Jurnal Syntax Admiration

Vol. 3 No. 2 Februari 2022

p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356

Sosial Teknik

 

FASIESTURBIDIT FORMASI HALANG (STUDI KASUS DAERAH CINANAS DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BANTARKAWUNG, KABUPATEN BREBES, JAWA TENGAH)

 

Emeliano Maria Gusm�o de Oliveira1, Miftahussalam2, Dwi Indah Purnamawati2

1Universitas Brawijaya Malang, Indonesia

2Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakarta, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

 

INFO ARTIKEL

ABSTRAK

Diterima

25 Januari 2022

Direvisi

05 Februari 2022

Disetujui

15 Februari 2022

Pemahaman batuan sedimen turbidit laut dalam sangat penting berkaitan dengan penentuan satuan geometri reservoir. Permasalahan yang muncul dalam geometri batuan sedimen turbidit ini sangat kompleks dan bervariasi serta keberadaanya bergantung pada bagaimana, kapan dan jenis lingkungan. Di Jawa Tengah sebaran batuan sedimen turbidit Formasi Halang sangat luas dan dipandang perlu dilakukan pengamatan asosiasi fasiesnya. Dalam studi ini dibahas mengenai fasies turbidit Formasi Halang di daerah Cinanas. Metode yang digunakan untuk menganalisis fasies turbidit adalah pengukuran penampang stratigrafi dan pengamatan karakter litofasiesnya untuk mengetahui lingkungan pengendapan/fasiesnya. Singkapan Formasi Halang di daerah Cinanas didominasi oleh perselingan batupasir dan batulempung. Berdasarkan pengamatan fasies turbiditnya, Formasi Halang di daerah Cinanas diendapkan pada kipas bawah laut bagian tengah (midfan) atau lebih tepatnya pada smooth to channeled portion of suprafan lobes menuju smooth to channeled portion of suprafan lobes on midfan, yang dikarenakan oleh adanya proses progradasi.

 

ABSTRACT�������������������������

An understanding of deepwater turbidite sediments is very important mainly dealing with the determination of a reservoir geometry. The problem arising in the turbidite sediment geometry is very complex and varied, and its existence depends on how, when and type of its environment. In Central Java, the broad turbidite sediments distribution of the Halang Formation is needed to be observed its facies association. This paper will discuss the turbidite facies of Halang Formation in the Cinanas Area. The method used to analyze the turbidite facies is by measuring stratigraphic section and observing the lithofacies characteristic to knows the depositional environment. The Halang Formation outcrop in the Cinanas area dominantly composed of alternating sandstone and claystone. Based of the observation, the turbidite facies of Halang Formation, in the Cinanas area was deposited on the bottom of the sea fan middle section (midfan) or more precisely on smooth to channeled portion of suprafan lobes towards smooth to channeled portion of suprafan lobes on midfan, which is because of the process progradation.

Kata Kunci: formasi halang; fasies turbidit

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Keywords: halang formation, turbidite facies



 

Pendahuluan

Geologi wilayah Cinanas dan sekitarnya dipilih sebagai daerah pemetaan geologi karena daerah tersebut sebagai laboratorium alam, yang secara geologi cukup menarik untuk diteliti. Hal ini disebabkan karena daerah tersebut mempunyai tatanan geologi yang kompleks baik secara stratigrafi, struktur geologi, tektonika, maupun morfogenesa serta proses-proses geologi yang sangat menarik untuk dipelajari, guna menerapkan ilmu-ilmu geologi lapangan berdasarkan hukum-hukum geologi yang telah diperoleh di bangku perkuliahan. Penelitian dilakukan dengan pemetaan terlebih dahulu untuk mengamati aspek stratigrafi, geomorfologi, struktur geologi, geologi lingkungan dan sejarah geologi. Adanya kenampakan perselingan litologi antara batupasir dan batulempung yang secara ritmis dan kenampakan berbagai macam struktur sedimen yang mengindentifikasikan adanya perubahan arus disekitar lokasi penelitian, maka tulisan ini menyajikan bahasan fasies turbidit formasi halang. Daerah penelitian berada pada sub Cekungan Banyumas yang diendapkan batuan sedimen berumur Miosen Akhir hingga Pliosen, terdiri dari Formasi Halang dan Formasi Kumbang. Formasi Kumbang sebagian besar disusun oleh endapan vulkanik atau berfasies vulkanik, sedangkan Formasi Halang berfasies turbidit (Mulhadiyono, 1973). Selain itu daerah penelitian juga memperlihatkan karakteristik fasies turbidit yang diduga diendapkan pada lingkungan laut dalam, hingga zona Bathyal bagian atas tepatnya di lingkungan pengendapan kipas bawah laut (Armandita dkk., 2009).

