Jurnal Syntax Admiration |
Vol. 1
No. 4 Agustus 2020 |
p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356 |
Sosial Teknik |
ANALISIS PENGARUH KORUGASI PADA LENGKUNG
LINTAS STASIUN FATMAWATI TERHADAP RIDE
INDEX DAN USIA PAKAI REL
Fajrul Amin dan Estu Prayogi
Universitas Pancasila Jakarta, Indonesia
Email:� [email protected] dan [email protected]
INFO ARTIKEL |
ABSTRAK |
Diterima 17 Juli 2020 Diterima dalam bentuk revisi 07 Agustus 2020 Diterima dalam bentuk revisi |
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh korugasi pada
lengkung lintas Stasiun Fatmawati terhadap ride
index dan usia pakai rel. Lengkung lintas Stasiun
Fatmawati yang mempunyai radius dibawah ketentuan, karena radiusnya hanya 180 m dimana ketentuan
minimal radius lengkung adalah 200 m. Penelitian
dilakukan dengan cara mengukur nilai ride index kereta saat melewati lengkung
dan mengukur laju keausan pada kepala rel yang mengalami korugasi. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian komparatif dengan
menggunakan pendekatan kuantitatif yang kemudian
diolah dan dianalisis untuk dilakukan
pengambilan kesimpulan.
Pengukuran ride
index yang dilakukan adalah pengukuran getaran
horizontal dan vertikal serta pengukuran kebisingan. Pengukuran
nilai ride index tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah kualitas pengendaraan
saat melewati lengkung masih memenuhi standar yang disyaratkan. Sedangkan
hasil pengukuran korugasi pada kepala rel digunakan untuk mendapatkan nilai
laju keausan dan� forecasting usia
pakai dari rel. Untuk mengetahui besarnya efek yang ditimbulkan pengukuran
juga dilakukan pada lintas lain dengan kecepatan operasi kereta yang sama
sebagai pembanding. |
Kata kunci: Lengkung; Korugasi rel |
Pendahuluan
Transportasi darat merupakan
sarana angkutan penumpang umum yang memegang peranan penting dalam menunjang
aktifitas dan mobilitas mayarakat. Salah satunya perkeretaapian (Wibowo,
2020). Dalam penyelenggaraan operasi kereta api terdapat
tiga faktor yang penting yang harus selalu dipenuhi, yaitu� keamanan, keselamatan dan tentu saja yang
tidak kalah penting faktor kenyamanan. Dalam operasi kereta api, hal-hal
tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa komponen yaitu dari sarana, prasarana maupun dari sistem
operasinya (Iwnicki, 2006). Keamanan dan keanyamanan adalah isu
utama dalam industri kereta api seiring dengan meningkatnya kecepatan operasi (Touati, Lamdouar,
& Bouyahyaoui, 2018). MRT Jakarta beroperasi pada jalur
sepanjang 16 kilometer mulai dari Lebak Bulus Jakarta Selatan hingga Bundaran
Hotel Indonesia Jakarta Pusat. Jalur operasi MRT Jakarta tidak hanya
terdiri dari jalur rel lurus saja, namun juga terdiri dari beberapa lengkung
yang menyambungkan jalur tersebut.
Pada jalur MRT Jakarta lengkung lintas Stasiun Fatmawati dibangun melewati tol lingkar luar
Jakarta oleh karena itu lengkung ini biasa disebut dengan sebutan special
bridge. Berdasarkan pengamatan selama 7 bulan operasi kereta MRT Jakarta.
Ditemukan munculnya korugasi pada kepala rel di lengkung lintas Stasiun
Fatmawati, korugasi rel adalah keausan pada kepala rel dengan pola gelombang
yang teratur akibat kontak dari roda dan rel (Duenas, Ave, Wolf,
& Parkway, 2014). Sepanjang jalur operasi, lengkung di
lintas lain pada jalur MRT Jakarta tidak ditemukan kejadian korugasi. Lengkung lintas Stasiun Fatmawati mempunyai jari-jari sebesar 180
m. Sedangkan sesuai PM no. 60
tahun 2012 tentang persyaratan teknis jalur kereta api persyaratan radius
minimum lengkung yang harus dipenuhi
oleh lengkung horizontal adalah 200 m (Kementerian
Perhubungan, 2012). Sehingga bisa dikatakan bahwa
radius lengkung lintas Stasiun Fatmawati berada dibawah standar minimum yang
disyaratkan. Karena keterbatasan radius
lengkung maka gesekan yang terjadi antara roda dan rel akan semakin
besar (Kaewunruen, 2018). Hal ini akan berbanding lurus dengan tingginya
laju keausan dan juga kebisingan serta getaran pada kereta (Wan & Kassa,
2013). Selain itu dengan timbulnya korugasi
tersebut biaya perawatan juga akan semakin meningkat karena tentunya akan
dilakukan penggerindaan untuk meratakan kepala rel (Licciardello,
Malavasi, Ricci, & Vitali, 2018). Apabila perawatan pada kasus korugasi
rel tidak dilakukan, hal tersebut dalam jangka panjang dapat menyebabkan
terjadinya anjlokan pada operasi kereta pada saat melewati lintas yang
mengalami korugasi rel (Victoria, 2015).
a. Menurut Peter T. Torstenson� Korugasi rel adalah kondisi keausan pada kepala rel berbentuk bergelombang dengan panjanng gelombang yang bervariasi. Korugasi membentuk gelombang pada permukaan rel dengan rentang antara 25 mm � 80 mm. Pada beberapa permukaan rel bisa dilihat dengan jelas apabila ada korugasi dengan beberapa bagian yang bersinar dan lebih gelap karena ada gelombang pada permukaannya (Torstensson, 2012).
b.
Menurut S.
Kaenwunruen, Sakdirat dan Marich Korugasi rel menimbulkan pertambahan frekuensi getaran antara 200 Hz
� 500 Hz dan menambah kebisingan
sampai 15 dB. Korugasi pada rel membuat dampak yang signifikan pada maintenance dengan penambahan biaya
sampai 30% (Kaenwunruen et
al., 2015).
c.
Menurut K.H Oostermeijer ada beberapa faktor yang berkontribusi menyebabkan
munculnya korugasi pada rel. hal tersebut dijelaskan pada bagan
berikut ini:
��������������������������� Gambar 1. Penyebab korugasi rel
����
Sumber: (Oostermeijer,
2013)
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian komparatif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang kemudian diolah dan dianalisis untuk dilakukan pengambilan kesimpulan.
A. Pengukuran ride index
Dalam pengujian ride index
dilakukan pengukuran tingkat getaran dan kebisingan didalam kereta pada saat beroperasi diatas lintas.
Pengujian kebisingan dilakukan untuk
mengetahui nilai tingkat kebisingan didalam kereta pada saat operasi. Pengujian
dilakukan dilakukan disepanjang lengkung lintas Stasiun Fatmawati dengan panjang busur lengkung
dimulai dari titik kilometer 2+432,99 sampai kilometer 2+761,381 dan kilometer 2+761,381 sampai kilometer
3+061,381. Pengujian kebisingan dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1.
Kondisi
pintu, jendela dan pintu bordes kereta dalam keadaan tertutup
2.
Pengujian
dilakukan dengan kecepatan operasi maksimal
3.
Alat
uji diletakkan didalam kereta dengan ketinggian 1,5 m dari lantai kereta
4.
Setiap
area pengujian dilakukan pengujian kurang lebih 6 kali pengujian
5.
Hitung
rata-rata kebisingan maka akan diketahui hasil pengujian kebisingan
6.
Hasil rata-rata kebisingan tidak boleh melebihi
85 dBA
Untuk mengetahui pengaruh dari radius
lengkung lintas Stasiun Fatmawati yang berada di kilometer 2+432,99 sampai dengan kilometer 2+761,381 terhadap nilai ride index getaran maka juga�
dilakukan pengukuran dengan vibrometer
pada lintas pembanding. Pada penelitian ini lintas pembanding berada di kilometer
2+761,381 sampai kilometer 3+061,381.
Dimana pada kedua titik ini kecepatan operasi kereta sama yaitu 45 km/jam.� Nilai ride index horizontal dan
vertikal dihitung berdasarkan formula E. Sperling dan metode yang dikembangkan
oleh J.L. Koffman. Dengan rumus:
Dengan :
�=
akselerasi getaran horizontal (cm/s2)
�=
frekuensi getaran horizontal (Hz)
�=
akselerasi getaran vertical (cm/s2)
�=
frekuensi getaran vertical (Hz)
Dengan kualifikasi:
1,0
� 1,5 = istimewa
1,5
� 2,0 = hampir istimewa
2,0
� 2,5 = bagus
2,5
� 3,0 = hampir bagus
3,0
� 3,5 = cukup
3,5
� 4,0 = hampir cukup
4,0
� 4,5 = dapat diterima
4,5
� 5,0 = tak dapat diterima
� ��>
5,0�� =�
Berbahaya
B. Pengukuran korugasi rel
Menurut metode yang dilakukan oleh PA
Cuervo dan JF Santa, untuk menganalisa korugasi pada kepala rel, Profil kepala
rel diukur dalam keseluruhan
titik kontak antara roda dengan rel di lengkung maksimal. Pengambilan data dilakukan dengan menempatkan jarak antar roda kereta di lengkung maksimal untuk dijadikan
patokan tolak ukur, agar
nantinya dihasilkan diagram maupun grafik keausan rel R54 serta dibandingkan
dengan standar toleransi sesuai dengan UIC 54 (Santa, Toro, & Lewis, 2016). Berdasarkan UIC 54 ada ketentuan Keausan
rel maksimum yang di izinkan yaitu:
Gambar 2. Profil rel R54
Sumber: (Valente, 2013)
1. Sumbu vertikal����������������������� =�� a (max 12 mm)
2. Arah 45� sumbu vertikal�������� =�� e (max 15 mm)
3. eMax�������������������������������������� =�� 0,54 h � 4
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2019 sampai bulan Januari 2020 di lintas Stasiun Fatmawati sampai Stasiun Cipete Raya. Untuk pengambilan data di lapangan dilakukan setiap 1 minggu sekali dalam waktu 3 bulan.
