Jurnal Syntax Admiration |
Vol. 3 No. 2 Februari 2022 |
p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356 |
Sosial Teknik |
HUKUM USAHA KECIL MENENGAH DAN DASA PERJANJIAN HUKUM
Muhammad Arbani
Corpus Legal Education, Indonesia
Email : [email protected]
INFO ARTIKEL |
ABSTRAK |
Diterima 25 Januari 2022 Direvisi 05 Februari 2022 Disetujui 15 Februari 2022 |
Penulisan artikel ini membahas masalah hukum bagi UMKM dan menengah (selanjutnya disebut UMKM) dan dasar perjanjian hukum. Hal ini dilatari pentingnya memahami aspek hukum UMKM dan dasar perjanjian berkaitan dengan perlindungan hukum bagi pelaku UMKM itu sendiri.� Makin pesatnya pertumbuhan UMKM dalam beberapa tahun belakangan ikut meningkatkan potensi konflik hukum di lingkup pelaku UMKM khususnya berkaitan dengan kontrak bisnis atau perjanjian-perjanjian hukum yang lahir dari kegiatan usahanya. Sementara, bagian dari kegiatan bisnis adalah terciptanya Produk komersial, pada akhirnya perlu melindungi kekayaan intelektual dari persaingan tidak sehat. Kekayaan intelektual menjadi pertanyaan penelitian yang semakin menarik karena menentukan percepatan pembangunan nasional di era globalisasi.
ABSTRACT��������������������������� The writing of this article discusses the legal aspects of Micro, Small and Medium Enterprises (hereinafter referred to as MSMEs) and the basis of legal agreements. This is motivated by the importance of understanding the legal aspects of MSMEs and the basis of agreements relating to legal protection for MSME actors themselves. The rapid growth of MSMEs in recent years has also increased the potential for legal conflicts within the scope of MSME actors, especially with regard to business contracts or legal agreements born from their business activities. Meanwhile, part of business activities is the creation of business products, which ultimately demands the protection of Intellectual Property in order to be protected from unfair competition. Intellectual Property is becoming an increasingly interesting issue to study because of its role in determining the acceleration of national development in the era of globalization. |
Kata Kunci: perlindungan hukum; usaha mikro kecil dan menengah (UMKM); kekayaan intelektual.
Keywords: legal protection; micro, small and medium enterprises (MSMEs); intellectual property. |
Pendahuluan
Dengan terjadinya globalisasi dan perubahan zaman dimana teknologi saat ini menjadi alat bukan hanya semata untuk hiburan namum untuk menunjang kehidupan masyarakat konvensional diharuskan untuk beradaptasi dan berevolusi jika tidak maka peran �human hands� dapat di gantikan dengan teknologi. Kemajuan teknologi juga memiliki implikasi yang kurang baik pada sektor tenaga kerja dimana banyak sekali pekerja yang di gantikan oleh teknologi sebagai contoh pada sektor manufaktur, robot dapat mengantikan peran manusia sehingga gelombang penghentian hubungan kerja tidak dapat di hindarkan lagi.
Usaha Kecil Menengah (UKM) adalah pemain kunci dalam perekonomian dan ekosistem bisnis yang lebih luas. Memungkinkan mereka untuk beradaptasi dan berkembang di lingkungan yang lebih terbuka dan terlibat lebih aktif dalam transformasi digital sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mencapai globalisasi yang lebih inklusif. ada seluruh negara di semua tingkat pembangunan, UKM memiliki peran penting dalam mencapai pembangunan berkelanjutan dengan mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, menyediakan lapangan kerja dan pekerjaan yang layak untuk semua, mempromosikan industrialisasi yang berkelanjutan dan mendorong inovasi, dan mengurangi pendapatan ketidaksetaraan (OECD, 2017).�
Kontribusi UKM terhadap dinamika inovasi telah meningkat dalam beberapa dekade terakhir, sebagai pendapatan pertumbuhan, permintaan pasar yang lebih khusus, dan perubahan teknologi telah memungkinkan UKM untuk memperkuat keunggulan komparatif dan mengurangi kerugian struktural yang berasal dari kendala sumber daya dan kemampuan terbatas untuk menuai skala ekonomi. Namun, meningkatkan potensi UKM untuk berpartisipasi dan memetik manfaat dari globalisasi dan ekonomi digital sangat bergantung pada kondisi kerangka kerja yang kondusif dan persaingan yang sehat. Karena kendala internal perusahaan, UKM secara tidak proporsional dipengaruhi oleh kegagalan pasar dan hambatan dan inefisiensi dalam lingkungan bisnis dan kebijakan.
Kontribusi UKM juga tergantung pada akses mereka ke sumber daya strategis, seperti keterampilan, jaringan pengetahuan, dan keuangan, dan pada public investasi di berbagai bidang seperti pendidikan dan pelatihan, inovasi dan infrastruktur. Selanjutnya, untuk besar jumlah UKM, lingkungan yang kondusif untuk transfer kepemilikan atau pengelolaan usaha merupakan kondisi penting untuk memastikan kelangsungan bisnis dari waktu ke waktu, dengan implikasi untuk pekerjaan, investasi dan pertumbuhan (OECD, 2017).
Dengan keterbatasan dan keharusan sebagian orang memulai usaha perseorangan untuk bertahan hidup. Hambatan sebuah usaha tidak hanya berada di awal pada saat usaha berjalan tantangan dapat datang tidak hanya dari segi bisnis tapi juga dari segi hukum dimana usaha dapat memiliki akibat hukum seperti tuntutan hukum sehingga proses pendirian sebuah usaha harus memiliki dasar hukum yang jelas (Anjarwati, 2013). Jika ditelisik lebih jauh, setidaknya ada lima permasalahan dalam UKM, yaitu:
a) UKM sering bermasalah dengan pemasaran produk dan menjaga standarisasi produk.
b) UKM belum sepenuhnya memahami dalam menghitung laba usaha dan omzet sebagai dasar pengenaan pajak.
c) UKM masih belum memahami kewajiban dan prosedur perpajakan.
d) Bagi usaha kecil dan menengah yang sudah paham perpajakan, enggan membayar pajak karena keberatan dengan tarif pajak.
