How to cite:
Fasa, Rizky Fara Dilla, Nelly Masnila, Sri Hartaty (2022) Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Se-
Sumatera, Jurnal Syntax Admiration 3(8)
https://doi.org/10.46799/jsa.v3i8.467
E-ISSN:
2722-5356
Published by:
Ridwan Institute
Jurnal Syntax Admiration
Vol. 3 No. 8 Agustus 2022
p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356
Sosial Teknik
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT
PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
PROVINSI SE-SUMATERA
Rizky Fara Dilla Fasa, Nelly Masnila, Sri Hartaty
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Diterima
26 Juli 2022
Direvisi
12 Juli 2022
Disetujui
23 Agustus 2022
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat pengungkapan Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah Provinsi se-Sumatera. Tingkat
ketergantungan, belanja modal, dan temuan audit digunakan
dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan data
sekunder, yaitu Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi tahun 2016-2020
dengan sampel 50 laporan. Metode analisis yang digunakan
adalah analisis linier berganda dengan program SPSS. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tingkat Ketergantungan
berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap tingkat
pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
Belanja Modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap
tingkat pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah. Temuan Audit tidak berpengaruh terhadap tingkat
pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Kata kunci:
Tingkat
Ketergantungan, Belanja
Modal, Temuan Audit,
Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah
Keywords :
Level of Dependence,
Capital Expenditure,
Audit Findings, Local
Government Financial
Statements
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah Provinsi Se-Sumatera
Syntax Admiration, Vol. 3, No. 8, Agustus 2022 1015
Pendahuluan
Otonomi daerah sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Pada masa itu,
pemberian otonomi daerah ini untuk membantu pemerintah pusat dalam bidang keuangan
dan untuk mempertahankan kolonialisme. Yang diserahkan ke daerah hanya pengurusan
keuangan dan penentuan jabatan untuk kaum pribumi. Pada masa penjajahan Jepang,
pemberian otonomi daerah untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan keperluan barang
perang bahkan manusia atas permintaan Jepang. Setelah NKRI berdiri, pemberian
otonomi daerah ada dua yaitu secara material dan residual. Material adalah pusat
menetapkan secara rinci dan diserahkan ke daerah secara bertahap. Cara residual yaitu
pusat menetapkan pusat menetapkan dulu dan sisa selebihnya dijadikan otonomi daerah
(Sufianto, 2020).
Menurut penelitian dari (Sommaliagustina, 2019) mengungkapkan bahwa dalam
otonomi daerah terdapat dampak negatif, salah satunya adanya kesempatan untuk
melakukan tindak pelanggaran seperti korupsi di pemerintahan daerah. Banyak pejabat
publik mengamburkan uang masyarakat dengan berbagai cara. Salah satu upaya yang
dilakukan yaitu pergi ke luar negeri untuk studi banding, anggaran DPRD yang lebih
besar dibandingkan sebelumnya, dan masih banyak upaya lain yang dilakukan hanya
untuk keuntungan pribadi.
Good governance merupakan upaya yang dilakukan pemerintah untuk
memberantas praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Prastika (2020), penerapan good governance merupakan upaya yang dapat
membantu untuk memberantas dan pencegahan korupsi maupun nepotisme dengan
menerapkan prinsip good governance. Prinsipnya antara lain profesionalitas,
akuntabilitas, tranparansi, pelayanan prima, demokrasi, supermasi hukum, efisiensi dan
efektivitas. Good governance merupakan upaya yang pemerintah untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat dan memenuhi hak-hak politik. Untuk tercapainya
transparasi dan akuntabilitas maka dibutuhkan mengawasi dan melihat apakah
pengelolaan keuangan pemerintah daerah dilakukan dengan baik.
Pengungkapan dapat dianggap sebagai bentuk komunikasi yang memberikan
informasi keuangan entitas. Menurut (Wulandari, 2019) ada dua jenis pengungkapan,
yaitu pengungkapan wajib (mandatory disclousure) dan pengungkapan sukarela
(voluntary disclosure). Pengungkapan wajib adalah informasi yang wajib diungkapkan
yang telah diatur sebelumnya. Sedangkan pengungkapan sukarela yaitu penyampaian
informasi yang diberikan yang tidak termasuk dalam pengungkapan wajib.
Pada tahun 2010, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 71 Tahun
2010 yang menjadi konsep dasar dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah. Hal
ini sejalan dengan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan. Dalam UU ini
mengungkapkan bahwa penyusunan harus sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan.
Rizky Fara Dilla Fasa, Nelly Masnila, Sri Hartaty
1016 Syntax Admiration, Vol. 3, No. 8, Agustus 2022
Penelitian yang dilakukan (Veranti, 2018) tingkat pengungkapan Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) di Indonesia masih rendah yaitu sebesar 36,23%.
