Jurnal Syntax Admiration |
Vol. 3, No. 1 Januari 2022 |
p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356 |
Sosial Teknik |
ANALISA AREA GENANGAN BANJIR SUNGAI BABURA BERBASIS HEC - RAS DAN GIS
Muhammad Anshari Matondang, Ahmad Perwira Mulia, Muhammad Faisal
Universitas Sumatera Utara, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
INFO ARTIKEL |
ABSTRAK |
Diterima 25 Desember 2021 Direvisi 05 Januari 2022 Disetujui 15 Januari 2022 |
Banjir merupakan kejadian bencana alam yang sering terjadi di Indonesia khususnya Kota Medan. Peta kawasan rentan bencana alam khususnya genangan banjir diperlukan untuk mitigasi bencana banjir. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan peta genangan banjir Sungai Babura yang melintasi kawasan Kota Medan akibat meluapnya Sungai Babura. Data pengukuran cross section lapangan, topografi Light Detection and Ranging (LiDAR), topografi Digital Elevation Model (DEMNAS) digunakan untuk mengetahui perbedaan elevasi menggunakan software Global Mapper, dan pemodelan peta genangan banjir mengintegrasikan software Hydrologic Engineering Centre-River Analysis System (HECRAS) dengan software QGIS. Metode Log Person III memenuhi syarat agihan distribusi frekuensi curah hujan, uji chi-kuadrat, dan uji smirnov-olmogorof. Metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu digunakan untuk menghitung debit kala ulang 1, 2, 5, 10, 20, 25, 50, dan 100 tahun. Dari hasil analisis genangan banjir menggunakan data topografi LiDAR diketahui bahwa 19 kelurahan yaitu Anggrung, Beringin, Darat, Gedung Johor, Jati, Kesawan, Kwala Bekala, Mangga, Merdeka, Padang Bulan, Pangkalan Mansyur, Pasar Merah Barat, Petisah Hulu, Petisah Tengah, Polonia, Sarirejo, Sikambing D, Simalingkar B, dan Titi Rantai. Nilai RMSE (Root Mean Square Error) cross section lapangan terhadap data topografi LiDAR, data topografi DEMNAS, dan cross section data topografi LiDAR terhadap data topografi DEMNAS adalah 2,73; 4,74; 3,40; serta nilai RMSE area genangan data topografi LiDAR terhadap data topografi DEMNAS sebesar 0,1052; 0,1176; 0,1208; 0,1250; 0,1252; 0,1253; 0,1253; 0,1210; untuk debit kala ulang 1, 2, 5, 10, 20, 25, 50, dan 100 tahun.
ABSTRACT������������������������� Floods are natural disasters that often occur in Indonesia, especially the city of Medan. Maps of areas prone to natural disasters, especially flood inundation, are needed for flood disaster mitigation. This study aims to produce a map of the Babura River flood inundation that crosses the Medan City area due to the overflow of the Babura River. Field cross section measurement data, Light Detection and Ranging (LiDAR) topography, Digital Elevation Model (DEMNAS) topography were used to determine elevation differences using Global Mapper software, and flood inundation map modeling integrating the Hydrologic Engineering Center-River Analysis System (HECRAS) software with QGIS software. The Log Person III method fulfills the requirements for distribution of rainfall frequency distribution, the chi-square test, and the Smirnov-Olmogorof test. The Nakayasu Synthetic Unit Hydrograph method was used to calculate the discharge at 1, 2, 5, 10, 20, 25, 50, and 100 years. From the results of flood inundation analysis using LiDAR topographic data, it is known that 19 urban villages in Medan City have the potential to be flooded, namely Anggrung, Beringin, Darat, Gedung Johor, Jati, Kesawan, Kwala Bekala, Mangga, Merdeka, Padang Bulan, Pangkalan Mansyur, Pasar Merah Barat, Petisah Hulu, Petisah Tengah, Polonia, Sarirejo, Sikambing D, Simalingkar B, dan Titi Rantai.. The value of RMSE (Root Mean Square Error) cross section field to topographic LiDAR data, topographical data DEMNAS, and cross section data LiDAR topography to DEMNAS topographic data is 2.73; 4.74; 3.40; and the RMSE value of the inundation area of the LiDAR topographic data to the topographical data of DEMNAS of� 0,1052; 0,1176; 0,1208; 0,1250; 0,1252; 0,1253; 0,1253; 0,1210;� for 1, 2, 5, 10, 20, 25, 50, and 100 year return discharges. |
Kata Kunci: banjir; mitigasi; hecras; qgis; rmse
Keywords: flood; mitigation; hecras; qgis; rmse |
Pendahuluan
Di Indonesia telah terjadi 385 kejadian banjir yang mengakibatkan kerugian sebesar Rp. 1646258337,- termasuk 1047 orang luka-luka, 2853 unit rumah rusak berat, 1159 rumah rusak ringan, 7288 rumah rusak ringan, 111443 rumah terendam banjir, 37 unit sarana kesehatan rusak, 211 unit sarana ibadah rusak, dan 257 unit sarana pendidikan rusak (BNPB, 2019).
Kondisi iklim telah menyebabkan terjadinya fenomena hidrologi yang ekstrim seperti banjir yang menimbulkan kerugian material dan dampak yang signifikan terhadap lingkungan (Buta et al., 2017). Curah hujan intensitas tinggi untuk periode waktu yang lebih singkat menghasilkan limpasan puncak yang tinggi dari daerah tangkapan perkotaan untuk lebih banyak lahan, dan pembangunan infrastruktur yang tidak terkendali, penggunaan lahan alami, tutupan lahan, dan jalur aliran telah mengakibatkan banjir (Rangari et al., 2019).
Kota Medan sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia tidak lepas dari masalah banjir. Banjir yang terjadi di Kota Medan dapat disebabkan oleh perubahan tata guna lahan di daerah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS), kesalahan dalam pelaksanaan rencana tata ruang kota Medan, serta iklim ekstrim yang terjadi akhir-akhir ini (Stevens & Hanschka, 2014).
DAS Babura merupakan bagian dari DAS Deli. Secara administratif, DAS Babura meliputi Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan dengan luas 4.921,88 Ha. Sungai utama yang mengalir di DAS Babura adalah Sungai Babura yang merupakan cabang dari sungai Deli. Kondisi hidrologi sebagian Kota Medan sangat dipengaruhi oleh DAS Babura dimana sebagian wilayah Kota Medan termasuk dalam sistem DAS (Hanie et al., 2017). Sebagian Kota Medan merupakan bagian hilir dari DAS Babura yang umumnya digunakan sebagai daerah aliran sungai sehingga potensi sumber daya air sangat bergantung pada daerah hulunya (Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang). Daerah hulu merupakan fungsi utama sebagai daerah resapan air (recharge area) sehingga kondisi fisik daerah hulu sangat mempengaruhi luapan air yang akan diterima di daerah hilir yaitu Kota Medan (Astuti et al., 2017).
