Jurnal Syntax Admiration |
Vol. 3 No. 2 Februari 2022 |
p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356 |
Sosial Teknik |
Alboin Simanjorang, Ahmad Perwira Mulia, Ridwan Anas
Universitas Sumatera Utara (USU) Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
INFO ARTIKEL |
ABSTRAK |
Diterima 25 Januari 2022 Direvisi 05 Februari 2022 Disetujui 15 Februari 2022 |
Prioritas penanganan jalan didasarkan pada pertimbangan yang kompleks dengan mengakomodasi aspek yang bersifat teknis dan nonteknis. Pendekatan yang dapat mengakomodasi aspek yang bersifat multikriteria adalah Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Analytic Network Process (ANP). AHP merupakan pendekatan yang bersifat preferrence dengan model yang berbentuk hirarki, sedangkan ANP merupakan pendekatan yang bersifat influence dengan model yang berbentuk jaringan. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan prioritas penanganan ruas jalan Batas Kota Rantau Prapat � Aek Nabara � Sp. Kota Pinang � Bts. Propinsi Riau dengan menggunakan metode AHP dan ANP menggunakan 4 (empat) kriteria. Data hasil analisis menunjukkan� bahwa dari 4 (empat) kriteria yang diambil dalam penelitian ini dengan mengunakan metode AHP yakni faktor kondisi jalan (0,523)� merupakan kriteria yang paling dominan, diikuti faktor biaya (0,261), faktor lalu lintas (0,141) dan kebijakan (0,075).� Selanjutnya untuk memperoleh bobot akhir yang lebih objektif dilakukan analisis dengan metode ANP karena memungkinkan dilakukan feedback terhadap elemen dan klasternya sendiri yakni faktor kondisi jalan (0,4138) merupakan kriteria yang paling dominan, diikuti faktor biaya (0,2566), faktor lalu lintas (0,1846) dan kebijakan (0,1450). Berdasarkan hasil analisis dalam penentuan urutan prioritas dengan metode AHP, maka dapat diurutkan prioritas penanganan jalan nasional yaitu Ruas Batas Kota Rantau Prapat � Aek Nabara menjadi prioritas pertama kemudian diikuti Ruas Sp. Kota Pinang � Bts. Provinsi Riau dan Ruas Aek Nabara � Sp. Kota Pinang. Selanjutnya untuk mendapatkan hasil yang lebih stabil dan lebih akurat dalam penentuan urutan prioritas digunakan metode ANP dan didapatkan hasil yaitu Ruas Batas Kota Rantau Prapat-Aek Nabara menjadi prioritas pertama kemudian diikuti Ruas Sp. Kota Pinang-Bts. Provinsi Riau dan Ruas Aek Nabara-Sp. Kota Pinang. Perolehan urutan prioritas penanganan jalan dengan metode AHP pada penelitian ini sama hasilnya dengan menggunakan metode ANP.
ABSTRACT������������������������� Road refinement priority is based on a complex consideration which accommodate both technical and non-technical aspects. The multi-criteria approach that accommodate the aspects are Analytic Hierarchy Process (AHP) and Analytic Network Process (ANP). AHP is a hierarchical model which tend to preference approachment, while ANP is a network model which tend to influence approachment. The aim of this research is to determine the refinement priority of Kota Rantau Prapat-Aek Nabara-Sp. Kota Pinang, Riau boundary roads with AHP and ANP methodology with 4 criterions. The analytic data using AHP shows that the road conditions factor (0.523) which is the dominant criteria, then followed by cost factor (0.261), road traffic factor (0.141), and policy (0.075). Then, to determine the final objective weight with ANP methodology which has a feedback possibility on its own elements and clusters implies that road conditions factor (0.4138) which is the dominant criteria, then cost factor (0.2566), road traffic factor (0.1846) and policy (0.1450). Based on analytical result to obtain the road refinement priority sequence using AHP methodology, then the national road refinement top priority are Kota Rantau Prapat boundary road-Aek Nabara then Sp. Kota Pinang segment - Riau boundary road and Aek Nabara segment-Sp. Kota Pinang. Furthermore, ANP methodology is used to obtain the more stable and the more accurate result of road refinement priority sequence then the results is Kota Rantau Prapat boundary road segment � Aek Nabara become the top priority followed by Sp. Kota Pinang segment � Provinsi Riau boundary and Aek Nabara segment � Sp. Kota Pinang. The result of road refinement using both AHP and ANP methodology are equal. |
Kata Kunci: penanganan jalan; ahp; anp
Keywords: road refinement; ahp; anp |
Pendahuluan
Salah satu infrastruktur yang berperan penting dalam perkembangan suatu daerah adalah infrastruktur jalan. Jalan merupakan prasarana angkutan darat yang sangat berperan dalam sektor perhubungan. Kondisi jalan yang baik akan memudahkan mobilitas penduduk dalam mengadakan kegiatan ekonomi dan kegiatan sosial lainnya. Namun banyak ruas jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten maupun kota telah mengalami kerusakan perkerasan struktural padahal pekerjaan baru selesai dikerjakan dan masih dalam tahap masa pemeliharaan. Keadaan ini sudah berlangsung cukup lama, dimana pemerintah selama ini fokus pada usaha memperbaiki infrastruktur jalan yang belum kepada arah bagaimana mempertahankan kondisi jalan yang ada dengan dana yang ada dan yang akan dibangun agar tetap dalam kondisi baik.
