Jurnal Syntax Admiration

Vol. 1 No. 4 Agustus 2020

p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356

Sosial Teknik

 

ANALISIS PENGARUH KORUGASI PADA LENGKUNG LINTAS STASIUN FATMAWATI TERHADAP RIDE INDEX DAN USIA PAKAI REL

 

Fajrul Amin dan Estu Prayogi

Universitas Pancasila Jakarta, Indonesia

Email:� [email protected] dan [email protected]

 

INFO ARTIKEL

ABSTRAK

Diterima

17 Juli 2020

Diterima dalam bentuk revisi

07 Agustus 2020

Diterima dalam bentuk revisi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh korugasi pada lengkung lintas Stasiun Fatmawati terhadap ride index dan usia pakai rel. Lengkung lintas Stasiun Fatmawati yang mempunyai radius dibawah ketentuan, karena radiusnya hanya 180 m dimana ketentuan minimal radius lengkung adalah 200 m. Penelitian dilakukan dengan cara mengukur nilai ride index kereta saat melewati lengkung dan mengukur laju keausan pada kepala rel yang mengalami korugasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian komparatif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang kemudian diolah dan dianalisis untuk dilakukan pengambilan kesimpulan. Pengukuran ride index yang dilakukan adalah pengukuran getaran horizontal dan vertikal serta pengukuran kebisingan. Pengukuran nilai ride index tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah kualitas pengendaraan saat melewati lengkung masih memenuhi standar yang disyaratkan. Sedangkan hasil pengukuran korugasi pada kepala rel digunakan untuk mendapatkan nilai laju keausan dan� forecasting usia pakai dari rel. Untuk mengetahui besarnya efek yang ditimbulkan pengukuran juga dilakukan pada lintas lain dengan kecepatan operasi kereta yang sama sebagai pembanding.

Kata kunci: Lengkung; Korugasi rel

 

 



Pendahuluan

Transportasi darat merupakan sarana angkutan penumpang umum yang memegang peranan penting dalam menunjang aktifitas dan mobilitas mayarakat. Salah satunya perkeretaapian (Wibowo, 2020). Dalam penyelenggaraan operasi kereta api terdapat tiga faktor yang penting yang harus selalu dipenuhi, yaitu� keamanan, keselamatan dan tentu saja yang tidak kalah penting faktor kenyamanan. Dalam operasi kereta api, hal-hal tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa komponen yaitu dari sarana, prasarana maupun dari sistem operasinya (Iwnicki, 2006). Keamanan dan keanyamanan adalah isu utama dalam industri kereta api seiring dengan meningkatnya kecepatan operasi (Touati, Lamdouar, & Bouyahyaoui, 2018). MRT Jakarta beroperasi pada jalur sepanjang 16 kilometer mulai dari Lebak Bulus Jakarta Selatan hingga Bundaran Hotel Indonesia Jakarta Pusat. Jalur operasi MRT Jakarta tidak hanya terdiri dari jalur rel lurus saja, namun juga terdiri dari beberapa lengkung yang menyambungkan jalur tersebut. Pada jalur MRT Jakarta lengkung lintas Stasiun Fatmawati dibangun melewati tol lingkar luar Jakarta oleh karena itu lengkung ini biasa disebut dengan sebutan special bridge. Berdasarkan pengamatan selama 7 bulan operasi kereta MRT Jakarta. Ditemukan munculnya korugasi pada kepala rel di lengkung lintas Stasiun Fatmawati, korugasi rel adalah keausan pada kepala rel dengan pola gelombang yang teratur akibat kontak dari roda dan rel (Duenas, Ave, Wolf, & Parkway, 2014). Sepanjang jalur operasi, lengkung di lintas lain pada jalur MRT Jakarta tidak ditemukan kejadian korugasi. Lengkung lintas Stasiun Fatmawati mempunyai jari-jari sebesar 180 m. Sedangkan sesuai PM no. 60 tahun 2012 tentang persyaratan teknis jalur kereta api persyaratan radius minimum lengkung yang harus dipenuhi oleh lengkung horizontal adalah 200 m (Kementerian Perhubungan, 2012). Sehingga bisa dikatakan bahwa radius lengkung lintas Stasiun Fatmawati berada dibawah standar minimum yang disyaratkan. Karena keterbatasan radius lengkung maka gesekan yang terjadi antara roda dan rel akan semakin besar (Kaewunruen, 2018). Hal ini akan berbanding lurus dengan tingginya laju keausan dan juga kebisingan serta getaran pada kereta (Wan & Kassa, 2013). Selain itu dengan timbulnya korugasi tersebut biaya perawatan juga akan semakin meningkat karena tentunya akan dilakukan penggerindaan untuk meratakan kepala rel (Licciardello, Malavasi, Ricci, & Vitali, 2018). Apabila perawatan pada kasus korugasi rel tidak dilakukan, hal tersebut dalam jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya anjlokan pada operasi kereta pada saat melewati lintas yang mengalami korugasi rel (Victoria, 2015).