Secara historis, upaya pengurangan bahaya banjir telah dilakukan dengan membangun bendungan dan tanggul atau dengan merancang struktur anti banjir, namun cara ini dianggap kurang memadai dalam pengendalian banjir (Stevens & Hanschka, 2014). Bahaya dan kerugian banjir dapat dicegah dan diminimalisir dengan memberikan informasi yang akurat kepada masyarakat tentang risiko banjir melalui peta risiko banjir (Demir & Kisi, 2016). Peta risiko banjir juga digunakan sebagai dasar bagi perencana kota dan pemerintah untuk membatasi penggunaan lahan untuk tujuan mitigasi banjir.
Selain itu, Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2006 tentang Pedoman Umum Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa salah satu hal penting dalam mitigasi bencana adalah tersedianya informasi dan peta daerah rawan bencana untuk setiap jenis bencana. Menurut penelitian sebelumnya, Sistem Informasi Geografis (SIG) telah berhasil digunakan dalam memvisualisasikan daerah genangan banjir dan menganalisis dataran banjir untuk menghasilkan peta estimasi kerusakan banjir dan peta risiko banjir.
GIS harus digunakan bersama dengan model hidrolika untuk memperkirakan profil banjir dengan periode ulang tertentu (Demir & Kisi, 2016). Salah satu model hidrolika yang paling populer adalah Hydrologic Engineering Centers River Analysis System (HEC-RAS) yang dikembangkan oleh Korps Insinyur Angkatan Darat Amerika Serikat (USACE). HEC-RAS merupakan software gratis dengan tampilan grafis yang dapat memudahkan pengguna dalam studi banjir (Quirogaa et al., 2016).
(Heimhuber et al., 2015) menggunakan GIS dan HEC - RAS untuk menentukan daerah berisiko banjir di wilayah Onaville, Haiti. (Demir & Kisi, 2016) memetakan daerah rawan banjir menggunakan GIS dan HEC - RAS dengan pengembalian banjir 10, 25, 50, 100, dan 1000 tahun di Sungai Mert, Turki. (Ismail et al., 2020) menambahkan dem resolusi tinggi menggunakan arcgis untuk mengidentifikasi daerah rawan banjir, membuat model akumulasi aliran menggunakan dem dan dem yang diklasifikasikan menjadi zona risiko tinggi, risiko menengah dan zona risiko rendah. (Shimokawaa S et al., 2016) melakukan tumpang tindih peta pencegahan bencana dengan peta daerah aliran sungai ke dalam gis untuk menentukan lokasi evakuasi. (Thol et al., 2016) menggunakan model hec - ras untuk memprediksi tinggi muka air banjir pada suatu daerah aliran sungai di kamboja dan mengintegrasikan dengan arcgis untuk pemetaan banjir. (Degh ABM et al., 2016) menunjukkan kemampuan model HEC-HMS dan HEC-RAS dalam mensimulasikan perilaku cekungan hidrologi dan hidrolik di Karaj. (Silva FV et al., 2014) menggunakan hec-ras dan gis memetakan banjir dengan periode ulang pendek, beberapa daerah sangat rentan terhadap banjir. (Sole et al., 2007) menentukan risiko genangan menggunakan perangkat lunak HEC -RAS, Mike 11, dan GIS di sepanjang sungai utama di wilayah Basilicata.
Sebagai salah satu langkah dalam mitigasi banjir, SIG dapat diterapkan untuk memetakan daerah rawan banjir dan memperkirakan kerugian akibat banjir di Sub DAS Babura, seperti yang telah dilakukan pada penelitian-penelitian di atas. Pada penelitian ini dilakukan Analisa Area Genangan Banjir Das Babura Berbasis HEC -RAS dan GIS.
Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini berada di Sungai Babura yang merupakan salah satu anak Sungai Deli yang melintasi Kota Medan dengan luas DAS 98 Km2. Gambar 1 menunjukkan Daerah Aliran Sungai Babura terletak pada koordinat 3�25'12.48" - 3�35'27.84" Lintang Utara dan 98� 32'37.12" - 98�40'20.18" Bujur Timur. Adapun batas DAS Sungai Babura adalah Sebelah Utara: Kota Medan, Selat Malaka, Sebelah Timur: Kota Medan, Sebelah Selatan: Kabupaten Deli Serdang, dan Sebelah Barat: Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan.
Gambar 1
Daerah Aliran Sungai Babura
2. Data dan Alat Penelitian
Data untuk melakukan penelitian ini digunakan data primer dan data sekunder dari beberapa instansi sebagai berikut:
1. Data curah hujan bulanan maksimum tahun 2010 � 2019 diperoleh dari Stasiun Klimatologi Sampali Deli Serdang.
2. Peta digital Sungai Babura dari website https://tanahair.indonesia.go.id/
3. Peta digital tata guna lahan DAS Babura diperoleh dari BPDAS Sei Wampu Ular.
4. Peta digital batas administrasi kelurahan Kota Medan diperoleh dari website http://geoportal.pemkomedan.go.id/.
5. Data pengukuran profil memanjang dan melintang sungai (Cross Section) serta data elevasi diperoleh dari Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera-II (BWSS-II).
6. Data topografi berupa Digital Elevation Model (DEM) Nasional dari website https://tanahair.indonesia.go.id/demnas/
7. Data topografi berupa Light Distance And Ranging (LiDAR) dari konsultan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Medan
Gambar 2 menunjukkan diagram alir penilitian untuk menganalisa data primer dan data sekunder digunakan perangkat keras (hardware) berupa Laptop, Printer, dan Alat Tulis serta perangkat lunak (software) berupa Microsoft Office Excel, QGIS, Autocad, HECRAS, Google Earth, dan Global Mapper untuk melakukan input data sehingga menghasilkan output yang diinginkan.
Gambar 2
Diagram Alir Penelitian
3. Analisis Curah Hujan Regional
Analisis curah hujan regional menggunakan metode Polygon Thiessen, dikarenakan lokasi penelitian berada pada daerah yang tidak seragam yakni bagian hulu memiliki topografi berbukit dan semakin ke hilir memiliki topografi dataran akan memberikan hasil yang lebih akurat. Data yang digunakan adalah data curah hujan bulanan maksimum dari tiga stasiun pengamatan curah hujan yaitu Stasiun Biru-biru, Balai Meteorologi, Stasiun Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah I Medan, Stasiun Tuntungan. Gambar 3 menunjukkan lokasi ketiga Stasiun pada DAS Babura dapat dilihat sebagai berikut.
Gambar 3
Lokasi Pos Curah Hujan
4. Analisis Frekuensi Curah Hujan Berkala
Frekuensi curah hujan berkala dianalisis dengan metode distribusi curah hujan yang terpilih dengan syarat pemilihan distribusi curah hujan (Gunawan, 2017). Curah hujan dianalisis dengan kala ulang 1, 2, 5, 10, 20, 25, 50, dan 100 tahun dengan metode distribusi hujan yang terpilih.