A. Analisis ride index di lengkung
Pengujian ride index bertujuan untuk mengetahui kualitas pengendaraan. Pada penelitian ini pengujian ride index hanya dilakukan pada pengujian kebisingan dan getaran, karena 2 hal tersebut berkaitan langsung dengan keadaan yang terjadi di lengkung lintas Stasiun Fatmawati.
1. Tingkat kebisingan
Berikut ini adalah hasil dari pengujian kebisingan yang telah dilakukan pada kereta pada saat melewati lengkung lintas Stasiun Fatmawati dan saat melewati track pembanding.
Tabel
1. Hasil pengujian kebisingan lengkung lintas Stasiun
Fatmawati
Minggu |
Uji 1 |
Uji 2 |
Uji 3 |
Uji 4 |
Uji 5 |
Uji 6 |
Rata-rata |
1 |
82,7 |
83,1 |
84,3 |
83,7 |
82,4 |
82,3 |
83,08 |
2 |
81,9 |
82 |
83,8 |
83 |
84,4 |
85 |
83,35 |
3 |
83,9 |
83,7 |
84 |
83,8 |
84,2 |
84 |
83,93 |
4 |
84,1 |
84,7 |
83,9 |
84 |
83,9 |
84 |
84,10 |
5 |
84,9 |
83,7 |
83,6 |
83 |
82 |
83,1 |
83,38 |
6 |
83,8 |
84 |
83,9 |
83,2 |
83,4 |
82,7 |
83,50 |
7 |
84 |
82,9 |
84,2 |
83,8 |
83,9 |
84,4 |
84,00 |
8 |
84,3 |
84,5 |
84,7 |
84,2 |
83,9 |
83 |
84,10 |
9 |
84,2 |
84,4 |
84,5 |
84 |
84,5 |
84,6 |
84,37 |
10 |
84,7 |
83,9 |
83,2 |
84,1 |
84,5 |
83,2 |
83,93 |
11 |
84,3 |
84,2 |
84,8 |
82,1 |
82,9 |
83 |
83,55 |
12 |
83,1 |
82,7 |
82,5 |
82,8 |
83 |
82,8 |
82,82 |
Rata-rata/dB |
83,68 |
�
Tabel 2. Hasil pengujian kebisingan track pembanding
Minggu |
Uji 1 |
Uji 2 |
Uji 3 |
Uji 4 |
Uji 5 |
Uji 6 |
Rata-rata |
1 |
78,5 |
79 |
78,9 |
79,2 |
79 |
79,2 |
78,97 |
2 |
78,9 |
79 |
79 |
79 |
78,9 |
79 |
78,97 |
3 |
78,9 |
79 |
79,1 |
79,2 |
79,3 |
79,4 |
79,15 |
4 |
79 |
79,2 |
79,4 |
79,5 |
79,4 |
79,6 |
79,35 |
5 |
79,4 |
79,5 |
79,6 |
79,6 |
79,7 |
79,8 |
79,60 |
6 |
79,1 |
79 |
79 |
78.9 |
78,9 |
79 |
78,98 |
7 |
79,2 |
79,5 |
79,6 |
79,5 |
79,5 |
79,7 |
79,50 |
8 |
79,4 |
79,4 |
79,4 |
79,5 |
79,6 |
79,7 |
79,60 |
9 |
79,5 |
79 |
79 |
79,1 |
79,4 |
79,5 |
79,25 |
10 |
79,5 |
79,5 |
79,5 |
79,5 |
79,6 |
79,2 |
79,47 |
11 |
79,2 |
79,3 |
79,4 |
79,5 |
79,6 |
79,6 |
79,43 |
12 |
79,2 |
79,3 |
79,4 |
79,5 |
79,6 |
79,7 |
79,45 |
Rata-rata/dB |
79,31 |
Dari hasil pengujian diatas diketahui bahwa tingkat kebisingan pada kedua titik pengujian tidak melebihi batas maksimum yang diijinkan sebesar 85 dB. Pada saat melewati lengkung lintas Stasiun Fatmawati rata-rata tingkat kebisingan didalam kereta sebesar 83,68 dB sedangkan pada saat melewati track pembanding dengan kecepatan sama tingkat kebisingan dalam kereta sebesar 79,31 dB. Maka dapat disimpulkan pada saat melewati lengkung lintas Stasiun Fatmawati terjadi peningkatan kebisingan sebesar 4,37 dB.
2. Tingkat getaran
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah nilai ride index getaran pada saat kereta melewati lengkung lintas Stasiun Fatmawati masih memenuhi standar yang telah ditentukan.
Tabel 3. Nilai ride index
lengkung lintas Stasiun Fatmawati
Waktu |
Nilai ride index |
|||
Horizontal |
Vertikal |
|||
Rh |
Kualifikasi |
Rv |
Kualifikasi |
|
1 |
1,070 |
Istimewa |
1,020 |
Istimewa |
2 |
1,286 |
Istimewa |
1,253 |
Istimewa |
3 |
1,200 |
Istimewa |
1,093 |
Istimewa |
4 |
1,258 |
Istimewa |
1,246 |
Istimewa |
5 |
1,269 |
Istimewa |
1,256 |
Istimewa |
6 |
1,254 |
Istimewa |
1,246 |
Istimewa |
7 |
1,308 |
Istimewa |
1,291 |
Istimewa |
8 |
1,254 |
Istimewa |
1,244 |
Istimewa |
9 |
1,324 |
Istimewa |
1,317 |
Istimewa |
10 |
1,450 |
Istimewa |
1,446 |
Istimewa |
11 |
1,384 |
Istimewa |
1,374 |
Istimewa |
12 |
1,375 |
Istimewa |
1,381 |
Istimewa |
Rata-rata |
1,286 |
Istimewa |
1,264 |
Istimewa |
Tabel
4. Nilai ride index track pembanding
Waktu |
Nilai ride index |
|||
Horizontal |
Vertikal |
|||
Rh |
Kualifikasi |
Rv |
Kualifikasi |
|
1 |
1,032 |
Istimewa |
1,042 |
Istimewa |
2 |
1,067 |
Istimewa |
1,070 |
Istimewa |
3 |
1,076 |
Istimewa |
1,088 |
Istimewa |
4 |
1,087 |
Istimewa |
1,096 |
Istimewa |
5 |
1,126 |
Istimewa |
1,135 |
Istimewa |
6 |
1,074 |
Istimewa |
1,086 |
Istimewa |
7 |
1,179 |
Istimewa |
1,156 |
Istimewa |
8 |
1,147 |
Istimewa |
1,132 |
Istimewa |
9 |
1,159 |
Istimewa |
1,156 |
Istimewa |
10 |
1,122 |
Istimewa |
1,132 |
Istimewa |
11 |
1,037 |
Istimewa |
1,041 |
Istimewa |
12 |
1,158 |
Istimewa |
1,170 |
Istimewa |
Rata-rata |
1,105 |
Istimewa |
1,109 |
Istimewa |
Dari analisa diatas
didapatkan hasil rata-rata getaran pada kereta saat melewati lengkung lintas Stasiun
Fatmawati adalah 1,286 Rh dan 1,264 Rv sedangkan getaran pada kereta saat
melewati track pembanding dengan jarak dan kecepatan yang sama adalah 1,105
Rh dan 1,109 Rv. Sehingga
terjadi kenaikan getaran sebesar 0,181 Rh dan 0,159 Rv.
B. Analisis korugasi pada lengkung
Pengambilan
data korugasi pada kepala rel di lengkung lintas Stasiun Fatmawati dilakukan
dengan cara menentukan patokan sebagai parameter. Oleh karena itu data pertama
yang harus dicari adalah jarak antar poros roda rangkaian kereta MRT Jakarta.
Tabel 5. Jarak antar poros rangkaian kereta MRT Jakarta
Jenis Rangkaian |
Jarak Antar poros Roda (mm) |
||||
Satu Bogie A |
Antar Bogie A &
B |
Satu
Bogie B |
Antar kereta |
||
TC 2 |
2100 |
11700 |
2100 |
4100 |
|
M 1 |
2100 |
11700 |
2100 |
4100 |
|
M 2 |
2100 |
11700 |
2100 |
4100 |
|
M 1' |
2100 |
11700 |
2100 |
4100 |
|
M 2' |
2100 |
11700 |
2100 |
4100 |
|
TC 1 |
2100 |
11700 |
2100 |
- |
Sumber: (Nanjo, 2018)
Dari data jarak antar poros roda selanjutnya dilakukan pemetaan pada lengkung lintas Stasiun Fatmawati sebagai parameter. Dengan roda berjumlah 24 titik sesuai dengan juamlah poros dalam satu rangkaian.
Tabel 6. Titik parameter pada lengkung lintas Stasiun Fatmawati
Jenis rangkaian |
Bogie 1 |
Bogie 2 |
||
Poros 1 |
Poros 2 |
Poros 3 |
Poros 4 |
|
TC
2 |
2+435,515 |
2+437,615 |
2+449,315 |
2+451,415 |
M
1 |
2+455,515 |
2+457,615 |
2+469,315 |
2+571,415 |
M
2 |
2+575,515 |
2+577,615 |
2+589,315 |
2+591,415 |
M
1' |
2+595,515 |
2+597,615 |
2+609,315 |
2+611,415 |
M
2' |
2+615,515 |
2+617,615 |
2+629,315 |
2+631,415 |
TC
1 |
2+635,515 |
2+637,615 |
2+648,315 |
2+650,415 |
Tabel 7. Titik parameter pada track pembanding
Jenis rangkaian |
Bogie 1 |
Bogie 2 |
||
Poros 1 |
Poros 2 |
Poros 3 |
Poros 4 |
|
TC
2 |
2+761,381 |
2+763,481 |
2+775,181 |
2+777,281 |
M
1 |
2+781,381 |
2+783,481 |
2+795,181 |
2+797,281 |
M
2 |
2+801,381 |
2+803,481 |
2+815,181 |
2+817,281 |
M
1' |
2+821,381 |
2+823,481 |
2+835,181 |
2+837,281 |
M
2' |
2+841,381 |
2+843,481 |
2+855,181 |
2+857,281 |
TC
1 |
2+861,381 |
2+863,481 |
2+875,181 |
2+877,281 |
Berikut ini adalah hasil pengukuran korugasi yang terjadi� pada kepala rel yang telah diambil selama 3 bulan di lengkung lintas Stasiun Fatmawati dan track pembanding.
Tabel 8. Laju keausan Lengkung lintas Stasiun Fatmawati
No |
Minggu |
Rata-rata hasil pengukuran 24 titik /mm |
Laju keausan /mm |
1 |
Minggu
1 |
0,22 |
- |
2 |
Minggu
2 |
0,23 |
0,01 |
3 |
Minggu
3 |
0,24 |
0,01 |
4 |
Minggu
4 |
0,26 |
0,02 |
5 |
Minggu
5 |
0,27 |
0,01 |
6 |
Minggu
6 |
0,28 |
0,01 |
7 |
Minggu
7 |
0,29 |
0,01 |
8 |
Minggu
8 |
0,31 |
0,02 |
9 |
Minggu
9 |
0,32 |
0,01 |
10 |
Minggu
10 |
0,34 |
0,02 |
11 |
Minggu
11 |
0,35 |
0,01 |
12 |
Minggu
12 |
0,37 |
0,02 |
Rata-rata
laju keausan |
0,013 |
Tabel
9. Laju keausan track pembanding
No |
Minggu |
Rata-rata hasil pengukuran 24 titik /mm |
Laju keausan /mm |
1 |
Minggu
1 |
0,04 |
- |
2 |
Minggu
2 |
0,04 |
0 |
3 |
Minggu
3 |
0,04 |
0 |
4 |
Minggu
4 |
0,04 |
0 |
5 |
Minggu
5 |
0,05 |
0,01 |
6 |
Minggu
6 |
0,05 |
0 |
7 |
Minggu
7 |
0,05 |
0 |
8 |
Minggu
8 |
0,05 |
0 |
9 |
Minggu
9 |
0,06 |
0,01 |
10 |
Minggu
10 |
0,06 |
0 |
11 |
Minggu
11 |
0,06 |
0 |
12 |
Minggu
12 |
0,07 |
0,01 |
Rata-rata
laju keausan |
0,002 |
Gambar 3. Grafik laju keausan kepala rel
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa rel
lengkung lintas Stasiun Fatmawati mengalami rata-rata keausan 0,013 mm per minggu
sedangkan pada track pembanding mengalami keausan rata-rata 0,002 mm. �Artinya
rel di lengkung lintas Fatmawati mengalami keausan 6,5 kali lebih cepat
daripada rel di track pembanding. Dari hasil pengambilan data tersebut selanjutnya
kita dapat melakukan forecasting usia rel pada lengkung lintas Stasiun Fatmawati. Dari analisis didapatkan laju keausan kepala rel
sebesar 0,013 mm per minggu, jadi untuk laju
keausan dalam satu bulan adalah 0,052 mm.�
Dari nilai tersebut dapat dilakukan forecasting usia pakai dari
rel di lengkung lintas Stasiun Fatmawati.
Tabel 10. Forecasting
keausan rel lengkung tahun 2020-2021
Tahun |
Bulan |
Keausan |
Tahun |
Bulan |
Keausan |
|
2020 |
Januari |
0.37 |
2021 |
Januari |
0.994 |
|
Februari |
0.422 |
Februari |
1.046 |
|||
Maret |
0.474 |
Maret |
1.098 |
|||
April |
0.526 |
April |
1.15 |
|||
Mei |
0.578 |
Mei |
1.202 |
|||
Juni |
0.63 |
Juni |
1.254 |
|||
Juli |
0.682 |
Juli |
1.306 |
|||
Agustus |
0.734 |
Agustus |
1.358 |
|||
September |
0.786 |
September |
1.41 |
|||
Oktober |
0.838 |
Oktober |
1.462 |
|||
November |
0.89 |
November |
1.514 |
|||
Desember |
0.942 |
Desember |
1.566 |
Tabel 11. Forecasting
keausan rel lengkung tahun 2022-2023
Tahun |
Bulan |
Keausan |
Tahun |
Bulan |
Keausan |
|
2022 |
Januari |
1.618 |
2023 |
Januari |
2.242 |
|
Februari |
1.67 |
Februari |
2.294 |
|||
Maret |
1.722 |
Maret |
2.346 |
|||
April |
1.774 |
April |
2.398 |
|||
Mei |
1.826 |
Mei |
2.45 |
|||
Juni |
1.878 |
Juni |
2.502 |
|||
Juli |
1.93 |
Juli |
2.554 |
|||
Agustus |
1.982 |
Agustus |
2.606 |
|||
September |
2.034 |
September |
2.658 |
|||
Oktober |
2.086 |
Oktober |
2.71 |
|||
November |
2.138 |
November |
2.762 |
|||
Desember |
2.19 |
Desember |
2.814 |
Tabel 12. Forecasting
keausan rel lengkung tahun 2024-2025
Tahun |
Bulan |
Keausan |
Tahun |
Bulan |
Keausan |
|
2024 |
Januari |
2.866 |
2025 |
Januari |
3.49 |
|
Februari |
2.918 |
Februari |
3.542 |
|||
Maret |
2.97 |
Maret |
3.594 |
|||
April |
3.022 |
April |
3.646 |
|||
Mei |
3.074 |
Mei |
3.698 |
|||
Juni |
3.126 |
Juni |
3.75 |
|||
Juli |
3.178 |
Juli |
3.802 |
|||
Agustus |
3.23 |
Agustus |
3.854 |
|||
September |
3.282 |
September |
3.906 |
|||
Oktober |
3.334 |
Oktober |
3.958 |
|||
November |
3.386 |
November |
4.01 |
|||
Desember |
3.438 |
Desember |
4.062 |
Tabel 13. Forecasting
keausan rel lengkung tahun 2026-2027
Tahun |
Bulan |
Keausan |
Tahun |
Bulan |
Keausan |
|
2026 |
Januari |
4.114 |
2027 |
Januari |
4.738 |
|
Februari |
4.166 |
Februari |
4.79 |
|||
Maret |
4.218 |
Maret |
4.842 |
|||
April |
4.27 |
April |
4.894 |
|||
Mei |
4.322 |
Mei |
4.946 |
|||
Juni |
4.374 |
Juni |
4.998 |
|||
Juli |
4.426 |
Juli |
5.05 |
|||
Agustus |
4.478 |
Agustus |
5.102 |
|||
September |
4.53 |
September |
5.154 |
|||
Oktober |
4.582 |
Oktober |
5.206 |
|||
November |
4.634 |
November |
5.258 |
|||
Desember |
4.686 |
Desember |
5.31 |
Tabel 14. Forecasting
keausan rel lengkung tahun 2028-2029
Tahun |
Bulan |
Keausan |
Tahun |
Bulan |
Keausan |
|
2028 |
Januari |
5.362 |
2029 |
Januari |
5.986 |
|
Februari |
5.414 |
Februari |
6.038 |
|||
Maret |
5.466 |
Maret |
6.09 |
|||
April |
5.518 |
April |
6.142 |
|||
Mei |
5.57 |
Mei |
6.194 |
|||
Juni |
5.622 |
Juni |
6.246 |
|||
Juli |
5.674 |
Juli |
6.298 |
|||
Agustus |
5.726 |
Agustus |
6.35 |
|||
September |
5.778 |
September |
6.402 |
|||
Oktober |
5.83 |
Oktober |
6.454 |
|||
November |
5.882 |
November |
6.506 |
|||
Desember |
5.934 |
Desember |
6.558 |
Tabel 15. Forecasting
keausan rel lengkung tahun 2030-2031
Tahun |
Bulan |
Keausan |
Tahun |
Bulan |
Keausan |
|
2030 |
Januari |
6.61 |
2031 |
Januari |
7.234 |
|
Februari |
6.662 |
Februari |
7.286 |
|||
Maret |
6.714 |
Maret |
7.338 |
|||
April |
6.766 |
April |
7.39 |
|||
Mei |
6.818 |
Mei |
7.442 |
|||
Juni |
6.87 |
Juni |
7.494 |
|||
Juli |
6.922 |
Juli |
7.546 |
|||
Agustus |
6.974 |
Agustus |
7.598 |
|||
September |
7.026 |
September |
7.65 |
|||
Oktober |
7.078 |
Oktober |
7.702 |
|||
November |
7.13 |
November |
7.754 |
|||
Desember |
7.182 |
Desember |
7.806 |
Tabel 16. Forecasting
keausan rel lengkung tahun 2032-2033
Tahun |
Bulan |
Keausan |
Tahun |
Bulan |
Keausan |
|
2032 |
Januari |
7.858 |
2033 |
Januari |
8.482 |
|
Februari |
7.91 |
Februari |
8.534 |
|||
Maret |
7.962 |
Maret |
8.586 |
|||
April |
8.014 |
April |
8.638 |
|||
Mei |
8.066 |
Mei |
8.69 |
|||
Juni |
8.118 |
Juni |
8.742 |
|||
Juli |
8.17 |
Juli |
8.794 |
|||
Agustus |
8.222 |
Agustus |
8.846 |
|||
September |
8.274 |
September |
8.898 |
|||
Oktober |
8.326 |
Oktober |
8.95 |
|||
November |
8.378 |
November |
9.002 |
|||
Desember |
8.43 |
Desember |
9.054 |
Tabel 17. Forecasting
keausan rel lengkung tahun 2034-2035
Tahun |
Bulan |
Keausan |
Tahun |
Bulan |
Keausan |
|
2034 |
Januari |
9.106 |
2035 |
Januari |
9.73 |
|
Februari |
9.158 |
Februari |
9.782 |
|||
Maret |
9.21 |
Maret |
9.834 |
|||
April |
9.262 |
April |
9.886 |
|||
Mei |
9.314 |
Mei |
9.938 |
|||
Juni |
9.366 |
Juni |
9.99 |
|||
Juli |
9.418 |
Juli |
10.042 |
|||
Agustus |
9.47 |
Agustus |
10.094 |
|||
September |
9.522 |
September |
10.146 |
|||
Oktober |
9.574 |
Oktober |
10.198 |
|||
November |
9.626 |
November |
10.25 |
|||
Desember |
9.678 |
Desember |
10.302 |
Tabel 18. Forecasting
keausan rel lengkung tahun 2036-2037
Tahun |
Bulan |
Keausan |
Tahun |
Bulan |
Keausan |
|
2036 |
Januari |
10.354 |
2037 |
Januari |
10.978 |
|
Februari |
10.406 |
Februari |
11.03 |
|||
Maret |
10.458 |
Maret |
11.082 |
|||
April |
10.51 |
April |
11.134 |
|||
Mei |
10.562 |
Mei |
11.186 |
|||
Juni |
10.614 |
Juni |
11.238 |
|||
Juli |
10.666 |
Juli |
11.29 |
|||
Agustus |
10.718 |
Agustus |
11.342 |
|||
September |
10.77 |
September |
11.394 |
|||
Oktober |
10.822 |
Oktober |
11.446 |
|||
November |
10.874 |
November |
11.498 |
|||
Desember |
10.926 |
Desember |
11.55 |
Tabel 19. Forecasting
keausan rel lengkung tahun 2038-2039
Tahun |
Bulan |
Keausan |
Tahun |
Bulan |
Keausan |
|
2038 |
Januari |
11.602 |
2039 |
Januari |
12.226 |
|
Februari |
11.654 |
Februari |
12.278 |
|||
Maret |
11.706 |
Maret |
12.33 |
|||
April |
11.758 |
April |
12.382 |
|||
Mei |
11.81 |
Mei |
12.434 |
|||
Juni |
11.862 |
Juni |
12.486 |
|||
Juli |
11.914 |
Juli |
12.538 |
|||
Agustus |
11.966 |
Agustus |
12.59 |
|||
September |
12.018 |
September |
12.642 |
|||
Oktober |
12.07 |
Oktober |
12.694 |
|||
November |
12.122 |
November |
12.746 |
|||
Desember |
12.174 |
Desember |
12.798 |
Dari
proses forecasting diatas diprediksi bahwa kepala rel di lengkung
stasiun Fatmawati akan mencapai limit pemakaian pada bulan September tahun
2038. Proses forecasting ini tidak menggunakan safety factor
dalam analisanya. Dimana kemungkinan keausan pada kepala rel di lengkung
stasiun Fatmawati bisa lebih cepat daripada prediksi dari hasil forecasting
ini. Oleh karena itu pemantauan rutin perlu dilakukan pada rel yang mengalami
korugasi. (Ignesti,
Marini, Meli, & Rindi, 2012).
Kesimpulan
Terjadi peningkatan kebisingan dan getaran
akibat adanya korugasi pada rel. Pada saat melewati lengkung lintas Stasiun
Fatmawati rata-rata tingkat kebisingan didalam kereta sebesar 83,68 dB
sedangkan pada saat melewati track pembanding
dengan kecepatan sama tingkat kebisingan dalam kereta sebesar 79,31 dB. Maka
dapat disimpulkan pada saat melewati lengkung lintas Stasiun Fatmawati terjadi peningkatan kebisingan sebesar 4,37 dB.
Kemudian untuk getaran kereta� pada saat
melewati lengkung lintas Stasiun Fatmawati adalah 1,286 Rh dan 1,264 Rv sedangkan
getaran pada kereta saat melewati track pembanding dengan jarak dan
kecepatan yang sama adalah 1,105 Rh dan 1,109 Rv. Sehingga terjadi kenaikan getaran sebesar
0,181 Rh dan 0,159 Rv. Dari proses forecasting
diatas diprediksi bahwa kepala rel di lengkung stasiun Fatmawati akan mencapai
limit pemakaian pada bulan September tahun 2038. Proses forecasting ini
tidak menggunakan safety factor dalam analisanya. Dimana kemungkinan
keausan pada kepala rel di lengkung stasiun Fatmawati bisa lebih cepat daripada
prediksi dari hasil forecasting ini.
Bibliografi
Duenas, S., Ave, N. M., Wolf, S., & Parkway, A.
(2014). Bay Area Rapid Transit (BART) Rail Corrugation Study. ATS Consulting,
5(7), 1�13.
Ignesti, M., Marini, L., Meli, E., & Rindi, A.
(2012). Development of a model for the prediction of wheel and rail wear in the
railway field. Journal of Computational and Nonlinear Dynamics, 7(4).
Iwnicki, S. (2006). Handbook of railway vehicle
dynamics. In Handbook of Railway Vehicle Dynamics.
https://doi.org/10.1201/9781420004892
Kaenwunruen, Sakdirat; Marich, S. (2015). Severity and
growth evaluation of rail corrugations on sharp curves using wheel / rail
interraction. 20th National Convention on Civil Engineering, 7(2),
1�11.
Kaewunruen, S. (2018). Monitoring of Rail Corrugation
Growth on Sharp Curves For Track Maintenance Prioritisation. International
Journal of Acoustic and Vibration, 23(1), 35�43.
Kementerian Perhubungan. (2012). Persyaratan Teknis
Jalur Kereta Api. In K. Perhubungan (Ed.), PM. 60 Tahun 2012. Jakarta:
Kemenhub Publishing.
Licciardello, R., Malavasi, G., Ricci, S., &
Vitali, P. (2018). Wear rates in urban rail systems. WIT Transactions on the
Built Environment, 176(23), 559�569.
Nanjo, D. (2018). Carbody Construction Of Jakarta Mass
Rapid Transit. In Sumitomo Corporation (Vol. 1). Jakarta.
Oostermeijer, K. H. (2013). Short pitch rail
corrugation - cause and contributing factors. Holland Railconsult, 1(1),
1�10.
Santa, J. F., Toro, A., & Lewis, R. (2016).
Correlations Between Rail Wear Rates and Operating Conditions in a Commercial
Railroad. Tribology International, 95(1), 5�12.
Torstensson, P. T. (2012). Rail Corrugation Growth on
Curves. International Journal of Mechanical Engineering and Technology, 3(12),
1�15.
Touati, M., Lamdouar, N., & Bouyahyaoui, A.
(2018). Railway vehicle response under random irregularities on a tangent track
� Nonlinear 3D multi-body modelling. International Journal of Mechanical
Engineering and Technology, 9(7), 944�956.
Valente. (2013). UIC 54 Rail. International Journal
of Mechanical Engineering and Technology, 9(5), 1�2.
Victoria. (2015). Derailment of freight (AU Rail). Australian
Transport Safety, 6(25), 1�24.
Wan, C., & Kassa, E. (2013). Recent advances in
numerical prediction of rail corrugation growth. NTNU, 3(5),
1�18.
Wibowo, A. N. F. A. (2020). Collaborative Governance
Dalam Pelayanan Transportasi Publik (Study BRT Trans Semarang). Syntax
Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 5(3), 1�18.