a.    Menurut Peter T. Torstenson� Korugasi rel adalah kondisi keausan pada kepala rel berbentuk bergelombang dengan panjanng gelombang yang bervariasi. Korugasi membentuk gelombang pada permukaan rel dengan rentang antara 25 mm � 80 mm. Pada beberapa permukaan rel bisa dilihat dengan jelas apabila ada korugasi dengan beberapa bagian yang bersinar dan lebih gelap karena ada gelombang pada permukaannya (Torstensson, 2012).

b.    Menurut S. Kaenwunruen, Sakdirat dan Marich Korugasi rel menimbulkan pertambahan frekuensi getaran antara 200 Hz � 500 Hz dan menambah kebisingan sampai 15 dB. Korugasi pada rel membuat dampak yang signifikan pada maintenance dengan penambahan biaya sampai 30% (Kaenwunruen et al., 2015).

c.    Menurut K.H Oostermeijer ada beberapa faktor yang berkontribusi menyebabkan munculnya korugasi pada rel. hal tersebut dijelaskan pada bagan berikut ini:

��������������������������� Gambar 1. Penyebab korugasi rel

���� Sumber: (Oostermeijer, 2013)

 

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian komparatif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang kemudian diolah dan dianalisis untuk dilakukan pengambilan kesimpulan.

A.  Pengukuran ride index

Dalam pengujian ride index dilakukan pengukuran tingkat getaran dan kebisingan didalam kereta pada saat beroperasi diatas lintas. Pengujian kebisingan dilakukan untuk mengetahui nilai tingkat kebisingan didalam kereta pada saat operasi. Pengujian dilakukan dilakukan disepanjang lengkung lintas Stasiun Fatmawati dengan panjang busur lengkung dimulai dari titik kilometer 2+432,99 sampai kilometer 2+761,381 dan kilometer 2+761,381 sampai kilometer 3+061,381. Pengujian kebisingan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

1.    Kondisi pintu, jendela dan pintu bordes kereta dalam keadaan tertutup

2.    Pengujian dilakukan dengan kecepatan operasi maksimal

3.    Alat uji diletakkan didalam kereta dengan ketinggian 1,5 m dari lantai kereta

4.    Setiap area pengujian dilakukan pengujian kurang lebih 6 kali pengujian

5.    Hitung rata-rata kebisingan maka akan diketahui hasil pengujian kebisingan

6.    Hasil rata-rata kebisingan tidak boleh melebihi 85 dBA

Untuk mengetahui pengaruh dari radius lengkung lintas Stasiun Fatmawati yang berada di kilometer 2+432,99 sampai dengan kilometer 2+761,381 terhadap nilai ride index getaran maka juga� dilakukan pengukuran dengan vibrometer pada lintas pembanding. Pada penelitian ini lintas pembanding berada di kilometer 2+761,381 sampai kilometer 3+061,381. Dimana pada kedua titik ini kecepatan operasi kereta sama yaitu 45 km/jam.� Nilai ride index horizontal dan vertikal dihitung berdasarkan formula E. Sperling dan metode yang dikembangkan oleh J.L. Koffman. Dengan rumus:

Dengan :

�= akselerasi getaran horizontal (cm/s2)

�= frekuensi getaran horizontal (Hz)

�= akselerasi getaran vertical (cm/s2)

�= frekuensi getaran vertical (Hz)

Dengan kualifikasi:

1,0 � 1,5 = istimewa

1,5 � 2,0 = hampir istimewa

2,0 � 2,5 = bagus

2,5 � 3,0 = hampir bagus

3,0 � 3,5 = cukup

3,5 � 4,0 = hampir cukup

4,0 � 4,5 = dapat diterima

4,5 � 5,0 = tak dapat diterima

� ��> 5,0�� =� Berbahaya

B.  Pengukuran korugasi rel

Menurut metode yang dilakukan oleh PA Cuervo dan JF Santa, untuk menganalisa korugasi pada kepala rel, Profil kepala rel diukur dalam keseluruhan titik kontak antara roda dengan rel di lengkung maksimal. Pengambilan data dilakukan dengan menempatkan jarak antar roda kereta di lengkung maksimal untuk dijadikan patokan tolak ukur, agar nantinya dihasilkan diagram maupun grafik keausan rel R54 serta dibandingkan dengan standar toleransi sesuai dengan UIC 54 (Santa, Toro, & Lewis, 2016). Berdasarkan UIC 54 ada ketentuan Keausan rel maksimum yang di izinkan yaitu:

 

Gambar 2. Profil rel R54

 

Sumber: (Valente, 2013)

 

1.          Sumbu vertikal����������������������� =�� a (max 12 mm)

2.          Arah 45� sumbu vertikal�������� =�� e (max 15 mm)

3.          eMax�������������������������������������� =�� 0,54 h � 4

 

Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2019 sampai bulan Januari 2020 di lintas Stasiun Fatmawati sampai Stasiun Cipete Raya. Untuk pengambilan data di lapangan dilakukan setiap 1 minggu sekali dalam waktu 3 bulan.

A.    Analisis ride index di lengkung

Pengujian ride index bertujuan untuk mengetahui kualitas pengendaraan. Pada penelitian ini pengujian ride index hanya dilakukan pada pengujian kebisingan dan getaran, karena 2 hal tersebut berkaitan langsung dengan keadaan yang terjadi di lengkung lintas Stasiun Fatmawati.

1. Tingkat kebisingan

Berikut ini adalah hasil dari pengujian kebisingan yang telah dilakukan pada kereta pada saat melewati lengkung lintas Stasiun Fatmawati dan saat melewati track pembanding.

 

Tabel 1. Hasil pengujian kebisingan lengkung lintas Stasiun Fatmawati

Minggu

Uji 1

Uji 2

Uji 3

Uji 4

Uji 5

Uji 6

Rata-rata

1

82,7

83,1

84,3

83,7

82,4

82,3

83,08

2

81,9

82

83,8

83

84,4

85

83,35

3

83,9

83,7

84

83,8

84,2

84

83,93

4

84,1

84,7

83,9

84

83,9

84

84,10

5

84,9

83,7

83,6

83

82

83,1

83,38

6

83,8

84

83,9

83,2

83,4

82,7

83,50

7

84

82,9

84,2

83,8

83,9

84,4

84,00

8

84,3

84,5

84,7

84,2

83,9

83

84,10

9

84,2

84,4

84,5

84

84,5

84,6

84,37

10

84,7

83,9

83,2

84,1

84,5

83,2

83,93

11

84,3

84,2

84,8

82,1

82,9

83

83,55

12

83,1

82,7

82,5

82,8

83

82,8

82,82

Rata-rata/dB

83,68

�

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 2. Hasil pengujian kebisingan track pembanding

 

Minggu

Uji 1

Uji 2

Uji 3

Uji 4

Uji 5

Uji 6

Rata-rata

1

78,5

79

78,9

79,2

79

79,2

78,97

2

78,9

79

79

79

78,9

79

78,97

3

78,9

79

79,1

79,2

79,3

79,4

79,15

4

79

79,2

79,4

79,5

79,4

79,6

79,35

5

79,4

79,5

79,6

79,6

79,7

79,8

79,60

6

79,1

79

79

78.9

78,9

79

78,98

7

79,2

79,5

79,6

79,5

79,5

79,7

79,50

8

79,4

79,4

79,4

79,5

79,6

79,7

79,60

9

79,5

79

79

79,1

79,4

79,5

79,25

10

79,5

79,5

79,5

79,5

79,6

79,2

79,47

11

79,2

79,3

79,4

79,5

79,6

79,6

79,43

12

79,2

79,3

79,4

79,5

79,6

79,7

79,45

Rata-rata/dB

79,31

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Dari hasil pengujian diatas diketahui bahwa tingkat kebisingan pada kedua titik pengujian tidak melebihi batas maksimum yang diijinkan sebesar 85 dB. Pada saat melewati lengkung lintas Stasiun Fatmawati rata-rata tingkat kebisingan didalam kereta sebesar 83,68 dB sedangkan pada saat melewati track pembanding dengan kecepatan sama tingkat kebisingan dalam kereta sebesar 79,31 dB. Maka dapat disimpulkan pada saat melewati lengkung lintas Stasiun Fatmawati terjadi peningkatan kebisingan sebesar 4,37 dB.

2. Tingkat getaran

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah nilai ride index getaran pada saat kereta melewati lengkung lintas Stasiun Fatmawati masih memenuhi standar yang telah ditentukan.

 

 

Tabel 3. Nilai ride index lengkung lintas Stasiun Fatmawati

Waktu

Nilai ride index

Horizontal

Vertikal

Rh

Kualifikasi

Rv

Kualifikasi

1

1,070

Istimewa

1,020

Istimewa

2

1,286

Istimewa

1,253

Istimewa

3

1,200

Istimewa

1,093

Istimewa

4

1,258

Istimewa

1,246

Istimewa

5

1,269

Istimewa

1,256

Istimewa

6

1,254

Istimewa

1,246

Istimewa

7

1,308

Istimewa

1,291

Istimewa

8

1,254

Istimewa

1,244

Istimewa

9

1,324

Istimewa

1,317

Istimewa

10

1,450

Istimewa

1,446

Istimewa

11

1,384

Istimewa

1,374

Istimewa

12

1,375

Istimewa

1,381

Istimewa

Rata-rata

1,286

Istimewa

1,264

Istimewa

 

Tabel 4. Nilai ride index track pembanding

Waktu

Nilai ride index

Horizontal

Vertikal

Rh

Kualifikasi

Rv

Kualifikasi

1

1,032

Istimewa

1,042

Istimewa

2

1,067

Istimewa

1,070

Istimewa

3

1,076

Istimewa

1,088

Istimewa

4

1,087

Istimewa

1,096

Istimewa

5

1,126

Istimewa

1,135

Istimewa

6

1,074

Istimewa

1,086

Istimewa

7

1,179

Istimewa

1,156

Istimewa

8

1,147

Istimewa

1,132

Istimewa

9

1,159

Istimewa

1,156

Istimewa

10

1,122

Istimewa

1,132

Istimewa

11

1,037

Istimewa

1,041

Istimewa

12

1,158

Istimewa

1,170

Istimewa

Rata-rata

1,105

Istimewa

1,109

Istimewa

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Dari analisa diatas didapatkan hasil rata-rata getaran pada kereta saat melewati lengkung lintas Stasiun Fatmawati adalah 1,286 Rh dan 1,264 Rv sedangkan getaran pada kereta saat melewati track pembanding dengan jarak dan kecepatan yang sama adalah 1,105 Rh dan 1,109 Rv. Sehingga terjadi kenaikan getaran sebesar 0,181 Rh dan 0,159 Rv.

B.     Analisis korugasi pada lengkung

Pengambilan data korugasi pada kepala rel di lengkung lintas Stasiun Fatmawati dilakukan dengan cara menentukan patokan sebagai parameter. Oleh karena itu data pertama yang harus dicari adalah jarak antar poros roda rangkaian kereta MRT Jakarta.

 

 

Tabel 5. Jarak antar poros rangkaian kereta MRT Jakarta

Jenis Rangkaian

Jarak Antar poros Roda (mm)

Satu Bogie A

Antar Bogie A & B

Satu Bogie B

Antar kereta

TC 2

2100

11700

2100

4100

M 1

2100

11700

2100

4100

M 2

2100

11700

2100

4100

M 1'

2100

11700

2100

4100

M 2'

2100

11700

2100

4100

TC 1

2100

11700

2100

-

Sumber: (Nanjo, 2018)

 

Dari data jarak antar poros roda selanjutnya dilakukan pemetaan pada lengkung lintas Stasiun Fatmawati sebagai parameter. Dengan roda berjumlah 24 titik sesuai dengan juamlah poros dalam satu rangkaian.

 

 

 

Tabel 6. Titik parameter pada lengkung lintas Stasiun Fatmawati

 

Jenis rangkaian

Bogie 1

Bogie 2

Poros 1

Poros 2

Poros 3

Poros 4

TC 2

2+435,515

2+437,615

2+449,315

2+451,415

M 1

2+455,515

2+457,615

2+469,315

2+571,415

M 2

2+575,515

2+577,615

2+589,315

2+591,415

M 1'

2+595,515

2+597,615

2+609,315

2+611,415

M 2'

2+615,515

2+617,615

2+629,315

2+631,415

TC 1

2+635,515

2+637,615

2+648,315

2+650,415

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 7. Titik parameter pada track pembanding

 

Jenis rangkaian

Bogie 1

Bogie 2

Poros 1

Poros 2

Poros 3

Poros 4

TC 2

2+761,381

2+763,481

2+775,181

2+777,281

M 1

2+781,381

2+783,481

2+795,181

2+797,281

M 2

2+801,381

2+803,481

2+815,181

2+817,281

M 1'

2+821,381

2+823,481

2+835,181

2+837,281

M 2'

2+841,381

2+843,481

2+855,181

2+857,281

TC 1

2+861,381

2+863,481

2+875,181

2+877,281

 

 

 

 

 

 

 

Berikut ini adalah hasil pengukuran korugasi yang terjadi� pada kepala rel yang telah diambil selama 3 bulan di lengkung lintas Stasiun Fatmawati dan track pembanding.

Tabel 8. Laju keausan Lengkung lintas Stasiun Fatmawati

No

Minggu

Rata-rata hasil pengukuran 24 titik /mm

Laju keausan /mm

1

Minggu 1

0,22

-

2

Minggu 2

0,23

0,01

3

Minggu 3

0,24

0,01

4

Minggu 4

0,26

0,02

5

Minggu 5

0,27

0,01

6

Minggu 6

0,28

0,01

7

Minggu 7

0,29

0,01

8

Minggu 8

0,31

0,02

9

Minggu 9

0,32

0,01

10

Minggu 10

0,34

0,02

11

Minggu 11

0,35

0,01

12

Minggu 12

0,37

0,02

Rata-rata laju keausan

0,013

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 9. Laju keausan track pembanding

No

Minggu

Rata-rata hasil pengukuran 24 titik /mm

Laju keausan /mm

1

Minggu 1

0,04

-

2

Minggu 2

0,04

0

3

Minggu 3

0,04

0

4

Minggu 4

0,04

0

5

Minggu 5

0,05

0,01

6

Minggu 6

0,05

0

7

Minggu 7

0,05

0

8

Minggu 8

0,05

0

9

Minggu 9

0,06

0,01

10

Minggu 10

0,06

0

11

Minggu 11

0,06

0

12

Minggu 12

0,07

0,01

Rata-rata laju keausan

0,002

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 3. Grafik laju keausan kepala rel

 

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa rel lengkung lintas Stasiun Fatmawati mengalami rata-rata keausan 0,013 mm per minggu sedangkan pada track pembanding mengalami keausan rata-rata 0,002 mm. �Artinya rel di lengkung lintas Fatmawati mengalami keausan 6,5 kali lebih cepat daripada rel di track pembanding. Dari hasil pengambilan data tersebut selanjutnya kita dapat melakukan forecasting usia rel pada lengkung lintas Stasiun Fatmawati. Dari analisis didapatkan laju keausan kepala rel sebesar 0,013 mm per minggu, jadi untuk laju keausan dalam satu bulan adalah 0,052 mm.� Dari nilai tersebut dapat dilakukan forecasting usia pakai dari rel di lengkung lintas Stasiun Fatmawati.

 

Tabel 10. Forecasting keausan rel lengkung tahun 2020-2021

 

Tahun

Bulan

Keausan

Tahun

Bulan

Keausan

2020

Januari

0.37

2021

Januari

0.994

Februari

0.422

Februari

1.046

Maret

0.474

Maret

1.098

April

0.526

April

1.15

Mei

0.578

Mei

1.202

Juni

0.63

Juni

1.254

Juli

0.682

Juli

1.306

Agustus

0.734

Agustus

1.358

September

0.786

September

1.41

Oktober

0.838

Oktober

1.462

November

0.89

November

1.514

Desember

0.942

Desember

1.566

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 11. Forecasting keausan rel lengkung tahun 2022-2023

Tahun

Bulan

Keausan

Tahun

Bulan

Keausan

2022

Januari

1.618

2023

Januari

2.242

Februari

1.67

Februari

2.294

Maret

1.722

Maret

2.346

April

1.774

April

2.398

Mei

1.826

Mei

2.45

Juni

1.878

Juni

2.502

Juli

1.93

Juli

2.554

Agustus

1.982

Agustus

2.606

September

2.034

September

2.658

Oktober

2.086

Oktober

2.71

November

2.138

November

2.762

Desember

2.19

Desember

2.814

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 12. Forecasting keausan rel lengkung tahun 2024-2025

Tahun

Bulan

Keausan

Tahun

Bulan

Keausan

2024

Januari

2.866

2025

Januari

3.49

Februari

2.918

Februari

3.542

Maret

2.97

Maret

3.594

April

3.022

April

3.646

Mei

3.074

Mei

3.698

Juni

3.126

Juni

3.75

Juli

3.178

Juli

3.802

Agustus

3.23

Agustus

3.854

September

3.282

September

3.906

Oktober

3.334

Oktober

3.958

November

3.386

November

4.01

Desember

3.438

Desember

4.062

 

Tabel 13. Forecasting keausan rel lengkung tahun 2026-2027

Tahun

Bulan

Keausan

Tahun

Bulan

Keausan

2026

Januari

4.114

2027

Januari

4.738

Februari

4.166

Februari

4.79

Maret

4.218

Maret

4.842

April

4.27

April

4.894

Mei

4.322

Mei

4.946

Juni

4.374

Juni

4.998

Juli

4.426

Juli

5.05

Agustus

4.478

Agustus

5.102

September

4.53

September

5.154

Oktober

4.582

Oktober

5.206

November

4.634

November

5.258

Desember

4.686

Desember

5.31

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 14. Forecasting keausan rel lengkung tahun 2028-2029

Tahun

Bulan

Keausan

Tahun

Bulan

Keausan

2028

Januari

5.362

2029

Januari

5.986

Februari

5.414

Februari

6.038

Maret

5.466

Maret

6.09

April

5.518

April

6.142

Mei

5.57

Mei

6.194

Juni

5.622

Juni

6.246

Juli

5.674

Juli

6.298

Agustus

5.726

Agustus

6.35

September

5.778

September

6.402

Oktober

5.83

Oktober

6.454

November

5.882

November

6.506

Desember

5.934

Desember

6.558

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 15. Forecasting keausan rel lengkung tahun 2030-2031

Tahun

Bulan

Keausan

Tahun

Bulan

Keausan

2030

Januari

6.61

2031

Januari

7.234

Februari

6.662

Februari

7.286

Maret

6.714

Maret

7.338

April

6.766

April

7.39

Mei

6.818

Mei

7.442

Juni

6.87

Juni

7.494

Juli

6.922

Juli

7.546

Agustus

6.974

Agustus

7.598

September

7.026

September

7.65

Oktober

7.078

Oktober

7.702

November

7.13

November

7.754

Desember

7.182

Desember

7.806

 

Tabel 16. Forecasting keausan rel lengkung tahun 2032-2033

Tahun

Bulan

Keausan

Tahun

Bulan

Keausan

2032

Januari

7.858

2033

Januari

8.482

Februari

7.91

Februari

8.534

Maret

7.962

Maret

8.586

April

8.014

April

8.638

Mei

8.066

Mei

8.69

Juni

8.118

Juni

8.742

Juli

8.17

Juli

8.794

Agustus

8.222

Agustus

8.846

September

8.274

September

8.898

Oktober

8.326

Oktober

8.95

November

8.378

November

9.002

Desember

8.43

Desember

9.054

 

Tabel 17. Forecasting keausan rel lengkung tahun 2034-2035

 

Tahun

Bulan

Keausan

Tahun

Bulan

Keausan

2034

Januari

9.106

2035

Januari

9.73

Februari

9.158

Februari

9.782

Maret

9.21

Maret

9.834

April

9.262

April

9.886

Mei

9.314

Mei

9.938

Juni

9.366

Juni

9.99

Juli

9.418

Juli

10.042

Agustus

9.47

Agustus

10.094

September

9.522

September

10.146

Oktober

9.574

Oktober

10.198

November

9.626

November

10.25

Desember

9.678

Desember

10.302

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 18. Forecasting keausan rel lengkung tahun 2036-2037

Tahun

Bulan

Keausan

Tahun

Bulan

Keausan

2036

Januari

10.354

2037

Januari

10.978

Februari

10.406

Februari

11.03

Maret

10.458

Maret

11.082

April

10.51

April

11.134

Mei

10.562

Mei

11.186

Juni

10.614

Juni

11.238

Juli

10.666

Juli

11.29

Agustus

10.718

Agustus

11.342

September

10.77

September

11.394

Oktober

10.822

Oktober

11.446

November

10.874

November

11.498

Desember

10.926

Desember

11.55

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 19. Forecasting keausan rel lengkung tahun 2038-2039

Tahun

Bulan

Keausan

Tahun

Bulan

Keausan

2038

Januari

11.602

2039

Januari

12.226

Februari

11.654

Februari

12.278

Maret

11.706

Maret

12.33

April

11.758

April

12.382

Mei

11.81

Mei

12.434

Juni

11.862

Juni

12.486

Juli

11.914

Juli

12.538

Agustus

11.966

Agustus

12.59

September

12.018

September

12.642

Oktober

12.07

Oktober

12.694

November

12.122

November

12.746

Desember

12.174

Desember

12.798

 

Dari proses forecasting diatas diprediksi bahwa kepala rel di lengkung stasiun Fatmawati akan mencapai limit pemakaian pada bulan September tahun 2038. Proses forecasting ini tidak menggunakan safety factor dalam analisanya. Dimana kemungkinan keausan pada kepala rel di lengkung stasiun Fatmawati bisa lebih cepat daripada prediksi dari hasil forecasting ini. Oleh karena itu pemantauan rutin perlu dilakukan pada rel yang mengalami korugasi. (Ignesti, Marini, Meli, & Rindi, 2012).

 

Kesimpulan

Terjadi peningkatan kebisingan dan getaran akibat adanya korugasi pada rel. Pada saat melewati lengkung lintas Stasiun Fatmawati rata-rata tingkat kebisingan didalam kereta sebesar 83,68 dB sedangkan pada saat melewati track pembanding dengan kecepatan sama tingkat kebisingan dalam kereta sebesar 79,31 dB. Maka dapat disimpulkan pada saat melewati lengkung lintas Stasiun Fatmawati terjadi peningkatan kebisingan sebesar 4,37 dB.

Kemudian untuk getaran kereta� pada saat melewati lengkung lintas Stasiun Fatmawati adalah 1,286 Rh dan 1,264 Rv sedangkan getaran pada kereta saat melewati track pembanding dengan jarak dan kecepatan yang sama adalah 1,105 Rh dan 1,109 Rv. Sehingga terjadi kenaikan getaran sebesar 0,181 Rh dan 0,159 Rv. Dari proses forecasting diatas diprediksi bahwa kepala rel di lengkung stasiun Fatmawati akan mencapai limit pemakaian pada bulan September tahun 2038. Proses forecasting ini tidak menggunakan safety factor dalam analisanya. Dimana kemungkinan keausan pada kepala rel di lengkung stasiun Fatmawati bisa lebih cepat daripada prediksi dari hasil forecasting ini.


Bibliografi

 

Duenas, S., Ave, N. M., Wolf, S., & Parkway, A. (2014). Bay Area Rapid Transit (BART) Rail Corrugation Study. ATS Consulting, 5(7), 1�13.

 

Ignesti, M., Marini, L., Meli, E., & Rindi, A. (2012). Development of a model for the prediction of wheel and rail wear in the railway field. Journal of Computational and Nonlinear Dynamics, 7(4).

 

Iwnicki, S. (2006). Handbook of railway vehicle dynamics. In Handbook of Railway Vehicle Dynamics. https://doi.org/10.1201/9781420004892

 

Kaenwunruen, Sakdirat; Marich, S. (2015). Severity and growth evaluation of rail corrugations on sharp curves using wheel / rail interraction. 20th National Convention on Civil Engineering, 7(2), 1�11.

 

Kaewunruen, S. (2018). Monitoring of Rail Corrugation Growth on Sharp Curves For Track Maintenance Prioritisation. International Journal of Acoustic and Vibration, 23(1), 35�43.

 

Kementerian Perhubungan. (2012). Persyaratan Teknis Jalur Kereta Api. In K. Perhubungan (Ed.), PM. 60 Tahun 2012. Jakarta: Kemenhub Publishing.

 

Licciardello, R., Malavasi, G., Ricci, S., & Vitali, P. (2018). Wear rates in urban rail systems. WIT Transactions on the Built Environment, 176(23), 559�569.

 

Nanjo, D. (2018). Carbody Construction Of Jakarta Mass Rapid Transit. In Sumitomo Corporation (Vol. 1). Jakarta.

 

Oostermeijer, K. H. (2013). Short pitch rail corrugation - cause and contributing factors. Holland Railconsult, 1(1), 1�10.

 

Santa, J. F., Toro, A., & Lewis, R. (2016). Correlations Between Rail Wear Rates and Operating Conditions in a Commercial Railroad. Tribology International, 95(1), 5�12.

 

Torstensson, P. T. (2012). Rail Corrugation Growth on Curves. International Journal of Mechanical Engineering and Technology, 3(12), 1�15.

 

Touati, M., Lamdouar, N., & Bouyahyaoui, A. (2018). Railway vehicle response under random irregularities on a tangent track � Nonlinear 3D multi-body modelling. International Journal of Mechanical Engineering and Technology, 9(7), 944�956.

 

Valente. (2013). UIC 54 Rail. International Journal of Mechanical Engineering and Technology, 9(5), 1�2.

 

Victoria. (2015). Derailment of freight (AU Rail). Australian Transport Safety, 6(25), 1�24.

Wan, C., & Kassa, E. (2013). Recent advances in numerical prediction of rail corrugation growth. NTNU, 3(5), 1�18.

 

Wibowo, A. N. F. A. (2020). Collaborative Governance Dalam Pelayanan Transportasi Publik (Study BRT Trans Semarang). Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 5(3), 1�18.