Jurnal Syntax Admiration

Vol. 3 No. 5 Mei 2022

p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356

Sosial Teknik

 

PENGARUH PEMBELAJARAN DARING TERHADAP MINAT BELAJAR SISWA PADA MASA COVID-19 DI SDK LEMUEL II

 

Nor Aida, Zainab Hartati, Hamdanah

Institut Agama Islam Negeri Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

INFO ARTIKEL

ABSTRAK

Diterima

24 Maret 2022

Direvisi

13 Mei 2022

Disetujui

23 Mei 2022

Mendidik anak pada hakikatnya adalah juga merupakan usha nyata dari pihak orang tua dalam rangka mensyukuri karunia Allah SWT, yang telah diberikan, serta amanat-Nya. Sehingga anak akan tetap menjadi sumber kebahagiaan, maupun menjadi menjadi penerus garis keturunan yang baik. Penerapan ini dimaksud untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai atau belum, dan apakah penerapan yang diberikan orang tua sudah tepat. Semua penerapan itu akan terjawab melalui kegiatan evaluasi atau penilaian. Kajian ini bertujuan untuk memahami tentang pengertian teknik evaluasi nontes, macam-macam Evaluasi nontes, urgensi Evaluasi Nontes, dan pembelajaran membaca Al-Qur�an. Penelitian ini merupakan penelitian yang terkait dengan buku-buku, arsip-arsip, jurnal, dokumen dan berbagai referensi penting lainnya yang terkait dengan tema atau bahasan yang sedang dilakukan analisis untuk mendapatkan kesimpulan yang relevan. Adapun teknik analisis data yang digunakan yaitu, dengan pengumpulan data dilakukan mecari, mencatat, dan mengumpulkan melalui hasil wawancara secara instentif, observasi dilapangan. Langkah terakhir dalam mengumpulkan data.

Kata kunci:

Evaluasi non-tes,

Membaca Al-Qur'an, pembelajaran

 


Keywords :

Non-test evaluation,

Reading the Qur'an, learning

ABSTRACT

Educating children is in essence also a real usha on the part of parents in order to be grateful for the gift of Allah Almighty, which has been given, as well as His mandate. So that the child will remain a source of happiness, as well as become a good successor of the bloodline. This application is intended to find out whether the goals that have been formulated are achieved or not, and whether the application given by the parents is appropriate. All these applications will be answered through evaluation or assessment activities. This study aims to understand the meaning of non-test evaluation techniques, the kinds of non-test evaluations, the urgency of non-test evaluations, and learning to read the Qur'an. This research is research related to books, archives, journals, documents and various other important references related to the theme or discussion that is being analyzed to obtain relevant conclusions. The data analysis techniques used are, namely, with data collection carried out searching, recording, and collecting through the results of interviews in an intuitive manner, observations in the field. The final step in collecting data.

 


 

Pendahuluan

Belajar adalah proses perubahan prilaku berkat, pengalaman dan Latihan (Faizah, 2017). Artinya tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi.

Aktivitas belajar anak sesungguhnya merupakan perpaduan dari berbagai unsur. Hasil belajar yang dicapai oleh anak dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni dari dalam diri� maupun faktor dari luar atau lingkungan (Suardi, 2018). Faktor yang penting sekali adalah bantuan orang dewasa, yaitu guru atau orang tua yang membentuk lingkungan manusia (Human Environment) (Dearing et al., 2006).

Orang tua merupakan buaian tempat anak melihat cahaya kehidupan pertama, sehingga apapun yang dicurahkan dalam sebuah keluarga akan meninggalkan kesan yang mendalam terhadap watak, pikiran, sikap dan prilaku anak. Sebab tujuan dalam membina kehidupan keluarga adalah agar dapat melahirkan generasi baru sebagai penerus perjuangan hidup orang tua (Santoso, 2020). Untuk itu orang tua memiliki tanggung jawab dan kewajiban dalam membimbing dan memberikan pendidikan kepada anak antara lain adalah dengan memberikan perhatian yang intensif dan konsentrasi pada waktu belajar (Dedih et al., 2019). Anak adalah anggota keluarga, jika orang tua adalah pemimpin keluarga, sebagai tanggung jawab atas keselamatan di dunia dan khususnya di akhirat. maka orang tua wajib mendidik anak-anaknya. Allah berfirman Q.S AT-Tahrim : 6 :

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظ شِدَاد لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Ayat ini menjelaskan bahwa peran orang tua atau tanggung jawab orang tua terhadap anak yang diasunya dalam keluarga. Dengan menyadari apa dan siapa hakikat anak itu sebenarnya. Diharapkan agar para orang tua, khususnya orang tua muslim dapat menyadari akan tanggung jawab dan kewajiban mereka terhadap anak-anak yang dilahirkan (Sulistyoko, 2018).

����������� Dalam melakukan pembelajaran daring siswa dituntut menggunakan media elektronik� dan jaringan yang lambat salah satu kendala bagi siswa dalam melaksanakan pembelajaran daring, ekonomi yang tidak memadai membuat sebagian orang tua tidak maksimal memberikan fasilitas dan kuota internet (Simangunsong, 2021). Berdasarkan observasi awal� yang peneliti lakukan pada siswa SD bahwa ditemukan minat belajar siswa rendah. Oleh karena itu peneliti tertarik mengangkat judul analisis minat belajar siswa dalam pembelajaran daring pada masa pandemi covid-19 di SDK Lemuel II, Jakarta Barat.

 

Metode

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif Penelitian deskriptif kualitatif adalah metode penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara utuh dan mendalam tentang realitas sosial dan berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat yang menjadi subjek penelitian sehingga tergambarkan ciri, karakter, sifat, dan model dari fenomena tersebut.

Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data dilapangan. Menurut (Sugiyono, 2012) menyatakan bahwa �Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data�. Menurut (Sugiyono, 2017) teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu: wawancara (interview), kuesioner (angket), observasi.

�� Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti yaitu dengan menggunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan, angket dan wawancara. Adapun skala yang digunakan adalah skala Guttman. Skala Guttman akan didapat jawaban yang tegas , yaitu �ya-tidak�; �benar-salah�; �pernah-tidak pernah�; �positif-negatif� dan lain-lain (Sugiyono, 2015) Menurut (Silalahi, 2018) menyatakan �Teknik pengskalaan Guttman, yang dikembangkan pertama kali oleh Louis Guttman pada 1940-an, digunakan jika ingin mendapatkan jawaban yang tegas atas suatu masalah�. Sejalan dengan itu menurut (Moleong, 2013) menyatakan �Skala Guttman selain dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda, juga dapat dibuat dalam bentuk checklist. Jawaban dapat dibuat skor tertinggi satu dan terendah nol, misalnya untuk jawaban setuju diberi skor 1 dan tidak setuju diberi skor 0�.

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Pengertian Teknik Evaluasi Nontes

Evaluasi atau penilaian merupakan salah satu komponen sistem pengajaran, Pengembangan alat evaluasi merupakan bagian integral dalam pengembangan sistem instruksional (Hidayat & Asyafah, 2019). Oleh sebab itu fungsi evaluasi adalah untuk mengetahui apakah tujuan yang dirumuskan dapat tercapai, evaluasi merupakan salah satu faktor penting dalam proses belajar mengajar. Sebagai alat penilai hasil pencapaian tujuan dalam pengajaran, evaluasi harus dilakukan secara terus menerus. Evaluasi itu lebih dari hanya sekedar untuk menentukan angka keberhasilan belajar, tetapi manfaat evaluasi sangat besar.

Evaluasi merupakan kegiatan yang paling umum dilakukan dan tindakan yang mengawali kegiatan evaluasi dalam penilaian hasil belajar siswa. Pernyataan ini tidaklah harus diartikan bahwa teknik tes adalah satu- satunya teknik untuk melakukan evaluasi hasil belajar, sebab masih ada teknik lainnya yang dapat dipergunakan, yaitu teknik nontes. Teknik evaluasi nontes berarti melaksanakan penilaian dengan tidak mengunakan tes. Teknik penilaian ini umumnya untuk menilai kepribadian peserta didik secara menyeluruh meliputi sikap, tingkah laku, sifat, sikap sosial, ucapan, riwayat hidup dan lain-lain. Yang berhubungan dengan kegiatan belajar dalam pendidikan, baik secara individu maupun secara kelompok.

B.  Macam-macam Evaluasi Nontes

1.    Wawancara

Wawancara adalah suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Dikatakan sepihak karena dalam wawancara ini responden tidak diberi kesempatan sama sekali untuk mengajukan pertanyaan. Pertanyaan hanya diajukan oleh subyek evaluasi.

Sebagai alat penilaian, wawancara dapat digunakan untuk menilai hasil dan proses belajar. Kelebihan wawancara ialah bisa kontak langsung dengan peserta didik sehingga dapat mengungkapkan jawaban secara lebih bebas dan mendalam. Lebih dari itu, hubungan dapat dibina lebih baik sehingga siswa bebas mengemukakan pendapatnya. Wawancara bisa direkam sehinga jawaban peserta didik bisa dicatat secara lengkap. Melalui wawancara, data bisa diperoleh dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif. Pertanyaan yang tidak jelas dapat diulang dan dijelaskan lagi. Sebaliknya, jawaban yang belum jelas bisa diminta lagi dengan lebih terarah dan lebih bermakna asal tidak mempengaruhi atau mengarahkan jawaban peserta didik. Tujuan dari wawancara adalah :

a.    Untuk memperoleh informasi secara langsung guna menjelaskan suatu situasi dan kondisi tertentu.

b.    Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah.

c.    Untuk memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau orang tertentu.

Ada dua jenis wawancara, yaitu wawancara berstuktur dan wawancara bebas (tak berstruktur). Dalam wawancara berstruktur kemungkinan jawaban telah disiapkan sehingga peserta didik tinggal mengategorikannya kepada alternatif jawaban yang telah dibuat. Keuntungannya ialah mudah diolah dan dianalisis untuk dibuat kesimpulan. Sedangkan pada wawancara bebas, jawaban tidak perlu disiapkan sehingga peserta didik bebas mengemukakan pendapatnya. Keuntungannya ialah informasi lebih padat dan lengkap sekalipun kita harus bekerja keras dalam menganalisisnya sebab jawabannya bisa beraneka ragam. Hasil atau jawaban peserta didik tidak bisa ditafsirkan langsung, tetapi perlu analisis dalam bentuk kategori dimensi-dimensi jawaban, sesuai dengan aspek yang diungkapkan. Ada tiga aspek yang harus diperhatikan dalam melaksanakan wawancara, yakni :

a.    Tahap awal pelaksanaan wawancara

b.    Penggunaan pertanyaan

c.    Pencatatan hasil wawancara

Tahap awal wawancara bertujuan untuk mengondisikan situasi wawancara. Buatlah situasi yang mengungkapkan suasana keakraban sehingga peserta didik tidak merasa takut, dan ia terdorong untuk mengemukakan pendapatnya secara bebas dan benar atau jujur. Setelah kondisi awal cukup baik, barulah diajukan pertanyaanpertanyaan sesuai dengan tujuan wawancara. Pertanyaan diajukan secara bertahap dan sistematis berdasarkan rambu-rambu atau kisi-kisi yang telah dibuat sebelumnya. Apabila pertanyaan dibuat secara berstruktur, pewawancara membacakan pertanyaan dan, kalau perlu alternatif jawabannya. Tahap terakhir adalah mencatat hasil wawancara. Hasil wawancara sebaiknya dicatat saat itu juga supaya tidak lupa. Mencatat hasil wawancara berstruktur cukup mudah sebab tinggal memberikan tanda pada alternatif jawaban, misalnya melingkari salah satu jawaban yang ada. Sedangkan pada wawancara terbuka kita perlu mencatat pokokpokok isi jawaban peserta didik pada lembaran tersendiri.

Sebelum melaksanakan wawancara perlu dirancang pedoman wawancara. Pedoman ini disusun dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut :

a.    Tentukan tujuan yang ingin dicapai dari wawancara. Misalnya untuk mengetahui pemahaman bahan pengajaran (hasil belajar) atau mengetahui pendapat peserta didik mengenai kemampuan mengajar yang dilakukan guru (proses belajar-mengajar).

b.    Berdasarkan tujuan diatas tentukan aspek-aspek yang akan diungkap dari wawancara tersebut. Aspek-aspek tersebut dijadikan dasar dalam menyusun materi pertanyaan wawancara. Aspek yang diungkap diurutkan secara sistematis mulai dari yang sederhana menuju yang kompleks dari yang khusus menuju yang umum, atau dari yang mudah menuju yang sulit.

c.    Tentukan bentuk pertanyaan yang akan digunakan, yakni bentuk berstruktur ataukah bentuk terbuka. Bisa saja kombinasi dari kedua bentuk tersebut. Misalnya untuk beberapa aspek digunakan pertanyaan berstruktur, dan untuk beberapa aspek lagi dibuat secara bebas. �Buatlah pertanyaan wawancara sesuai dengan analisis butir (c) diatas, yakni membuat pertanyaan yang berstuktur dan atau yang bebas.

d.    Ada baiknya apabila dibuat pula pedoman mengolah dan menafsirkan hasil wawancara, baik pedoman untuk wawancara berstruktur maupun untuk wawancara bebas.

2.    Kuisioner

Kuesioner juga sering dikenal sebagai angket. Angket yaitu wawancara tertulis baik pertanyaan maupun jawabannya. Pada dasarnya kuesioner adalah sebuah pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Dengan kuesiner ini orang dapat mengetahui tentang keadaan / data diri, pengalaman, pengetahuan sikap atau pendapatnya dan lain-lain.

Kelebihan kuesioner dari wawancara ialah sifatnya yang praktis, hemat waktu, tenaga, dan biaya. Kelemahannya ialah jawaban sering tidak objektif, lebih-lebih bila pertanyaan kurang tajam yang memungkinkan peserta didik berpura-pura. Seperti halnya wawancara, kuesioner pun ada dua macam, yakni kuesioner langsung dan tidak langsung. Kelebihan masingmasing kuesioner tersebut hampir sama dengan wawancara. Cara penyampaian kuesioner ada yang langsung dibagikan kepada peserta didik, yang setelah diisi lalu dikumpulkan lagi. Ada juga yang dikirim melalui pos. cara kedua belum menjamin terkumpulnya kembali sesuai dengan jumlah yang dibagikan. Oleh karena itu, sebaiknya pengiriman kuesioner dibuat lebih dari yang diperlukan.

Alternatif jawaban yang ada dalam kuesioner bisa juga ditransformasikan dalam bentuk simbol kuantitatif agar menghasilkan data interval. Caranya ialah dengan jalan memberi skor terhadap setiap jawaban berdasarkan kriteria tertentu. Misalnya ditanyakan tingkat pendidikan responden. Makin tinggi jenjang pendidikan yang dimilikinya, makin besar skor yang diberikan. Cara menyusun kuesioner seperti pada tes prestasi belajar, sehingga berlaku langkah-langkah yang telah dijelaskan di muka, yakni dimulai dengan analisis variabel, membuat kisi-kisi, dan menyusun pertanyaan. Petunjuk yang lebih teknis dalam membuat kuisioner adalah sebagai berikut :

a.    Mulai dengan pengantar yang isinya permohonan mengisi kuesioner sambil dijelaskan maksud dan tujuannya.

b.    Jelaskan petunjuk atau cara mengisinya supaya tidak salah. Kalau perlu, diberikan contoh.

c.    Mulai dengan pertanyaan untuk mengungkapkan identitas responden. Dalam identitas ini sebaiknya tidak diminta mengisi nama. Identitas dukup mengungkapkan jenis kelamin, usia, kelas, dan lain-lain yang ada kaitannya dengan tujuan kuesioner.

d.    Isi pertanyaan sebaiknya dibuat beberapa kategori atau bagian sesua dengan variabel yang diungkapkan sehingga mudah mengolahnya.

e.    Rumusan pertanyaan dibuat singkat, tetapi jelas sehingga tidak membingungkan dan salah mengakibatkan penafsiran.

f. Hubungan antara pertanyaan yang satu dengan pertanyaan lain harus dijaga sehingga tampak logikanya dalam satu rangkaian yang sistematis. Hindari penggolongan pertanyaan terhadap indikator atau persoalan yang sama.

g.    Usahakan kemungkinan agar jawaban, kalimat, atau rumusannya tidak lebih panjang daripada pertanyaan.

h.    Kuesioner yang terlalu banyak atau terlalu panjang akan melelahkan dan membosankan responden sehingga pengisiannya tidak objektif lagi.

i. Ada baiknya kuesioner diakhiri dengan tanda tangan si pengisi untuk menjamin keabsahan jawabannya.

Tujuan penggunaan kuesioner dalam kegiatan pengajaran adalah sebagai berikut :

a.    Untuk memperoleh data mengenai latar belakang peserta didik sebagai bahan dalam menganalisis tingkah laku hasil dan proses belajarnya.

b.    Untuk memperoleh data mengenai hasil belajar yang dicapainya dan proses belajar yang ditempuhnya.

c.    Untuk memperoleh data sebagai bahan dalam menyusun kurikulum dan program belajar-mengajar.

Kuesioner untuk tujuan ketiga, yakni untuk keperluan kurikulum dan program pengajaran, mengungkapkan aspek yang berkenaan dengan bahasan, relevansi dan kegunaan bahan pelajaran, cara menyajikan bahan, tingkat kesulitan bahan, cara guru mengajar, kesinambungan bahan pelajaran, sistem penilaian atau ujian, buku pelajaran, alat peraga, laboratorium atau praktikum, kegiatan ekstrakurikuler, lama belajar, dan kegiatan peserta didik. Kuesioner yang hanya menuntut jawaban �ya� dan �tidak� disebut inventori. Kuesioner seperti ini kurang dapat mengungkapkan pendapat siswa secara menyeluruh, terbuka, dan jawaban-jawaban yang bermakna. Namunm keuntungannya ialah sederhana dan mudah diolah dan ditafsirkan.

3.    Skala

Skala adalah alat untuk mengukur nilai, minat dan perhatian yang disusun dalam bentuk pertanyaan untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam bentuk rentangan nilai sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Dalam uraian ini hanya akan dijelaskan skala penilaian (rating scale) dan skala sikap. Skala biasanya dilakukan untuk melakukan penilaian terhadap sikap atau penilaian kualitatif dengan menggunakan bentuk skala (kuantitatif).

a.    Skala Penilaian

Skala penilaian mengukur penampilan atau perilaku orang lain oleh seseorang melalui pernyataan perilaku individu pada suatu titik kontinu atau suatu kategori yang bermakna nilai. Titik atau kategori diberi nilai rentangan mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah. Rentangan ini bisa dalam bentuk huruf (A, B, C, D), angka (4, 3, 2, 1) atau 10, 9, 8, 7, 6,5. Sedangkan rentangan kategori bisa tinggi, sedang, rendah, atau baik, sedang, kurang.

Hal yang penting diperhatikan dalam skala penilaian adalah kriteria skala nilai, yakni penjelasan operasional untuk setiap alternatif jawaban (A, B, C, D). Adanya kriteria yang jelas untuk setiap alternatif jawaban akan mempermudah pemberian penilaian dan terhindar dari subyektivitas penilaian. Tugas penilai hanya memberi tanda cek (V) dalam kolom rentangan nilai. Skala nilai di atas bisa juga menggunakan kategori baik, sedang dan kurang atau dengan angka 4, 3, 2, 1 bergantung pada keinginan penilai.

Skala penilaian dapat menghasilkan data interval tersebut. Dalam contoh diatas skor maksimal adalah 20, diperoleh dari 5 x 4, skor minimal adalah 5, diperoleh dari 1 x 5. Dalam skala kategori, penilai bisa membuat rentangan yang lebih rinci misalnya baik sekali, baik, sedang, kurang, dan kurang sekali. Ada satu model skala penilaian lain, yaitu skala penilaian komparatif. Alam skala ini penilai diminta melakukan penilaian dengan cara membandingkan subyek yang dinilai dengan posisi orang laian yang sejenis sebagai ukuran bandinganSeperti halnya instrumen yang lain, penyusunan skala penilaian hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1)   Tentukan tujuan yang akan dicapai dari skala penilaian ini sehingga jelas apa yang sehuarusnya dinilai.

2)   Berdasarkan tujuan tersebut, tentukan aspek atau variabel yang akan diungkap melalui instrumen ini.

3)   Tetapkan bentuk rentangan nilai yang akan digunakan, misalnya nilai angka atau kategori.

4)   Buatlah item-item pertanyaan yang akan dinilai dalam kalimat yang singkat tetapi bermakna secara logis dan sistematis.

5)   Ada baiknya menetapkan pedoman mengolah dan menafsirkan hasil yang diperoleh dari penilaian ini.

Skala yang penilaiannya tidak dibuat dalam bentuk rentangan nilai tetapi hanya mendiskripsikan apa adanya, disebut daftar checklist. Dalam daftar cek jawaban dikategorikan misalnya ada, tidak ada, atau dilakukan, tidak dilakukan, dan di kata-kata lain yang sejenis. Hal-hal lainnya sama 29 dengan skala penilaian, baik cara menyusunnya, bentuk-bentuknya, maupun pengolahan dan interpretasinya.

1)    Skala Sikap

Sikap merupakan digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Sikap juga dapat diartikan reaksi seseorang terhadap suatu stimulus yang datang kepada dirinya. Ada tiga kompenen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek atau stimulus yang dihadapinya, afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Oleh karana itu, sikap selalu bermakna bila dihadapkan kepada objek tertentu, misalnya sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, sikap mahasiswa terhadap pendidikan politik, atau sikap guru terhadap profesinya.

2)    Observasi

Observasi adalah pengamatan kegiatan seperti dalam diskusi, kerja kelompok, eksperimen, dan sebagainya. Observasi juga bisa diartikan suatu� teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis.

Sebenarnya observasi merupakan suatu proses yang alami, dimana kita semua sering melakukannya, baik secara sadar maupun tidak sadar di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam kelas, guru sering melihat, mengamati, dan melakukan interprestasi. Dalam kehidupan sehari-haripun kita sering mengamati orang lain. Pentingnya observasi dalam kegiatan evaluasi pembelajaran mengharuskan guru untuk memahami lebih jauh tentang judgement, bertindak secara reflektif, dan menggunakan komentar orang lain sebagai informasi untuk membuat judgement yang lebih reliabel.

Hal yang harus dipahami oleh anda adalah bahwa tidak semua apa yang dilihat disebut observasi. Dengan kata lain, observasi yang dilakukan oleh guru di kelas tidak cukup dengan hanya duduk dan melihat melainkan harus dilakukan secara sistematis, sesuai dengan aspek-aspek tertentu, dan berdasarkan tujuan yang jelas. Untuk memperoleh hasil observasi yang baik, maka kemampuan anda dalam melakukan pengamatan harus sering dilatih, mulai dari hal-hal yang sederhana sampai dengan hal-hal yamg kompleks.

Tujuan utama observasi adalah :

1)      Untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai suatu fenomena, baik yang berupa peristiwa maupun tindakan, baik dalam situasi sesungguhnya maupun dalam situasi buatan.

2)      Untuk megukur perilaku kelas, interaksi antara peserta didik dan guru, dan faktor-faktor yang dapat diamati lainnya, terutama kecakapan sosial (social skills).

Dalam evaluasi, observasi dapat digunakan untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik, seperti tingkah laku peserta didik pada waktu belajar, berdiskusi, mengerjakan tugas, dan lain-lain. Dalam melakukan evaluasi kita harus memahami tentang :

1)   Konsep dasar observasi, mulai dari pengertian, tujuan, fungsi, peranan, karakteristik, prinsip-prinsip sampai dengan prosedur observasi.

2)   Perencanaan observasi, seperti menentukan kegiatan apa yang akan diobservasi, siapa yang akan melakukan observasi, rencana sampling, menyusun pedoman observasi, melatih pihak-pihak yang akan melakukan observasi dalam mengunakan pedoman observasi.

3)   Prosedur observasi, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengolahan dan penafisran sampai dengan pelaporan hasil observasi.

Untuk menyusun pedoman observasi, sebaiknya mengikuti langkahlangkah sebagai berikut :

1)   Merumuskan tujuan observasi

2)   Membuat lay out atau kisi-kisi observasi

3)   Menyusun pedoman observasi

4)   Menyusun aspek-aspek yang akan diobservasi, baik yang berkenaan dengan proses belajar peserta didik maupun kepribadiannya.

5)   Melakukan uji-coba pedoman observasi untuk melihat kelemahankelemahan pedoman observasi.

6)   Merevisi pedoman observasi berdasarkan hasil uji coba

7)   Melaksanakan observasi pada saat kegiatan berlangsung.

8)   Mengolah dan menafsirkan hasil observasi.

Observasi untuk menilai proses belajar mengajar dapat dilaksanakan oleh guru dikelas pada saat peserta didik melakukan kegiatan belajar. Untuk itu guru tidak perlu terlalu formal memperhatikan siswa, tetapi ia mencatat secara teratur gejala dan perilaku yang ditunjukkan oleh setiap peserta didik. Misalnya hubungan sosial peserta didik dalam diskusi. Partisipasi peserta didik dalam memecahkan masalah. Dan tanggung jawab dalam mengerjakan tugas. Lebih dari itu guru dapat pula mengamati hasil belajar peserta didik, setelah peserta didik selesai mengerjakan tugas-tugas belajarnya seperti ketelitian, kesungguhan, ketepatan jawaban, dan tulisan atau bahasa. Dengan demikian, observasi sangat dimungkinkan penggunaannya oleh guru, baik dalam menilai proses belajar mengajar maupun dalam menilai hasil belajar peserta didik. Observasi juga lebih praktis dibandingkan dengan alat penilaian bukan tes lainnya.

3)   Studi Kasus

Studi kasus pada dasarnya mempelajari secara intensif seorang individu yang dipandang mengalami suatu kasus tertentu. Misalnya mempelajari secara khusus anak nakal, anak yang tidak bisa bergaul dengan orang lain, anak yang selalu gagal belajar, atau anak pandai, anak yang paling pandai disukai teman-temannya. Kasus-kasus tersebut (pilih salah satu yang paling diperlukan) dipelajarinya secara mendalam dan dalam kurun waktu yang cukup lama. Mendalam artinya mengungkapkan semua variabel yang menyebabkan terjadinya kasus tersebut dari berbagai aspek yang mempengaruhi dirinya. Tekanan utama dalam studi kasus adalah mengapa individu melakukan apa yang dilakukannya dan bagaimana tingkah lakunya dalam kondisi dan pengaruhnya terhadap lingkungan.

Kelebihan studi kasus dari studi lainnya adalah bahwa subyek dapat dipelajari secara mendalam dan menyeluruh. Namun, kelemahannya sesuai dengan sifat studi kasus bahwa informasi yang diperoleh sifatnya subjektif, artinya hanya untuk individu yang bersangkutan, dan belum tentu dapat digunakan untuk kasus yang sama pada individu yang lain. Dengan kata lain, generalisasi informasi sangat terbatas penggunaannya. Hasil studi kasus dapat menghasilkan hipotesis yang dapat diuji lebih lanjut. Banyak teori, konsep, dan prinsip dalam proses perubahan tingkah laku individu dilakukan oleh guru, guru pembimbing, wali kelas, terutama untuk kasus-kasus siswa disekolah. Pada umumnya permasalahannya berkenaan dengan kegagalan belajar, tidak dapat menyesuaikan diri, gangguan emosional, frustasi, dan sering membolos serta kelainan-kelainan perilaku peserta didik. Menemukenali kasus-kasus pada peserta didik dapat dilakukan melalui pengamatan tingkah lakunya, menganalisis prestasi belajar yang dicapai, hubungan sosial dengan teman sekelas, mempelajari perilaku-perilaku ekstrem dari siswa, dan lain-lain.

4)   Urgensi Evaluasi Nontes

Teknik nontes merupakan teknik penilaian untuk memperoleh gambaran terutama mengenai karakteristik, sikap, atau kepribadian. Selama ini teknik nontes kurang digunakan dibandingkan teknis tes. Dalam proses pembelajaran pada umumnya kegiatan penilaian mengutamakan teknik tes. Hal ini dikarenakan lebih berperannya aspek pengetahuan dan keterampilan dalam pengambilan keputusan yang dilakukan guru pada saat menentukan pencapaian hasil belajar siswa. Seiring dengan berlakunya kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar maka teknik penilaian harus disesuaikan dengan hal-hal sebagai berikut :

a)    Kompetensi yang diukur;

b)   Aspek yang akan diukur (pengetahuan, keterampilan atau sikap);

c)    Kemampuan peserta didik yang akan diukur;

d)   Sarana dan prasarana yang ada.

Dengan kata lain, banyak proses dan hasil belajar yang hanya dapat diukur dengan teknik nontes. Untuk itu, jika guru di madrasah hanya menggunakan teknik tes, tentu hal ini dapat merugikan peserta didik dan orang tua. Teknik nontes digunakan sebagai suatu kritikan terhadap kelemahan teknik tes. Oleh karena itu evaluasi teknik nontes sangat penting dilakukan.

5)   Pembelajaran Membaca Al-Qur�an

a)    Definisi Al-Qur�an

Qara�a mempunyai arti mengumpulkan dan menghimpun, dan Qira�a berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lain dalam satu ucapan yang tersusun rapih (Amaruddin, 2013). Qur�an dikhususkan sebagai nama bagi kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sehingga Qur�an menjadi nama khas kitab itu, sebagai nama diri. Dan secara gabungan kata itu dipakai untuk nama Qur�an secara keseluruhan, begitu juga untuk penamaan ayat-ayatnya. Maka jika kita mendengar orang membaca Al-Qur�an, kita boleh mengatakan bahwa ia sedang membaca Al-Qur�an.

Firman Allah SWT Q.S Al-A�raf� 7: 204, sebagai berikut :

وَإِذَا قُرِئَ ٱلۡقُرۡءَانُ فَٱسۡتَمِعُواْ لَهُۥ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ

Artinya: Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.

Sebagian ulama menyebutkan bahwa penamaan kitab ini dengan nama Qur �an di antara kitab-kitab Allah itu karena kitab ini mencakup inti dari kitab-kitab-Nya, bahkan mencakup inti dari semua ilmu. Sebagian ulama berpendapat bahwa Qur�an itu pada mulanya tidak berhamzah sebagai kata jadian, mungkin karena ia dijadikan sebagai suatu nama bagi kalam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dan bukannya kata jadian dari qara�a, atau mungkin juga berasal dari kata qara�in (saling berpasangan) karena ayatnya satu dengan yang lain menyerupai. Dengan demikian, maka huruf nun itu asli.

Dengan definisi ini, kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-nabi selain Nabi Muhammad SAW. tidak dinamakan Al-Qur�an seperti Taurat yang diturunkan kepada Nbi Musa as. atau Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa as. demikian pula kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang membacanya tidak disebut Ibadah, seperti Hadis Qudsi, tidak dinamakan Al-Qur�an.

Al-Qur�an adalah kalamullah yang suci, maka apabila hendak membacanya, seharusnya dalam keadaan punya wudhu, menetap dengan tenag penuh sopan santun baik dengan berdiri atau duduk, sebaiknya hendaknya duduk sendirian seolah-olah berhadapan dengan sang guru. Al-Qur�an ialah nama khusus bagi kalam Allah, Ia tidak diambil dari pecahan Qira�ah, tetapi merupakan nama bagi kitab Allah sebagai mana Taurat dan Injil.

b)   Membaca Al-Qur�an

Membaca berasal dari kata baca, menurut kamus besar bahasa Indonesia baca berarti melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati) atau mengeja atau melafalkan apa yang tertulis. Menurut bahasa Arab dalam kamus Al-Munawwir adalah �iqro�-yokro� yang berarti membaca.

Disunatkan memperbanyak bacaan dan tilawah Al-Qur�an (Imam Al-Ghazali, 1996: 17). Firman Allah SWT, memuji orang yang senantiasa melakukannya dalam Q.S Ali Imran 3: 113, sebagai berikut :

۞لَيۡسُواْ سَوَآء مِّنۡ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِ أُمَّة قَآئِمَة يَتۡلُونَ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ ءَانَآءَ ٱلَّيۡلِ وَهُمۡ يَسۡجُدُونَ

Artinya: Mereka itu tidak sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang).

c)    Hakikat Al-Qur�an

Al-Qur�an adalah kalam Allah, dan kalam Allah tidak sama dengan kalam manusia. Manusia memiliki sifat kalam (Wijaya, 2021). perkataan manusia di dalamnya terkandung dua makna, Al-Ma�na Al-Mashdari, yaitu Al-Takallum atau keadaan berbicara, dan Al-Ma�na Al-Hashil bi Al-Mashdar, yaitu Al-Mutakallam bin atau apa yang dibicarakan, kedua makna kalam terebut masing-masing bisa berupa kalam Lafzhi dan bisa berupa kalam Nafsi, dengan demikian, aspek kalam manusia bisa dirinci sebagai berikut :

1)      Bergeraknya lidah dan mulut manusia ketika berbicara.

2)      Kata-kata atau kalimat yang diucapkan oleh si pembicara.

3)      Upaya melahirkan konsep-konsep pembicaraan yang ada dalam pikiran si pembicara sebelum diucapkan.

4)      Kata-kata atau kalimat yang lahir dalam konsep pikiran sipembicara sebelum diucapkan.

Kesimpulan��������������������������������������������������������������

Berdasarkan uraian materi diatas dapat disimpulkan beberapa hal pokok sebagai berikut: Teknik Evaluasi nontes merupakan Teknik evaluasi nontes berarti melaksanakan penilaian dengan tidak mengunakan tes. Teknik penilaian ini umumnya untuk menilai kepribadian peserta didik secara menyeluruh meliputi sikap, tingkah laku, sifat, sikap sosial, ucapan, riwayat hidup dan lain-lain. Yang berhubungan dengan kegiatan belajar dalam pendidikan, baik secara individu maupun secara kelompok. Macam-macam teknik evaluasi nontes seperti, wawancara, kuisioner, skala, observasi, dan studi kasusUrgensi Evaluasi Nontes Teknik nontes merupakan teknik penilaian untuk memperoleh gambaran terutama mengenai karakteristik, sikap, atau kepribadian. Selama ini teknik nontes kurang digunakan dibandingkan teknis tes. Dalam proses pembelajaran pada umumnya kegiatan penilaian mengutamakan teknik tes. Hal ini dikarenakan lebih berperannya aspek pengetahuan dan keterampilan dalam pengambilan keputusan yang dilakukan guru pada saat menentukan pencapaian hasil belajar siswa.

Al-Qur�an adalah kalam Allah, dan kalam Allah tidak sama dengan kalam manusia. Manusia memiliki sifat kalam. perkataan manusia di dalamnya terkandung dua makna, Al-Ma�na Al-Mashdari, yaitu Al-Takallum atau keadaan berbicara, dan Al-Ma�na Al-Hashil bi Al-Mashdar, yaitu Al-Mutakallam bin atau apa yang dibicarakan, kedua makna kalam terebut masing-masing bisa berupa kalam Lafzhi dan bisa berupa kalam Nafsi.

 

BIBLIOGRAFI

 

Amaruddin, A. (2013). Mengenal Ilmu Qira�at. SYAHADAH: Jurnal Ilmu Al-Qur�an Dan Keislaman, 1(1).Google Scholar

 

Dearing, J. A., Battarbee, R. W., Dikau, R., Larocque, I., & Oldfield, F. (2006). Human�environment interactions: learning from the past. In Regional Environmental Change (Vol. 6, Issue 1, pp. 1�16). Springer. Google Scholar

 

Dedih, U., Zakiyah, Q. Y., & Melina, J. O. (2019). Perhatian orang tua dalam pendidikan keagamaan anak di rumah hubungannya dengan perilaku mereka di lingkungan sekolah. Atthulab: Islamic Religion Teaching and Learning Journal, 4(1), 1�19. Google Scholar

 

Faizah, S. N. (2017). Hakikat Belajar dan Pembelajaran. At-Thullab: Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, 1(2), 175�185. Google Scholar

 

Hidayat, T., & Asyafah, A. (2019). Konsep Dasar Evaluasi Dan Implikasinya Dalam Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di Sekolah. Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, 10(1), 159�181. Google Scholar

 

Moleong, L. J. (2013). Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya. Mosal. Google Scholar

 

Santoso, J. (2020). Penerapan Pondasi Keluarga Bagi Generasi Penerus. Jurnal Ilmiah Religiosity Entity Humanity (JIREH), 2(2), 170�183. Google Scholar

 

Silalahi, U. (2018). Metodologi analisis data dan interpretasi hasil untuk penelitian sosial kuantitatif. Refika Aditama. Google Scholar

 

Simangunsong, U. F. (2021). Masalah Pembelajaran Online di SD Selama Pandemi. Jurnal Sosial Teknologi, 1(8), 920�930. Google Scholar

 

Suardi, M. (2018). Belajar & pembelajaran. Deepublish. Google Scholar

 

Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. CV. Alfabeta. Google Scholar

 

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Alfabeta. Google Scholar

 

Sugiyono. (2017). MetodePenelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: PT Alfabet. In Sugiyono. (2017). MetodePenelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: PT Alfabet. Google Scholar

 

Sulistyoko, A. (2018). Tanggung Jawab Keluarga Dalam Pendidikan Anak Di Era Kosmopolitan (Tela�ah Tafsir Kontemporer Atas Surat At-Tahrim Ayat 6). IQRO: Journal of Islamic Education, 1(2), 177�192. Google Scholar

 

Wijaya, A. (2021). Menafsir Kalam Tuhan. IRCISOD. Google Scholar

 

Copyright holder :

Nor Aida, Zainab Hartati, Hamdanah (2022)

 

First publication right :

Jurnal Syntax Admiration

 

This article is licensed under: