Jurnal
Syntax Admiration |
Vol. 3
No. 6 Juni 2022 |
p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356 |
Sosial Teknik |
STUDI ANALISIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA TATA
USAHA NEGARA
Nizar Naufal Khoiriyyah
Universitas Narotama Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Email : �[email protected]
INFO
ARTIKEL |
ABSTRAK
|
Diterima 2 Juni 2022 Direvisi 12 Juni 2022 Disetujui 23 Juni 2022 |
Hukum Acara Tata Usaha Negara (HATUN) di
Indonesia dikenal dan mendapat
arti penting dalam lalu lintas hukum
dimulai dari sejak diundangkannya Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 pada tanggal 29 Desember 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara (disingkat UUPTUN No. 5 Tahun
1986). hukum acara peradilan
tata usaha negara ini dibuat sebagai suatu aturan yang berisi mengenai cara-cara seseorang / sekelompok bertindak dalam pengadilan dan tentang bagaimana cara pengadilan menindak suatu hal tersebut guna menegakkan peraturan dan perundang-undangan
yang berkaitan dengan administrasi Negara. Dalam penulisan jurnal ini menggunakan metode deskriptif normative. bahwa dalam sebuah
negara memiliki administrasi
negara masing-masing dan dalam hal
tersebut tidak bisa dihindari adanya sengketa yang timbul dalam administrasi tersebut. Sengketa yang timbul dalam administrasi negara baik di pusat maupun di daerah bisa disebut dengan sengketa tata usaha negara yang bersumber dari suatu keputusan
tata usaha negara dan diselesaikan
dalam pengadilan tata usaha negara Penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu yang pertama melalui upaya administratif dengan cara lebih focus terhadap musyawarah Bersama untuk mendapatkan keputusan terbaik dari pihak yang bersengketa. Lalu untuk upaya kedua yaitu
mengajukan gugatan ke PTUN dengan memperhatikan syarat-syarat dan
ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 1986 sebagai dasar acuan mengenai Tata Usaha
Negara. Dari upaya-upaya tersebut
diharapkan dapat menyelesaikan sengketa dengan baik melalui
jalur hukum berdasarkan kesepakatan pihak yang bersengketa sehingga para pihak tidak perlu risau
apabila menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara. |
Kata kunci: Peradilan, Tata Usaha
Negara, Alur penyelesaian sengketa. |
Keywords
: �Judiciary, Administrative, Dispute resolution flow. |
ABSTRACT The
Procedural Law of State Administration (HATUN) in Indonesia is known and has
received importance in legal traffic starting from the promulgation of Law
Number 5 of 1986 on December 29, 1986 concerning State Administrative Courts
(abbreviated as UUPTUN No. 5 of 1986). The procedural law of the
administrative court of this country is made as a rule that contains the ways
in which a person / group acts in courts and about how the court acts on such
a matter in order to enforce laws and regulations related to the
administration of the State. In writing this journal using the normative
descriptive method. that in a country has its own state administration and in
that case it is inevitable that there are disputes
arising in that administration. Disputes that arise in state administration
both at the central and regional levels can be referred to as state
administrative disputes originating from a state administrative decision and
resolved in the state administrative court The settlement of the dispute can
be done in 2 ways, namely the first through administrative efforts by focusing
more on joint deliberation to get the best decision from the parties to the
dispute. Then for the second effort, namely filing a lawsuit with the PTUN by
taking into account the terms and conditions that apply in Law number 5 of
1986 as a reference basis regarding State Administration. From these efforts,
it is hoped that it can resolve disputes properly through legal channels
based on the agreement of the parties to the dispute so that the parties do
not need to worry if they resolve administrative disputes. |
Pendahuluan
Hukum
Acara Tata Usaha Negara (HATUN) di Indonesia dikenal dan mendapat arti penting
dalam lalu lintas hukum dimulai dari sejak diundangkannya Undang Undang Nomor 5
Tahun 1986 pada tanggal 29 Desember 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
(disingkat UUPTUN No. 5 Tahun 1986) (Bunga, 2018).
Walaupun demikian
konsepsinya sesungguhnya telah diisyaratkan sekitar tahun 1948, yaitu ketika
diberlakukannya Undang Undang Nomor 19 Tahun 1948 tentang Susunan dan Kekuasaan
Badan Badan Kehakiman dan Kejaksaan (Maruli S. Harahap, 2020).