Di Indonesia ada beberapa jenis penggolongan sebuah usaha yang memiliki badan hukum dan ada yang tidak, dimana usaha yang memiliki badan hukum layaknya pribadi memiliki hak dan kewajiban seperti hak yang lahir dari kontrak hukum sebagai badan usaha yang legal dan dilindungi oleh undang undang dan juga kewajiban untuk membayar pajak dan ada juga badan usaha yang memiliki klasifikasi sebagai usaha perseorangan seperti pedagang kaki lima yang tidak memiliki hak dan kewajiban selayaknya usaha yang berbadan hukum.
Lahirnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) selain dari keadaan yang memaksa seperti angka pengangguran dan ketidak-mampuan dunia usaha untuk menyerap tenaga kerja juga diakibatkan dari dorongan Pemerintah yang terus menerus mengupayakan pertumbuhan perekonomian ditengah keadaan ekonomi negara yang tidak pernah luput dari berbagai ketidakpastian seperti keadaan pandemi dan demonstrasi. Sebagai contoh pada saat krisis 1998 dan 2008, UMKM di masa dua� krisis ekonomi dan politik tersebut terbukti tahan banting dan tetap menyerap lapangan pekerjaan sehingga dapat di pastikan UMKM berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Kondisi yang hampir mirip wabah corona virus pada tahun 2020-2021 terdapat peningkatan jumlah pengusaha UMKM yang umumnya merupakan pekerja yang telah di putus hubungan kerja oleh perusahaan terdahulu. Terciptanya UMKM sebagai salah satu roda pengerak ekonomi lahir karena keadaan tertentu dan juga karena kehendak pendirinya menjadi pengerak dan penyerap ekonomi dan juga wadah lahirnya kreatifitas sehingga keaneka ragam produk timbul dan dapat direplikasi oleh orang lain sehingga dapat timbul suatu permasalahan hukum dan juga keuntungan ekonomi.
Wirausaha dalam menjalankan bisnis harus mempertimbangkan berbagai aspek hukum yang dapat lahir dari kegiatan usaha sekecil apapun sebagai suatu �preemptive measure� terhadap resiko yang mungkin dapat terjadi oleh karena aspek bisnis dan aspek hukum harus berjalan beriringan agar para pelaku usaha dapat mengerti berbagai upaya hukum yang dapat dijalankan untuk usahanya serta dasar-dasar kontrak atau perjanjian.
Metode Penelitian
Sesuai dengan obyek penelitian yakni untuk memahami aspek hukum usaha kecil dan menengah dan dasar perjanjian hukum, maka jenis penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yaitu penelitian yang akan menjadikan hukum sebagai dasar untuk menganalisis penelitian secara normatif. Menurut Soerjono Soekanto, �Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ini dilakukan dengan meneliti bahan pustaka dan bahan hukum (Soekanto & Mamudji, 1985).� Metode (metode) yang digunakan dalam penelitian hukum normatif akan memungkinkan peneliti untuk menggunakan temuan-temuan dari hukum empiris dan ilmu-ilmu lain untuk keperluan analisis dan interpretasi hukum tanpa mengubah hakikat ilmu hukum sebagai ilmu normatif. ��(Jonaedi Efendi et al., 2018).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan historis, pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual. Pendekatan historis ini membantu peneliti memahami filosofi aturan dari waktu ke waktu dan mampu memahami perubahan dan perkembangan filosofi yang mendasari aturan hukum. (Marzuki, 2005). Melalui metode historis ini digunakan untuk melihat hubungan antara undang-undang yang satu dengan undang-undang lainnya.
Menegakkan pendekatan undang-undang dengan meninjau semua undang-undang atau peraturan yang relevan dengan masalah hukum yang sedang dipelajari (Marzuki, 2005).� Metode ini digunakan untuk mengetahui apakah undang-undang nasional memberikan perlindungan hukum bagi UMKM. Pendekatan konseptual dimulai dari sudut pandang dan doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum, mencari ide-ide yang menghasilkan konsep-konsep hukum dan prinsip-prinsip hukum yang relevan dengan masalah hukum. (Marzuki, 2005).
Bahan Hukum primer adalah bahan hukum yang memiliki kewenangan berupa peraturan perundang-undangan nasional, dsb: UUD 1945; UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah; Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Beberapa peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan UMKM.
Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum berupa publikasi hukum, bukan dokumen resmi. Literatur hukum dari buku, surat kabar, makalah, jurnal, dan situs internet yang relevan dengan masalah yang diangkat oleh penulis. Para ahli dan sarjana hukum mengomentari masalah yang disajikan dalam penelitian ini dalam artikel, surat kabar, majalah dan jurnal. Berita atau informasi di televisi, surat kabar, majalah, majalah, dan internet.
Penelitian ini juga menggunakan bahan hukum tersier, yaitu bahan yang berfungsi sebagai bahan pelengkap untuk membantu menafsirkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tingkat ketiga ini, berupa kamus hukum, kamus bahasa Indonesia, dan kamus bahasa Inggris, membantu dalam penafsiran dan penafsiran kata. Cara pengumpulan bahan hukum dibedakan dengan bahan hukum asli melalui penelitian kepustakaan.
Library Research mencari dan mengkaji peraturan perundang-undangan yang relevan dalam penelitian ini. Bahan hukum sekunder berupa dokumen. Dokumentasi adalah akses terhadap bahan hukum yang diperoleh melalui dokumentasi, yang berarti sumber bahan tersebut hukum yang dapat digunakan untuk memperkuat bahan hukum primer. Dalam tema penulisan ini, penulis menggunakan bahan-bahan hukum dari Perpustakaan, bacaan, penelitian, dan catatan berbagai bahan hukum yang diperlukan untuk mempersiapkan penelitian. Setelah bahan hukum, penulis melakukan analisis dan kemudian menarik kesimpulan.