Turbidit merupakan suatu sedimen yang diendapkan oleh mekanisme arus turbid (turbidity current), sedangkan arus turbidit itu sendiri adalah suatu arus yang memiliki suspensi sedimen dan mengalir pada dasar tubuh cairan, karena mempunyai kerapatan yang lebih besar daripada cairan tersebut (Keunen dan Migliorini, 1950 dalam Migliorini 1949). Untuk bisa menganalisis endapan turbidit di lapangan, sebelumnya perlu pemahaman yang cukup mendalam mengenai konsep turbidit dari beberapa ahli turbidit, seperti dari Bouma, Walker dan Mutti, ketiga ahli tersebut mengemukakan konsep-konsep yang digunakan untuk mempermudah dalam menganalisis dan menginterpretasi endapan turbidit yang nantinya akan dijumpai di lapangan.

Konsep turbidit yang sangat sederhana seperti yang dikemukakan oleh Bouma, beliau membuat sebuah model sekuen yang beliau namakan �Sequen Bouma�. Di dalam sequen bouma terdapat 5 interval yang memiliki karakteristik litofasies yang berbeda-beda, dan menceritakan proses sedimentasi yang berbeda pula, misalnya dimulai dari bagian bawah ke atas dari interval Ta berupa batupasir gradded bedding, Tb berupa batupasir sedang berlapis, Tc berupa batupasir halus wavy lamination, Td batupasir sangat halus laminasi dan interval Te berupa batulempung.

Oleh karena itu peneliti sangat tertarik untuk mengambil Studi Fasies Turbidit Pada Formasi Halang Daerah Cinanas dan Sekitarnya, Kecamatan Bantarkawung, Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah. Secara administratif, daerah penelitian terletak kurang lebih 25 km ke arah timur dari Kota Purwokerto, sebelah barat daerah penelitian termasuk dalam wilayah Kecamatan Karangpucung Kabupaten Cilacap, dan sebelah utara Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah. Secara geografis daerah penelitian terletak pada posisi 7�17�30��- 7�22�30�� LS dan 108�55�00��- 109�00�00�� BT (Gambar 1).

 

Description: G:\MY DATA\TUGAS AKHIR\TA\kesampaian fix.jpg

Gambar 1

Peta Indeks Dan Lokasi Daerah Penelitian (Google Map)

 

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah pemetaan geologi permukaan yaitu mengamati singkapan dan unsur-unsur geologi seperti litologi, struktur sedimen, komposisi dan ukuran butir batuan secara langsung, kemudian dilakukan analisis laboratorium. Pengambilan data di lapangan dilakukan dengan menggunakan metode measuring section. Kegiatan yang� dilakukan pada proses ini adalah pengambilan data-data lapangan, baik data primer maupun data sekunder dengan tujuan untuk mendapatkan data lapangan secara deskriptif dan sistematis, data primer yang didapat dari pengukuran satuan batuan di lapangan kemudian di analisis profil sedimentologi pada tiap satuan batuan pada Formasi Halang, metode tersebut digunakan untuk dapat menentukan fasies dan lingkungan pengendapannya, mekanisme sedimentasinya dan hipotesis dari karakteristik fasies turbidit dari masing-masing satuan batuannya dengan menggunakan pendekatan fasies model dari (Walker, 1978) dan mengacu pada beberapa ahli turbidit lainnya seperti (Bouma, 1962) dan (E Mutti, 1992).