Dapat diartikan tingkat pengungkapan tidak dilakukan secara penuh sesuai dengan
kriteria yang ditetapkan dalam SAP. Berdasarkan penelitian sebelumnya, terdapat banyak
faktor yang mempunyai pengaruh terhadap tingkat pengungkapan Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD). Penelitian tentang hal ini antara lain (Hendriyani & Tahar,
2015a) (Andriani et al., 2019) (Khoirunnisa, 2020). Hasil yang diperoleh dari penelitian
sebelumnya terdapat ketidakkonsistenan terhadap hasil yang diperoleh.
Tingkat ketergantungan daerah dapat ditinjau dari penerimaan dana transfer dari
pusat. Menurut PMK Republik Indonesia Nomor 06/PMK.07/2012 transfer ke daerah
merupakan belanja negara untuk membiayai pelaksanaan desentralisasi fiskal.
Desentralisasi fiskal dapat berupa dana perimbangan. Ketua BPK Agung Firman
Sampurna saat memberikan hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
(LKPP) di Istana Negara, Jakarta pada 25 Juni 2021 mengungkapkan bahwa Sebagian
besar pemda masih sangat bergantung pada dana transfer daerah untuk mendanai belanja
di masing-masing pemerintah.” Tingkat ketergantungan daerah menurut (Ramdhani,
2016) adalah ukuran kemampuan suatu daerah dalam mendanai kegiatan pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan daerah yang diukur dari total penerimaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tidak termasuk dana transfer.
Tabel 1
Tingkat Ketergantungan Daerah Terhadap Pusat
Provinsi
2019
2020
Aceh
0,2716
0,2691
Sumatera Utara
0,5582
0,5689
Sumatera Barat
0,6302
0,6289
Sumatera Selatan
0,6140
0,6289
Riau
0,5902
0,6107
Kepulauan Riau
0,6532
0,6494
Lampung
0,3635
0,3507
Jambi
0,6331
0,6474
Bengkulu
0,5212
0,5122
Kepulauan Bangka Belitung
0,6467
0,6672
Sumber: Diolah Peneliti (2022)
Berdasarkan hasil yang diperoleh diatas/ dapat dilihat bahwa pada Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung terjadi peningkatan dalam tingkat ketergantungan pada
Pemerintah Pusat sebesar 0,0205. Hal ini juga terjadi pada Provinsi Riau dimana terjadi
peningkatan juga dalam tingkat ketergantungan pada Pemerintah Pusat sebesar 0,0205.
Namun ada juga Pemerintah Daerah yang tingkat ketergantungan pada Pemerintah Pusat
berkurang yaitu pada Provinsi Lampung. Tingkat ketergantungan yang tinggi
menyebabkan munculnya rasa tanggungjawab dalam mengungkapkan Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Andriani et al., 2019) tingkat
ketergantungan tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan Laporan Keuangan
Rizky Fara Dilla Fasa, Nelly Masnila, Sri Hartaty
Syntax Admiration, Vol. 3, No. 8, Agustus 2022 1017
Pemerintah Daerah (LKPD). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
(Ramdhani, 2016) tingkat ketergantungan tidak berpengaruh terhadap tingkat
pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Namun hal sebaliknya
pada penelitian yang dilakukan oleh (Putri & Arza, 2019) tingkat ketergantungan
berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(LKPD). Hal ini mengungkapkan terdapat ketidakkonsistenan dalam penelitian yang
dilakukan sebelumnya.
Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, meningkatkan kualitas kehidupan
bermasyarakat dan melindungi masyarakat seperti pelayanan fasilitas umum maka
dilakukan belanja daerah (UU No. 32 Tahun 2004). Menurut (Praptiningsih &
Khoirunnisa, 2020) belanja modal dapat didefinisikan sebagai realisasi dari APBD untuk
meningkatkan kekayaan atau aset daerah lebih dari satu tahun anggaran. Dana yang telah
digunakan harus dapat menambah peningkatan layanan publik dan akan semakin
meningkatkan kinerja pemerintah. Penggunaan dana ini juga mendorong Pemerintah
daerah untuk membuat Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) sehingga tingkat
pengungkapan semakin tinggi. Tabel 2
Belanja Modal Pemerintah Provinsi
Nama Provinsi
2019
2020
Aceh
Rp 3.162.088.165.983,04
Rp 1.755.472.079.256,47
Sumatera Utara
Rp 1.249.600.483.637,40
Rp 1.497.944.969.133,07
Sumatera Barat
Rp 1.062.230.453.034,52
Rp 736.888.360.714,63
Sumatera Selatan
Rp 1.606.219.507.432,26
Rp 1.644.700.767.363,54
Riau
Rp 1.161.037.468.852,18
Rp 919.245.593.570,52
Kepulauan Riau
Rp 633.107.634.788,34
Rp 586.608.798.242,52
Lampung
Rp 1.014.037.524.021,39
Rp 752.528.210.219,89
Jambi
Rp 866.500.805.931,25
Rp 642.695.707.788,37
Bengkulu
Rp 741.823.063.584,34
Rp 417.095.645.164,70
Kepulauan Bangka Belitung
Rp 441.201.203.550,86
Rp 436.502.107.450,47
Sumber: Diolah Peneliti (2022)
Berdasarkan hasil yang diperoleh diatas, dapat dilihat bahwa belanja modal
hampir semua mengalami penurunan. Hanya Provinsi Sumatera Utara dan Sumatera
Selatan yang mengalami peningkatan. Anggaran yang dikeluarkan oleh Pemerintah
daerah menurun maka penelitian ini untuk melihat apakah naik turunnya belanja modal
akan memengaruhi tingkat pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(LKPD).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Andriani et al., 2019) belanja modal
tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(LKPD). Namun hal sebaliknya pada penelitian yang dilakukan oleh (Praptiningsih &
Khoirunnisa, 2020) belanja modal berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Hal ini mengungkapkan terdapat
ketidakkonsistenan dalam penelitian yang dilakukan sebelumnya.