Dalam kondisi penyediaan dana (budget constraint) maka prioritas terhadap kegiatan yang sifatnya mempertahankan aset yang ada (preservation assets) merupakan suatu langkah yang sangat wajar atau jika kondisi keuangan memungkinkan maka penyempurnaan kondisi aset yang ada (enchancemen assets) merupakan pilihan kedua yang dapat diambil dan jika benar-benar dana yang tersedia sangat besar penambah aset baru (expansions assets) baru bisa dipikirkan (Tamin, O. Z, 2002). Hal ini merupakan sesuatu yang wajar dalam pengelolaan aset negara yang berupa prasarana dalam jumlah besar dan kinerjannya akan menjadi tulang punggung perekonomian negara. Untuk itu diperlukan adanya suatu prioritas untuk setiap ruas jalan yang ada dalam satu jenis program dan kegiatan penanganan jalan yang ada dalam satu jenis program dan kegiatan penanganan jalan yang sama. Jika dana yang tersedia hanya 25%, 50% atau 75% dari seluruh kebutuhan penanganan jalan, maka harus ditentukan penanganan mana yang harus diprioritaskan terlebih dahulu.
Penyusunan program penanganan jalan pada dasarnya menyangkut 2 hal, yakni:
1) Kondisi fisik, geometrik dan lalu lintas jalan yang menunjukkan kebutuhan penanganan di suatu tahun tertentu (fiscal need).
2) Ketersediaan dana yang dapat dialokasikan untuk penanganan jalan di suatu tahun tertentu (fiscal capacity). Kesenjangan antara fiscal need� dan� fiscal capacity� menyebabkan semua program tidak dapat dilaksanakan sekaligus, untuk itu diperlukan mekanisme penentuan prioritas yang akan menjadi fakta kebutuhan penanganan tiap ruas jalan sesuai dengan tingkat kepentingan dari masing-masing ruas jalan.
Ruas Jalan Batas Kota Rantau Prapat - Aek Nabara�Sp. Kota Pinang�Bts. Prop. Riau (88,170 Km) merupakan salah satu jalur penting yang menghubungkan wilayah Propinsi Sumatera Utara dengan� Propinsi Riau. Maka dari itu harus tetap dipertahankan kinerjanya. Ruas Jalan Batas Kota Rantau Prapat - Aek Nabara � Sp. Kota Pinang � Bts. Provinsi Riau dapat dibagi menjadi 3 ruas yaitu :
1. Link 025 Ruas Bts Kota R. Prapat � Aek Nabara���������� Panjang�� 9,870 Km
2. Link 026 Ruas Aek Nabara � Sp. Kota Pinang�������������� Panjang 33,210 Km
3. Link 027 Ruas Sp. Kota Pinang � Bts. Provinsi Riau���� Panjang 45,090 Km
Untuk itu dibutuhkan metodologi penentuan prioritas penanganan ruas harus dilakukan secara merata sesuai dengan kebutuhan� karena kemampuan pemerintah dalam menyediakan dana sangat terbatas sehingga tujuan dari fungsi pelayanan jalan tersebut tetap terpenuhi.
(Ritonga, 2011) dalam penelitiannya menentukan prioritas penanganan Jalan Lintas Timur di Provinsi Sumatera Utara dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP)� menggunakan 5 (lima) kriteria. Data hasil kuesioner menunjukkan bahwa dari 5 (lima) kriteria yang diambil dalam penelitian ini yakni, kondisi ruas jalan (43.33%) merupakan kriteria yang paling dominan. Diikuti fungsi aksesibilitas (26.67%), efektifitas biaya (16.67%), fungsi mobilitas (6.67%) dan fungsi arus ruas jalan (3.33%). Dengan memasukkan 5 (lima) kriteria� tersebut terhadap 22 ruas, diperoleh ruas jalan Batas Medan�Batas Lubuk Pakam menjadi prioritas pertama untuk mendapat penanganan diikuti ruas Batas Asahan - Batas Kota Rantau Prapat, Tanjung Pura - Simpang Pangkalan Susu dan seterusnya. (Girsang, 2018) menulis studi dengan judul Kajian Kriteria Penentuan Skala Prioritas Pada Proyek Penanganan Jalan Nasional� (Studi Kasus Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Provinsi Sumatera Utara). Permasalahan pada penelitian ini yang bersifat komplek dengan melibatkan berbagai sektor menjadi alasan mendasar dalam pemilihan metode penelitian multikriteria berupa metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Data hasil kuesioner menunjukkan bahwa dari 5 (lima) kriteria yang diambil dalam penelitian ini yaitu : fungsi aksesibilitas (39.5 %) menduduki peringkat pertama, disusul fungsi mobilitas (26.1 %), fungsi arus ruas jalan (15.5 %), fungsi ruas jalan (13 %) dan fungsi biaya pemeliharaan (6 %).� Kusnadi, dkk (2016) melakukan studi dengan tentang implementasi metode Analytic Network Prosess untuk penentuan prioritas penanganan jalan berdasarkan tingkat pelayanan jalan. Variabel yang digunakan mengacu kepada Manual Kapasitas Jalan Indonesia berdasarkan volume lalu lintas dan data karakteristik jalan. Metode Analytic Network Process digunakan karena kelebihannya dalam melakukan penilaian multi kriteria atas dasar judgment subjektif dari pengambil keputusan dan dapat mengkombinasikan antara data kualitatif dan data kuantitatif. Dari hasil uji validasi antara keluaran sistem dan data hasil lapangan yang dikeluarkan oleh Dishubinkom Kota Cirebon, akurasi hasil pengujian dari 10 jalan di Kota Cirebon dengan uji validasi korelasi Spearman Rank adalah sebesar 0,867. Hasil penelitian menunjukkan metode Analytic Network Process dapat diimplementasikan dan merupakan solusi yang tepat dalam menentukan prioritas penanganan jalan. (Simatupang, 2011) menganalisis Prioritas peningkatan ruas jalan nasional di propinsi kalimantan tengah. Metode penelitian dilakukan dengan� Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan ruas jalan mana yang menjadi prioritas dengan memasukkan beberapa ktiteri antara lain kondisi jalan, LHR, Kebijakan dan ketersediaan biaya dalam peningkatan ruas jalan Nasional di Propinsi Kalimantan Tengah. Munthe, dkk (2015) melakukan analisis terkait menentukan prioritas penanganan ruas jalan nasional di Pulau Bangka dengan metode AHP menggunakan 6 (enam) kriteria. Data hasil kuesioner menunjukkan bahwa dari 6 (lima) kriteria yang diambil dalam penelitian ini yakni aksesibilitas (19,3%) merupakan kriteria yang paling dominan. Diikuti fungsi mobilitas (17,6%), kondisi ruas jalan (17,1%), arus lalu lintas (16,3%), pengembangan wilayah (15,9%), dan ekonomi menurut produk domestik regional bruto (13,8%). (Sembiring, 2008) melakukan studi penentuan prioritas peningkatan ruas jalan (studi kasus: ruas jalan provinsi di Kabupaten Samosir. Kriteria yang dipakai adalah kriteria kecepatan, volume capacity ratio (VCR), bangkitan tarikan dan kepadatan penduduk dengan menggunakan metode AHP. Hasil analisa AHP dengan bobot kriteria di atas memberikan urutan prioritas ruas jalan dalam peningkatan ruas jalan di Kabupaten Samosir sebagai berikut:1) Simanindo-Onan Runggu, 2) Onan Runggu � Nainggolan, 3) Harian � Sitiotio, 4) Nainggolan � Palipi, 5) Pangururan � Sianjur Mulamula, 6) Pangururan � Simanindo, 7) Palipi � Pangururan dan 8) Pangururan - Ronggur Nihuta, 9) HarianPangururan
Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan prioritas penanganan Ruas Jalan Batas Kota Rantau Prapat-Aek Nabara-Sp. Kota Pinang-Bts. Provinsi Riau berdasarkan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Analytical Network Process (ANP), mendapatkan hasil perbandingan urutan prioritas penanganan Ruas Jalan Batas Kota Rantau Prapat - Aek Nabara � Sp. Kota Pinang � Bts. Provinsi Riau antara metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Analytical Network Process (ANP), menentukan program penanganan ruas jalan yang tepat pada Ruas Jalan Batas Kota Rantau Prapat � Aek Nabara � Sp. Kota Pinang � Bts. Provinsi Riau, sehingga Manager Ruas dalam hal ini Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Provinsi Sumatera utara cq. PPK 1.2 Provinsi Sumatera Utara dapat mengambil keputusan.
Metode Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan mengumpulkan data primer dan sekunder yang kemudian akan diolah dengan metode AHP dan ANP. Data� primer� dalam� penelitian� ini diperoleh� melalui� kuisioner� kepada� pihak� �� pihak� (stakeholder)� yang berkompeten dalam� penanganan jalan di Provinsi Sumatera Utara.� Penyebaran� kuisioner kepada� responden� yang mempunyai� tugas,� fungsi� dan� pengalaman� di bidang� penanganan� dan� perencanaan� jalan sebanyak 7 responden yang merupakan tenaga ahli yang terlibat langsung dari Ruas Jalan Batas Kota Rantau Prapat � Aek Nabara � Sp. Kota Pinang � Bts. Provinsi Riau. Pada penerapan metode AHP yang diutamakan adalah kualitas data dari responden, dan tidak tergantung pada kuantitasnya (Saaty & Vargas, 2006). Untuk jumlah responden dalam metode AHP tidak memiliki perumusan tertentu, namun hanya ada batas minimum yaitu dua orang responden (Saaty & Vargas, 2006).
Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari data penanganan Jalan Nasional pada Tahun Anggaran 2018 � 2019 serta Permen PU No.19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan.
1. Struktur Hirarki Skala Prioritas Penanganan Jalan Nasional
Dari hasil identifikasi hirarki penentuan skala prioritas kepada responden terdiri dari 3 (tiga) level. Level pertama adalah tujuan yaitu penentuan skala prioritas penanganan jalan nasional pada Satker PJNW II Provinsi Sumatera Utara selanjutnya level kedua adalah kriteria yang terdiri dari 4 (empat) yaitu : kondisi jalan, biaya, lalu lintas dan kebijakan. Level ketiga merupakan pengembangan dari level 2 dan terdiri dari beberapa Subkriteria. Secara keseluruhan hirarki penentuan skala prioritas dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Hirarki Skala Prioritas Penanganan
Jalan Nasional
Level Pertama (Tujuan) |
Level Kedua (Kriteria) |
Level Ketiga (Subkriteria) |
Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan Nasional |
Kondisi Jalan (A) |
� Rusak Berat (a1) � Rusak Ringan (a2) � Sedang (a3) � Baik (a4) |
Biaya (B) |
� Rehab Mayor (b1) � Rehab Minor (b2) � Rutin Kondisi (b3) � Preventif (b4) |
|
Lalu Lintas (C) |
� Kapasitas ruas jalan (c1) � Volume lalu lintas harian rata-rata (c2) |
|
Kebijakan (D) |
� Pemerintah (d1) � Masyarakat (d2) |
2. Hasil Penilaian Responden
Hasil wawancara terhadap responden melalui kuesioner dalam menentukan skala penilaian yang diberikan. Sementara itu rekapitulasi jawaban persepsi masing-masing responden terhadap �kriteria� diperlihatkan pada Tabel 2.