Bahan hukum tersier dikumpulkan dengan cara mencari dan menelaah bahan pelengkap yang dapat membantu menjelaskan materi primer dan sekunder, seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya dengan menggunakan beberapa kamus, untuk menjelaskan kata-kata. Bahan hukum diproses dengan pemilihan bahan hukum, yaitu peninjauan bahan hukum untuk menentukan apakah bahan hukum yang akan dianalisis sudah lengkap, sesuai dengan pokok permasalahan dan sistemikitas bahan hukum, yaitu penyusunan bahan hukum. bahan.
Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dari metode ilmiah. Analisis data dilakukan secara normatif kualitatif dengan teori untuk memberikan makna dan interpretasi dari setiap bahan hukum yang telah diolah, kemudian dideskripsikan secara komprehensif dan mendalam yang berujung pada kesimpulan.
1. Pentingnya UKM Untuk Dunia Usaha dan Perekonomian
Pertumbuhan ekonomi suatu negara didefinisikan sebagai peningkatan kapasitas jangka panjang negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang dan jasa ekonomi kepada penduduknya. Peningkatan kapasitas tergantung pada kemajuan teknologi, kelembagaan (institusi) dan pemikiran terhadap berbagai kondisi yang ada (A. M. Todaro, 2007). Para ekonom percaya bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu: jumlah penduduk, jumlah stok barang modal, luas lahan dan kekayaan alam, dan tingkat teknologi yang digunakan.
Meskipun mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi bergantung pada berbagai faktor, ekonomi klasik berfokus terutama pada pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Dalam teori pertumbuhan diasumsikan bahwa luas tanah dan jumlah kekayaan alam adalah tetap dan tingkat teknologi tidak berubah.Berdasarkan teori pertumbuhan klasik, sebuah teori diajukan untuk menjelaskan hubungan antara pendapatan per kapita dan jumlah penduduk.
Ekonomi berbasis UKM telah berkembang menjadi industri kreatif dengan ide-ide yang berpotensi inovatif, berkontribusi pada pengembangan produk barang dan jasa. Layanan yang diberikan oleh industri kreatif dapat menjadi masukan bagi kegiatan inovasi perusahaan dan organisasi di dalam dan di luar industri kreatif. Industri kreatif juga banyak memanfaatkan teknologi untuk mendorong inovasi di bidang teknologi, dan industri kreatif digambarkan sebagai kegiatan ekonomi kreatif. Pertumbuhan ekonomi yang pesat hanya dapat dicapai dengan fokus pada sektor bisnis kreatif tanpa harus menciptakan tenaga kerja yang memadai.Pengalaman pembangunan selama Orde Baru memberikan ilustrasi sepintas bagaimana mudahnya memicu pertumbuhan melalui pendekatan usaha kreatif dan inovatif. Menurut Howkins ekonomi kreatif merupakan pengembangan konsep berdasarkan aset kreatif yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Howkins, 2011). Sedangkan menurut Wahyudi berpendapat industri kreatif dapat mendukung kluster-kluster kreatif dalam mempertemukan perusahaan publik dan swasta dengan pertumbuhan perusahaan dan sosial yang terbukti semakin populer di tingkat kota (Wahyudi & Rejekingsih, 2013).
Wirawan mengemukakan industri kreatif dapat diartikan sebagai kumpulan aktivitas ekonomi yang terkait dengan penciptaan atau penggunaan pengetahuan dan informasi (M. P. Todaro, 1995). Kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain grafis, interior, produk, industri, pengemasan, dan konsultasi identitas perusahaan.Desain fashion, kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya. Navastara� mengemukakan bahwa kebijakan yang dipandang tepat dan strategis dalam rangka pembangunan potensi wilayah adalah kebijakan pengembangan ekonomi lokal. Telah teruji dalam beberapa kali krisis ekonomi di Indonesia, sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) mampu menjadi katup pengaman dari ekses akibat krisis (Navastara, 2014).
Walaupun harus diakui pula, setelah krisis ekonomi berlalu, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) tetap tidak mengalami perubahan kebijakan yang berarti. Kontribusi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) diakui juga diberbagai perekonomian daerah. Pengembangan ekonomi lokal adalah suatu proses yang dapat mencoba dan merumuskan kelembagaan-kelembagaan daerah, peningkatan kemampuan sumber daya manusia untuk menciptakan produk - produk unggulan yang lebih baik, pencarian pasar, alih pengetahuan dan teknologi, serta pembinaan industri kecil dan kegiatan usaha pada skala lokal. Peranannya dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, sangat besar. Dan pada banyak kasus di beberapa negara sektor ini mampu menggerakkan sektor riil pada berbagai lapangan usaha, sehingga mampu memberikan kotribusi pada pembentukan pendapatan asli daerah (PAD).
Pada krisis ekonomi 2009, peran usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam penyerapan tenaga kerja masih bisa diandalkan. Rontoknya industri besar dan sektor formal pada umumnya, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan pilihan yang paling rasional. Ini terjadi karena masalah struktur ekonomi yang ketergantungan pada ekonomi dunia sangat kuat. Karena sektor ekonomi yang lebih berpengaruh adalah UMKM yang sudah ada atau yang sudah lama bergerak, dapat dilihat pada pendapatan PDRB UMKM tiap tahunnya meningkat dan adapun UMKM yang baru namun belum perpengaruh terhadap kontribusi pertumbuhan ekonomi.
Namun berdasarkan hasil penelitian dan hasil Uji regresi linear sederhana pada pertumbuhan UMKM bertanda positif sebesar 0,025, artinya menunjukan setiap kenaikan 1% pertumbuhan UMKM, maka pertumbuhan ekonomi juga mengalami peningkatan 0,025. Namun terdapat pada hasil perolehan data baik dari BPS maupun Koperasi UKM bahwa kondisi pertumbuhan UMKM dan pertumbuhan Ekonomi dalam 5 tahun terakhir mengalami fluktuasi dimana pada pertumbuhan UMKM di tahun 2014 6,34%. Sedangkan pada Pertumbuhan Ekonomi pada akhir tahun 2018 Pertumbuhan Ekonomi mengalami penurunan yaitu tahun 2017 mencapai sebesar 7,43 % sedangkan tahun 2018 hanya 6,17 %.
Harus diakui bahwa usaha mikro, kecil, dan menengah memainkan suatu peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang berkembang, tetapi juga di negara-negara maju. UMKM sangat penting karena karakteristik-karakteristik utama mereka yang berbeda dengan usaha besar, yakni sebagai berikut:
a. Jumlahnya sangat banyak (jauh melebihi jumlah usaha besar), terutama dari kategori usaha mikro dan usaha kecil. Berbeda dengan usaha besar dan usaha menengah, usaha mikro dan usaha kecil tersebar di seluruh pelosok pedesaan, termasuk di wilayah-wilayah yang relatif terisolasi. Oleh karena itu, kelompok usaha ini mempunyai suatu signifikansi ―lokal yang khusus untuk ekonomi pedesaan. Dalam kata lain, kemajuan pembangunan ekonomi pedesaan sangat ditentukan oleh kemajuan pembangunan UMKM-nya.
b. Karena sangat padat karya, berarti mempunyai suatu potensi pertumbuhan kesempatan kerja yang sangat besar, pertumbuhan UMKM dapat dimasukkan sebagai suatu elemen penting dari kebijakan-kebijakan nasional untuk meningkatkan kesempatan kerja dan menciptakan pendapatan, terutama bagi masyarakat miskin. Hal ini juga yang bisa menjelaskan kenapa pertumbuhan UMKM menjadi semakin penting di pedesaan di Negara Sedang Berkembang, terutama di daerah-daerah dimana sektor pertanian mengalami stagnasi atau sudah tidak mampu lagi menyerap pertumbuhan tahunan dari penawaran tenaga kerja di pedesaan. Sesuai teori dari A. Lewis (suplai tenaga kerja tak terbatas), kondisi kelebihan tenaga kerja di pedesaan akan menciptakan arus manusia terus-menurus dari perdesaan ke perkotaan. Apabila kegiatan-kegiatan ekonomi perkotaan tidak mampu menyerap pendatang-pendatang tersebut, jumlah pengangguran akan meningkat, dan akan muncul banyak masalah social terkaitnya di perkotaan. Oleh sebab itu, kegiatan-kegiatan nonpertanian di perdesaan, terutama industry, selalu diharapkan bisa berfungsi sebagai sumber penyerapan kelebihan penawaran tenaga kerja ke sektor pertanian, sehingga bisa membatasi arus migrasi ke perkotaan, dan dalam hal ini, UMKM di perdesaan dapat memainkan suatu peran krusial.
c. Tidak hanya mayoritas dari UMKM, terutama di negara sedang berkembang� berlokasi di perdesaan kegiatan-kegiatan produksi dari kelompok usaha ini juga pada umumnya berbasis pertanian. Oleh karena itu, upaya-upaya pemerintah mendukung UMKM sekaligus juga merupakan suatu cara tak langsung, tetapi efektif untuk mendukung pembangunan dan pertumbuhan produksi di sektor pertanian.
d. UMKM memakai teknologi-teknologi yang lebih cocok (jika dibandingkan dengan teknologi�teknologi canggih yang umum dipakai oleh perusahaan-perusahaan modern/Usaha Besar) terhadap proporsi-proporsi dari faktor-faktor produksi dan kondisi lokal yang ada di negara berkembang, yakni sumber daya alam (SDA) dan tenaga kerja berpendidikan rendah yang berlimpah (walaupun jumlahnya bervariasi menurut negara atau wilayah di dalam sebuah negara), tetapi modal serta sumber daya manusia (SDM) atau tenaga kerja berpendidikan tinggi yang sangat terbatas.
e. Banyak UMKM bisa tumbuh pesat. Bahkan, banyak UMKM bias bertahan pada saat ekonomi Indonesia dilanda suatu krisis 26 besar pada tahun 1997/98. Oleh sebab itu, kelompok usaha ini dianggap sebagai perusahaan-perusahaan yang memiliki fungsi sebagai basis bagi perkembangan usaha lebih besar. Misalnya usaha mikro� bisa menjadi landasan bagi pengembangan usaha kecil, sedangkan Usaha Kecil bagi Usaha Menengah, dan Usaha Menengah bagi Usaha Besar.
f. Walaupun pada umumnya masyarakat perdesaan miskin, banyak bukti yang menunjukkan bahwa orang-orang desa yang miskin bias menabung dan meraka mau mengambil risiko dengan melakukan investasi. Dalam hal ini, UMKM bisa menjadi suatu titik permulaan bagi mobilisasi tabungan/investasi di perdesaan sementara, pada waktu yang sama, kelompok usaha ini dapat berfungsi sebagai tempat pengujian dan peningkatan kemampuan berwirausaha dari orang-orang desa.
g. Terbukti bahwa pada umumnya pengusaha-pengusaha UMKM membiayai sebagian besar dari operasi-operasi bisnis mereka dengan tabungan pribadi, ditambah dengan bantuan atau pinjaman dari saudara atau kerabat, atau dari pemberi-pemberi kredit informal, pedagang atau pengumpul, pemasok-pemasok bahan baku, dan pembayaran di muka dari konsumen-konsumen. Oleh karena itu, kelompok usaha ini dapat memainkan suatu peran penting lainnya, yaitu sebagai suatu alat untuk mengalokasikan tabungan-tabungan perdesaan, yang kalau tidak, akan digunakan untuk maksud-maksud yang tidak produktif. Dalam kata lain, jika kegiatan-kegiatan produktif tidak ada di perdesaan, keluarga-keluarga perdesaan yang memiliki uang lebih akan menyimpannya di dalam rumah yang tentu tidak akan menghasilkan.
h. Nilai tambah dalam bentuk penghasilan dari bunga tabungan karena di banyak desa belum ada bank, atau menggunakannya untuk tujuan-tujuan konsumtif, seperti beli 27 tanah, mobil, atau rumah, atau barang-barang konsumsi mewah lainnya yang sering dilihat oleh warga desa sebagai sesuatu yang prestise.
i. ��Walaupun banyak yang diproduksi oleh UMKM juga untuk masyarakat kelas menengah dan atas (untuk yang terakhir ini proporsinya lebih kecil), terbukti secara umum bahwa pasar utama bagi UMKM adalah untuk barang-barang konsumsi sederhana dengan harga relatif murah, seperti pakaian jadi dengan desain sederhana, mebel dari kayu, bamboo, dan rotan, barang-barang lainnya dari kayu, alas kaki, dan alat-alat dapur dari aluminium dan plastik. Barang-barang ini memenuhi kebutuhan sehari-hari dari masyarakat miskin atau berpendapatan rendah. Namun demikian, banyak juga UMKM yang membuat barang-barang nonkonsumsi, seperti peralatan-peralatan produksi, bergbagai macam mesin sederhana dan/atau komponen-komponennya, bahan-bahan bangunan, dan barangbarang setengah jadi lainnya untuk kebutuhan kegiatankegiatan di banyak sektor, seperti industri, konstruksi, pertanian, perdagangan, pariwisata, dan transportasi.
j. ��Sebagai bagian dari dinamikanya, banyak juga UMKM (khususnya UK dan UM) yang mampu meningkatkan produktivitasnya lewat investasi dan perubahan teknologi, walaupun negara berbeda mungkin punya pengalaman berbeda dalam hal ini, tergantung pada banyak factor. Faktor-faktor tersebut bisa termasuk tingkat pembangunan ekonomi pada umumnya dan pembangunan sektor terkait pada khususnya, aksses ke faktor-faktor penentu produktivitas paling penting, khususnya modal, teknologi, atau pengetahuan dan sumber daya manusia (SDM), dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah yang mendukung keterkaitan keterkaitan produksi antara UMKM dan UB, termasuk dengan perusahaan perusahaan asing/berbasis penanaman modal asing.
k. Seperti sering dikatakan di dalam literature, satu keunggulan dari UMKM adalah tingkat fleksibilitasnya yang tinggi, relatif terhadap pesaingnya. Dalam Berry dkk (2001), kelompok usaha ini dilihat sangat penting di industri-industri yang tidak stabil atau ekonomi-ekonomi yang menghadapi perubahan-perubahan kondisi pasar yang cepat, seperti krisis ekonomi 1997/98 yang dialami oleh beberapa negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, dengan menyadari betapa pentingnya UMKM (paling tidak secara potensial) seperti yang diuraikan di atas tersebut, tidak heran kenapa pemerintah-pemerintah di hampir semua NSB (termasuk Indonesia) sudah sejak lama mempunyai berbagai macam program, dengan skim-skim kredit bersubsidi sebagai komponen terpenting, untuk mendukung perkembangan dan pertumbuhan UMKM. Tidak hanya itu, lembaga-lembaga internasional pun, seperti Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), dan organisasi dunia untuk industry dan pembangunan (The United Nation Industry dan Development Organisation/UNIDO) dan banyak negara donor lewat kerja sama bilateral juga sangat aktif selama ini dalam upaya-upaya pengembangan (atau capacity building) UMKM.� UKM di Indonesia sangat penting terutama dalam penciptaan/pertumbuhan kesempatan kerja, atau sumber pendapatan bagi masyarakat/Rumah Tangga miskin. Hal ini didasarkan pada fakta empiris yang menunjukan bahwa kelompok usaha ini� mengerjakan jauh lebih banyak orang dibandingkan jumlah orang yang bekerja di Usaha Besar.�
2. Penerapan Kekayaan Intelektual (KI) terhadap UMKM
Kekayaan Intelektual merupakan kreatifitas yang dihasilkan dari hasil olah pikir manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan manusia. Sehubungan kekayaan intelektual tersebut merupakan hasil dari pemikiran manusia, maka perlu adanya pengaturan untuk memberikan perlindungan hukum. Kemampuan intelelektual manusia yang berupa daya cipta, rasa, dan karsanya menghasilkan karya karyanya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan teknologi.
Bidang bidang tersebut bila dilihat dari sifatnya dapat dikategorikan kekayaani ntelektual komunal dan kekayaan intelektual personal. Keduanya bisa dimanfaatkan secara ekonomi dalam rangka meningkatkan dan menumbuhkan usaha usaha atau bisnis yang menuju pada kesejahteraan yang berkeadilan. Dengan adanya kekayaan intelektual tersebut diharapkan mampu untuk bersaing dengan produk produk luar negeri yang telah lama beredar bebas di pasaran. Demikian juga dengan produk produk usaha mikro kecil, dan menengah perlu mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah dan adanya jaminan yang pasti.
Dengan demikian daya saing dan kemampuan UMKM perlu lebih ditingkatkan agar dapat memanfaatkan sistem perdagangan bebas yang berlangsung saat ini. Sistem itu dapat dimanfaatkan sebagai peluang untuk memperkenalkan produk-produk unggulan mereka di pasar global, ikut serta bahkan berperan serta secara nyata dalam sistem tersebut. Dalam kondisi peluang pasar menjadi lebih terbuka, liberlisme perdagangan tidaklah otomatis dapat membantu bahkan menjadi ancaman bagi UMKM.
Untuk mengantisipasi ancaman tersebut UMKM dituntut kreatif dan inovatif berani mengambil langkah dengan menghasilkan produk barang yang dari segi kualitasnya tidak kalah dengan produk dari perusahaan besar. Atas produk industri-industri UMKM dapat diberikan Pelindungan Kekayaan Intelektual (KI) berupa :
1. Perlindungan Hak Cipta atas Karya-karya Kreatif Pencipta dalam Ilmu Pengetahuan maupun Karya-karya Seni;
2. Pemberian Merek Dagang maupun Merek Jasa atas Gambar, Nama, Kata, Huruf, Angka, Susunan Warna atau Kombinasi dari Unsur-unsur tersebut yang mempunyai daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagang an barang atau jasa;
3. Pemberian Paten Sederhana atas teknologi yang ditemukan invensinya berupa produk atau
4. Alat yang Baru dan mempunyai nilai kegunaan praktis disebabkan oleh Bentuk, Konfigurasi, Konstruksi, atau Komponennya;
5. Kreasi atas Desain Industri berupa Bentuk, Konfigurasi, Komposisi Garis atau Warna yang memberikan kesan estetis dan dapat diterapkan pada komoditas Industri dan Kerajinan Tangan;
6. Rahasia Dagang atas informasi yang tidak diketahui umum di bidang teknologi dan atau bisnis, bernilai ekonomi, berguna dalam kegiatan usaha dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang;
Selain itu penerapan kekayaan intektual terhadap usaha mikro kecil, dan menengah sebagai upaya dalam bisnis yang menuju sejahtera maka di dasarkan pada prinsip prinsip kekayaan intelektual, yaitu prinsip keadilan, ekonomi, kebudayaan, dan sosial.