 

 

Hasil dan Pembahasan

1.   Profil lintasan stratigrafi Kali Samudra

Lintasan ini terbagi menjadi 1 lokasi pengamatan yang terletak tepat di Kali Samudra, berada di Desa Samudra. Lintasan profil Kali Samudra terletak di bagian kanan daerah penelitian, dengan titik koordinat S 07o 21� 02�� E 108o 59� 21�� dengan tebal total kurang lebih 7 m, batuannya tersusun atas perselingan batupasir sangat halus sampai batupasir kasar dan terdapat strukt-struktur sedimen seperti, massif, berlapis, convolute, laminasi bergelombang dan gradasi.

Interpretasi fasies pada lintasan ini dilakukan berdasarkan dari 3 acuan peneliti terdahulu yaitu menurut (Bouma, 1962), (E Mutti, 1992) dan (Walker, 1978).

a)   Berdasarkan pada konsep (Bouma, 1962)

Pada lintasan profil kali Samudra ini, terlihat jelas adanya kenampakan struktur sedimen yang mencirikan adanya pengaruh arus turbidit sesuai dengan konsep Sekuen Bouma yaitu dijumpai batupasir dengan struktur massive/gradded bedding (T-a) batupasir sedang dengan struktur planar parallel laminastion/berlapis (T-b), batupasir halus dengan struktur sedimen wavy paralle/laminasi bergelombang dan convolute (T-c) dan batupasir sangat halus dengan struktur sedimen parallel lamination/laminasi (T-d), meskipun unit Sekuen Boumanya tidak dijumpai secara lengkap, hanya dijumpai unit Ta-Td saja, namun dapat diinterpretasikan bahwa litologi pada profil lintasan kali Samudra ini masuk ke dalam fasies turbidit klasik (clasical turbidit /CT).

b)   Berdasarkan pada konsep (E Mutti, 1992)

Lintasan profil Kali Samudra ini masuk ke dalam fasies F9a yang ditunjukan oleh litologi batupasir sedang-sangat halus yang didukung juga oleh asosiasi dengan munculnya unit-unit dari Sekuen Bouma, seperti unit Ta hingga unit Td dan berasosiasi juga dengan fasies classical turbidit, dan untuk ukuran butir sedang pada unit Tb sequen Bouma masuk kedalam fasies F8, meskipun dijumpai juga ukuran butir yang sedang namun litologi pada lintasan profil kali Samudra ini termasuk penciri dari fasies fine grained fasies (FGF) yang merupakan produk dari endapan turbidit dengan intensitas energi rendah (low density turbidit current), selanjutnya terdapat juga batupasir masif (massive sandstone) termasuk penciri coarse grained fasies (CGF) lebih spesifik lagi masuk kedalam fasies F4-F5.

c)   Berdasarkan pada konsep (Walker, 1978)

Pada lintasan profil Kali Samudra ini, terlihat jelas adanya kenampakan struktur sedimen yang mencirikan adanya pengaruh arus turbidit sesuai dengan konsep Sekuen Bouma yaitu dijumpai interval Ta-Td, sehingga berdasarkan pada interpretasi fasies dan karakteristik litofasies yang didapat sehingga litologi lintasan profil Kali Samudra ini masuk ke dalam fasies turbidit klasik (classical turbidit) yang dicirikan ditemukannya unit sekuen Bouma dari unit Ta-Td meskipun tidak� lengkap unit sekuennya, selain itu sebagai penciri lainnya juga corak sekuen pengendapannya berpola penebalan keatas (thickening upwards) yang merupakan salah satu penciri dari fasies Classical Turbidit.

Description: C:\Users\Sasuke\Desktop\turbidit 1.jpg

Gambar 2

Hasil Interpretasi Lingkungan Pengendapan Batupasir

Silikaan Dengan Model Fasies Kipas Bawah

Laut Menurut (Walker, 1978)

Pada jalur lintasan Kali Samudra ini juga didapatkan batupasir masif sebagai sisipan di tengah fasies classical turbidit, dan untuk batupasir masif itu sendiri masuk ke dalam fasies Massive Sandstone (MS). Dari keseluruhan hasil analisis profil dan interpretasi diatas, maka dapat menginterpretasikan bahwa lintasan kali Samudra ini diendapkan pada suatu komplek kipas bawah laut, pada bagian midfan bagian tengah atau lebih tepatnya pada bagian smooth portion of suprafan lobes on midfan (Walker, 1978).

2.   Profil lintasan stratigrafi Kali Pemali

Pada lokasi ini terletak tepat di Kali Pemali, berada di Desa Senandung. Lintasan profil Kali Pemali terletak di bagian atas atau utara daerah penelitian, dengan titik koordinat (LP 186) S7 17� 35�� E108 59� 34�� dan (LP 187) S7 17� 46�� E108 59� 35�� dengan tebal total kurang lebih 10,68 meter. Tersusun atas perselingan batupasir, batulempung dan batulanau dengan struktur sedimen massif, berlapis, laminasi, convolute, cross laminated, climbing ripples dan gradasi.

Interpretasi fasies pada lintasan profil Kali Pemali ini dilakukan berdasarkan dari 3 acuan peneliti terdahulu yaitu menurut (Bouma, 1962), (E Mutti, 1992) dan (Walker, 1978).

a)   Berdasarkan pada konsep (Bouma, 1962)

Pada lintasan profil kali Pemali ini, terlihat jelas adanya kenampakan struktur sedimen yang mencirikan adanya pengaruh arus turbidit sesuai dengan konsep Sekuen Bouma yaitu dijumpai interval secara lengkap (Ta-Te) Pada lintasan ini dijumpai unit Sekuen Bouma secara lengkap yaitu Ta-Te, meskipun tidak berurutan sekuen Boumanya, maka dapat diinterpretasikan bahwa litologi pada profil lintasan kali Pemali ini masuk ke dalam fasies turbidit klasik (clasical turbidit /CT).

 

b)   Berdasarkan pada konsep (E Mutti, 1992)

Lintasan profilKali Pemali ini masuk ke dalam fasies Fine Grain Facies (FGF) yang yang ditunjukan oleh litologi batulempung-batulanau dan batupasir sedang-sangat halus yang didukung juga oleh asosiasi dengan munculnya unit-unit dari Sekuen Bouma berasosiasi juga dengan fasies CT, dan untuk ukuran butir lempung dan lanau pada unit Td-Te sekuen Bouma masuk ke dalam fasies F9b kemudian untuk ukuran butir pasir sangat halus lebih spesifiknya lagi masuk ke dalam fasies F9a, untuk ukuran butir pasir halus-sedang masuk ke dalam fasies F8, meskipun dijumpai juga ukuran butir yang sedang namun litologi pada lintasan profil Kali Pemali ini termasuk penciri dari fasies fine grained fasies (FGF) yang merupakan produk dari endapan turbidit dengan intensitas energi rendah (low density turbidit current). Selanjutnya terdapat juga batupasir kasar masif/gradded bedding merupakan unit dari interval Ta dalam sekuen Bouma termasuk penciri coarse grained fasies (CGF) lebih spesifik lagi masuk kedalam fasies F4-F5, kemudian ukuran butir pasir kasar-sedang yang merupakan gabungan dari interval Tab dalam sekuen Bouma lebih spesifiknya lagi masuk kedalam fasies F5-F6.

c)   Berdasarkan pada konsep (Walker, 1978)

Pada lintasan profil Kali Pemali ini, terlihat jelas adanya kenampakan struktur sedimen yang mencirikan adanya pengaruh arus turbidit sesuai dengan konsep Sekuen Bouma yaitu dijumpai interval Ta sampai Te.