Diuraikan secara singkat, hukum acara peradilan tata usaha negara ini dibuat sebagai
suatu aturan yang berisi mengenai cara-cara seseorang / sekelompok bertindak dalam
pengadilan dan tentang bagaimana cara pengadilan menindak suatu hal tersebut
guna menegakkan peraturan dan perundang-undangan yang berkaitan dengan
administrasi Negara (Triwulan & Sh,
2016). HAPTUN sering pula dikaitkan dengan Hukum
Administrasi Negara (HAN). Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang nomor 5 Tahun 1986
tentang PTUN disebutkan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu
penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final,
yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata (Ridwan et al., 2018).
Suatu keputusan terjadi pula
adanya sengketa TUN (Tata Usaha Negara) Dalam pasal 1 ayat (4) Undang-Undang
nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN disebutkan Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa
yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum
perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di
daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk
sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Riza, 2019).
Suatu sengketa pasti bisa
diselesaikan dan dalam hal administrasi negara memiliki alur penyelesaiannya
masing-masing. Dalam jurnal ini maka penulis akan sedikit menjelaskan mengenai
penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara
Metode
Dalam penulisan
jurnal ini menggunakan metode deskriptif normatif yaitu menjelaskan fenomena yang ada melalui pendekatan-pendekatan
norma hukum yang berlaku untuk mendapatkan
hasil penelitian yang diinginkan berdasarkan pertimbangan dasar hukum yang berlaku (Jonaedi Efendi et al., 2018).
Dalam penelitian hukum normatif hukum yang tertulis dikaji dari berbagai
aspek seperti aspek teori, filosofi,
perbandingan, struktur/ komposisi, konsistensi, penjelasan umum dan penjelasan pada tiap pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang serta bahasa yang digunakan adalah bahasa hukum. Sehingga
dapat kita simpulkan pada penelitian hukum normatif mempunyai cakupan yang luas �(Rustandi, 2019).
Hasil dan Pembahasan
1. Subjek dan Objek dalam Pengadilan Tata Usaha Negara.
Sejarah Indonesia tidak pernah bisa dilepaskan dari berbagai peristiwa penyimpangan kekuasaan oleh pemerintah atau penguasa. Gagasan untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan pemerintah melalui pengadilan sudah muncul sejak era penjajahan colonial (Jones, 2015). Awal mula sistem peradilan administrasi yang ada pada sistem hukum Indonesia saat ini sesungguhnya berakar pada zaman Hindia Belanda, meskipun pada zaman itu belum dikenal suatu peradilan administratif seperti halnya Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai sebuah badan peradilan yang melembaga dalam sistem hukum Indonesia. Pada zaman itu sengketa administratif yang muncul diadili oleh hakim perdata atau lembaga kuasi peradilan (Simanjuntak, 2018).
Tujuan dibentuknya PTUN sendiri adalah menyetarakan posisi dan menjamin adanya kepastian hukum bagi rakyat Indonesia (Huda, 2017). PTUN dibentuk dengan tujuan sebagai penerapan dari sistem negara yang demokratis yaaitu dengan melakukan check & balances pada Lembaga pemerintahan yang lain. check and balances ini kekuasaan negara bisa diatur, dibatasi, bahkan dikontrol oleh aparat penyelenggaraan negara yang menduduki jabatan dalam lembaga negara dapat dicegah dan ditanggulangi dengan sebaik-baiknya (Asshiddiqie, 2006).
Pasal 1 ayat 5 Undang-Undang Nomor 5� Tahun 1986 menyebutkan bahwa Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan diajukan ke Pengadilan untuk mendapatkan putusan (Yuliani, 2020). Maka, dari adanya gugatan tersebut pasti terdapat penggugat dan tergugat. Subjek dari PTUN adalah pihak tertentu yang ada didalam undang-undang PTUN yang bisa melakukan acara peradilan di dalam PTUN. Penggugat ialah orang atau badan hukum yang merasa kepentingannya dirugikan oleh keputusan tata usaha negara. Orang yang memenuhi kriteria sebagai penggugat ialah mereka yang dianggap cakap hukum, dalam arti sudah dianggap dewasa, tidak dalam pengampuan, dan tidak sedang dalam keadaan pailit. Mengenai tergugat dalam PTUN ketentuannya telah diatur dalam pasal 1 angka 12 Undang-Undang 51 Tahun 2009 yakni badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenangnya (Aschari & Harjiyatni, 2017). Adanya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 membuat subjek PTUN tidak lagi hanya berupa penggugat dan tergugat saja. Pejabat pemerintah kini dapat mengajukan kepada PTUN untuk menilai ada atau tidaknya unsur penyalahgunaan wewenang yang dilakukan pejabat tersebut atas dikeluarkannya suatu keputusan tata usaha negara.
Adanya sebuat PTUN tersebut menghasilkan sebuah KTUN. Mengenai KTUN diatur dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 1986 tentang PTUN Pada pasal 3 yaitu Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Namun dengan terbitnya undang-undang nomor 30 tahun 2014 , pengertian mengenai KTUN (Keputusan Tata Usaha Negara ) berubah menjadi semakin luas.
Berdasarkan ketentuan yang ada dalam Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 1 angka 4 jo Pasal 3 UU Nomor 5 Tahun 1986, Objek dari PTUN berupa sengketa tata usaha negara, yaitu (Azhar, 2022) :
1. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, antara lain:
a. Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya,maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara.
b. Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan data peraturan perundang-undangan dimaksud telah lewat,maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud.
c. Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak di terimanya permohonan,Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan.
Dengan adanya subjek dan objek PTUN, maka dapat lebih memahami bagaimana PTUN dapat dilakukan dengan memperhatikan setiap unsur yang ada di dalamnya. Namun, tidak semua perkara Tata Usaha Negara dapat dilakukan , ada beberapa hal yang menjadikan tidak semua subjek dan objek dapat masuk ke dalam PTUN (Yuliani, 2020). Dan tidak semua Keputusan Tata Usaha Negara dapat di gugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
2. Alur Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara.
Sengketa Tata Usaha Negara dalam Pasal 1 Ayat (4) Undang-Undang nomor 5 tahun 1986 tentang tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam perseorangan atau sebuah badan / pejabat Tata Usaha Negara yang dapat diselesaikan dengan 2 cara yaitu upaya administratif dan upaya pengajuan gugatan ke PTUN.
a. Upaya Administratif
Upaya administratif dilakukan berdasarkan pasal 48 Undang-Undang nomor 5 tahun 1986 tentang tata usaha negara yang menyebutkan bahwa : �Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/administratif yang tersedia.�
Upaya administratif adalah pengawasan yang dilakukan oleh organ di lingkungan pemerintah sendiri. Jadi, wewenang eksekutiflah yang melaksanakannya, bukan wewenang badan yudikatif. Menurut penjelasan Pasal 48 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1986, upaya administratif pada dasarnya dapat dibedakan ke dalam dua golongan, yaitu: (1) banding administratif, yaitu penyelesaian sengketa TUN yang dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain, yang mengeluarkan keputusan yang" bersangku tan. Contohnya, keputusan Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK) berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980 tentang" Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil; (2) keberatan, yaitu penyelesaian sengketa TUN yang dilakukan sendiri oleh badan atau pejabat TUN yang mengeluarkan keputusan yang bersangkutan. Contohnya, Pasal 25 UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan-ketentuan Umum Perpajakan.� Dalam sengketa PTUN , upaya administratif lebih mengarah pada musyawarah untuk mencapai kesepakatan Bersama dan tidak secara langsung menggugat badan / pejabat TUN. Dan apabila sudah dilakukan upaya administratif dan belum mendapatkan keputusan maka dapat dilanjutkan gugatan melalui PTUN. �Prosedur upaya penyelesaian administratif dilaksanakan di lingkungan pemerintahan sendiri dan terdiri atas dua bentuk :
1) Banding Administratif
Penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara yang dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara,yang berwenang memeriksa ulang Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan.
2) Keberatan
Penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara yang dilakukan sendiri oleh Badan /Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara.
�Berbeda dengan prosedur di Peradilan Tata Usaha Negara, maka pada prosedur banding administratif atau prosedur keberatan dilakukan penilaian yang lengkap, baik dari segi penerapan hukum maupun dari segi kebijaksanaan oleh instansi yang memutus. Dari ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dapat dilihat apakah terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara itu terbuka atau tidak terbuka kemungkinan untuk ditempuh suatu upaya administrative (KURNIA, 2017).
b. Gugatan ke PTUN
Gugatan dalam PTUN ialah �permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan diajukan ke Pengadilan untuk mendapatkan putusan�. Maka� yang menjadi tergugat ialah badan / pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada pada dirinya atau yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata.
Yang dimaksud dari Keputusan Tata Usaha Negara adalah yang menjadi objek sengketa, yaitu suatu penetapan tertulis yang diterbitkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tentang tindakan hukum tata usaha negara dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang mimiliki sifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Membahas mengenai KTUN , adapula yang tidak termasuk di dalamnya menurut pasal 2 undang-undang nomor 5 tahun 1986 yang menyebutkan : Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-undang ini :
1) Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;
2) Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;
3) Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;
4) Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana;
5) Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6) Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;
7) Keputusan Panitia Pemilihan, baik di pusat maupun di daerah, mengenai hasil pemilihan umum
�Gugatan dapat diajukan oleh seseorang / badan hukum perdata yang merasa bahwa kepentingannya telah dirugikan oleh suatu KTUN dan dapat mengajukan gugatan tertulis pada pengadilan yang berwenang berisi tuntutan agar KTUN yang bersangkutan dinyatakan batal/tidak sah dengan/ tidak disertai tuntutan ganti rugi dan / rehabilitasi. Dan gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 90 hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
Untuk alur penyelesaian sengketa TUN dimulai dengan adanya beberapa prosedur yaitu :
1) Prosedur Dismissal
Setelah diajukan nya gugatan,tahap selanjutnya adal prosedur dismissal atau yang disebut dengan rapat permusyawaratan. Dalam rapat permusyawaratan Ketua Pengadilan berwenang memutuskan dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar, dalam hal sebagai berikut :
a) Pokok-pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang pengadilan;
b) Syarat-syarat gugatan tidak dipenuhi oleh penggugat, sekalipun telah diberitahu dan diperingatkan; Gugatan tersebut tidak didasarkan dengan alasan-alasan yang layak;
c) Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat;
d) Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya:
e) Terhadap penetapan ini dapat diajukan diajukan Perlawanan kepada Pengadilan dalam tenggang waktu empat belas hari setelah diucapkan
2) Pemeriksaan Persiapan
Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, Hakim wajib mengadakan pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas. Dalam pemeriksaan persiapan hakim, hakim harus melakukan :
a) Wajib memeberi nasihat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan dan melengkapinya dengan data yang diperlukan dalam jangka aktu tiga puluh hari;
b) Dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan
Apabila dalam jangka waktu 30 hari penggugat belum menyempurnakan gugatan, maka Hakim menyatakan dengan putusan bahwa gugatan tidak dapat diterima. Namun, dalam putusan ini tidak dapat digunakan upaya hukum tetapi dapat diajukan gugatan baru.
Setelah dilakukan pemeriksaan persiapan maka akan dilakukan pemeriksaan perkara untuk mendapatkan putusan. Dalam putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dapat dimintakan pemeriksaan banding oleh penggugat atau tergugat kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Bahkan jika penggugat tidak juga puas dengan putusan tersebut, dapat dilakukan upaya hukum kasasi hingga upaya hukum luar biasa peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
Adanya alur penyelesaian sengketa TUN lewat upaya administratif dan lewat pengadilan tersebut pertimbangan keabsahan keputusan yang disengketakan lebih komprehensif. Perbedaan penting pemeriksaan melalui upaya administratif dengan PTUN adalah bahwa PTUN hanyalah pemeriksaan dan menilai dari segi hukumnya saja (rechtmatigheid). Pemeriksaan melalui upaya administratif badan TUN selain berwenang menilai segi hukumnya, juga berwenang menilai segi kebijkannya. Dengan demikian, penyelesaiannya sengketa melalui upaya administratif menurut Soejono sebagaimana diikuti Zairin Harahap menjadi lebih lengkap (vol beroep).
Kesimpulan��������������������������������������������������������������
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam sebuah negara memiliki administrasi negara masing-masing dan dalam hal tersebut tidak bisa dihindari adanya sengketa yang timbul dalam administrasi tersebut. Sengketa yang timbul dalam administrasi negara baik di pusat maupun di daerah bisa disebut dengan sengketa tata usaha negara yang bersumber dari suatu keputusan tata usaha negara dan diselesaikan dalam pengadilan tata usaha negara. Penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu yang pertama melalui upaya administratif dengan cara lebih fokus terhadap musyawarah Bersama untuk mendapatkan keputusan terbaik dari pihak yang bersengketa. Lalu untuk upaya kedua yaitu mengajukan gugatan ke PTUN dengan memperhatikan syarat-syarat dan ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 1986 sebagai dasar acuan mengenai Tata Usaha Negara. Dari upaya-upaya tersebut diharapkan dapat menyelesaikan sengketa dengan baik melalui jalur hukum berdasarkan kesepakatan pihak yang bersengketa sehingga para pihak tidak perlu risau apabila menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.
Aschari,
M., & Harjiyatni, F. R. (2017). Kajian tentang kompetensi Absolut Peradilan
Tata Usaha Negara dalam menyelesaikan sengketa keputusan Fiktif positif. Jurnal
Kajian Hukum, 2(1), 25�57.Google Scholar
Asshiddiqie, J. (2006). Pengantar ilmu hukum tata negara
jilid II. Google Scholar
Azhar, I. (2022). Keberadaan Pihak Ketiga Wujud Keadilan
Hukum Dalam Gugatan Pengadilan Tata Usaha Negara. Jurnal Yudisial, 14(3),
355�374. Google Scholar
Bunga, M. (2018). Tinjauan Hukum Terhadap Kompetensi
Peradilan Tata Usaha Negara dalam Menyelesaikan Sengketa Tanah. Gorontalo
Law Review, 1(1), 39�49. Google Scholar
Huda, M. (2017). Keadilan Dalam Hubungan Hukum Antara Dosen
Perguruan Tinggi Swasta Dengan Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi. Yuridika,
32(3), 464�490. Google Scholar
Jonaedi Efendi, S. H. I., Johnny Ibrahim, S. H., & SE, M.
M. (2018). Metode Penelitian Hukum: Normatif dan Empiris. Prenada Media. Google Scholar
Jones, T. (2015). Kebudayaan dan kekuasaan di Indonesia:
Kebijakan budaya selama abad ke 20 hingga Era Reformasi. Yayasan Pustaka
Obor Indonesia. Google Scholar
Kurnia, D. R. (2017). Alur penyelesaian sengketa tata
usaha negara dalam gugatan terhadap keputusan KPU tentang penetapan pasangan
calon peserta pemilihan umum kepala daerah (Studi Putusan Nomor 03/G.
Pilkada/2015/PTTUN. SBY). Universitas Jenderal Soedirman. Google Scholar
Maruli S. Harahap, A. J. F. S. (2020). Diskusi Hukum Acara
Peradilan Tata Usaha Negara.
https://sahabatgembel.wordpress.com/2020/02/10/727/
Ridwan, H. R., Despan Heryansyah, S. H. I., & Pratiwi, D.
K. (2018). Perluasan Kompetensi Absolut Pengadilan Tata Usaha Negara Dalam
Undang-Undang Administrasi Pemerintahan. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 25(2),
339�358. Google Scholar
Riza, D. (2019). Hakikat KTUN Menurut Undang-undang Peradilan
Tata Usaha Negara Vs Undang-undang Admnistrasi Pemerintahan. Soumatera Law
Review, 2(2), 207�220. Google Scholar
Rustandi, A. (2019). Metode Penelitian Hukum Empiris dan
Normatif, dalam http. Andirustandi. Com, Diakses Tanggal, 20. Google Scholar
Simanjuntak, E. P. (2018). Pengujian Ada Tidaknya
Penyalahgunaan Wewenang Menurut Undang-Undang Administrasi Pemerintahan/Examination
To Determine The Presence Or Absence Of Abuse Of Authority According To
Government Administration Law. Jurnal Hukum Dan Peradilan, 7(2),
237�262. Google Scholar
Triwulan, T., & Sh, M. H. (2016). Hukum Tata Usaha
Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia. Prenada
Media. Google Scholar
Yuliani, E. T. (2020). Perbandingan antara Konsep Fiktif
Negatif dalam Undang-Undang No 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
dengan Fiktif Positif dalam Undang-Undang No 30 Tahun 2004 tentang Administrasi
Pemerintahan dan Permasalahannya. University Of Bengkulu Law Journal, 5(1),
1�11. Google Scholar
Copyright holder : Nizar Naufal Khoiriyyah (2022) |
First publication right
: |