5. Uji Kesesuaian Distribusi
Hasil analisis curah hujan kala ulang 1, 2, 5, 10, 20, 25, 50, dan 100 tahun dengan metode distribusi hujan yang terpilih dilakukan pengujian chi square dan smirnov kolgomorov (Zevri, 2014).
6. Perkiraan Debit Banjir Kala Ulang dengan Metode Hidrograf Nakayashu
Hasil analisis curah hujan kala ulang 1, 2, 5, 10, 20, 25, 50, dan 100 tahun dengan metode distribusi hujan yang terpilih dilakukan perhitungan debit banjir kala ulang 1, 2, 5, 10, 20, 25, 50, dan 100 tahun dengan metode Hidrograf Nakayashu (Sutapa, 2005).
7. Analisis Area Genangan Banjir dengan HECRAS
Analisis area genangan banjir akibat debit banjir kala ulang 1, 2, 5, 10, 20, 25, 50, dan 100 tahun dengan metode Hidrograf Nakayashu dilakukan simulasi pada software HECRAS. Beberapa tahapan untuk menganalisis area genangan banjir yaitu input data topografi, membuat alur sungai, generate cross section sungai, input debit banjir kala ulang, input kondisi batas aliran sungai, running pemodelan dan menyimpan file pemodelan (Tate et al., 2002).
8. Analisis Area Genangan Kelurahan dengan QGIS
Analisis area genangan kelurahan akibat debit banjir kala ulang 1, 2, 5, 10, 20, 25, 50, dan 100 tahun dari hasil simulasi pada software HECRAS dilakukan analisis spasial area genangan kelurahan pada software QGIS. Beberapa tahapan untuk menganalisis area genangan kelurahan yaitu eksport peta genangan pada fitur Ras Mapper, import peta genangan ke software QGIS, import peta digital administrasi kelurahan Kota Medan, overlay dan clip peta genangan dengan peta digital kelurahan, menghitung luasan kelurahan yang tergenang pada software QGIS.
9. Ekstraksi Elevasi Pengukuran Cross Section, DEMNAS, dan LiDAR
Ekstraksi elevasi pengukuran cross section, DEMNAS, dan LiDAR dilakukan meggunakan software Global Mapper. Beberapa tahapan untuk mengekstraksi elevasi yaitu import file topografi pengukuran cross section, DEMNAS, dan LiDAR ke Global Mapper, mengatur proyeksi Global Mapper sesuai area pengukuran, memilih semua koordinat titik yang akan diekstraksi elevasi, menerapkan elevasi data topografi DEMNAS dan LiDAR terhadap koordinat titik pengukuran cross section.
10. Menghitung Nilai RMSE Area Genangan dan Elevasi
Perhitungan nilai RMSE area genangan dan elevasi hasil HECRAS dan Global Mapper dilakukan menggunakan Microsoft Excel. Beberapa tahapan untuk menghitung nilai RMSE yaitu input area genangan juga elevasi DEMNAS dan LiDAR pada kolom Excel, menghitung selisih dan selisih kuadrat area genangan juga elevasi DEMNAS dan LiDAR, menjumlahkan hasil selisih dan selisih kuadrat area genangan juga elevasi DEMNAS dan LiDAR, menghitung akar kuadrat dari pembagian hasil penjumlahan selisih dan selisih kuadrat area genangan juga elevasi DEMNAS dan LiDAR terhadap banyak data.
1. Data Curah Hujan
Untuk memperoleh hasil yang memiliki akurasi tinggi, diperlukan ketersediaan data yang memadai dari segi kualitas dan kuantitas. Data curah hujan menggunakan data selama 10 tahun dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2019. Dalam penelitian ini, data curah hujan diperoleh dari stasiun BBMKG Sampali, Tuntungan, dan Biru-biru. Data curah hujan maksimum bulanan dan harian untuk setiap stasiun ditunjukkan pada Tabel 1 sampai dengan Tabel 3.
Tabel 1
Data Curah Hujan Bulanan Maksimum (mm)
Stasiun BBMKG
Tahun |
Jan |
Feb |
Mar |
Apr |
Mei |
Jun |
Jul |
Agt |
Sept |
Okt |
Nov |
Des |
Maks |
2010 |
71 |
48 |
401 |
24 |
20 |
47 |
69 |
48 |
40 |
41 |
66 |
80 |
401 |
2011 |
78 |
35 |
64 |
64 |
39 |
40 |
54 |
98 |
59 |
58 |
63 |
60 |
98 |
2012 |
40 |
50 |
42 |
57 |
83 |
65 |
65 |
46 |
60 |
75 |
60 |
33 |
83 |
2013 |
29 |
66 |
53 |
63 |
27 |
39 |
58 |
33 |
32 |
70 |
21 |
111 |
111 |
2014 |
20 |
22 |
35 |
31 |
46 |
49 |
34 |
91 |
66 |
41 |
57 |
165 |
165 |
2015 |
42 |
46 |
10 |
12 |
39 |
11 |
86 |
50 |
52 |
76 |
90 |
43 |
90 |
2016 |
23 |
71 |
9 |
9 |
40 |
41 |
49 |
54 |
84 |
47 |
57 |
34 |
84 |
2017 |
37 |
6 |
40 |
44 |
22 |
64 |
32 |
82 |
34 |
84 |
65 |
135 |
135 |
2018 |
29 |
40 |
18 |
68 |
35 |
42 |
62 |
33 |
56 |
147 |
76 |
106 |
147 |
2019 |
27 |
20 |
9 |
46 |
159 |
21 |
31 |
65 |
102 |
70 |
50 |
54 |
159 |
Tabel 2
Data Curah Hujan Bulanan Maksimum (mm)
Stasiun Tuntungan
Jan |
Feb |
Mar |
Apr |
Mei |
Jun |
Jul |
Agt |
Sept |
Okt |
Nov |
Des |
Maks |
|
2010 |
78 |
15 |
106,3 |
25 |
29,5 |
48,5 |
31,6 |
64,5 |
64,6 |
50 |
93,9 |
57 |
106,3 |
2011 |
99 |
16 |
175 |
27 |
64,`5 |
80 |
36 |
75 |
78 |
72 |
58,2 |
57,5 |
175 |
2012 |
25 |
26 |
57 |
66 |
51 |
19 |
104 |
64 |
55 |
47 |
46 |
93 |
104 |
2013 |
69 |
79 |
42,5 |
54 |
100 |
66,6 |
50 |
90 |
80,2 |
140 |
38 |
90 |
140 |
2014 |
22 |
35 |
51 |
71 |
62 |
47 |
56 |
105 |
59 |
89 |
65 |
33 |
105 |
2015 |
87 |
23 |
36 |
14 |
162 |
32 |
40 |
65 |
108 |
147 |
109 |
169 |
169 |
2016 |
63 |
127 |
19 |
26 |
82 |
42 |
29 |
35 |
136 |
115 |
48 |
66 |
136 |
2017 |
39 |
23 |
37 |
55 |
123 |
70 |
48 |
50 |
141 |
72 |
88 |
65 |
141 |
2018 |
67 |
4 |
123 |
47 |
30 |
72 |
68 |
23 |
83 |
82 |
63 |
79 |
123 |
2019 |
63 |
59 |
43 |
39 |
100 |
98 |
72 |
70 |
79 |
76 |
76 |
146 |
146 |
Tabel 3
Data Curah Hujan Bulanan Maksimum (mm)
Stasiun Biru-Biru
Jan |
Feb |
Mar |
Apr |
Mei |
Jun |
Jul |
Agt |
Sept |
Okt |
Nov |
Des |
Maks |
|
2010 |
100 |
17 |
64 |
48 |
73 |
24 |
75 |
29 |
62 |
54 |
29 |
29 |
100 |
2011 |
73 |
26 |
62 |
82 |
83 |
62 |
17 |
41 |
51 |
62 |
65 |
63 |
83 |
2012 |
0 |
42 |
43 |
50 |
74 |
35 |
111 |
106 |
61 |
47 |
53 |
42 |
111 |
2013 |
108 |
46 |
53 |
42 |
35 |
50 |
44 |
65 |
104 |
80 |
25 |
72 |
108 |
2014 |
30 |
24 |
62 |
65 |
55 |
55 |
25 |
72 |
39 |
143 |
21 |
43 |
143 |
2015 |
78 |
52 |
36 |
48 |
122 |
29 |
27 |
31 |
41 |
39 |
75 |
98 |
122 |
2016 |
41 |
82 |
23 |
15 |
82 |
47 |
53 |
87 |
63 |
62 |
60 |
56 |
87 |
2017 |
119 |
37 |
51 |
50 |
71 |
57 |
61 |
71 |
93 |
75 |
71,5 |
66 |
119 |
2018 |
67 |
40 |
19 |
34 |
62 |
65 |
54 |
55 |
123 |
88 |
83 |
76 |
123 |
2019 |
27 |
12 |
14 |
39 |
65 |
73 |
46 |
59 |
62 |
66 |
60 |
55 |
73 |
2. Analisis Curah Hujan Regional
Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui curah hujan rata-rata yang terjadi di daerah tangkapan air. Penentuan daerah pengaruh stasiun hujan dipilih menggunakan Metode Poligon Thiessen karena kondisi topografi dan jumlah stasiun memenuhi syarat. Setiap stasiun curah hujan dihubungkan untuk mendapatkan luas pengaruh masing-masing stasiun. Dimana setiap stasiun memiliki luas pengaruh yang dibentuk dengan garis sumbu yang tegak lurus dengan garis penghubung antara kedua stasiun tersebut. Luas pengaruh stasiun hujan pada DAS Babura ditunjukkan pada Tabel 4 dan Gambar 4.
Tabel 4
Luas Pengaruh Stasiun Hujan dan
Koefisien Thiessen DAS Babura
Luas DAS (km2) |
Luas Pengaruh Hujan (km2) |
|||
Stasiun Sampali |
Stasiun Tuntungan |
Stasiun Biru-Biru |
||
DAS Babura |
98,46 |
14,68 |
31,29 |
52,49 |
Sub DAS Babura Bekala |
45,11 |
0,00 |
29,47 |
15,65 |
Luas DAS (km2) |
Koefisien Thiessen |
|||
Stasiun Sampali |
Stasiun Tuntungan |
Stasiun Biru-Biru |
||
DAS Babura |
98,46 |
0,15 |
0,32 |
0,53 |
Sub DAS Babura Bekala |
45,11 |
0,00 |
0,65 |
0,35 |
Gambar 4
Polygon Thiessen DAS Babura
3. Perhitungan Parameter Statistik
Perhitungan parameter statistik ini bertujuan untuk memilih jenis distribusi hujan yang akan dianalisis dengan syarat nilai koefisien kemencengan (Cs) dan nilai koefisien kurtosis (Ck) memenuhi syarat uji. Tabel 5 dan Tabel 6 adalah perhitungan nilai koefisien kemencengan (Cs) dan nilai koefisien kurtosis (Ck) untuk DAS Babura dan Sub DAS Babura Bekala yang dihitung menggunakan Microsoft Excel.
Tabel 5
Perhitungan Nilai Koefisien Kemencengan (Cs)
dan Nilai Koefisien Kurtosis (Ck) DAS Babura
No |
Tahun |
Curah Hujan (mm) Xi |
(Xi-Xa) |
(Xi-Xa)2 |
(Xi-Xa)3 |
(Xi-Xa)4 |
1 |
2010 |
145,83 |
24,12 |
581,54 |
14024,06 |
338193,46 |
2 |
2011 |
114,93 |
-6,78 |
45,95 |
-311,44 |
2111,05 |
3 |
2012 |
104,66 |
-17,05 |
290,71 |
-4956,74 |
84514,01 |
4 |
2013 |
118,79 |
-2,93 |
8,57 |
-25,10 |
73,49 |
5 |
2014 |
133,91 |
12,20 |
148,81 |
1815,25 |
22143,67 |
6 |
2015 |
132,54 |
10,83 |
117,31 |
1270,62 |
13762,23 |
7 |
2016 |
102,41 |
-19,30 |
372,61 |
-7192,49 |
138837,14 |
8 |
2017 |
128,44 |
6,73 |
45,29 |
304,75 |
2050,80 |
9 |
2018 |
126,49 |
4,78 |
22,84 |
109,12 |
521,46 |
10 |
2019 |
109,12 |
-12,59 |
158,60 |
-1997,27 |
25152,57 |
Jumlah |
1217,13 |
|
1792,22 |
3040,77 |
627359,87 |
|
Rata-rata (Xa) |
121,71 |
|
|
|
|
No |
Uraian Parameter |
Nilai |
1 |
Hujan rata-rata |
121,71 |
2 |
Maksimum |
145,83 |
3 |
Minimum |
102,41 |
4 |
Standar Deviasi |
14,11 |
5 |
Kef, Asimetri (Cs) |
0,15 |
6 |
Koef, Kurtosi (Ck) |
2,20 |
7 |
Koef, Variasi (Cv) |
0,12 |
Tabel 6
Perhitungan Nilai Koefisien Kemencengan (Cs)
dan Nilai Koefisien Kurtosis (Ck) Sub Das Babura Bekala
No |
Tahun |
Curah Hujan (mm) Xi |
(Xi-Xa) |
(Xi-Xa)2 |
(Xi-Xa)3 |
(Xi-Xa)4 |
1 |
2010 |
104,10 |
-20,76 |
431,16 |
-8952,91 |
185902,79 |
2 |
2011 |
142,80 |
17,94 |
321,86 |
5774,36 |
103594,85 |
3 |
2012 |
106,45 |
-18,41 |
338,91 |
-6239,16 |
114859,78 |
4 |
2013 |
128,80 |
3,94 |
15,53 |
61,19 |
241,10 |
5 |
2014 |
118,30 |
-6,56 |
43,03 |
-282,24 |
1851,33 |
6 |
2015 |
152,55 |
27,69 |
766,76 |
21232,07 |
587926,71 |
7 |
2016 |
118,85 |
-6,01 |
36,11 |
-217,03 |
1304,23 |
8 |
2017 |
133,30 |
8,44 |
71,24 |
601,32 |
5075,43 |
9 |
2018 |
123,00 |
-1,86 |
3,46 |
-6,43 |
11,96 |
10 |
2019 |
120,45 |
-4,41 |
19,44 |
-85,74 |
378,06 |
Jumlah |
1248,60 |
|
2047,51 |
11885,43 |
1001146,23 |
|
Rata-rata (Xa) |
124,86 |
|
|
|
|
|
No |
Uraian Parameter |
Nilai |
|
|||
1 |
Hujan rata-rata |
124,86 |
|
|||
2 |
Maksimum |
152,55 |
|
|||
3 |
Minimum |
104,10 |
|
|||
4 |
Standar Deviasi |
15,08 |
|
|||
5 |
Kef, Asimetri (Cs) |
0,48 |
|
|||
6 |
Koef, Kurtosi (Ck) |
2,69 |
|
|||
7 |
Koef, Variasi (Cv) |
0,12 |
|
Selanjutnya nilai koefisien kemencengan (Cs) dan nilai koefisien kurtosis (Ck) untuk DAS Babura dan Sub DAS Babura Bekala ditabulasikan seperti pada Tabel 7 untuk pemilihan distribusi, sehingga terpilih distribusi Log Person III.
Tabel 7
Pemilihan Jenis Distribusi
Nama DAS |
Hasil Perhitungan |
Distribusi Normal |
Distribusi Gumbel |
Distribusi Log Normal |
||||
Nilai Cs |
Nilai Ck |
Cek Cs |
Cek Ck |
Cek Cs |
Cek Ck |
Cek Cs |
Cek Ck |
|
DAS Babura |
0,15 |
2,20 |
Tidak Memenuhi |
Tidak Memenuhi |
Tidak Memenuhi |
Tidak Memenuhi |
Tidak Memenuhi |
Tidak Memenuhi |
Sub DAS Babura Bekala |
0,48 |
2,69 |
Tidak Memenuhi |
Tidak Memenuhi |
Tidak Memenuhi |
Tidak Memenuhi |
Tidak Memenuhi |
Tidak Memenuhi |
4. Perhitungan Curah Hujan Rancangan Metode Log Person III
Perhitungan metode distribusi curah hujan log person III untuk DAS Babura dan Sub DAS Babura Bekala dihitung dengan menggunakan persamaan distribusi log person III dengan menggunakan Microsoft Excel dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9 sebagai berikut.
Tabel 8
Distribusi Curah Hujan Log Person III
DAS Babura
No, |
Tahun |
Curah Hujan (mm) Xi |
|
|
(Log Xi-Log XT)2 |
(LogXi-log Xr)3 |
||||||
1 |
2010 |
145,83 |
2,1638 |
2,0827 |
0,0066 |
0,0005 |
||||||
2 |
2011 |
114,93 |
2,0605 |
0,0005 |
0,0000 |
|||||||
3 |
2012 |
104,66 |
2,0198 |
0,0040 |
-0,0002 |
|||||||
4 |
2013 |
118,79 |
2,0748 |
0,0001 |
0,0000 |
|||||||
5 |
2014 |
133,91 |
2,1268 |
0,0019 |
0,0001 |
|||||||
6 |
2015 |
132,54 |
2,1224 |
0,0016 |
0,0001 |
|||||||
7 |
2016 |
102,41 |
2,0103 |
0,0052 |
-0,0004 |
|||||||
8 |
2017 |
128,44 |
2,1087 |
0,0007 |
0,0000 |
|||||||
9 |
2018 |
126,49 |
2,1021 |
0,0004 |
0,0000 |
|||||||
10 |
2019 |
109,12 |
2,0379 |
0,0020 |
-0,0001 |
|||||||
Jumlah |
1217,13 |
20,8270 |
0,0229 |
0,0000 |
||||||||
S = |
0,0504564 |
|||||||||||
Cs= |
-0,023945 |
|||||||||||
|
T |
Kt |
Log XT = Log XT+K,Si |
Besarnya curah hujan rencana, Xt |
|
|||||||
|
1 |
-2,3437 |
1,9644 |
92,14 |
|
|||||||
|
2 |
0,0041 |
2,0829 |
121,03 |
|
|||||||
|
5 |
0,8430 |
2,1252 |
133,42 |
|
|||||||
|
10 |
1,2791 |
2,1472 |
140,36 |
|
|||||||
|
20 |
1,5883 |
2,1628 |
145,49 |
|
|||||||
|
25 |
1,7426 |
2,1706 |
148,13 |
|
|||||||
|
50 |
2,0411 |
2,1857 |
153,35 |
|
|||||||
|
100 |
2,3083 |
2,1992 |
158,19 |
|
|||||||
Tabel 9
Distribusi Curah Hujan Log Person III
Sub DAS Babura Bekala
No, |
Tahun |
Curah Hujan (mm) Xi |
|
|
(Log Xi-Log XT)2 |
(LogXi-log Xr)3 |
||
1 |
2010 |
104,10 |
2,0174 |
2,0936 |
0,0058 |
-0,0004 |
||
2 |
2011 |
142,80 |
2,1547 |
0,0037 |
0,0002 |
|||
3 |
2012 |
106,45 |
2,0271 |
0,0044 |
-0,0003 |
|||
4 |
2013 |
128,80 |
2,1099 |
0,0003 |
0,0000 |
|||
5 |
2014 |
118,30 |
2,0730 |
0,0004 |
0,0000 |
|||
6 |
2015 |
152,55 |
2,1834 |
0,0081 |
0,0007 |
|||
7 |
2016 |
118,85 |
2,0750 |
0,0003 |
0,0000 |
|||
8 |
2017 |
133,30 |
2,1248 |
0,0010 |
0,0000 |
|||
9 |
2018 |
123,00 |
2,0899 |
0,0000 |
0,0000 |
|||
10 |
2019 |
120,45 |
2,0808 |
0,0002 |
0,0000 |
|||
Jumlah |
1248,60 |
20,9362 |
0,0242 |
0,0002 |
||||
S = |
0,051866 |
|||||||
Cs= |
0,2327076 |
|||||||
t |
Kt |
Log XT = Log XT+K,Si |
Besarnya curah hujan rencana, Xt |
|
||||
1 |
-2,1511 |
1,9820 |
95,95 |
|
||||
2 |
-0,0384 |
2,0916 |
123,49 |
|
||||
5 |
0,8277 |
2,1365 |
136,94 |
|
||||
10 |
1,3036 |
2,1612 |
144,95 |
|
||||
20 |
1,6535 |
2,1794 |
151,14 |
|
||||
25 |
1,8281 |
2,1884 |
154,32 |
|
||||
50 |
2,1757 |
2,2065 |
160,86 |
|
||||
100 |
2,4954 |
2,2230 |
167,13 |
|
||||
5. Analisis Debit Banjir Rancangan
Estimasi debit banjir yang dirancang untuk berbagai kala ulang dihitung menggunakan Metode Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu (HSS). Penggunaan metode ini membutuhkan beberapa karakteristik parameter luas aliran, koefisien limpasan, distribusi curah hujan, selang waktu dari awal hujan ke puncak hidrograf, tenggang waktu dari pusat gravitasi hujan ke pusat gravitasi hidrograf, tenggang waktu hidrograf, luas DAS, panjang saluran sungai utama terpanjang.
1) Perhitungan Koefisien Limpasan
Tutupan Lahan DAS Babura dan Sub DAS Babura Bekala dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6, serta perhitungan koefisien limpasan DAS Babura dan Sub DAS Babura Bekala menggunakan Microsoft Excel dapat dilihat pada Tabel 10 dan Tabel 11 sebagai berikut.
Gambar 5
Tutupan Lahan DAS Babura
Gambar 6
Tutupan Lahan Sub DAS Babura Bekala
Tabel 10
Perhitungan Koefisien Limpasan
DAS Babura
Tutupan Lahan |
Koefisien Limpasan (C) |
Luas, A (Km2) |
C x A |
Danau/Situ |
0,15 |
0,13 |
0,02 |
Empang |
0,15 |
0,27 |
0,04 |
Hutan Rimba |
0,02 |
13,53 |
0,27 |
Landas Pacu |
0,90 |
0,24 |
0,22 |
Pemakaman Bukan Umum |
0,20 |
0,09 |
0,02 |
Perkebunan/Kebun |
0,40 |
44,85 |
17,94 |
Permukiman dan Tempat Kegiatan |
0,75 |
19,81 |
14,86 |
Rawa |
0,15 |
0,03 |
0,00 |
Sawah |
0,15 |
6,21 |
0,93 |
Semak Belukar |
0,20 |
2,13 |
0,43 |
Sungai |
0,15 |
0,29 |
0,04 |
Tegalan/Ladang |
0,10 |
10,87 |
1,09 |
Jumlah |
98,46 |
35,86 |
|
Crerata |
0,364 |
Tabel 11
Perhitungan Koefisien Limpasan
Sub DAS Babura Bekala
��� Tutupan Lahan |
Koefisien Limpasan (C) |
Luas, A (Km2) |
C x A |
Danau/Situ |
0,15 |
0,06 |
0,01 |
Empang |
0,15 |
0,17 |
0,03 |
Hutan Rimba |
0,02 |
0,03 |
0,00 |
Pemakaman Bukan Umum |
0,20 |
0,03 |
0,01 |
Perkebunan/Kebun |
0,40 |
30,76 |
12,31 |
Permukiman dan Tempat Kegiatan |
0,75 |
5,35 |
4,01 |
Rawa |
0,15 |
0,03 |
0,00 |
Sawah |
0,15 |
2,50 |
0,38 |
Semak Belukar |
0,20 |
1,59 |
0,32 |
Sungai |
0,15 |
0,09 |
0,01 |
Tegalan/Ladang |
0,10 |
4,50 |
0,45 |
Jumlah |
45,11 |
17,52 |
|
Crerata |
0,388 |
2) Perhitungan Debit Banjir Metode Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu
Perhitungan debit banjir metode hidrograf satuan sintetis nakayasu untuk DAS Babura dan Sub DAS Babura Bekala menggunakan persamaan hidrograf satuan sintesis nakayasu dengan Microsoft Excel� dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8 berikut.
Gambar 7
Debit Banjir Rancangan DAS Babura
Gambar 8
Debit Banjir Rancangan Sub DAS Babura Bekala
6. Analisis Area Genangan Banjir dengan HECRAS
Analisis area genangan banjir menggunakan software HECRAS dengan menginput debit kala ulang 1, 2, 5, 10, 20, 25, 50, 100 tahun, data topografi LiDAR, dan data topografi DEMNAS. Beberapa tahapan memodelkan area genangan banjir dengan HECRAS yaitu input data topografi, membuat alur sungai, generate cross section sungai, input debit banjir kala ulang, input kondisi batas aliran sungai, running pemodelan dan menyimpan file pemodelan. Adapun hasil area genangan banjir debit kala ulang 25 tahun, data topografi LiDAR dan data topografi DEMNAS dapat dilihat pada Gambar 9, Gambar 10, dan Gambar 11.
Gambar 9
Genangan Debit Kala Ulang 25 Tahun dengan Data Topografi LiDAR
Gambar 10
Genangan Debit Kala Ulang 25 Tahun dengan Data Topografi DEMNAS
Gambar 9 memberikan� informasi bahwa area yang tergenang akibat luapan debit kala ulang 25 tahun Sungai Babura dengan data topografi Lidar dianalisis spasial pada software QGIS terdiri dari 19 kelurahan yaitu Anggrung, Beringin, Darat, Gedung Johor, Jati, Kesawan, Kwala Bekala, Mangga, Merdeka, Padang Bulan, Pangkalan Mansyur, Pasar Merah Barat, Petisah Hulu, Petisah Tengah, Polonia, Sarirejo, Sikambing D, Simalingkar B, dan Titi Rantai.
Gambar 10 memberikan informasi bahwa area yang tergenang akibat luapan debit kala ulang 1 tahun Sungai Babura dengan data topografi DEMNAS dianalisis spasial pada software QGIS terdiri dari 19 kelurahan yaitu Anggrung, Beringin, Darat, Gedung Johor, Jati, Kesawan, Kwala Bekala, Mangga, Merdeka, Padang Bulan, Pangkalan Mansyur, Pasar Merah Barat, Petisah Hulu, Petisah Tengah, Polonia, Sarirejo, Sikambing D, Simalingkar B, dan Titi Rantai.
Gambar 11
Perbandingan Luas Genangan Banjir
Data Topografi LiDAR dan DEMNAS
Gambar 11 memberikan informasi bahwa potensi banjir di Sungai Babura dengan data topografi Lidar yang diinput ke software HEC-RAS dan dianalisis spasial pada software QGIS menunjukkan bahwa daerah yang tergenang dengan kala ulang 1 tahun memiliki luasan sebesar 1,025 km2, kala ulang 2 tahun memiliki luasan sebesar 1,233 km2, kala ulang 5 tahun memiliki luasan sebesar 1,347 km2, kala ulang 10 tahun memiliki luasan sebesar 1,418 km2, kala ulang 20 tahun memiliki luasan sebesar 1,476 km2, kala ulang 25 tahun memiliki luasan sebesar 1,507 km2, kala ulang 50 tahun memiliki luasan sebesar 1,570 km2, dan kala ulang 100 tahun memiliki luasan sebesar 1,899 km2. Sedangkan potensi banjir di Sungai Babura dengan data topografi DEMNAS yang diinput ke software HEC-RAS dan dianalisis spasial pada software QGIS menunjukkan bahwa daerah yang tergenang dengan kala ulang 1 tahun memiliki luasan sebesar 2,512 km2, kala ulang 2 tahun memiliki luasan sebesar 2,889 km2, kala ulang 5 tahun memiliki luasan sebesar 3,048 km2, kala ulang 10 tahun memiliki luasan sebesar 3,293 km2, kala ulang 20 tahun memiliki luasan sebesar 3,353 km2, kala ulang 25 tahun memiliki luasan sebesar 3,386 km2, kala ulang 50 tahun memiliki luasan sebesar 3,449 km2, dan kala ulang 100 tahun memiliki luasan sebesar 3,648 km2.
7. Analisis Area Genangan Kelurahan dengan QGIS
Analisis area genangan kelurahan menggunakan software QGIS dengan mengeksport hasil peta genangan HECRAS ke bentuk peta shp genangan debit kala ulang 1, 2, 5, 10, 20, 25, 50, 100 tahun, data topografi LiDAR dan data topografi DEMNAS. Beberapa tahapan analisis area genangan kelurahan dengan QGIS yaitu eksport peta genangan pada fitur Ras Mapper, import peta genangan ke software QGIS, import peta digital administrasi kelurahan Kota Medan, overlay dan clip peta genangan dengan peta digital kelurahan, menghitung luasan kelurahan yang tergenang pada software QGIS. Adapun perbandingan hasil area genangan kelurahan debit kala ulang 25 tahun data topografi LiDAR dan data topografi DEMNAS dapat dilihat Gambar 12.
Gambar 12
Perbandingan Area Genangan Kelurahan
Data Topografi LiDAR dan DEMNAS Kala Ulang 25 Tahun
Tabel 12 dan Tabel 13 memberikan informasi bahwa potensi banjir di Sungai Babura dengan data topografi Lidar dan data topografi DEMNAS yang diinput ke software HEC-RAS dan dianalisis spasial pada software QGIS menunjukkan bahwa beberapa daerah kelurahan yang tergenang mengalami peningkatan luasan genangan dengan kala ulang 1 tahun, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun, 25 tahun, 50 tahun, dan 100 tahun.
Area Genangan Kelurahan Data Topografi LiDAR
Tabel 13
Area Genangan Kelurahan Data Topografi DEMNAS
8. Nilai RMSE Area Genangan dan Elevasi Cross Secion
Nilai RMSE (Root Mean Square Error) genangan dan data topografi dihitung menggunakan RMSE dengan Microsoft Excel. Nilai elevasi cross section setiap koordinat pengukuran pengukuran lapangan yang diperoleh dari Balai Wilayah Sungai Sumatera II terhadap data elevasi cross section LiDAR dan data elevasi cross section DEMNAS diekstraksi menggunakan software Global Mapper.� Nilai RMSE (Root Mean Square Error) antara data cross section pengukuran lapangan yang diperoleh dari Balai Wilayah Sungai Sumatera II terhadap data cross section topografi LiDAR, nilai RMSE (Root Mean Square Error) antara data cross section pengukuran lapangan yang diperoleh dari Balai Wilayah Sungai Sumatera II terhadap data cross section topografi DEMNAS, nilai RMSE (Root Mean Square Error) antara data cross section topografi Lidar terhadap data cross section topografi DEMNAS, nilai RMSE (Root Mean Square Error) antara area genangan akibat luapan Sungai Babura dengan data topografi Lidar terhadap data topografi DEMNAS dapat dilihat pada Tabel 13, dan Tabel 14.
Nilai RMSE Elevasi Cross Section
Elevasi Cross Section |
LiDAR |
DEMNAS |
Lapangan |
2,73 |
4,74 |
LiDAR |
0,00 |
3,40 |
DEMNAS |
3,40 |
0,00 |
Nilai RMSE Area Genangan
Data Topografi LiDAR terhadap Data Topografi DEMNAS
Debit Kala Ulang |
Nilai RMSE |
Q1 |
0,1052 |
Q2 |
0,1176 |
Q5 |
0,1208 |
Q10 |
0,1250 |
Q20 |
0,1252 |
Q25 |
0,1253 |
Q50 |
0,1253 |
Q100 |
0,1210 |
Kesimpulan��������������������������������������������������������������
Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini, dapat disampaikan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1). Analisis distribusi frekuensi curah hujan pada daerah Sungai Babura terpilih distribusi curah hujan dengan metode Log Person III dengan nilai koefisien asimetri (Cs) sebesar 0,15 dan koefisien kurtosis (Ck) sebesar 2,20. 2). Perhitungan debit banjir menggunakan Metode Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu menghasilkan debit banjir Sungai Babura dengan kala ulang 1 tahun mencapai 92,15 m3/detik, kala ulang 2 tahun mencapai 120,56 m3/detik, kala ulang 5 tahun mencapai 132,74 m3/detik, kala ulang 10 tahun mencapai 139,56 m3/detik, kala ulang 20 tahun mencapai 144,61 m3/detik, kala ulang 25 tahun mencapai 147,19 m3/detik, kala ulang 50 tahun mencapai 152,33 m3/detik, dan kala ulang 100 tahun mencapai 169,60 m3/detik. 3). Analisis potensi banjir di Sungai Babura dengan data topografi Lidar yang diinput ke software HEC-RAS dan dianalisis spasial pada software QGIS menunjukkan bahwa daerah yang tergenang dengan kala ulang 1 tahun memiliki luasan sebesar 1,025 km2, kala ulang 2 tahun memiliki luasan sebesar 1,233 km2, kala ulang 5 tahun memiliki luasan sebesar 1,347 km2, kala ulang 10 tahun memiliki luasan sebesar 1,418 km2, kala ulang 20 tahun memiliki luasan sebesar 1,476 km2, kala ulang 25 tahun memiliki luasan sebesar 1,507 km2, kala ulang 50 tahun memiliki luasan sebesar 1,570 km2, dan kala ulang 100 tahun memiliki luasan sebesar 1,899 km2. 4). Analisis potensi banjir di Sungai Babura dengan data topografi DEMNAS yang diinput ke software HEC-RAS dan dianalisis spasial pada software QGIS menunjukkan bahwa daerah yang tergenang dengan kala ulang 1 tahun memiliki luasan sebesar 2,512 km2, kala ulang 2 tahun memiliki luasan sebesar 2,889 km2, kala ulang 5 tahun memiliki luasan sebesar 3,048 km2, kala ulang 10 tahun memiliki luasan sebesar 3,293 km2, kala ulang 20 tahun memiliki luasan sebesar 3,353 km2, kala ulang 25 tahun memiliki luasan sebesar 3,386 km2, kala ulang 50 tahun memiliki luasan sebesar 3,449 km2, dan kala ulang 100 tahun memiliki luasan sebesar 3,648 km2. 5). Area yang tergenang akibat luapan Sungai Babura dengan data topografi Lidar dianalisis spasial pada software QGIS terdiri dari 19 kelurahan yaitu Anggrung, Beringin, Darat, Gedung Johor, Jati, Kesawan, Kwala Bekala, Mangga, Merdeka, Padang Bulan, Pangkalan Mansyur, Pasar Merah Barat, Petisah Hulu, Petisah Tengah, Polonia, Sarirejo, Sikambing D, Simalingkar B, dan Titi Rantai. �6). Area yang tergenang akibat luapan Sungai Babura dengan data topografi DEMNAS dianalisis spasial pada software QGIS terdiri dari 19 kelurahan yaitu Anggrung, Beringin, Darat, Gedung Johor, Jati, Kesawan, Kwala Bekala, Mangga, Merdeka, Padang Bulan, Pangkalan Mansyur, Pasar Merah Barat, Petisah Hulu, Petisah Tengah, Polonia, Sarirejo, Sikambing D, Simalingkar B, dan Titi Rantai. 7). Nilai RMSE (Root Mean Square Error) antara data cross section pengukuran lapangan yang diperoleh dari Balai Wilayah Sungai Sumatera II terhadap data cross section topografi Lidar diperoleh nilai RMSE sebesar 2,73. 8). Nilai RMSE (Root Mean Square Error) antara data cross section pengukuran lapangan yang diperoleh dari Balai Wilayah Sungai Sumatera II terhadap data cross section topografi DEMNAS diperoleh nilai RMSE sebesar 4,74. 9). Nilai RMSE (Root Mean Square Error) antara data cross section topografi Lidar terhadap data cross section topografi DEMNAS diperoleh nilai RMSE sebesar 3,40. 10). Nilai RMSE (Root Mean Square Error) antara area genangan akibat luapan Sungai Babura dengan data topografi Lidar terhadap data topografi DEMNAS diperoleh nilai RMSE sebesar 0,1052 dengan debit kala ulang 1 tahun, nilai RMSE sebesar 0,1176 dengan debit kala ulang 2 tahun, nilai RMSE sebesar 0,1208 dengan debit kala ulang 5 tahun, nilai RMSE sebesar 0,1250 dengan debit kala ulang 10 tahun, nilai RMSE sebesar 0,1252 dengan debit kala ulang 20 tahun, nilai RMSE sebesar 0,1253 dengan debit kala ulang 25 tahun, nilai RMSE sebesar 0,1253 dengan debit kala ulang 50 tahun, dan nilai RMSE sebesar 0,1210 dengan debit kala ulang 100 tahun.
������
�Astuti, A. J. D., Yuniastuti, E., Nurwihastuti, D. W., & Triastuti, R. (2017). Analisis Koefisien Aliran Permukaan dengan Menggunakan Metode Bransby-Williams di Sub Daerah Aliran Sungai Babura Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Geografi, 9(2), 158�165. Google Scholar
Buta, C., Mihai, G., & Stănescu, M. (2017). Flash floods simulation in a small drainage basin using HEC-RAS hydraulic model. Ovidius University Annals, Series Civil Engineering, 19(1). Google Scholar
Demir, V., & Kisi, O. (2016). Flood hazard mapping by using geographic information system and hydraulic model: Mert River, Samsun, Turkey. Advances in Meteorology, 2016. Google Scholar
Gunawan, G. (2017). Analisis Data Hidrologi Sungai Air Bengkulu Menggunakan Metode Statistik. Inersia: Jurnal Teknik Sipil, 9(1), 47�58. Google Scholar
Hanie, M. Z., Tarigan, A. P. M., & Khair, H. (2017). Analisis Mitigasi Banjir di Daerah Aliran Sungai Babura Berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG). Jurnal Dampak, 14(1), 23�32. Google Scholar
Heimhuber, V., Hannemann, J.-C., & Rieger, W. (2015). Flood risk management in remote and impoverished areas�a case study of Onaville, Haiti. Water, 7(7), 3832�3860. Google Scholar
Ismail, N., Bakhtiar, B., Yanis, M., Darisma, D., & Abdullah, F. (2020). Mitigasi dan Adaptasi Struktural Bahaya Banjir Berdasarkan Kearifan Lokal Masyarakat Aceh Singkil Provinsi Aceh. Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya, 22(2), 276�285. Google Scholar
Quirogaa, V. M., Kurea, S., Udoa, K., & Manoa, A. (2016). Application of 2D numerical simulation for the analysis of the February 2014 Bolivian Amazonia flood: Application of the new HEC-RAS version 5. Ribagua, 3(1), 25�33. Google Scholar
Rangari, V. A., Sridhar, V., Umamahesh, N. V, & Patel, A. K. (2019). Floodplain mapping and management of urban catchment using HEC-RAS: a case study of Hyderabad City. Journal of the Institution of Engineers (India): Series A, 100(1), 49�63. Google Scholar
Sole, A., Giosa, L., & Copertino, V. (2007). Risk flood areas, a study case: Basilicata region. WIT Transactions on Ecology and the Environment, 104, 213�228. Google Scholar
Stevens, M. R., & Hanschka, S. (2014). Municipal flood hazard mapping: the case of British Columbia, Canada. Natural Hazards, 73(2), 907�932. Google Scholar
Sutapa, I. W. (2005). Kajian Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu Untuk perhitungan Debit Banjir Rancangan di Daerah Aliran Sungai Kodina. MEKTEK, 7(1). Google Scholar
Tate, E. C., Maidment, D. R., Olivera, F., & Anderson, D. J. (2002). Creating a terrain model for floodplain mapping. Journal of Hydrologic Engineering, 7(2), 100�108. Google Scholar
Thol, T., Kim, L., Ly, S., Heng, S., & Sreykeo, S. (2016). Application of HEC-RAS for a flood study of a river reach in Cambodia. Proceedings of the 4th International Young Researchers� Workshop on River Basin Environment and Management, Ho Chi Minh City, Vietnam, 12�13. Google Scholar
Zevri, A. (2014). Analisis Potensi Resiko Banjir Pada DAS Yang Mencakup Kota Medan Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Google Scholar
Copyright holder: Muhammad Anshari Matondang, Ahmad Perwira Mulia, Muhammad Faisal (2022) |
First publication right: |
This article is licensed under:
|