Indonesia secara resmi telah memasuki globalisasi perdagangan dengan diberlakukannya Convention Establishing The World Trade Organization (Konvensi WTO) termasuk di dalamnya Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs). Hal ini ditindaklanjuti dengan meratifikasi Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia atau Agreement Establishing The WTO.
Dalam Konvensi tersebut dimuat persetujuan mengenai aspek-aspek dagang dari Hak Kekayaan Intelektual yang tertuang dalam TRIPs. Pasal 7 dari Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa perlindungan dan penegakan hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI) bertujuan untuk mendorong timbul dan berkembangnya inovasi, pengalihan, dan penyebaran untuk manfaat ekonomi bangsa-bangsa dunia (Putra, 2014).
Pemerintah telah melakukan upaya untuk lebih meningkatkan pemanfaatan Kekayaan Intelektual (KI) terhadap UMKM misalnya dalam bentuk pemberian fasilitas kepada industri untuk mendaftarkan desain industrinya, hak cipta, dan desain produk, bahkan sekarang pendaftaran sudah dapat dilakukan secara online. Departemen Perindustrian (Depperin) sudah membentuk klinik konsultasi bagi UMKM yang memerlukan bantuan untuk mendaftarkan Kekayaan Intelektual produknya. Ada juga kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam biaya pengurusan hak paten untuk desain agar dapat dijangkau pelaku usaha dalam bentuk diskon/potongan pembayaran atas produk yang akan di daftarkan.
Di sisi lain pihak KADIN pun juga membantu meringankan komponen biaya yang dinilai para UMKM memberatkan. Sejak Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil Menengah diundangkan pada tanggal 4 Juli 2008, berlaku pada tanggal diundangkan, makin memperkuat posisi UMKM dalam menunjukkan kiprahnya. Sistem pelindungan hukum dengan mengajukan permohonan pendaftaran adalah konstitutif yang dikenal dengan sistem First to File yaitu pendaftar pertama (yang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan) yang akan mendapatkan sertifikat (Yuliasih, n.d.).
3. Plagiarisme Merk
Sektor bisnis tidak pernah dapat luput dari Kekayaan Intelektual. Setiap usaha yang dilakukan pasti memiliki kekayaan intelektual yang terdapat di dalamnya. Kekayaan Intelektual yang dimaksud dapat berupa Merek, Cipta, Paten, Desain Industri, Rahasia Dagang, Dasar Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Indikasi Geografis. Sama halnya dengan UMKM, meskipun skala bisnis yang dijalankan di dalam UMKM bukanlah suatu skala yang besar tetapi pada umumnya seluruh UMKM memiliki suatu Merek, baik Merek yang dipergunakan di dalam Perdagangan atau bisa disebut sebagai Merek dagang ataupun Merek yang dipergunakan di dalam suatu produk Jasa. Merek merupakan tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 dimensi atau 3 dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan atau jasa.
Dalam bisnis modern, suatu bisnis tidak dapat terlepaskan dari merek dagang atau jasa karena Merek adalah identitas dari produk yang diperdagangkan. Sebagai identitas Merek merupakan suatu tanda pembeda antara produk barang atau jasa yang sejenis yang diperdagangkan oleh para pelaku usaha. Dengan adanya suatu Merek, maka konsumen juga dapat menentukan suatu pilihan dengan tidak adanya kebingungan. Perlindungan merek di Indonesia menganut asas konstitutif (pendaftaran) dengan prinsip first to file (Khoirul Hidayah, 2017). Artinya, Merek hanya mendapatkan perlindungan apabila Merek tersebut didaftarkan ke pemerintah melalui kementerian Hukum dan Ham dan dalam hal ini terdapat di Direktorat Kekayaan Intelektual. Apabila UMKM memiliki produk baik berupa barang maupun jasa dengan menggunakan suatu merek namun tidak didaftarkan, maka pelaku usaha UMKM tersebut kehilangan perlindungan hukum atas mereknya. UMKM sebagai suatu industri berskala kecil masih menganggap bahwa perlindungan kekayaan intelektual bukanlah merupakan hal yang penting.
Hal tersebut dibuktikan dengan masih minimnya pendaftaran Merek UMKM di Ditjen Kekayaan Intelektual. Data statistik pendaftaran Ditjen KI menunjukkan bahwa selama periode 2016-April 2018 pendaftaran Merek Non UMKM mendominasi sebesar 91,45% sedangkan untuk merek UMKM hanya sebesar 8.55%. Padahal, menurut pandangan World Intellectual Property Rights (WIPO), UMKM memiliki banyak potensi untuk tumbuh kembang inovasi dan kreativitas atas produk. Namun, sayangnya kesadaran pengusaha UMKM akan pentingnya pemanfaatan Hak Kekayaan Intelektual untuk mendukung kegiatan usaha mereka masih rendah (Khoirul Hidayah, 2017).
Disisi lain, identitas atau merek dagang sebagai salah satu wujud karya Intelektual memiliki peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang atau jasa. Hal ini tidak terlepas karena suatu merek digunakan untuk membedakan suatu barang tertentu dari barang lain yang bentuknya sejenis. Berbagai pemalsuan merek dagang untuk suatu barang sejenis dengan kualitasnya lebih rendah daripada barang yang menggunakan merek yang dipalsukan itu. Untuk memperoleh keuntungan secara cepat dan pasti sehingga merugikan pengusaha seperti UMKM yang memproduksi barang asli. Dengan memperhatikan hal tersebut di atas diperlukan suatu perlindungan merek barang-barang yang diproduksi UMKM.
Merek merupakan salah satu kekayaan industri. Suatu produk tidak akan dapat terlepas dari suatu merek, karena merek merupakan identitas dari produk tersebut. Merek adalah aset ekonomi bagi pemiliknya, baik perorangan maupun perusahaan (badan hukum) yang dapat menghasilkan keuntungan besar, tentunya bila didayagunakan dengan memperhatikan aspek bisnis dan proses manajemennya yang baik. Demikian pentingnya peranan merek ini, maka terhadapnya dilekatkan perlindungan hukum, yakni sebagai objek terhadapnya terkait hak-hak perseorangan atau badan hukum (Sutedi, 2009).
Pemegang atau pemilik Hak Merek yaitu orang atau persero, beberapa orang sebagai pemilik bersama dan Badan Hukum yang telah mendapatkan hak atas merek yang disebut dengan merek terdaftar. Terdapat beberapa tanda yang tidak boleh dijadikan merek, yakni sebagai berikut :
a. Merek yang tidak memiliki daya pembeda, misalnya hanya sepotong garis, garis yang sangat rumit, atau garis yang kusut.
b. Merek yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, misalnya gambar porno atau gambar yang menyinggung perasaan keagamaan.
c. Merek berupa keterangan barang, misalnya merek kacang untuk produk kacang.
d. Merek yang telah menjadi milik umum, misalnya tanda lalu lintas.
e. Kata-kata umum, misalnya kata rumah atau kota (Sutedi, 2009).
Perlindungan atas Merek atau Hak atas Merek adalah hak ekslusif yang diberikan negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam daftar umum merek. Untuk jangka waktu tertentu ia menggunakan sendiri Merek tersebut ataupun memberi izin kepada seseorang, beberapa orang secara bersama-sama atau Badan Hukum untuk menggunakannya. Perlindungan atas Merek Terdaftar yaitu adanya kepastian hukum atas Merek Terdaftar, baik untuk digunakan, diperpanjang, dialihkan, dan dihapuskan sebagai alat bukti bila terjadi sengketa pelanggaran Merek Terdaftar. Merek merupakan suatu tanda pembeda atas barang atau jasa bagi satu perusahaan dengan perusahaan lainnya atau pemilik perorangan satu dan yang lainnya.
Sebagai tanda pembeda maka merek dalam satu kualifikasi barang/jasa tidak boleh memiliki persamaan antara satu dan lainnya, baik pada keseluruhan maupun pada pokoknya. Pengertian persamaan pada keseluruhannya yaitu apabila mempunyai persamaan dalam hal asal, sifat, cara pembuatan dan tujuan pemakaiannya. Pengertian persamaan pada pokoknya yaitu apabila memiliki persamaan pada persamaan bentuk, persamaan cara penempatan, persamaan bentuk dan cara penempatan, persamaan bunyi ucapan (Sutedi, 2009). Merek atas barang lazim disebut sebagai merek dagang, yaitu merek yang digunakan atau ditempelkan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang atau badan hukum. Merek sebagai tanda pembeda dapat berupa nama, kata, gambar, huruf, angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut (Sutedi, 2009).
Perlindungan merek sangat penting sekali, Merek berfungsi sebagai tanda pengenal yang menunjukkan asal barang dan jasa, sekaligus menghubungkan barang dan jasa yang bersangkutan dengan produsennya (Djubaedillah, 2003). Merek selain sebagai harta kekayaan yang dapat menghasilkan keuntungan bagi pengusaha selaku pemilik merek, juga sebagai alat untuk melindungi masyarakat selaku konsumen dari terjadinya penipuan kualitas barang tertentu. Konsumen akan meresa dirugikan jika merek yang mereka anggap berkualitas, ternyata diproduksi oleh pihak lain dengan kualitas rendah (Khoirul Hidayah, 2017).
Merek menggambarkan jaminan kepribadian (individuality) serta reputasi suatu barang dan jasa hasil usaha sewaktu diperdagangkan. Jaminan kualitas suatu barang atau jasa sangat berguna bagi produsen dalam persaingan usaha dan sekaligus memberikan perlindungan jaminan produknya kepada konsumen. Dirjen KI mengemukakan bahwa pemakaian Merek berfungsi sebagai tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya, kemudian sebagai alat promosi sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup dengan menyebut Mereknya, sebagai jaminan atas mutu barangnya, dan sebagai penunjuk asal barang atau jasa yang dihasilkan.
Oleh karena alasan-alasan diatas maka perlindungan hukum atas merek menjadi sangat penting agar tidak digunakan oleh pihak lain secara melawan hukum seperti pemalsuan, peniruan yang dapat menciptakan persaingan dagang tidak sehat dan pada akhirnya akan merugikan pemilik merek. Untuk memperoleh perlindungan hukum atas merek tersebut, maka dengan demikian maka Merek harus didaftarkan terlebih dahulu. Dirjen KI mengemukakan bahwa pendaftaran merek berfungsi sebagai alat bukti bagi pemilik yang berhak atas Merek yang didaftarkan, sebagai dasar penolakan terhadap Merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya yang dimohonkan pendaftaran oleh orang lain untuk barang atau jasa sejenisnya, dan juga berfungsi sebagai dasar untuk mencegah orang lain memakai Merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya dalam peredaran untuk barang atau jasa sejenisnya.
Pentingnya pendaftaran merek terhadap pelaku usaha di Indoneisa belum secara menyeluruh disadari oleh kelas-kelas pelaku usaha. Di Indonesia terdapat kelas pelaku usaha seperti Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang mana secara persentase masih sedikit yang telah mendaftarkan merek ke Dirjen KI dibandingkan dengan pelaku usaha Non-UMKM. Sebagaimana data yang telah diuraikan sebelumnya yakni data statistik pendaftaran Ditjen KI menunjukkan bahwa selama periode 2016-April 2018 pendaftaran Merek Non UMKM mendominasi sebesar 91,45% sedangkan untuk merek UMKM hanya sebesar 8.55%.�
Penyebutan terkait dengan Merek UMKM tertuang di dalam konsideran huruf a UU Merek 2016 yang berisikan �bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan Merek dan Indikasi Geografis menjadi sangat penting terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat, berkeadilan, pelindungan konsumen, serta pelindungan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, dan industri dalam negeri.�
Berdasarkan konsideran tersebut, dapat diketahui bahwa fokus dari UU Merek 2016 adalah memberikan kepastian hukum dan perlindungan terutama kepada konsumen dan pelaku usaha dalam negeri, dan menjaga suatu persaingan usaha yang sehat. Hanya saja, persaingan usaha yang sehat hanya bisa dapat terjadi apabila para industri besar tidak memanfaatkan posisi dominannya untuk menekan industri UMKM melainkan mereka harus bisa bersinergi dalam menjalankan suatu roda perekonomian secara bersama-sama tanpa melakukan monopoli.
Keberadaan UU Merek� diharapkan bisa menjadi salah satu cara pemerintah dalam melindungi usaha UMKM melalui perlindungan kekayaan intelektualnya yang berupa Merek. Dengan adanya pengakuan Merek yang diberikan kepada pelaku usaha UMKM maka industri besar ataupun para pelaku usaha yang memiliki itikad tidak baik, tidak serta merta dapat mengambil kekayaan intelektual milik pelaku usaha UMKM karena kepemilikan Merek yang terdaftar diakui dan dilindungi oleh pemerintah. Apabila ada sengketa yang lahir akibat adanya sengketa kepemilikan Merek, pemerintah hanya akan mengacu pada sertifikat Merek sebagai bukti kepemilikan hak atas Merek, kecuali terjadi pembatalan hak atas merek berdasarkan gugatan merek yang dilakukan oleh salah satu pihak di pengadilan Niaga. Kemudian sebagai upaya perlindungan hukum terhadap merek industri UMKM di Indonesia dilakukan dengan cara meningkatkan industri UMKM untuk mendaftarkan merek oleh pelaku UMKM, dikarenakan industri UMKM hanya akan mendapatkan perlindungan hukum merek apabila telah mendaftarkan mereknya.
Perlindungan atas Merek atau Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan Negara kepada pemilik merek terdaftar dalam Daftar Merek Umum. Untuk jangka waktu tertentu pemegang hak atas merek dapat menggunakan sendiri merek tersebut ataupun memberi izin kepada seseorang, beberapa orang secara bersama-sama atau Badan Hukum untuk menggunakannya. Perlindungan atas Merek Terdaftar yaitu adanya kepastian hukum atas Merek Terdaftar, baik untuk digunakan diperpanjang maupun sebagai alat bukti bila terjadi sengketa pelaksanaan atas Merek Terdaftar (Saidin, 2002).
Secara umum UMKM menghadapi sejumlah permasalahan yang bisa menghambat perkembangannya, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan hukum, persaingan usaha,� kurang pengetahuan manajemen keuangan dan iklim usaha yang kurang kondusif,. sehingga diperlukan upaya serius dari pemerintah untuk melakukan pemberdayaan serta perlindungan hukum bagi pelaku-pelaku UMKM. Pemberdayaan serta perlindungan hukum bagi UMKM ini.
Perilaku bisnis UMKM Indonesia umumnya masih sangat tradisional, dan belum berpikir tentang Pelindungan Kekayaan Intelektual (KI) atas produk atau desain produknya. Kurangnya sosialisasi Kekayaan Intelektual (KI) bagi setiap produk hasil karya UMKM juga sangat minim sehingga pelaku usaha ada yang sama sekali tidak tahu Kekayaan Intelektual (KI). Keadaan ini tentu mengkhawatirkan karena dalam dunia usaha selalu ada persaingan. Persaingan yang tidak sehat akan membuat pelaku usaha mengalami kekalahan dalam hal penemuan dan pemasaran produk. Karena itu penting kiranya perlindungan hukum bagi produk-produk UMKM dengan melandaskan pada Kekayaan Intelektual (KI).
Anjarwati, R. (2013). PPh Final 1% untuk UMKM. Yogyakarta: Pustaka Baru Pres. Google Scholar
Djubaedillah, M. D. dan R. (2003). Hak Milik Intelektual Sejarah Teori dan Prakteknya di Indonesia. Citra Aditya Bakti. Google Scholar
Howkins. (2011). Administrasi Pembangunan Konsep, Dimensi, dan Strateginya Penerapan Usaha Kecil. PT. Bumi Aksara. Google Scholar
Jonaedi Efendi, S. H. I., Johnny Ibrahim, S. H., & Se, M. M. (2018). Metode Penelitian Hukum: Normatif dan Empiris. Prenada Media. Google Scholar
Khoirul Hidayah. (2017). Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Setara Press. Google Scholar
Marzuki, P. M. (2005). Penelitian hukum. Google Scholar
Navastara. (2014). Indonesia dalam Menghadapi Era Baru Ekonomi Kreatif. PT. Bumi Aksara. Google Scholar
OECD, P. (2017). Enhancing the contributions of SMEs in a global and digitalised economy. Paris. Retrieved Feb, 25, 2019. Google Scholar
Putra, F. N. D. (2014). Perlindungan hukum bagi pemegang hak atas merek terhadap perbuatan pelanggaran merek. Mimbar Keadilan, 240068. Google Scholar
Saidin, H. (2002). Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual,/(Intellectual Property Rights). Google Scholar
Soekanto, S., & Mamudji, S. (1985). Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Google Scholar
Sutedi, A. (2009). Hak Kekayaan Atas Intelektual. Jakarta: Sinar Grafika. Google Scholar
Todaro, A. M. (2007). Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Pustaka Pelajar. Google Scholar
Todaro, M. P. (1995). Ekonomi untuk Negara-negara berkembang. Penerjemah: Agustinus Subekti, Ed, Jakarta: Bumi Aksara. Google Scholar
Wahyudi, D., & Rejekingsih, T. W. (2013). Analisis Kemiskinan di Jawa Tengah. Diponegoro Journal of Economics, 2(1), 83�97. Google Scholar
Yuliasih, Y. (n.d.). Perlindungan Hukum Desain Industri Dalam Pelaksanaan Prinsip Keadilan Menurut Teori Keadilan John Rawls (Studi Kasus Putusan Nomor 35 Pk/Pdt. Sus-HkI/2014). Notarius, 8(2), 152�279. Google Scholar
Copyright holder: Muhammad Arbani (2022) |
First publication right: |
This article is licensed under:
|