Rizky Fara Dilla Fasa, Nelly Masnila, Sri Hartaty
1018 Syntax Admiration, Vol. 3, No. 8, Agustus 2022
Definisi temuan audit dalam penelitian (Amaliah, 2019) adalah Temuan audit
merupakan penyimpangan, pelanggaran, atau ketidakwajaran yang ditemukan oleh
auditor berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengujian yang telah dilakukan. Temuan audit
dapat dijadikan sebagai koreksi dan pelajaran untuk periode selanjutnya. Temuan audit
BPK merupakan kasus-kasus yang ditemukan BPK dalam laporan keuangan pemerintah
daerah atas pelanggaran yang dilakukan suatu daerah terhadap ketentuan pengendalian
intern maupun terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Temuan audit yang
ditemukan oleh BPK pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) seharusnya
dapat meningkatkan tingkat pengungkapan karena BPK akan meminta koreksi dan pihak
Pemerintah Daerah akan memperbaiki segera dan membuat Pemerintah daerah semakin
teliti dalam mengungkapkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).
Tabel 3
Temuan Audit LKPD Provinsi
Nama Provinsi
2019
2020
Aceh
21
32
Sumatera Utara
15
11
Sumatera Barat
19
17
Sumatera Selatan
11
12
Riau
13
28
Kepulauan Riau
15
11
Lampung
12
22
Jambi
11
41
Bengkulu
12
23
Kepulauan Bangka Belitung
10
8
Sumber: Diolah Peneliti (2022)
Berdasarkan hasil yang diperoleh diatas dapat dilihat bahwa Provinsi Jambi
mengalami peningkatan jumlah temuan audit sebanyak 30. Dengan ditemukan temuan
audit sebanyak ini maka BPK akan meminta koreksi dan dapat meningkatan
pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh (Hendriyani & Tahar, 2015b) temuan audit tidak berpengaruh
terhadap tingkat pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Namun
hal sebaliknya pada penelitian yang dilakukan oleh (Soleman et al., 2019) temuan audit
berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(LKPD). Hal ini mengungkapkan terdapat ketidakkonsistenan dalam penelitian yang
dilakukan sebelumnya.
Ketidakkonsistenan pada penelitian sebelumnya mendorong penulis untuk
menguji kembali faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Perbedaan peneltian ini dengan penelitian
sebelumnya terdapat dalam faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu antara lain tingkat
ketergantungan daerah, belanja modal dan temuan audit. Perbedaan lainnya juga terdapat
pada tingkat pengungkapan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peraturan
Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Lampiran
II. Penelitian sebelumnya dilaksanakan pada satu kota tertentu dan satu SKPD saja, pada
Rizky Fara Dilla Fasa, Nelly Masnila, Sri Hartaty
Syntax Admiration, Vol. 3, No. 8, Agustus 2022 1019
penelitian ini penulis bermaksud untuk melakukan penelitian pada tiap Provinsi se-
Sumatera. Berdasarkan uraian diatas maka penulis bermaksud untuk melakukan
penelitian dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat
Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi se-Sumatera”
Metode
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kausalitas
(Prajitno, 2013). Penelitian kausalitas adalah untuk meneliti hubungan sebab akibat antar
variabel. Desain penelitian kausalitas adalah desain penelitian yang disusun untuk
meneliti kemungkinan adanya hubungan sebab-akibat antar variabel.
Penelitian dilakukan pada 10 Provinsi se-Sumatera periode 2018-2020 dengan
menggunakan LHP LKPD setiap provinsi se-Sumatera yang diperoleh melalui website
BPK. Penelitian ini dilakukan dalam kurun 5 bulan mulai dari bulan Februari 2022 sampai
dengan Juni 2022 dengan periode 3 tahun yaitu mulai dari tahun 2018 sampai dengan
tahun 2020.