Berdasarkan pada interpretasi fasies dan karakteristik litofasies yang didapat sehingga litologi lintasan profil kali Pemali ini masuk ke dalam fasies turbidit klasik (classical turbidit) yang dicirikan ditemukannya unit sekuen Bouma dari unit Ta-Te yang secara lengkap unit sekuennya, selain itu sebagai penciri lainnya juga corak sekuen pengendapannya berpola penebalan keatas (thickening upwards) yang merupakan salah satu penciri dari facies Classical Turbidit. Pada jalur lintasan Kali Pemali ini didapatkan perselingan antara batupasir halus dan kasar yang bergradasi kemudian di bagian atas dengan kondisi arus yang berbeda di dapatkan perselingan batupasir dan batulempung, proses perubahan ini disebabkan karena perubahan arus yang berubah secara tiba-tiba. Dari keseluruhan hasil analisis dan interpretasi di atas, maka dapat menginterpretasikan bahwa lintasan Kali Pemali diendapkan pada suatu komplek kipas bawah laut, pada bagian bawah atau lower fan atau lebih tepatnya pada bagian smooth portion of suprafan lobes (Walker, 1978).

 

Description: C:\Users\Sasuke\Desktop\turbidit 1.jpg

Gambar 3

Hasil Interpretasi Lingkungan Pengendapan Batupasir

Karbonatan Dengan Model Fasies Kipas Bawah

Laut Menurut (Walker, 1978)

 

3.   Profil lintasan di Desa Cinanas

Pada lokasi ini terbagi menjadi 1 lokasi pengamatan yang terletak di Desa Cinanas. Lintasan profil ini berada di bagian atas atau utara daerah penelitian, dengan titik koordinat S 07o 19� 10�� E 108o 58� 06��, dengan tebal total kurang lebih 8,6 m, dengan litologi penyusunnya pada bagian bawah berupa batupasir masif, dan pada bagian tengah dan atasnya berupa perselingan antara batupasir kasar-halus berulang dengan baik dengan batulempung, struktur sedimen berupa masif, perlapisan, laminasi, wavy lamination, convolute, climbing ripples, cross laminated, groove cast dan bioturbation.

 

Description: C:\Users\Sasuke\Documents\untk edit ketiga.jpg

Gambar 4

Kenampakan struktur sedimen dan injeksi

batulempung pada lokasi pengamatan

 

Pada beberapa lapisan didapatkan batupasir jenis klastik, warna abu-abu, ukuran butir pasir kasar-sedang, dengan semen karbonat, memiliki struktur massif/gradasi (Ta), bentuk butir menyudut tanggung-membulat tanggung, sortasi sedang-buruk, kemas terbuka, dengan komposisi mineral yang terdiri dari butiran feldspar (18%), fosil (19%), kwarsa (12,5%), mineral opak (4%) dan fragmen batuan (39%), dengan ukuran butir 0,05-0,7 mm. Terdapat juga lumpur karbonat dan gelas volkanik, Didapatkan nama batuan Lithic Arenite menurut kalsifikasi Gilbert, 1982. Pada lapisan lainnya didapatkan batupasir jenis klastik, warna abu-abu, ukuran butir pasir halus-sangat halus, dengan semen karbonat, dan memiliki struktur convolute, laminasi sejajar, wavy lamination, cross laminated dan climbing ripples dan terdapat juga gangguan oleh biotrubasi.

Interpretasi fasies pada lintasan ini dilakukan berdasarkan dari 3 acuan peneliti terdahulu yaitu menurut (Bouma, 1962), (E Mutti, 1992) dan (Walker, 1978).

a)   Berdasarkan pada konsep (Bouma, 1962)

Pada lintasan profil Desa Cinanas ini, terlihat jelas adanya kenampakan struktur sedimen yang mencirikan adanya pengaruh arus turbidit sesuai dengan konsep Sekuen Bouma yaitu dijumpai interval Ta-Te secara lengkap, meskipun tidak berurutan sekuen Boumanya, maka dapat diinterpretasikan bahwa litologi pada profil daerah cinanas ini masuk ke dalam fasies turbidit klasik (clasical turbidit /CT).

b)   Berdasarkan pada konsep (E Mutti, 1992)

Lintasan profil Desa Cinanas ini masuk ke dalam fasies Fine Grain Facies (FGF) yang yang ditunjukan oleh litologi batulempung dan batupasir kasar-sangat halus yang didukung juga oleh asosiasi dengan munculnya unit-unit dari Sekuen Bouma, seperti unit Ta hingga unit Te dan berasosiasi juga dengan fasies Classical turbidit, dan untuk ukuran butir lempung dan pasir sangat halus pada unit Td-Tc sekuen Bouma masuk ke dalam fasies F9b kemudian untuk ukuran butir pasir halus lebih spesifiknya lagi masuk kedalam fasies F9a, untuk ukuran butir pasir sedang masuk kedalam fasies F8, dan untuk ukuran butir yang lebih kasar lebih tepatnya masuk ke dalam fasies F4-F5, Selanjutnya terdapat juga batupasir kasar masif/gradded bedding merupakan unit dari interval Ta dalam sekuen Bouma termasuk penciri coarse grained fasies (CGF) lebih spesifik lagi masuk ke dalam fasies F4-F5, meskipun di dapat juga ukuran butir yang kasar, namum pada lintasan Desa Cinanas ini tetap digolongkan dalam facies Classical Turbidite (CT).

c)   Berdasarkan pada konsep (Walker, 1978)

Pada lintasan profil Desa Cinanas ini, terlihat jelas adanya kenampakan struktur sedimen yang mencirikan adanya pengaruh arus turbidit sesuai dengan konsep sekuen Bouma yaitu dijumpai interval Ta sampai Te secara lengkap, sehingga berdasarkan pada interpretasi fasies dan karakteristik litofasies yang didapat sehingga litologi lintasan profil kali Pemali ini masuk ke dalam fasies turbidit klasik (classical turbidit) yang dicirikan ditemukannya unit sekuen Bouma dari unit Ta-Te yang secara lengkap unit sekuennya, selain itu sebagai penciri lainnya juga corak sekuen pengendapannya berpola penebalan keatas (thickening upwards) yang merupakan salah satu penciri dari facies Classical Turbidit (CT).

Dari keseluruhan hasil analisis dan interpretasi di atas, maka peneliti dapat menginterpretasikan bahwa lintasan pada Desa Cinanas ini diendapkan pada suatu komplek kipas bawah laut, pada bagian bawah atau lower fan atau lebih tepatnya pada bagian smooth to channeled portion of suprafan lobes (Walker, 1978).

 

Description: C:\Users\Sasuke\Desktop\turbidit 1.jpg

Gambar 5

Hasil Interpretasi Lingkungan Pengendapan

Batupasir Karbonatan Dengan Model

Fasies Kipas Bawah Laut Menurut (Walker, 1978)

 

Dari ketiga lintasan (kali samudra, kali pemalil dan desa cinanas) di interpretasi dengan menggunakan data pengendapan batuan, ukuran butir, struktur sedimen, kandungan karbonat serta data jalur pengendapan tiap lintasan di dapatkan lingkungan pengendapan dari ketiga lintasan tersebut yang mewakili wilayah penelitian. Hasil menunjukkan bahwa lintasan kali Samudra, kali Pemali dan lintasan desa Cinanas diendapkan di kipas bawah laut bagian bawah menuju ke bagian tengah atau lebih tepatnya pada smooth portion of suprafan lobes on midfan.

 

Description: Lintasan-profil-all in

Gambar 6

Hasil Interpretasi Kali Samudra, Kali Pemali Dan Desa

Cinanas Dengan Menggunakan Kipas Bawah Laut

Menurut (Walker, 1978)

 

Kesimpulan��������������������������������������������������������������

Dari hasil pengolahan dan interpretasi data lapangan dan data laboratorium yang dilandasi konsep geologi, maka dapat diambil kesimpulan bahwa keadaan geologi daerah penelitian, yang terletak pada daerah Cinanas dan sekitarnya Kecamatan Bantarkawung, Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah, dengan nomor lembar peta 4/9 (Gumelar) No. 1308-524 adalah sebagai berikut: 1) Satuan batuan daerah penelitian dibagi menjadi 4 satuan batuan dan dataran aluvial, dari yang tua sampai yang muda berdasarkan umur fosil yang terdapat dalam batuan: satuan batugamping, satuan batupasir silikaan, satuan breksi polimik, satuan batupasir karbonatan dan dataran aluvial. 2) Hasil analisis fasies turbidit pada Formasi Halang daerah Cinanas dan sekitarnya dengan menggunakan analisis kolom sedimentologi (Kali Pemali, Kali Samudra dan Desa Cinanas) menghasilkan kesimpulan bahwa, adanya perubahan fasies pengendapan dari fasies smooth portion of suprafan lobes menuju smooth portion of suprafan lobes on midfan (Walker, 1978), yang dikarenakan oleh adanya proses progradasi.

 

BIBLIOGRAFI

 

Asikin, S. (1986). Geologi Struktur Indonesia. Departemen Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung. Google Scholar

 

Bagnold, R. A. (1954). Experiments on a gravity-free dispersion of large solid spheres in a Newtonian fluid under shear. Proceedings of the Royal Society of London. Series A. Mathematical and Physical Sciences, 225(1160), 49�63. Google Scholar

 

Bouma, A. H. (1962). Sedimentology of some flysch deposits. Agraphic Approach to Facies Interpretation, 168. Google Scholar

 

Hampton, M. A. (1972). The role of subaqueous debris flow in generating turbidity currents. Journal of Sedimentary Research, 42(4). Google Scholar

 

Kastowo. (1975). Peta Geologi Lembar Majenang. Jawa, Direktorat Geologi, Departemen Pertambangan Republik Indonesia. Google Scholar

 

Mcllreath, I., & James, N. (1978). Facies models 13. Carbonate slopes. Geoscience Canada, 5(4), 189�199. Google Scholar

 

Middleton, G. V. (1973). Johannes Walther�s law of the correlation of facies. Geological Society of America Bulletin, 84(3), 979�988. Google Scholar

 

Moore, R. C. (1949). Meaning of facies. Geol. Soc. America Mem, 39, 1�34. Google Scholar

 

Mutti, E. (1992). Turbidite sandstones: Universit� di Parma. Agip SpA. Google Scholar

 

Mutti, Emiliano. (1985). Turbidite systems and their relations to depositional sequences. In Provenance of arenites (pp. 65�93). Springer. Google Scholar

 

Reading, H. G. (2009). Sedimentary environments: processes, facies and stratigraphy. John Wiley & Sons. Google Scholar

 

Rogers, C. S., Fitz, H. C., Gilnack, M., Beets, J., & Hardin, J. (1984). Scleractinian coral recruitment patterns at salt river submarine canyon, St. Croix, US Virgin Islands. Coral Reefs, 3(2), 69�76. Google Scholar

 

Sanders, J. E. (1960). Primary sedimentary structures formed by turbidity currents and related resedimentation mechanisms. Google Scholar

 

Shanmugam, G. (2000). 50 years of the turbidite paradigm (1950s�1990s): deep-water processes and facies models�a critical perspective. Marine and Petroleum Geology, 17(2), 285�342. Google Scholar

 

Van Bemellen, R. W. (1949). The Geology of Indonesia: General Geology. Government Printing Office, The Hague) Batavia, Indonesia, 40�441. Google Scholar

Van Zuidam, R. A. (1983). Guide to Geomorphologic aerial photographic interpretation and mapping. ITC Enschede, Netherlands. Google Scholar

 

Walker, R. G. (1978). Deep-water sandstone facies and ancient submarine fans: models for exploration for stratigraphic traps. AAPG Bulletin, 62(6), 932�966. Google Scholar

 

Walker, R. G. (1992). Facies model: response to sea level change. Geol. Asso. Canada, 409. Google Scholar

 

 

Copyright holder:

Emeliano Maria Gusm�o de Oliveira, Miftahussalam, Dwi Indah Purnamawati (2022)

 

First publication right:

Jurnal Syntax Admiration

 

This article is licensed under: