = �= 0,071
3. Land Use / Tata Guna Lahan (TGL) = �= 0,138
4. Roads / Jalan (JL) = �= 0,127
5. Demographical Data / Demografi (DM) = �= 0,325
6. Jenis Tanah (JT) = �= 0,248
3. Pengujian Konsistensi Hasil AHP
Pengujian konsistensi hasil AHP ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:
1. Penghitungan nilai λmax dengan cara perkalian matriks antara bobot dengan nilai identifikasi masing-masing kriteria.
0,066����� ���������� �+�� 0,071�� ���������+�� 0,138��
0,127����� � �+�� 0,325�� ���������+�� 0,248�� ���������=��� ���
2. Hasil perkalian matriks tiap kriteria dibagi lagi dengan bobot dari kriteria tersebut
�= 6,330������������������������ �= 6,035������������������������ �= 6,601
�= 6,730������������������������ �= 6,960������������������������ �= 6,234
3. Nilai pembagian yang didapat, dijumlahkan keseluruhan dan dibagi rata-rata:
�λmax ���=��
λmax ���=� 6,48
4. Setelah diketahui nilai λmax, maka tahapan selanjutnya adalah mendapatkan nilai concistency index (CI):
�CI�� =��� ���� =���� ��� = ����������� 0,09
5. Dengan melihat dari tabel konsistensi acak / random consistency (RI) (Tabel 3,9), maka diketahui nilai RI adalah 1,24 untuk n = 6.
6. Tahapan akhir untuk mengetahui nilai consistency ratio (CR) adalah dengan perhitungan:
�CR��� =����� ��� =��� ��� =��� 0,07�� <�� 0,1
Syarat hasil perhitungan AHP dapat dinyatakan konsisten dalam menghasilkan keputusan adalah nilai� CR harus lebih kecil dari 0,1. Sehingga dapat dikatakan bahwa hasil perhitungan AHP untuk penelitian ini telah memenuhi syarat.
4. Penggabungan Skor AHP dari Seluruh Kriteria Mengunakan GIS
Proses ini adalah menyatukan semua nilai (skoring) pada tiap peta kriteria menjadi satu peta menggunakan GIS. Tahapan penggabungan skor AHP dan peta GIS dari seluruh kriteria ini adalah sebagai berikut:
1. Pada setiap peta kriteria yang telah terklasifikasi dibuat pembagian area (grid) dengan dimensi 100 m x 100 m. Area yang terbentuk sebanyak 119.608 area.
2. Setiap area yang berukuran 100 m x 100 m tersebut berisi nilai klasifikasi tiap kriteria yang akan dikalikan dengan bobot kriterianya dan dijumlahkan keseluruhan untuk mendapatkan skor gabungan, seperti contoh di bawah ini :
Tabel 4
Skor Gabungan untuk Tiap Kriteria
|
POI |
KM |
TGL |
JL |
DM |
JT |
Bobot |
0,066 |
0,071 |
0,138 |
0,127 |
0,325 |
0,248 |
Skor Klasifikasi Kriteria |
2 |
3 |
1 |
1 |
3 |
5 |
Skor Akhir |
0,132 |
0,213 |
0,138 |
0,127 |
0,975 |
1,240 |
Skor Gabungan |
|
|
2,825 |
|
|
|
��������� Sumber: Hasil Analisis
3. Setelah diketahui total skor gabungan, maka nilai tersebut menjadi parameter yang akan dimasukkan dalam peta hasil akhir AHP pada Gambar 3.
4. Penilaian akhir tersebut akan dibagi dalam 5 klasifikasi, seperti yang ditampilkan pada Tabel 5.
Tabel 5
Klasifikasi Tingkat Kebutuhan
Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau |
Skor |
Notasi warna |
Sangat rendah / very low |
0,00 � 2,00� |
��������� Hijau Tua |
Rendah /� low |
2,00 � 3,00� |
��������� Hijau Muda |
Sedang / moderate |
3,00 � 3,70 |
��������� Kuning |
Tinggi / high |
3,70 � 4,30 |
��������� Jingga |
Sangat tinggi / very high |
4,30 � 4,70 |
Merah |
������� Sumber: Hasil Analisis
Gambar 2
Peta Analisa AHP dengan Grid
Hasil dari zonasi ruang terbuka hijau seluruh area pada wilayah Kota Subulussalam, didapatkan hasil sebagai berikut:
1. Area dengan tingkat kebutuhan ruang terbuka hijau sangat rendah seluas 4.027,47 ha atau setara dengan 3,40 %.
2. Area dengan tingkat kebutuhan ruang terbuka hijau rendah seluas 15.226,11 ha atau setara dengan� 12,86 %.
3. Area dengan tingkat kebutuhan ruang terbuka hijau sedang seluas 37.962,10� ha atau setara dengan 32,06� %.
4. Area dengan tingkat kebutuhan ruang terbuka hijau tinggi seluas 52.315,18 ha atau setara dengan 44,18.%.
5. Area dengan tingkat kebutuhan ruang terbuka hijau sangat tinggi seluas� 8.873,21 ha atau dengan 7,49 %.
Zonasi zonasi ruang terbuka hijau seluruh area pada wilayah Kota Subulussalam ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 6
Skor AHP Tiap Kecamatan
No |
Kecamatan |
Keterangan |
Skor AHP |
||||
0 � 2 |
2 � 3 |
3 - 3,7 |
3,7 - 4,3 |
4,3 � 5,0 |
|||
1. |
Longkib |
Luas area (ha |
4.032,29 |
5.966,77 |
5.803,50 |
9,19 |
3,04 |
Jumlah Grid |
4.032 |
5.967 |
5.803 |
9 |
3 |
||
% dari luas kecamatnnya) |
25,50 |
37,73 |
36,70 |
0,06 |
0,02 |
||
2. |
Penanggalan |
Luas area (ha |
|
3.918,15 |
1.803,57 |
5.668,58 |
221,90 |
Jumlah Grid |
�- |
3.918 |
1.804 |
5.669 |
�222 |
||
% dari luas kecamatnnya) |
�- |
33,74 |
15,53 |
48,82 |
1,91 |
||
|
|
Luas area (ha |
1.097,54 |
12.848,50 |
7.874,21 |
181,96 |
9,03 |
Jumlah Grid |
�� 1.098 |
�� 12.848 |
7.874 |
��� 182 |
����� 9 |
||
% dari luas kecamatnnya) |
���� 4,99 |
����� 58,37 |
35,77 |
� 0,83 |
0,04 |
||
|
|
Luas area (ha |
���� 2,65 |
1.401,84 |
4.114,68 |
7.287,84 |
3.788,99 |
Jumlah Grid |
3 |
����� 1.402 |
4.115 |
7.288 |
�������� 3.789 |
||
% dari luas kecamatnnya) |
���� 0,02 |
������� 8,45 |
24,79 |
43,91 |
�������� 22,83 |
||
|
|
Luas area (ha |
3.740,74 |
28.179,92 |
18.366,04 |
2.078,53 |
4,51 |
Jumlah Grid |
�� 3.741 |
�� 28.180 |
�������� 18.366 |
2.079 |
����� 5 |
||
% dari luas kecamatnnya) |
���� 7,14 |
����� 53,81 |
35,07 |
� 3,97 |
0,01 |
5. Kesesuaian Sebaran RTH Terhadap Skoring AHP
Berdasarkan hasil analisa tingkat kebutuhan ruang terbuka hijau dari masing-masing kecamatan di atas, terlihat bahwa kecamatan simpang kiri sangat mendominasi kebutuhan ruang terbuka hijau tersebut yaitu kebutuhan tinggi (high) dengan luas 7.287,84 Ha atau sekitar 43,91% dan sangat tinggi (very high) dengan luas 3.788,99 Ha atau sekitar 22,83% dari luas total kecamatan.
Gambar 4
Peta Analisa AHP dengan Grid
Kecamatan Simpang Kiri
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4, sebaran lokasi RTH terbanyak terdapat di Kecamatan Simpang Kiri yang merupakan area pusat kota, pemukiman, dan perdagangan. Di dalam area tersebut kepadatan penduduknya cukup tinggi.
Berdasarkan beberapa Sebaran Titik Lokasi RTH yang telah di tetapkan di RTRW Kota Subulussalam terdapat 66 Lokasi RTH terdiri dari RTH Kota, RTH Pemakaman, RTH Olah Raga dan RTH Taman Jalan yang tersebar di seluruh wilayah Kota Subulussalam, dari beberapa lokasi tersebut terdapat kawasan RTH yang tidak sesuai dengan hasil Analisa Skoring AHP, yang artinya terdapat ketidaksesuaian dalam perencanaan dengan kondisi daya dukung lingkungan di lapangan, wilayah yang memiliki kriteria tidak sesuai terdapat pada kecamatan Rundeng dan Sultan Daulat.
Kesimpulan��������������������������������������������������������������
Berdasarkan hasil dan analisa yang telah dilakukan pada penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa pemetaan ruang terbuka hijau dapat dilakukan secara rasional dan konsisten berdasarkan AHP dengan mempertimbangkan 2 aspek, yaitu aspek teknis berupa slope/ kemiringan, jalan / road dan jenis tanah / geologi, kemudian juga dengan aspek sosial lingkungan berupa point of interest, land use/ tata guna lahan dan demographical data/ data kependudukan.
�Saat ini dari hasil analisa tingkat kebutuhan ruang terbuka hijau di area wilayah Kota Subulussalam, didapatkan hasil sebagai berikut: Kebutuhan ruang terbuka hijau sangat rendah 4.027,47 ha (3,40 %.), kebutuhan ruang terbuka hijau rendah 15.226,11 ha (12,86 %.), kebutuhan ruang terbuka hijau sedang 37.962,10 ha (32,06� %.), kebutuhan ruang terbuka hijau tinggi 52.315,18 ha (44,18 %.), kebutuhan ruang terbuka hijau sangat tinggi 8.873,21 ha (7,49 3,40 %.).
Simpang kiri merupakan kecamatan yang memiliki kebutuhan ruang terbuka hijau paling tinggi dari 5 kecamatan di Kota Subulussalam, Kecamatan. Hal itu dikarenakan 91,86% wilayah kecamatan simpang kiri memiliki kategori tingkat kebutuhan ruang terbuka hijau sedang hingga sangat tinggi yang berlokasi di area lapangan beringin.
Berdasarkan hasil analisis, dari 66 titik sebaran lokasi RTH di kota Subulussalam terdapat 6 titik atau 2 kecamatan yang tidak sesuai dengan analisa skoring AHP.
Abebe, M. T., & Megento, T. L. (2017). Urban green space development using GIS-based multi-criteria analysis in Addis Ababa metropolis. Applied Geomatics, 9(4), 247�261. Google Scholar
Alifia, N., Purnomo, Y. (2016). Identifikasi Letak dan Jenis Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Permukiman Perkotaan. Jurnal Arsitektur, 3(2). Google Scholar
Aji, A. S., Suprayogi, A., Wijaya, A. P. (2015). Analisis Kesesuaian Kawasan Peruntukan Pemakaman Umum Baru Berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) (Studi Kasus : Kecamatan Tembalang, Kota Semarang). Jurnal Geodesi Undip Vol. 4, no. 4, pp. 99-107, Nov. 2015. Google Scholar
Agus, F., Azhari, M., Armanda, A., Silalahi, W. (2017). Studi Pendahuluan Perancangan Web SIG Pendukung Keputusan Untuk Penentuan Lokasi Hutan Kota Balikpapan. Jurnal Informatika Mulawarman Vol. 12, No. 2, September 2017. Google Scholar
Hamdaningsih, S. S., Fandeli, C., Baiquni, M. (2010). Studi Kebutuhan Hutan Kota Berdasarkan Kemampuan Vegetasi Dalam Penyerapan Karbon Di Kota Mataram. Majalah Geografi Indonesia. Google Scholar
Hendriani, A. S. (2016). Ruang Terbuka Hijau Sebagai Infrastruktur Hijau Kota pada Ruang Publik Kota (Studi Kasus: Alun-Alun Wonosobo). Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ, 3(2). Google Scholar
Manlun, Y. (2003). Suitability Analysis of Urban Green Space System Based on GIS. Google Scholar
M'Ikiugu, M. M., Kinoshita, I., Tashiro, Y. (2012). Urban Green Space Analysis and Identification of its Potential Expansion Areas. SciVerse ScienceDirect. Asia Pacific International Conference on Environment-Behaviour Studies, Salamis Bay Conti Resort Hotel, Famagusta, North Cyprus, 7-9 December 2011. Google Scholar
Ostad-Ali-Askari, K., Dorvashi, M., & Ghasemi, Z. (2018). Localization of City Park Using AHP in GIS, Case Study: District 8 Area of Isfahan, Isfahan Province, Iran. Arch Ind Biotechnol. 2018; 2 (1): 1-3 2 Arch Ind Biotechnol 2018 Volume 2 Issue, 1. Google Scholar
Pokhrel, S. (2019). Green space suitability evaluation for urban resilience: an analysis of Kathmandu Metropolitan city, Nepal. Environmental Research Communications, 1(10), 105003. Google Scholar
Ruang, D. J. P. (2008). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor: 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. Google Scholar
Saputra, N. A. (2019). Pemetaan Zona Rawan Banjir Rob di Wilayah Medan Utara dengan AHP dan GIS. Tesis Pasca Sarjana Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Google Scholar
Copyright holder: Skar Fharaby, Ahmad Perwira Mulia, Anthoni Veery Mardianta (2022) |
First publication right: |
This article is licensed under:
|