Teknik pengumpulan data, peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi
standar data yang ditetapkan. Berdasarkan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder, data sekunder adalah peneliti tidak langsung menerima dari sumber
data (Sugiyono, 2016) sehingga teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan metode dokumentasi.
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda, dimana
sebelum melakukan analisis regresi berganda terlebih dahulu dilakukan pemilihan model
data panel, uji asumsi klasik, dan dengan menggunakan alat bantu program SPSS.
Hasil dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian
1. Tingkat Ketergantungan Daerah
Tabel 5
Tingkat Ketergantungan se-Sumatera Periode 2016-2020
Provinsi
Tingkat Ketergantungan Pemerintah Daerah Terhadap
Pemerintah Pusat
Rata
Rata
2016
2017
2018
2019
2020
Aceh
0,13
0,27
0,26
0,27
0,27
0,24
Sumatera Utara
0,51
0,59
0,56
0,56
0,57
0,558
Sumatera Barat
0,58
0,65
0,62
0,63
0,63
0,622
Sumatera Selatan
0,34
0,64
0,60
0,61
0,63
0,564
Riau
0,52
0,57
0,57
0,59
0,61
0,572
Kepulauan Riau
0,05
0,65
0,65
0,65
0,65
0,53
Lampung
0,52
0,60
0,40
0,36
0,35
0,446
Jambi
0,71
0,66
0,62
0,63
0,65
0,654
Bengkulu
0,66
0,73
0,52
0,52
0,51
0,588
Kepulauan Bangka
Belitung
1,00
0,68
0,55
0,65
0,67
0,71
Rizky Fara Dilla Fasa, Nelly Masnila, Sri Hartaty
1020 Syntax Admiration, Vol. 3, No. 8, Agustus 2022
Rata - Rata
0,502
0,604
0,535
0,547
0,554
0,5484
Sumber: Diolah Peneliti (2022)
Pada tabel 5 menjelaskan mengenai tingkat ketergantungan pemerintah
daerah Provinsi terhadap pemerintah pusat se-Sumatera untuk periode 2016-2020.
Tingkat ketergantungan daerah dihitung dengan membandingkan dana
perimbangan yang diterima dengan total pendapatan pemerintah daerah. Dana
perimbangan adalah dana yang ditransfer oleh pemerintah pusat kepada daerah
yang terdiri dari Transfer Dana Bagi Hasil Pajak, Transfer Dana Bagi Hasil Sumber
Daya Alam, Transfer Dana Alokasi Umum dan Transfer Dana Alokasi Khusus.
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata untuk 10 provinsi se-
Sumatera periode 2016-2020 senilai 0,5484. Dapat dilihat dari tabel 4.2 Kepulauan
Bangka Belitung memiliki rata-rata tingkat ketergantungan daerah tertinggi untuk
periode tahun 2016-2020 senilai 0,71 dengan tingkat ketergantungan tertinggi pada
tahun 2016 senilai 1,00 dan tingkat ketergantungan terendah pada tahun 2018
senilai 0,55. Sedangkan rata-rata terendah untuk tingkat ketergantungan dari tahun
2016-2020 untuk setiap provinsi adalah Provinsi Aceh senilai 0,24 dengan tingkat
ketergantungan tertinggi pada tahun 2017, 2019 dan 2020 senilai 0,27 dan tingkat
ketergantungan terendah pada tahun 2013 senilai 0,13.
Tingkat ketergantungan daerah semua provinsi se-Sumatera setiap tahun yang
memiliki rata-rata tertinggi adalah tahun 2017 senilai 0,604. Dengan Provinsi
Bengkulu dengan tingkat ketergantungan tertinggi senilai 0,73 untuk dan Provinsi
Aceh dengan tingkat ketergantungan terendah senilai 0,27. Untuk tingkat
ketergantungan daerah rata-rata terendah adalah tahun 2016 dengan tingkat
ketergantungan daerah tertinggi oleh Provinsi Kepulauan Bangka Belitung senilai
1,00 dan terendah oleh Provinsi Kepulauan Riau dengan nilai 0,05.
Tabel 5
Hasil Analisis Deskriptif Tingkat Ketergantungan Daerah
Descriptive Statistics
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
DEPEND
50
,05
1,00
,5484
,16551
Valid N (listwise)
50
Sumber: Diolah dengan SPSS (2022)
Berdasarkan hasil analisis deskriptif dengan menggunakan aplikasi SPSS
pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa dari 50 laporan keuangan pemerintah daerah dari
10 provinsi se-Sumatera untuk periode 2016-2020 memiliki rata-rata 0,5484.
Provinsi Kepulauan Riau adalah sampel dengan tingkat ketergantungan terendah
yaitu 0,05 pada tahun 2016. Dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang
tertinggi tingkat ketergantungannya yaitu 1,00 pada tahun 2016. Nilai penyebaran
rata-rata dari jumlah sampel 0,16551.