Tabel 2
Rekapitulasi Jawaban Responden
Terhadap Kriteria
Responden |
Persepsi Responden |
|||||||||||
A : B |
A : C |
A : D |
B : C |
B : D |
C : D |
|||||||
R1 |
7 |
|
7 |
|
5 |
|
|
5 |
5 |
|
5 |
|
R2 |
|
5 |
7 |
|
7 |
|
5 |
|
5 |
|
7 |
|
R3 |
7 |
|
|
7 |
7 |
|
7 |
|
|
3 |
5 |
|
R4 |
5 |
|
|
7 |
5 |
|
|
5 |
|
7 |
5 |
|
R5 |
|
7 |
7 |
|
|
3 |
5 |
|
7 |
|
|
9 |
R6 |
|
9 |
|
3 |
|
3 |
7 |
|
|
3 |
5 |
|
R7 |
|
9 |
7 |
|
7 |
|
|
7 |
|
7 |
|
7 |
Keterangan :
R������������� = Responden
1, 2, 3�9� = Tingkat kepentingan indikator setiap kriteria
A : B������� = Pertimbangan faktor kondisi jalan terhadap faktor biaya
A : C����� �= Pertimbangan faktor kondisi jalan terhadap faktor lalu lintas
A : D����� �= Pertimbangan faktor kondisi jalan terhadap faktor kebijakan
B : C��� ����= Pertimbangan faktor biaya terhadap faktor lalu lintas
B : D������ = Pertimbangan faktor biaya terhadap faktor kebijakan
C : D������ = Pertimbangan faktor lalu lintas terhadap faktor kebijakan
Pemetaan subkriteria setiap hirarki dalam penelitian ini didapatkan dari variabel dari beberapa sumber yaitu : faktor kondisi jalan, faktor biaya, faktor lalu lintas dan faktor kebijakan. Penentuan variabel subkriteria tersebut telah mendapatkan validasi dari semua partisipan atau responden, sehingga partisipan menyetujui hasil penentuan variabel subkriteria dalam penelitian ini. Berikut rekapitulasi penilaian responden� terhadap �subkriteria�.
Jawaban dari ketujuh responden berdasarkan skala penilaian yang diberikan pada lembar kuesioner terhadap subkriteria kondisi jalan dapat dikelompokkan sebagaimana disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3
Rekapitulasi Jawaban Responden
Terhadap Subkriteria Kondisi Jalan
Responden |
Persepsi Responden |
|||||||||||
a1 : a2 |
a1 : a3 |
a1 : a4 |
a2 : a3 |
a2 : a4 |
a3 : a4 |
|||||||
R1 |
|
7 |
|
5 |
|
7 |
7 |
|
|
7 |
|
7 |
R2 |
5 |
|
5 |
|
7 |
|
5 |
|
5 |
|
5 |
|
R3 |
|
7 |
|
5 |
7 |
|
3 |
|
7 |
|
7 |
|
R4 |
|
5 |
|
9 |
7 |
|
7 |
|
5 |
|
5 |
|
R5 |
|
7 |
|
7 |
9 |
|
|
7 |
|
7 |
|
7 |
R6 |
7 |
|
5 |
|
|
7 |
|
3 |
5 |
|
5 |
|
R7 |
|
5 |
|
9 |
7 |
|
3 |
|
|
7 |
|
7 |
Keterangan :
a1 : a2 = Pertimbangan pengaruh faktor Rusak Berat terhadap faktor Rusak Ringan
a1 : a3 = Pertimbangan pengaruh faktor Rusak Berat terhadap faktor Sedang
a1 : a4 = Pertimbangan pengaruh faktor Rusak Berat terhadap faktor Baik
a2 : a3 = Pertimbangan pengaruh faktor Rusak Ringan terhadap faktor Sedang
a2 : a4 = Pertimbangan pengaruh faktor Rusak Ringan terhadap faktor Baik
a3 : a4 = Pertimbangan pengaruh faktor Sedang terhadap faktor Baik
Jawaban dari ketujuh responden berdasarkan skala penilaian yang diberikan pada lembar kuesioner terhadap subkriteria biaya dapat dikelompokkan sebagaimana disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4
Rekapitulasi Jawaban Responden Terhadap Subkriteria Biaya
Responden |
Persepsi Responden |
|||||||||||
b1 : b2 |
b1 : b3 |
b1 : b4 |
b2 : b3 |
b2 : b4 |
b3 : b4 |
|||||||
R1 |
|
5 |
|
5 |
5 |
|
|
7 |
5 |
|
7 |
|
R2 |
3 |
|
|
7 |
|
7 |
|
7 |
|
7 |
7 |
|
R3 |
7 |
|
|
7 |
|
7 |
|
7 |
|
7 |
|
7 |
R4 |
|
7 |
|
9 |
|
9 |
|
9 |
|
7 |
|
7 |
R5 |
|
7 |
|
9 |
|
9 |
|
9 |
|
9 |
|
9 |
R6 |
1 |
|
|
5 |
|
7 |
|
7 |
|
7 |
|
7 |
R7 |
3 |
|
|
7 |
|
7 |
|
7 |
|
7 |
7 |
|
Keterangan :
b1 : b2 = Pertimbangan pengaruh faktor Rehab Mayor terhadap faktor Rehab Minor
b1 : b3 = Pertimbangan pengaruh faktor Rehab Mayor terhadap faktor Rutin Kondisi
b1 : b4 = Pertimbangan pengaruh faktor Rehab Mayor terhadap faktor Preventif
b2 : b3 = Pertimbangan pengaruh faktor Rehab Minor terhadap faktor Rutin Kondisi
b2 : b4 = Pertimbangan pengaruh faktor Rehab Minor terhadap faktor Preventif
b3 : b4 = Pertimbangan pengaruh faktor Rutin Kondisi terhadap faktor Preventif
Jawaban dari ketujuh responden berdasarkan skala penilaian yang diberikan pada lembar kuesioner terhadap subkriteria lalu lintas dapat dikelompokkan sebagaimana disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5
Rekapitulasi Jawaban Responden Terhadap Subkriteria Lalu Lintas
Responden |
Persepsi Responden |
|
c1 : c2 |
||
R1 |
7 |
|
R2 |
|
5 |
R3 |
|
7 |
R4 |
9 |
|
R5 |
9 |
|
R6 |
7 |
|
R7 |
|
5 |
Keterangan :
c1 : c2 = Pertimbangan kapasitas ruas jalan terhadap volume LHR
Jawaban dari ketujuh responden berdasarkan skala penilaian yang diberikan pada lembar kuesioner terhadap subkriteria kebijakan dapat dikelompokkan sebagaimana disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6
Rekapitulasi Jawaban Responden Terhadap Subkriteria Kebijakan
Responden |
Persepsi Responden |
|
d1 : d2 |
||
R1 |
|
7 |
R2 |
|
5 |
R3 |
9 |
|
R4 |
|
7 |
R5 |
9 |
|
R6 |
9 |
|
R7 |
|
5 |
Keterangan :
d1 : d2 = Pertimbangan Usulan Pemerintah terhadap Usulan Masyarakat
3. Bobot Penilaian Kriteria
Bobot dari masing-masing kriteria dianalisis dengan metode Analitycal Hierarchy Process (AHP) dan Analitycal Network Process (ANP) dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Perhitungan matriks awal
Diawali dengan menganalisis data terkait jawaban responden terhadap kriteria. Analisis bobot penilaian kriteria dilakukan dengan perhitungan kebalikan sesuai dengan matriks perbandingan berpasangan. Sebagaimana disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7
Skala Perbandingan Penilaian Kriteria
Responden |
Persepsi Responden |
|||||
A:B |
A:C |
A:D |
B:C |
B:D |
C:D |
|
R1 |
7,000 |
7,000 |
5,000 |
0,200 |
5,000 |
5,000 |
R2 |
0,200 |
7,000 |
7,000 |
5,000 |
5,000 |
7,000 |
R3 |
7,000 |
0,143 |
7,000 |
7,000 |
0,333 |
5,000 |
R4 |
5,000 |
0,143 |
5,000 |
0,200 |
0,143 |
5,000 |
R5 |
0,143 |
7,000 |
0,333 |
5,000 |
7,000 |
0,111 |
R6 |
0,111 |
0,333 |
0,333 |
7,000 |
0,333 |
5,000 |
R7 |
0,111 |
7,000 |
7,000 |
0,143 |
0,143 |
0,143 |
ƩR |
19,565 |
28,619 |
31,667 |
24,543 |
17,952 |
27,254 |
ƩR/7 |
2,795 |
4,088 |
4,524 |
3,506 |
2,565 |
3,893 |
Keterangan :
ΣR�� : Jumlah kumulatif skala perbandingan penilaian.
R/18 : Rata-rata perbandingan penilaian dengan membagi R terhadap 7 responden.
Selanjutnya nilai yang dipakai adalah nilai rata-rata kumulatif (R/7) tersebut. Pada matriks diagonal AA=BB=CC=DD, nilainya 1 karena perbandingan dengan faktor dirinya sendiri. Hasil matriks awal selengkapnya diperlihatkan pada Tabel 8.
Tabel 8
Menyajikan Hasil Matriks Awal Kriteria
A |
B |
C |
D |
|
A |
1 |
2,795 |
4,088 |
4,524 |
B |
0,358 |
1 |
3,506 |
2,565 |
C |
0,245 |
0,285 |
1 |
3,893 |
D |
0,221 |
0,390 |
0,257 |
1 |
Ʃ |
1,823 |
4,470 |
8,851 |
11,982 |
Besaran matriks pada masing-masing skala penilaian dapat dirangkum sebagai berikut.
Matrik A-B� = 2,795���������������������������������������������������������� Matrik B-C���� = 3,506
Matrik A-C� = 4,088���������������������������������������������������������� Matrik B-D���� = 2,565
Matrik A-D� = 4,524 �������������������������������������������������������� Matrik C-D���� = 3,893
Sementara itu,
Matrik B-A merupakan kebalikan dari matrik A-B = 1/(A-B) = 1/2,795� = 0,358
Matrik C-A merupakan kebalikan dari matrik A-C = 1/(A-C) = 1/4,088� = 0,245
Matrik D-A merupakan kebalikan dari matrik A-D = 1/(A-D) = 1/4,524 = 0,221
Matrik C-B merupakan kebalikan dari matrik B-C = 1/(B-C) = 1/3,506� = 0,285
Matrik D-B merupakan kebalikan dari matrik B-D = 1/(B-D) = 1/2,563� = 0,390
Matrik D-C merupakan kebalikan dari matrik C-D = 1/(C-D) = 1/3,893� = 0,257
2. Perhitungan eigen vector
Tabel 1
Nilai Eigen Vector Untuk Skala Penentuan Prioritas Kriteria
A |
B |
C |
D |
Jumlah |
Wi |
E-Vektor |
|
A |
1 |
2,795 |
4,088 |
4,524 |
51,695 |
2,681 |
0,523 |
B |
0,358 |
1 |
3,506 |
2,565 |
3,217 |
1,339 |
0,261 |
C |
0,245 |
0,285 |
1 |
3,893 |
0,272 |
0,722 |
0,141 |
D |
0,221 |
0,390 |
0,257 |
1 |
0,022 |
0,386 |
0,075 |
Ʃ |
1,823 |
4,470 |
8,851 |
11,982 |
55,205 |
5,128 |
1,000 |
Nilai eigen vector� merupakan nilai akhir yang menunjukkan bahwa seberapa besar tingkat kepentingan berdasarkan bobot dari masing-masing variabel. Tingkat kepentingan pada variabel fungsi pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 9.
3. Perhitungan nilai eigen maksimum
Nilai eigen maksimum diperoleh dari matriks awal dikalikan dengan E-Vektor masing masing matriks dan kemudian hasil perkalian tersebut dijumlahkan. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 5.1
Gambar 1
Matriks Nilai Eigen Maksimum Kriteria
Eigen Maksimum (λmaks)������ = �aij.Xj
��������������������������������������������� = 4,268
4. Kontrol terhadap indek konsistensi
Indek konsistensi (CI) = (λmaks - n)/(n-1), dimana n = ukuran matriks
������������������������� �������= (4,268-)/(4-1)
�������������������������������� = 0,08934
Menghitung rasio konsistensi (CR) = CI/RI
n |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
6 |
7 |
8 |
RI |
0,00 |
0,00 |
0,58 |
0,90 |
1,12 |
1,24 |
1,32 |
1,41 |
������� CR ������= 0,08934/0,9
������������������� = 0,09927 ; pembobotan : konsisten
Untuk model AHP matrik perbandingan dapat diterima jika nilai rasio konsistensi tidak lebih dari 10% atau sama dengan 0,1. Karena nilai CR = 0,09927 < 0,1 maka matrik perbandingan dapat diterima atau konsisten.
5. Pembobotan Kriteria
Tabel 2
Bobot Kriteria Skala Prioritas Penanganan Jalan Nasional
Kriteria |
Bobot |
Kondisi Jalan |
0,523 |
Biaya |
0,261 |
Lalu Lintas |
0,141 |
Kebijakan |
0,075 |
������������������������������������������� Jumlah |
1,000 |
Dari Tabel di atas, dapat dilihat bahwa penilaian responden terhadap beberapa kriteria menunjukkan bahwa kondisi jalan memiliki pengaruh tingkat kepentingan dengan bobot 0,523 (52,3%) kemudian disusul dengan biaya dengan bobot 0,261 (26,1%), lalu lintas dengan bobot 0,141 (14,1%) dan terakhir kebijakan dengan bobot 0,075 (7,5%). Besaran bobot kriteria dan subkriteria selanjutnya dapat dirangkum pada Tabel 11.
Tabel 11
Bobot Hirarki Skala Prioritas Penanganan Jalan Nasional
Level Pertama (Tujuan) |
Level Kedua (Kriteria) |
Level Ketiga (Subkriteria) |
Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan Nasional |
Kondisi Jalan (A) (0,523) |
� Rusak Berat (a1) (0,411) � Rusak Ringan (a2) (0,331) � Sedang (a3) (0,181) � Baik (a4) (0,077) |
Biaya (B) (0,261) |
� Rehab Mayor (b1) (0,129) � Rehab Minor (b2) (0,087) � Rutin Kondisi (b3) (0,635) � Preventif (b4) (0,150) |
|
Lalu Lintas (C) (0,141) |
� Kapasitas ruas jalan (c1) (0,823) � Volume LHR (c2) (0,177) |
|
Kebijakan (D) (0,075) |
� Pemerintah (d1) (0,798) � Masyarakat (d2) (0,202) |
Kemudian perhitungan untuk level 3 (subkriteria) dilakukan melalui tahapan yang sama dengan perhitungan kriteria.
4. Skoring Alternatif Berdasarkan Variabel
Rekapitulasi skoring variabel tingkat kondisi ruas jalan wilayah dari masing-masing ruas jalan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12
Hasil Skoring Tingkat Kondisi Ruas Jalan
No |
Nama Ruas Jalan |
Panjang Jalan (KM) |
Kondisi Jalan |
Skoring |
|||
Baik (KM) |
Sedang (KM) |
Ringan (KM) |
Berat (KM) |
||||
1 |
Ruas Batas Kota Rantau Prapat � Aek Nabara |
9,87 |
3,2 |
5,57 |
0,3 |
0,8 |
4 |
2 |
Ruas Aek Nabara � Sp. Kota Pinang |
33,21 |
7,41 |
21,9 |
3,9 |
- |
3 |
3 |
Ruas Sp. Kota Pinang � Bts. Provinsi Riau |
45,09 |
18,39 |
19,6 |
6,4 |
0,7 |
4 |
Skoring variabel efektifitas biaya dari masing�masing alternatif ruas jalan diperoleh setelah menghitung biaya pemeliharaan masing-masing ruas jalan yang dibutuhkan. Penentuan skoring berdasarkan efektifitas biaya pemeliharaan adalah ruas jalan yang memiliki biaya total yang rendah akan lebih diprioritaskan (skoring 3) daripada biaya total yang tinggi (skoring 1).
Tabel 13
Hasil Skoring Tingkat Efektifitas Biaya Pemeliharaan
No |
Ruas Jalan |
Total Biaya (Rp) |
Skoring |
1 |
Ruas Batas Kota Rantau Prapat � Aek Nabara |
362.503.050 |
3 |
2 |
Ruas Aek Nabara � Sp. Kota Pinang |
1.166.829.565 |
2 |
3 |
Ruas Sp. Kota Pinang � Bts. Provinsi Riau |
1.400.712.040 |
1 |
Tabel 14
Penilaian Skor Untuk Kriteria Arus Ruas Jalan
No |
Derajat Kejenuhan (DS) |
Skor |
Keterangan |
1 |
0,20 � 0,44 |
1 |
Arus stabil tetapi kecepatan operasi mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas |
2 |
0,45 � 0,74 |
2 |
Arus stabil tetapi kecepatan dan gerak kendaraan dikendalikan |
3 |
0,75 � 0,84 |
3 |
Arus mendekati stabil, kecepatan masih dapat dikendalikan. V/C masih dapat ditolerir |
4 |
0,85 � 1,00 |
4 |
Arus tidak stabil kecepatan terkadang terhenti, permintaan sudah mendekati kapasitas |
������� Sumber : Traffic Planning and Engineering, 2nd Edition Pergamon Press Oxword, 1979
Tabel 15
Hasil Skoring Tingkat Arus Ruas Jalan
No |
Ruas Jalan (m) |
Kapasitas (smp/jam) |
Volume (smp/jam) |
Derajat Kejenuhan (DS) |
Skoring |
1 |
Ruas Batas Kota Rantau Prapat � Aek Nabara |
6.732 |
1.321 |
0,20 |
1 |
2 |
Ruas Aek Nabara � Sp. Kota Pinang |
2.726 |
1.423 |
0,52 |
2 |
3 |
Ruas Sp. Kota Pinang � Bts. Provinsi Riau |
2.668 |
1.245 |
0,47 |
2 |
Tabel 16
Hasil Skoring Tingkat Efektifitas Kebijakan
No |
Ruas Jalan |
Prioritas dari PPK 1.2 |
Skoring |
1 |
Ruas Batas Kota Rantau Prapat � Aek Nabara |
1 |
3 |
2 |
Ruas Aek Nabara � Sp. Kota Pinang |
3 |
1 |
3 |
Ruas Sp. Kota Pinang � Bts. Provinsi Riau |
2 |
2 |
5. Urutan Prioritas Jalan Berdasarkan AHP
Penyimpulan prioritas untuk setiap alternatif ditentukan oleh besarnya nilai kinerja alternatif dimana alternatif yang menunjukkan nilai yang lebih besar akan lebih diprioritaskan karena semakin tinggi nilai kinerja ruas jalan berarti tingkat pencapaian sesuai dengan kriteria dan variabel yang ditetapkan.
Setelah ditentukan besaran bobot pada masing-masing elemen maka untuk menentukan skala prioritas penanganan jalan dengan metode AHP selanjutnya dimasukkan dengan perhitungan model matematis menurut Brojonegoro (1991). Berdasarkan hasil perhitungan urutan skala prioritas penanganan jalan dengan metode AHP dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17
Urutan Skala Prioritas Penanganan Jalan Dengan Metode AHP
No |
Ruas Jalan |
Urutan Prioritas |
1 |
Ruas Batas Kota Rantau Prapat � Aek Nabara |
1 |
2 |
Ruas Sp. Kota Pinang � Bts. Provinsi Riau |
2 |
3 |
Ruas Aek Nabara � Sp. Kota Pinang |
3 |
6. Urutan Prioritas Jalan Berdasarkan ANP
Metode ANP dimulai dengan menentukan kriteria yang akan digunakan. Pada tesis ini digunakan 4 kriteria yaitu kondisi jalan, biaya, lalu lintas dan kebijakan.
Gambar 2
Ketergantungan Model Jaringan ANP
����������������� (Sumber : Data yang Dimodelkan pada software Super Decisions)
Berdasarkan hasil analisis urutan skala prioritas penanganan jalan dengan metode ANP dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18
Urutan Skala Prioritas Penanganan Jalan Dengan Metode ANP
No |
Ruas Jalan |
Urutan Prioritas |
1 |
Ruas Batas Kota Rantau Prapat � Aek Nabara |
1 |
2 |
Ruas Sp. Kota Pinang � Bts. Provinsi Riau |
2 |
3 |
Ruas Aek Nabara � Sp. Kota Pinang |
3 |
Dengan menggunakan 4 (lima) fungsi dalam perhitungan metode ANP terhadap penentuan prioritas didapatkan hasil Ruas Batas Kota Rantau Prapat � Aek Nabara menjadi prioritas pertama, diikuti Ruas Sp. Kota Pinang � Bts. Provinsi Riau menjadi prioritas kedua dan Ruas Aek Nabara � Sp. Kota Pinang sebagai prioritas ketiga.
7. Perbandingan Hasil Ururtan Prioritas Penanganan Jalan Nasional Menggunakan Metode AHP dan ANP
Berdasarkan hasil analisis, penentuan urutan skala prioritas kedua metode tersebut dapat dibandingkan seperti dalam Tabel 19.
Tabel 19
�Perbandingan Hasil Metode AHP dengan ANP
No Urut Prioritas |
Nama Ruas |
|
Metode AHP |
Metode ANP |
|
1 |
Ruas Batas Kota Rantau Prapat � Aek Nabara |
Ruas Batas Kota Rantau Prapat � Aek Nabara |
2 |
Ruas Sp. Kota Pinang � Bts. Provinsi Riau |
Ruas Sp. Kota Pinang � Bts. Provinsi Riau |
3 |
Ruas Aek Nabara � Sp. Kota Pinang |
Ruas Aek Nabara � Sp. Kota Pinang |
Berdasarkan hasil analisis dalam penentuan urutan prioritas dan dengan membandingkan hasil urutan prioritas baik yang diperoleh dengan metode AHP maupun dengan metode ANP diperoleh urutan prioritas yang sama yaitu Ruas Batas Kota Rantau Prapat � Aek Nabara menjadi prioritas pertama, diikuti Ruas Sp. Kota Pinang � Bts. Provinsi Riau menjadi prioritas kedua dan Ruas Aek Nabara � Sp. Kota Pinang sebagai prioritas ketiga.
Kesimpulan��������������������������������������������������������������
Setelah dilakukan analisis dalam menyusun prioritas penanganan Jalan Nasional di Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Provinsi Sumatera Utara pada 3 (tiga) ruas jalan yang dijadikan sebagai daerah penelitian maka dapat disimpulkan bahwa hasil kuesioner yang diberikan kepada 7 responden menunjukkan urutan prioritas penanganan Jalan Nasional berdasarkan metode AHP yaitu: (1) Ruas Batas Kota Rantau Prapat � Aek Nabara (1,652) , (2) Ruas Sp. Kota Pinang � Bts. Provinsi Riau (1,376), (3) Ruas Aek Nabara � Sp. Kota Pinang (1,267).
Hasil kuesioner yang diberikan kepada 7 responden menunjukkan urutan prioritas penanganan Jalan Nasional berdasarkan metode ANP yaitu: (1) Ruas Batas Kota Rantau Prapat � Aek Nabara (0,35528) , (2) Ruas Sp. Kota Pinang � Bts. Provinsi Riau (0,32617), (3) Ruas Aek Nabara � Sp. Kota Pinang (0,31856).
Dari analisis metode AHP, menurut responden kriteria yang sangat berpengaruh dalam menentukan prioritas penanganan jalan adalah faktor kondisi jalan (0,523) lalu diikuti faktor biaya (0,261), faktor lalu lintas (0,141) dan faktor kebijakan (0,075) �sedangkan dari analisis metode ANP yaitu: faktor kondisi jalan (0,4138) lalu diikuti faktor biaya (0,2566), faktor lalu lintas (0,1846) dan faktor kebijakan (0,1450). Berdasarkan hasil analisis dalam penentuan urutan prioritas dan dengan membandingkan hasil urutan prioritas baik yang diperoleh dengan metode AHP maupun dengan metode ANP, maka dapat diurutkan prioritas penanganan jalan nasional yaitu (1) Ruas Batas Kota Rantau Prapat � Aek Nabara, (2) Ruas Sp. Kota Pinang � Bts. Provinsi Riau, (3) Ruas Aek Nabara � Sp. Kota Pinang.
BIBLIOGRAFI
Garuti, C., & Sandoval, M. (2005). Comparing AHP and ANP shiftwork models: Hierarchy simplicity v/s network connectivity. Proceedings of the 8th International Symposium of the AHP. Google Scholar
Girsang, L. E. P. (2018). Kajian Kriteria Penentuan Skala Prioritas Pada Proyek Penanganan Jalan Nasional (Studi Kasus Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Provinsi Sumatera Utara). Jurnal Poli-Teknologi, 17(1).
G�rener, A. (2012). Comparing AHP and ANP: an application of strategic decisions making in a manufacturing company. International Journal of Business and Social Science, 3(11). Google Scholar
Handayani, R. K. (2016). Kajian Penggunaan Perangkat Lunak Superdecisions Dalam Proses Pengambilan Keputusan Berulang: Studi Kasus Penentuan Guru Pengajar SMA. Telematika MKOM, 2(2), 136�152.
Mulyono, A. (2006). Teori Pengambilan Keputusan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Google Scholar
Munthe, R. B., Setiadji, B. H., Darsono, S. (2015). Menentukan Prioritas Penanganan Ruas Jalan Nasional di Pulau Bangka. Jurnal Media Komunikasi Teknik Sipil, 21(1). Google Scholar
Nugraha, P. A., Setiadji, B. H., & Siswanto, J. (2011). Prioritas Penanganan Jalan Provinsi Di Provinsi Diy. magister teknik sipil. Google Scholar
Pamoto, T. (2004). Penentuan Prioritas Penanganan Jalan Antar Kota di Daerah Perkotaan Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara. Google Scholar
Risdiansyah, M., Saleh, S. M. (2014). Studi Penentuan Prioritas Penanganan Ruas Jalan Nasional Bireuen � Lhokseumawe � Pantonlabu. Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala.
Ritonga, E. D. E. (2011). Kajian Kriteria Penanganan Jalan Nasional Lintas Timur Provinsi Sumatera Utara. Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Saaty, T. L., & Vargas, L. G. (2006). Decision making with the analytic network process (Vol. 282). Springer. Google Scholar
Sembiring, I. S. (2008). Studi Penentuan Prioritas Peningkatan Ruas Jalan (Studi Kasus Ruas Jalan Provinsi di Kabupaten Samosir). Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara.
Simatupang, J. E. (2011). Studi Penentuan Prioritas Peningkatan Ruas Jalan Nasional Di Propinsi Kalimantan Tengah. Pascasarjana Teknik Sipil Universitas Brawijaya Malang.
Surarso, B., & Amien, W. (2016). Implementasi Metode Analytic Network Prosess Untuk Penentuan Prioritas Penanganan Jalan Berdasarkan Tingkat Pelayanan Jalan. Jurnal Sistem Informasi Bisnis, 105�113.
Tamin, O. Z, R. Z. T. dan M. I. (2002). Konsep Pengembangan Sistem Jaringan Jalan Nasional dan Propinsi di Propinsi Nusa Tenggara Timur di Era Otonomi Daerah. Departemen Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung.
Copyright holder: Alboin Simanjorang, Ahmad Perwira Mulia, Ridwan Anas (2022) |
First publication right: |
This article is licensed under:
|