2. Belanja Modal
Rizky Fara Dilla Fasa, Nelly Masnila, Sri Hartaty
Syntax Admiration, Vol. 3, No. 8, Agustus 2022 1021
Tabel 5
Belanja Modal se-Sumatera Periode 2016-2020
(Dalam Satuan Miliar)
Provinsi
Belanja Modal
Rata
Rata
2016
2017
2018
2019
2020
Aceh
Rp2.578
Rp2.475
Rp2.504
Rp3.162
Rp1.498
Rp2.443
Sumatera Utara
Rp1.166
Rp2.121
Rp1.565
Rp1.250
Rp737
Rp1.368
Sumatera Barat
Rp1.117
Rp981
Rp1.100
Rp1.062
Rp1.645
Rp1.181
Sumatera Selatan
Rp846
Rp1.806
Rp1.537
Rp1.606
Rp919
Rp1.343
Riau
Rp2.336
Rp2.192
Rp1.047
Rp1.161
Rp587
Rp1.465
Kepulauan Riau
Rp397
Rp576
Rp620
Rp633
Rp753
Rp596
Lampung
Rp1.126
Rp1.678
Rp17.293
Rp1.014
Rp643
Rp4.351
Jambi
Rp1.010
Rp991
Rp785
Rp867
Rp417
Rp814
Bengkulu
Rp444
Rp929
Rp618
Rp742
Rp437
Rp634
Kepulauan Bangka
Belitung
Rp333
Rp414
Rp316
Rp441
Rp1.755
Rp652
Rata - Rata
Rp1.135
Rp1.416
Rp2.738
Rp1.194
Rp939
Rp1.485
Sumber: Diolah Oleh Peneliti (2022)
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata untuk 10 provinsi se-
Sumatera untuk periode 2016-2020 sebesar Rp1.484.585.493.659. Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2018 adalah provinsi dengan total belanja
modal terendah yaitu sebesar Rp.315.597.833.094 dan provinsi dengan total belanja
modal tertinggi adalah Provinsi Lampung sebesar Rp.17.293.277.432.844 pada
tahun 2018. Tabel 6
Hasil Analisis Deskriptif Belanja Modal
Descriptive Statistics
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
LnBM
50
26,48
30,48
27,6730
,71006
Valid N (listwise)
50
Sumber: Diolah dengan SPSS (2022)
Berdasarkan pada tabel 6 menunjukkan dari 50 laporan keuangan pemerintah
Provinsi dari tahun 2016-2020 menunjukkan rata-rata belanja modal dengan natural
logaritma adalah sebesar 27,6730. Nilai belanja modal terbesar sebesar 30,48
dengan Provinsi Lampung pada tahun 2018 dan nilai belanja modal terendah
sebesar 26,48 pada Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2018, Nilai
penyebaran rata-rata dari jumlah sampel 0,71006.
3. Temuan Audit
Rizky Fara Dilla Fasa, Nelly Masnila, Sri Hartaty
1022 Syntax Admiration, Vol. 3, No. 8, Agustus 2022
Tabel 7
Temuan Audit se-Sumatera Periode 2016-2020
Provinsi
Hasil Pemeriksaan Atas Sistem Pengendalian Intern dan
Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Rata
Rata
2016
2017
2018
2019
2020
Aceh
29
26
24
21
32
26,4
Sumatera Utara
31
22
17
15
11
19,2
Sumatera Barat
17
17
14
19
17
16,8
Sumatera
Selatan
22
28
24
11
12
19,4
Riau
30
30
30
13
28
26,2
Kepulauan Riau
24
15
15
15
11
16
Lampung
18
14
23
12
22
17,8
Jambi
18
14
26
11
41
22
Bengkulu
22
17
13
12
23
17,4
Kepulauan
Bangka
Belitung
21
29
14
10
8
16,4
Rata Rata
23,2
21,2
20
13,9
20,5
19,76
Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa rata-rata untuk 10 provinsi se-
Sumatera untuk periode 2016-2020 senilai 19,8. Provinsi Aceh memiliki rata-rata
temuan audit tertinggi untuk periode tahun 2016-2020 senilai 26,4 dengan temuan
audit tertinggi pada tahun 2020 sebanyak 32 temuan dan temuan audit terendah
pada tahun 2019 sebanyak 21 temuan. Dan Provinsi Kepulauan Riau dengan tingkat
temuan audit terendah dengan rata-rata 16 dengan temuan audit terbanyak pada
tahun 2016 dengan 24 temuan. Sedangkan temuan terendah pada Provinsi Riau
pada tahun 2020 dengan temuan sebanyak 11 temuan.
Sedangkan untuk temuan audit provinsi se-Sumatera tahun 2016-2020 yang
memiliki rata-rata tertinggi adalah tahun 2016 senilai 23,2. Dengan Provinsi
Sumatera Utara dengan temuan audit tertinggi sebanyak 31 untuk dan Provinsi
Sumatera Barat dengan tingkat ketergantungan terendah sebanyak 17. Untuk rata-
rata terendah untuk temuan audit provinsi se-Sumatera untuk periode 2016-2020
adalah tahun 2019 dengan temuan tertinggi oleh Provinsi Aceh dengan 21 jumlah
temuan audit dan yang terendah yaitu Kepulauan Bangka Belitung dengan 10
temuan. Tabel 8
Hasil Analisis Deskriptif Temuan Audit
Descriptive Statistics
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
FIND
50
8
41
19,76
7,291
Valid N (listwise)
50
Sumber: Diolah dengan SPSS (2022)
Berdasarkan tabel 8 temuan audit tertinggi sebanyak 41 temuan oleh Provinsi
Jambi pada tahun 2020 sedangkan yang terendah adalah Provinsi Kepulauan
Rizky Fara Dilla Fasa, Nelly Masnila, Sri Hartaty
Syntax Admiration, Vol. 3, No. 8, Agustus 2022 1023
Bangka Belitung pada tahun 2020 dengan jumlah 8 temuan. Rata-rata jumlah
temuan audit dari 50 laporan keuangan pemerintah Provinsi dari tahun 2016-2020
menunjukkan rata-rata 19,76. Nilai penyebaran rata-rata dari jumlah sampel 7,291.
4. Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Tabel 9
Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi se-
Sumatera Periode 2016-2020
Provinsi
Tingkat Pengungkapan LKPD dalam CaLK
Rata
Rata
2016
2017
2018
2019
2020
Aceh
0,91
0,82
0,91
0,91
0,91
0,89
Sumatera Utara
0,73
0,64
0,64
0,82
0,82
0,73
Sumatera Barat
0,91
0,91
0,91
1,00
0,91
0,93
Sumatera Selatan
0,91
0,91
0,91
0,91
0,91
0,91
Riau
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
Kepulauan Riau
0,82
0,73
0,45
0,55
0,55
0,62
Lampung
0,82
1,00
0,91
1,00
0,91
0,93
Jambi
0,82
0,82
0,73
0,82
0,82
0,80
Bengkulu
0,82
0,82
0,82
0,82
0,82
0,82
Kepulauan Bangka Belitung
0,64
0,64
0,27
0,27
0,27
0,42
Rata Rata
0,84
0,83
0,76
0,81
0,79
0,805
Pada tabel 9 menjelaskan mengenai tingkat pengungkapan laporan keuangan
se-Sumatera untuk periode 2016-2020 berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2010
Lampiran II. Dalam lampiran tersebut Catatan atas Laporan Keuangan
mengungkapkan atau menyajikan atau menyediakan hal-hal sebagai berikut:
1. Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro,
pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut kendala dan
hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target.
2. Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan.
3. Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan kebijakan-
kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan
kejadian-kejadian penting lainnya.
4. Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.
5. Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul
sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan
rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas.
6. Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar,
yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata untuk 10 provinsi se-
Sumatera untuk periode 2016-2020 senilai 0,805. Provinsi Riau memiliki rata-rata
Tingkat Pengungkapan LKPD dalam CaLK tertinggi untuk periode tahun 2016-
2020 senilai 1,00. Yang memiliki rata-rata terendah untuk periode 2016-2020
adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar 0,42 dengan tingkat
Rizky Fara Dilla Fasa, Nelly Masnila, Sri Hartaty
1024 Syntax Admiration, Vol. 3, No. 8, Agustus 2022
pengungkapan tertinggi pada tahun 2016 dan 2017 senilai 0,64 dan terendah pada
tahun 2016, 2017 dan 2018 senilai 0,27.
Tingkat pengungkapan LKPD provinsi se-Sumatera tahun 2016-2020 yang
memiliki rata-rata tertinggi adalah tahun 2016 senilai 0,84. Tingkat pengungkapan
LKPD tertinggi diraih oleh Provinsi Riau dengan tingkat pengungkapan 1,00.
Sedangkan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang memiliki tingkat
pengungkapan terendah dengan nilai 0,64.
Tabel 10
Hasil Analisis Deskriptif Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah Provinsi se-Sumatera Tahun 2016-2020
Descriptive Statistics
N
Min
Max
Mean
Std. Deviation
Disclousure
50
,27
1,00
,8048
,18699
Valid N (Listwise)
50
Berdasarkan tabel 10 tingkat pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah (LKPD) tertinggi adalah 1,00 oleh Provinsi Sumatera Barat tahun 2019,
Provinsi Riau tahun 2016-2020, dan Provinsi Lampung tahun 2017 dan
2019.Sedangkan yang terendah adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada
tahun 2018-2020 dengan nilai 0,27. Rata-rata tingkat pengungkapan LKPD dari 50
laporan keuangan pemerintah Provinsi dari tahun 2016-2020 menunjukkan rata-rata
8048. Nilai penyebaran rata-rata dari jumlah sampel 0,18699.
B. Pembahasan Penelitian
1. Pengaruh Tingkat Ketergantungan (DEPEND) terhadap Tingkat Pengungkapan
(DISCLOSURE)
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh untuk t tabel sebesar 1,678. Hasil
pengujian untuk variabel independen tingkat ketergantungan memiliki nilai t hitung
sebesar - 0,484 dengan tingkat probabilitas signifikansi 0,631 dimana nilai tersebut
lebih besar dari 0,05 dan nilai t hitung lebih kecil dari t tabel (- 0,484 < 1,678). Hasil
uji hipotesis menunjukkan bahwa variabel tingkat ketergantungan (DEPEND)
berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap tingkat pengungkapan Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).
Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Amaliah (2019),
yang menyatakan bahwa tingkat ketergantungan berpengaruh secara signifikan
terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah. Berdasarkan
teori akuntabilitas, terdapat pertanggungjawaban vertikal yaitu
pertanggungjawaban atas pengelolaan dana (Pemerintah Daerah) kepada otoritas
(Pemerintah Pusat) yang lebih tinggi dimana pemerintah daerah memiliki tanggung
jawab atas dana transfer yang diterima dari pemerintah pusat.
Penelitian ini mendukung hasil penelitian (Pandansari, 2016) dari hasil
penelitiannya menemukan bahwa ketergantungan daerah memiliki tidak pengaruh
terhadap pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah. Hal ini menunjukkan
bahwa pemerintah daerah yang mendapatkan dana transfer lebih dari pemerintah
Rizky Fara Dilla Fasa, Nelly Masnila, Sri Hartaty
Syntax Admiration, Vol. 3, No. 8, Agustus 2022 1025
provinsi maka akan semakin sulit bagi pemerintah daerah tersebut dalam
mengungkapkan laporan keuangannya, karena akan semakin banyak yang harus
dilaporkan oleh pemerintah daerah tersebut.
2. Pengaruh Belanja Modal (BM) terhadap Tingkat Pengungkapan (DISCLOSURE)
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh untuk t tabel sebesar 1,678. Hasil
pengujian untuk variabel independen belanja modal memiliki nilai t hitung sebesar
3,308 dengan tingkat probabilitas signifikansi 0,002 dimana nilai tersebut lebih
kecil dari 0,05 dan nilai t hitung lebih besar dari t tabel (3,308 > 1,678). Hasil uji
hipotesis menunjukkan bahwa variabel belanja modal (BM) berpengaruh terhadap
tingkat pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Praptiningsih & Khoirunnisa,
2020) menyatakan bahwa Belanja modal secara signifikan mempengaruhi
pengungkapan LKPD. Belanja modal yang besar sering kali menjadi kendala dalam
pengungkapan LKPD, karena belum seluruh belanja modal yang telah digunakan
dan dicatat dengan baik. Hal ini sejalan dengan teori keagenan di mana belanja
modal yang dimiliki pemerintah daerah menjadi salah satu faktor kinerja keuangan
dan dapat menimbulkan risiko penyalahgunaan yang tidak kecil, sehingga
pemerintah merasa kesulitan untuk mengungkap informasi dalam laporan
keuangannya agar terlihat baik pada prinsipil yang nantinya tidak akan menurunkan
kepercayaan kepada pemerintah daerah.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian (Andriani et al., 2019) bahwa belanja
modal tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan
pemerintah daerah. Hal ini menyatakan bahwa belanja modal yang besar tidak juga
mempengaruhi pemerintah daerah untuk mengungkapkan laporan keuangan
dengan lebih luas dan mendetail dikarenakan banyaknya belanja membuat
pemerintah daerah kesulitan dalam melakukan pengungkapan.
3. Pengaruh Temuan Audit (FIND) terhadap Tingkat Pengungkapan (DISCLOSURE)
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh untuk t tabel sebesar 1,678. Hasil
pengujian untuk variabel independen temuan audit memiliki nilai t hitung sebesar
1,675 dengan tingkat probabilitas signifikansi 0,101 dimana nilai tersebut lebih
besar dari 0,05 dan nilai t hitung lebih kecil dari t tabel (1,675 > 1,678). Hasil uji
hipotesis menunjukkan bahwa variabel temuan audit (FIND) tidak berpengaruh
terhadap tingkat pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Hendriyani & Tahar, 2015b),
bahwa temuan audit tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat pengungkapan
laporan keuangan pemerintah provinsi. Besarnya jumlah temuan audit tidak
memengaruhi tingkat pengungkapan informasi laporan keuangan pemerintah
provinsi. Hal tersebut disebabkan karena BPK akan memberikan saran kepada
pemerintah provinsi untuk memperbaiki temuan-temuan audit yang mereka
temukan, dengan adanya perbaikan maka opini yang diberikan akan mendapatkan
opini wajar. Sehingga jumlah temuan audit tidak berpengaruh terhadap tingkat
pengungkapan.
Rizky Fara Dilla Fasa, Nelly Masnila, Sri Hartaty
1026 Syntax Admiration, Vol. 3, No. 8, Agustus 2022
Hasil yang diperoleh tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan
(Amaliah, 2019) bahwa temuan audit berpengaruh signifikan terhadap tingkat
pengungkapan laporan keuangan. Hal ini disebabkan semakin banyak jumlah
temuan audit yang ditemukan oleh BPK, pengungkapan informasi pada LKPD yang
dilakukan pemda semakin banyak pula. Dengan adanya temuan-temuan tersebut,
BPK akan meminta perbaikan kepada pemerintah daerah sehingga dapat
meningkatkan pengungkapan.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap tiga
hipotesa yang telah diuji dengan menggunakan analisis regresi linear berganda, diperoleh
beberapa kesimpulan bahwa Variabel tingkat ketergantungan berpengaruh negatif dan
tidak signifikan terhadap tingkat pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(LKPD). Variabel belanja modal berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).
Rizky Fara Dilla Fasa, Nelly Masnila, Sri Hartaty
Syntax Admiration, Vol. 3, No. 8, Agustus 2022 1027
BIBLIOGRAFI
Amaliah, E. F. (2019). Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Tingkat
Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2015-2017. Diponegoro Journal of Accounting, 8(2), 1
13.Google Scholar
Andriani, M., Santi, E., & Mustika, R. (2019). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah pada
Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Tahun Anggaran 2014-2016. Akuntansi
Dan Manajemen, 14(1), 114. Google Scholar
Hendriyani, R., & Tahar, A. (2015a). Analisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat
pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi di Indonesia. Jurnal Bisnis
Dan Ekonomi, 22(1). Google Scholar
Hendriyani, R., & Tahar, A. (2015b). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Tingkat Pengungkapan Keuangan Pemerintah. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 16891699. Google Scholar
Khoirunnisa, J. (2020). Pengaruh Belanja Modal, Ukuran Pemerintah, Dan Opini Audit
Terhadap Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di
Nusa Tenggara. Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. Google
Scholar
Pandansari, T. (2016). Tingkat ketergantungan, kompleksitas pemerintah, dan tingkat
pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis,
19(3), 463. Google Scholar
Prajitno, S. B. (2013). Metodologi penelitian kuantitatif. Jurnal. Bandung: UIN Sunan
Gunung Djati.(Tersedia Di Http://Komunikasi. Uinsgd. Ac. Id). Google Scholar
Praptiningsih & Khoirunnisa, J. (2020). pengaruh belanja modal, ukuran pemerintah,
jumlah SKPD, dan Opini audit terhadap pengungkapan laporan keuangan
pemerintah daerah nusa tenggara. Journal of Applied Managerial Accounting, 4(2),
277285. Google Scholar
Putri, W. M., & Arza, F. I. (2019). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat
Pengungkapan Wajib Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Jurnal Eksplorasi
Akuntansi, 1(3), 11111130. Google Scholar
Ramdhani, D. (2016). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat
Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Di Propinsi Banten. Jurnal
Riset Akuntansi Terpadu, 9(2), 146161. Google Scholar
Soleman, M. T., Pontoh, W., & Budiarso, N. S. (2019). Pengungkapan Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (Studi Kasus Di Kabupaten Kepulauan Talaud). Going
Concern : Jurnal Riset Akuntansi, 14(1), Google Scholar
Sommaliagustina, D. (2019). Implementasi Otonomi Daerah dan Korupsi Kepala
Rizky Fara Dilla Fasa, Nelly Masnila, Sri Hartaty
1028 Syntax Admiration, Vol. 3, No. 8, Agustus 2022
Daerah. 1(1), 4458. Google Scholar
Sufianto, D. (2020). Pasang surut otonomi daerah di Indonesia. Jurnal Academia Praja,
3(02), 271288. Google Scholar
Sugiyono, P. (2016). Metode Penelitian Manajemen (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
Kombinasi (Mixed Methods), Penelitian Tindakan (Action Research, dan Penelitian
Evaluasi). Bandung: Alfabeta Cv. Google Scholar
Veranti, R. I. (2018). Analisis Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah Di Indonesia. Accounting and Business Information Systems Journal, 6(3).
Google Scholar
Wulandari, I. T. (2019). Pengaruh total asset dan Return On Asset terhadap
Pengungkapan Sukarela pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2013-2017. Google Scholar
Copyright holder :
Rizky Fara Dilla Fasa, Nelly Masnila, Sri Hartaty (2022)
First publication right :
Jurnal Syntax Admiration
This article is licensed under: