Volume 4, No. 1 Januari 2023
p-ISSN 2722-7782 | e-ISSN 2722-5356
DOI: https://doi.org/10.46799/jsa.v4i1.520 �
KEPEMIMPINAN KEPALA
SEKOLAH ISLAM DI ERA TRANSFORMASI DIGITAL
Dewi Yaminah, Nizma Armila, Ade Rukmana, Lilis
Mariyam, Mujahidin, Khaerul
Universitas Agama Islam Bunga Bangsa Cirebon,
Indonesia
Abstrak: ��������
Saat ini, hampir
semua bidang dan aktivitas kehidupan, tak terkecuali juga di bidang pendidikan,
telah menerapkan sistem digital. Dan
di era transformasi digital ini seorang pemimpin juga dituntut cepat tanggap jika
ingin lembaga atau sekolahannya maju dan berkembang. Artikel ini memuat
tentang apa saja tantangan dan peluang bagi pemimpin
di zaman transformsi digital, ditambah dengan model-model kepemimpinan apa saja
yang relevan. Metode yang dipakai adalah pendekatan
kualitatif secara analisis deskriptif denganyang menggunakan Studi Literatur
Ilmiah. metode kualitatif mlalui pengumpulan
data, menggunakan observasi, interview mendalam (indepth interview), dan studi
dokumentasi. Artikel ini menghasilkan kesimpulan bahwa
tantangan dan peluang di era transformasi digital mutlak harus dihadapi dan
diisi oleh para pemimpin yang kompetitifdi era digital, khususnya kepala
sekolah lembaga Islam.
Kata
Kunci: Kepemimpinan; Era Transformasi Digital; Pemimpin; Kepala Sekolah;
Tantangan; Peluang.
Abstract:
Currently, almost all
fields and activities of life, including in the field of education, have
implemented a digital system. And in this era of digital transformation, a
leader is also required to be responsive if he wants his institution or school
to progress and develop. This article contains challenges and opportunities for
leaders in the digital transformation era, plus relevant leadership models. The
method used is a qualitative approach using descriptive analysis using
scientific literature studies. qualitative methods
through data collection, using observation, in-depth interviews, and
documentation studies. This article concludes that challenges and opportunities
in the digital transformation era absolutely must be faced and filled by
competitive leaders in the digital era, especially principals of Islamic
institutions.
Keywords: Leadership; Digital
Transformation Era; Leader; Principal; Challenge; Opportunity.
Article History�����������������������
Diterima��������� : Januari 2023
Direvisi����������������������� : Januari 2023
Publish������������ : Januari 2023
�����������
PENDAHULUAN
Transformasi digital
telah banyak mengubah wajah lembaga-lembaga di dunia termasuk lembaga
pendidikan. Dengan bantuan teknologi lembaga pendidikan berbenah,
meningkatkan kualitas kelembagaan serta pendidikan melalui kinerja dan dan
cara-cara pembelajarannya. Dengan transformasi tersebut�dari
konvensional menjadi technologize itulah, kualitas guru dan siswa dan semakin
baik, tingkat akurasi pun semakin baik.
Disebutkan oleh Horner- Long and Schoenberg (2002)
yang dikutip oleh (Cortellazzo et al., 2019), bagaimana seluruh dunia tersambung dan pertukaran informasi yang cepat
secara global membuat semua bidang bisnis harus ikut berkompetisi karena
perubahan permintaan secara mendadak, persaingan dan perkembangan teknologi
yang tinggi. Mau tidak mau, dunia pendidikan pun dituntut
harus bisa membekali peserta didiknya dengan keterampilan abad keduapuluhsatu
di era digital seperti sekarang. Disebut sebagai 21st Century Skills
yang meliputi keterampilan seorang murid untuk bisa berpikir kritis dan
problem-solving, kreatif dan inovatif juga terampil dalam berkomunikasi dan
berkolaborasi (Risdianto, 2019). Revolusi 4.0 yang membuka akses global secara cepat,
perubahan dari dunia fisik menjadi serba digital sehingga memungkinkan semua
orang dapat terkoneksi secara real-time dan tanpa bertemu (contact-less).
Ketika pandemi Corona menghantam seluruh dunia, dunia pendidikan pun sangat
terpukul karena murid tidak dapat lagi ke sekolah, yang lantas memaksa sekolah
berubah total memberlakukan pembelajaran secara daring atau online, di mana ini
sebenarnya sudah disediakan di era 4.0 ini (Dito & Pujiastuti, 2021).
�Dunia memang telah berubah. Kita sudah
masuk dan hidup di era digital di mana transformasi digital menjadi topik
diskusi terkini dan bahkan menentukan agenda bisnis perusahaan di seluruh
dunia. Terjadi transformasi dalam semua bidang
kehidupan termasuk yang mendasar sekalipun, seperti menghadirkan kebutuhan
rumah tangga, secara digital. Perubahan yang besar dan
mendasar ini disebut disrupsi.
Pada era disrupsi ini perubahan tidak bertahap, tetapi
sangat cepat, seperti sebuah revolusi yang melumpuhkan ekosistem lama lalu
menggantinya dengan ekosistem baru yang sama sekali
berbeda. Perusahaan offline menjadi online, perusahaan mapan
tumbang, dan muncul pesaing-pesaing baru yang tak terprediksikan sebelumnya.
Disrupsi digital adalah efek yang mengubah ekspektasi dan perilaku mendasar
dalam budaya, pasar, industri, atau proses yang disebabkan oleh, atau
diekspresikan melalui, kemampuan, saluran, atau aset digital (Gartner.com, 2022).
Seorang pemimpin harus
bisa bertransformasi menjadi pemimpin di era digital (Digital
Leadership/E-leadership). Pemimpin harus cepat tanggap dan melek teknologi agar
dapat menangkap apa yang sedang terjadi di masyarakat dan kemudian menyediakan
solusi secara digital atas apa yang diperlukan masyarakat yang dapat disediakan
oleh lembaga/bidang/usaha yang dia pimpin (Aribowo et al., 2022); (Indrawan, 2022).
Demikian pula
transformasi dibutuhkan di dunia atau lembaga pendidikan. Bagaimana
pemimpin sekolah (kepala sekolah) yang digambarkan di masa lalu, sebagai
pemimpin pasif, menunggu arahan dan petunjuk di atasnya lagi, harus berubah
sesuai tuntutan zaman. Perubahan itru sebenarnya harus
dimulai sejak era desentralisasi dan kini era disrupsi.
METODE
Metode penelitian yang dipakai adalah
pendekatan kualitiatif deskriptif. Studi Literatur Ilmiah. Data-data
dikumpulkan dari berbagai Jurnal Ilmiah, dianalisa dan disintesa untuk kemudian
diambil kesimpulan. Penelitian kualitatif adalah mengumpulkan data dari
berbagai sumber yang relevan terhadap fokus permasalahan yang ditetapkan,
mendeskripsikan, mereduksi dan menyeleksi sehingga bisa melakukan kesimpulan
dan menyajikan secara informatif (Hardani et
al., 2020). Studi Literatur juga bisa
disebut kajian kepustakaan atau library research. Seperti yang
dinyatakan (Zed, 2008:3) dan dikutip oleh (Kartiningrum,
2015), metode studi literatur adalah serangkaian
kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan
mencatat, serta mengelolah bahan penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Urgensi Kepemimpinan
Pemimpin
yang berkualitas amat mutlak diperlukan agar apa yang dipimpinnya menjadi
berkembang dan maju., sSebaliknya, jika seorang pemimpin tidak mampu menjadi
pemimpin yang berkualitas, maka dikhawatirkan akan membawa kepada kejatuhan,
seperti yang dikatakan oleh (Maxwell, 2007) bahwa �semua hal
bangkit dan jatuh, itu dikarenakan kepemimpinan.� Kepemimpinan
dalam suatu organisasi juga dapat dianalogikan sebagai atap atau katup.
Organisasi atau perusahaan tidak akan dapat bangkit jika tidak memiliki
kepemimpinan yang baik (Maxwell, 2009).
Kepemimpinan
sendiri disebut sebagai seni memotivasi sekelompok orang untuk bertindak menuju
pencapaian tujuan bersama. Seni tentang bagaimana
mempengaruhi orang lain, bawahan atau pengikut agar mau mencapai tujuan yang
diinginkan sang pemimpin (Sunyanto, 2018).
B. Revolusi Industri - Dari Industri 1.0
ke Industri 4.0
Gambar
1.
Revolusi Industri - Dari Industri 1.0 ke Industri 4.0
Di
era Revolusi Industri Keempat ini, yang ditandai dengan penerapan teknologi
informasi dan komunikasi di bidang industri, dikenal juga dengan istilah
�Industri 4.0� (Desoutter Industrial Tools, 2022). Sebelumnya dunia melalui tiga revolusi industri. Revolusi Industri Pertama dimulai pada abad ke-18 melalui
penggunaan tenaga uap dan mekanisasi produksi. Dilanjutkan
Revolusi Industri Kedua pada abad ke-19 melalui penemuan listrik dan produksi
jalur perakitan. Pada tahun 70-an di abad ke-20
terjadi Revolusi Industri Ketiga melalui otomatisasi parsial menggunakan
kontrol dan komputer yang dapat diprogram memori.
Di
masa Industri 4.0 ini, terjadi digitalisasi di segala bidang. Sistem sangat dinamis dan kuat mulai tertanam dalam sistem organisasi
yang lebih besar. Organisasi menciptakan struktur yang mendefinisikan
hubungan yang diharapkan di antara orang - orang yang bekerja di organisasi
tersebut (Avolio & Kahai, 2003). Dengan kata lain dibutuhkan pemimpin dan anggotanya untuk bertransformasi
sesuai dengan konteksnya. Pemimpin harus bertransformasi,
meningkatkan diri menjadi pemimpin digital atau E-Leadership.
Menurut
Kotter yang dikutip oleh Garima, karena meskipun digitalisasi mengubah cara organisasi beroperasi, organisasi tidak akan pernah
bisa berubah dengan sendirinya. Sebuah organisasi dapat mencapai transformasi,
tergantung pada pemimpinnya, baik dari aspek visi maupun dalam hal pengambilan
keputusan yang akan menghubungkannya dengan perubahan.
Digital
Leadership sendiri merupakan bentuk kepemimpinan yang memanfaatkan serta
mempergunakan teknologi digital dalam upaya untuk mencapai tujuan
perusahaan/lembaga/bidang usaha (Aribowo et al., 2022). Seorang Digital
Leader harus mampu mengkombinasikan antara budaya digital dan kompetensi
digital (E.E.W. Tulungen., J.B. Maramis., 2022).
Sebagai
studi kasus, pengalaman pahit yang telah dialami Kodak, perusahaan yang
mengembangkan kamera analog (manual dan film seluloid) serta kamera digital
pertama di dunia (1975). Pada 1990 an
teknologi kamera digital mulai berkembang, namun Kodak bukannya mengembangkan
kamera digitalnya, tetapi berinvestasi besar-besaran di kamera analog yang saat
itu menjadi andalan perusahaan. Keterlambatan mengantisipasi perubahan pasar ke
era e-digitalisasi, kepercayaan fanatik akan loyalitas
konsumen pada merek, telah mengakibatkan kejatuhan Kodak.
Fujifilm
pesaing Kodak menghadapi situasi menantang yang serupa. Tetapi para pemimpinnya beradaptasi dengan merencanakan pengembangan
potensi kemampuan terhadap kemajuan teknologi di lapangan. Fujifilm mengambil keputusan tepat waktu dengan melakukan investasi
teknologi dan perubahan model bisnis secara radikal. Selain
perampingan tenaga kerja dan aset berkinerja buruk, Fujifilm mulai fokus ke
bidang investasi baru seperti lapisan layar LCD, mesin pencitraan dan kosmetik
kelas atas. Hari ini, nilai perusahaan lebih tinggi dibanding pencapaian
tertinggi pada tahun 2000 (Sainger, 2018). Dalam kasus Kodak
dan Fujifilm di atas, artinya, untuk bertahan dan berkembang, eksis dalam
persaingan global membutuhkan perubahan gaya
kepemimpinan.
C. Kepemimpinan Transformasional
Bernard
M. Bass, profesor manajemen di Universitas Binghamton, New York, salah satu
profesor yang menyebut kepemimpinan era ini sebagai kepemimpinan transformasional.
Menurutnya itu merupakan ide penting dalam organisasi bisnis.
Bass membagi kepemimpinan menjadi dua tipe, yaitu
kepemimpinan transformasional dan transaksional. Namun
ditambahkan satu lagi, tipe kepemimpinan yang disebutnya Kharismatik, merupakan
pemimpin yang memiliki kemampuan inheren untuk memengaruhi orang, memotivasi
dan mengilhami mereka untuk berkomitmen dalam perjuangan bersama.
�Pada kepemimpinan
transaksional, pemimpin menerapkan transaksi atau pertukaran dalam hubungan
antara pemimpin dan bawahannya. Pemimpin memberi janji
dan imbalan (reward) untuk kinerja yang baik, atau ancaman dan hukuman/sanksi
(punishment) untuk kinerja yang buruk kepada bawahan.
Sedangkan
kepemimpinan transformasional, hubungan pemimpin dan bawahan merupakan hubungan
timbal balik dan berdasarkan pada kepercayaan. Pemimpin memberikan motivasi dan perhatian yang tinggi serta
membangkitkan kesadaran bagi bawahan untuk meluaskan minat. Pemimpin
dalam hal ini memandang dan membangun hubungan dengan bawahan sebagaimana
kolega atau teman sejawat, sehingga mereka memiliki kerja sama
yang kuat.
Melalui
bukunya "Leadership and Performance Beyond
Expectation" (1985), Bass menyatakan seorang pemimpin harus memiliki "kinerja
melebihi dari yang diharapkan" dari para pengikutnya. Ia
mendefinisikan, "to sump up, we see transformational leader as one who motivates
us to do more than we originally expected to do".
Untuk
mencapai kinerja pengikut melebihi batas biasa, �Kepemimpinan harus
transformasional". Dalam pandangan
Bass, kinerja kepemimpinan superior adalah kepemimpinan transformasional.
Hal ini terjadi ketika "pemimpin memperluas dan
meningkatkan minat dari para karyawannya, ketika mereka membangkitkan kesadaran
dan penerimaan terhadap tujuan dan misi kelompok, dan ketika mereka mengarahkan
para karyawannya untuk melihat melebihi kepentingan pribadi mereka demi
kebaikan kelompok."
Menurut
(Bass & Riggio, 2006) seorang pemimpin ada
pada tingkat transformasional diukur dengan Multifactor Leadership
Questionnaire (MLQ). Pengukueran tersebut menunjukkan 4
komponen kepemimpinan transformational. Pertama,
Idealized Influence. Pemimpin memiliki daya pengaruh bagi
pengikutnya. Yang dapat menanamkan rasa bangga dan
memperoleh rasa hormat dan kepercayaan pengikutnya, sehingga pengikut dapat
meletakkan kepentingan organisasi di atas kepentingan pribadi.
Komponen
kedua adalah inspirational motivation, yang direfleksikan melalui pemberian
motivasi dan membangkitkan semangat tim (team spirit)
melalui antusiasme dan optimisme. Pemimpin akan menyampaikan
harapan-harapan yang jelas dan menunjukkan komitmen terhadap tujuan organisasi
secara keseluruhan.
Komponen
ketiga adalah intellectual stimulation, di mana pemimpin menstimulasi munculnya
ide-ide baru dan daya inovatif para pengikutnya. Mendorong kreativitas dan orientasi pada problem solving, di mana
pengikut dapat menggunakan dan menghasilkan pendekatan-pendekatan baru dalam
penyelesaian pekerjaan.
Komponen
keempat adalah individual consideration, yang digambarkan sebagai pemimpin yang
mampu memberikan perhatian personal, melatih, menasihati dan memperlakukan
setiap pengikut secara individual untuk pengembangan diri dan mencapai
prestasi.
Bass
menyimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional lebih efektif dibanding
kepemimpinan transaksional. Pemimpin
transformasional memberi kontribusi lebih banyak dalam memotivasi para anggota
kelompoknya dibandingkan dengan pemimpin transaksional. Pemimpin transformasional memberikan lebih banyak kepuasan
dibanding pemimpin transaksional karena para bawahan tidak hanya membutuhkan
upah setelah menyelesaikan pekerjaan, tetapi mereka juga membutuhkan perhatian,
stimulasi intelektual dan nasihat dari pemimpin mereka.
D. Kepemimpinan Kepala Sekolah
Untuk
mencapai sukses, sebuah bisnis membutuhkan ide-ide perubahan terus menerus.
Pemimpin yang visioner akan membawa anggota tim mereka bergerak maju untuk
menciptakan perubahan melalui kepemimpinan transformasional (Dwinda, 2021). Nah, bagaimana dengan kepemimpinan kepala sekolah? Mungkinkah kepemimpinan transformasional diterapkan pada kepala
sekolah, mengingat gambaran kepala sekolah yang sejak dahulu disebut-sebut
bersikap pasif, selalu menunggu arahan dan petunjuk dari atasan (birokrat
pendidikan) untuk mengambil sebuah keputusan atau melakukan tindakan kebijakan?
Sebenarnya,
sejak dimulainya era desentralisasi (pendidikan), kepala sekolah memiliki
kewenangan untuk menentukan kebijakan sendiri menyangkut pengelolaan
pembiayaan, pengelolaan sumber daya pendidik dan tenaga kependidikan, maupun
pengelolaan sarana prasarana. Adanya
otonomi sekolah itu, membuat kepala sekolah memiliki peluang besar untuk
memajukan sekolah dengan cara-caranya sendiri, melalui inisiatif, kreativitas
dan kemandirian. Dengan kata lain, kepemimpinan
kepala sekolah dapat mewujudkan sebuah penyelenggaraan manajemen pendidikan
yang memberikan pelayanan kepada masyarakat secara maksimal, sehingga tujuan
pendidikan secara umum dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Kepala
sekolah disebut Sergiovani dan Starrat (1993: 99), memiliki dua peranan yang
besar dalam pencapaian tujuan sekolah, yakni sebagai manajer sekolah dan
sekaligus sebagai pemimpin sekolah. Kedua
peran tersebut melekat pada diri seorang kepala sekolah. Sebagai seorang manajer, tugas kepala sekolah terutama berkaitan
dengan urusan pemeliharaan struktur, prosedur dan tujuan sekolah yang
berlaku.Sedangkan sebagai pemimpin, kepala sekolah berkewajiban melakukan
upaya-upaya perubahan, pencapaian visi dan pertumbuhan, serta pemberian
inspirasi dan motivasi. Kepala sekolah sebagai seorang manajer dan
pemimpin dituntut memiliki kemampuan kepemimpinan yang prima demi organisasi
yang dipimpinnya (Sutisna, 1983).
Karenanya,
Dalam tugasnya sebagai pemimpin perubahan, kepala sekolah perlu menerapkan gaya kepemimpinan transformasional. Pola
kepemimpinan transformasional merupakan salah satu pilihan bagi kepala sekolah
untuk memimpin dan mengembangkan sekolah yang berkualitas.
Contoh
nyata dari kepemimpinan transformasional di Institusi Sekolah, salah satunya di
Pondok Pesantren Tahfidz. Adalah Kyai/Ustadz Mudir,
sang kepala pondok yang mendorong alumni pesantren untuk melanjutkan sekolah di
Universitas Timur Tengah. Setelah kembali ke Indonesia,
alumnu diminta untuk mengabdi di pondok. Pondok akan
menyediakan rumah tempat tinggal untuk ustadz yunior tersebut.
Atau
di sekolah SMK Islam Diponegoro, Losari, Brebes. Pemimpin atau Kepala Sekolahnya tidak memiliki kapasitas manajerial
yang memadai. Menyadari keterbatasan itu, ia
memberi motivasi dan ruang kepada para wakilnya untuk mengeluarkan ide-ide demi
kemajuan sekolah, dan memfasilitasi mereka untuk menerapkannya. Di antaranya adalah ide adanya Tim Kedisiplinan Sekolah untuk
meningkatkan disiplin dan kinerja guru, Tim Literasi dan Tim Seni, untuk
meningkatkan minat dan bakat siswa.
Sesuai
eranya, maka kepemimpinan transformasional sebaiknya melengkapi diri secara
digital (kepemimpinan digital/e-leadership.
Kepemimpinan Digital akan tercapai jika menerapkan
tiga variabel berikut:
1.
Pengetahuan
Pemimpin
perlu berpikir dan memahami keterampilan, kompetensi, dan informasi teknis yang
diperlukan agar bisa mengelola tim dalam dunia kerja
yang modern.
2.
Konsisten
Membiasakan
diri melakukan sesuatu dengan rutin akan mendekatkan
pada kesuksesan berdasarkan tujuan yang telah disepakati bersama.
3.
Hasil yang diharapkan
Seorang
Pemimpin Digital mampu menciptakan suatu model bisnis baru.
Mencapai target lebih efektif dan efisien, dan dapat berkompetisi secara global
dalam pemasaran produk. Diharapkan dengan adanya berbagai pelatihan TIK yang
tersedia, transformasi akan lebih cepat dicapai.
Gambar
2.
Peluang Kepemimpinan di Era Transformasi Digital
Gambar
3.
Model Kepemimpinan
Gambar
4.
Perilaku Spesifik dari Kepemimpinan Transformasional
Gambar
5.
Komponen dari Skill Digital Leadership
E. Tantangan dan Peluang-Peluang
Untuk
menjadi seorang Leader atau pemimpin di Era Transformasi Digital tidak mudah
dan terdapat tantangan-tantangan didalamnya, seperti yang disebutkan (MUNIR, 2009) yaitu:
1.
Memiliki Sense of Digital Skill yang
mumpuni
Sebagai
pemimpin, kita dituntut untuk peka akan teknologi apa
saja yang dibutuhkan oleh perusahaan/lembaga dalam mencapai target, didalamnya
termasuk memotivasi anggota organisasi yang senior agar dapat beradaptasi juga
dengan keberadaan teknologi
2.
Memiliki komunikasi digital yang memadai
Di
era transformasi digital ini, komunikasi dengan anggota/pengikut secara
langsung perlahan mulai berkurang, digantikan dengan komunikasi secara virtual,
misalnya. Seorang pemimpin harus
mempunyai kemampuan untuk menyampaikan pesan secara efektif lewat virtual agar
bisa dipahami oleh anggotanya.
3.
Inovatif
Tanpa
adanya kemauan inovasi dari seorang pemimpin, maka perusahaan/lembaga yang
dipimpinnya akan terancam stagnan ditempat dan bisa
didahului oleh pesaingnya. Maka dari itu dibutuhkan sosok
pemimpin yang inovatif dan mau berkembang di tengah persaingan dunia digital
yang semakin ketat.
4.
Visioner, visi kedepan yang kuat.
Seorang
pemimpin haruslah visioner, dapat melihat ke masa depan,
apa-apa yang harus dilakukan untuk bisa membawa perusahaan/lembaga mencapai
tujuannya. Pemimpin dengan kepemimpinan digital (Digital
Leadership) harus mempunyai visi yang kuat dan jelas agar mampu mempengaruhi
para karyawan dan bisa menyatukan visi semua orang antar karyawan dan
perusahaan/lembaga menjadi sebuah kesatuan visi yang solid dan bisa
dilaksanakan bersama.
5.
Kemampuan beradaptasi.
Sebagian
pemimpin kurang mampu atau tidak mau beradaptasi dengan perubahan di era
transformasi digital yang sangat cepat. Gaya
kepemimpinan lama atau oldschool terus dipertahankan tanpa mau berubah. Padahal sebagai seorang pemimpin harus memiliki kemampuan
beradaptasi yang kuat yang menjadikannya mampu menangkap momen di masyarakat
dan dapat membuat strategi serta keputusan digital yang tepat.
Menurut
(Fisk & Friesen, 2012) pemimpin digital
adalah visioner, motivator perubahan, mampu menggabungkan ide-ide dalam bisnis
untuk proyek, dan membangun koneksi melalui penciptaan peluang baru untuk
kemitraan/usaha patungan/outsourcing dan bentuk kolaborasi lainnya. Seorang Pemimpin Digital harus bisa menangkap peluang di era
masyarakat digital seperti sekarang.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tantangan
dan peluang di era transformasi digital mutlak harus dihadapi dan diisi oleh
para pemimpin yang kompetitifdi era digital, khususnya kepala sekolah lembaga
Islam.
Aribowo,
K., Satriawan, B., Indrawan, M. G., & Kusuma, A. (2022). The Influence of
Leadership Style, Work Environment and Work Discipline on Employee Performance
with Work Motivation as an Intervening Variable at The Secretariat of DPRD Riau
Islands Province. International Journal of Economic, Business, Accounting,
Agriculture Management and Sharia Administration (IJEBAS), 2(6),
1027�1044.
Avolio, B. J., & Kahai, S. S. (2003). Adding the" E" to E-Leadership:
How it may impact your leadership. Organizational Dynamics, 31(4),
325�338. https://doi.org/10.1016/S0090-2616(02)00133-X.
Bass, B. M., & Riggio, R. E. (2006). Transformational leadership.
Psychology press.
Cortellazzo, L., Bruni, E., & Zampieri, R. (2019). The role of
leadership in a digitalized world: A review. Frontiers in Psychology, 10,
1938. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2019.01938.
Desoutter Industrial Tools. (2022). Industrial Revolution - From
Industry 1.0 to Industry 4.0. https://www.desouttertools.com/industry-4-0/news/503/industrial-revolution-from-industry-1-0-to-industry-4-0.
Dito, S. B., & Pujiastuti, H. (2021). Dampak Revolusi Industri 4.0
Pada Sektor Pendidikan: Kajian Literatur Mengenai Digital Learning Pada
Pendidikan Dasar dan Menengah. Jurnal Sains Dan Edukasi Sains, 4(2),
59�65. https://doi.org/10.24246/juses.v4i2p59-65.
Dwinda, A. (2021). Karakteristik dan Tantangan Visionary Leadership
(Kepemimpinan Visioner). Glints Employers.
https://employers.glints.com/id-id/blog/karakteristik-dan-tantangan-visionary-leadership-kepemimpinan-visioner/.
E.E.W. Tulungen., J.B. Maramis., D. P. E. S. (2022). Digital
Transformation: Role of Digital Leadership. Jurnal EMBA: Jurnal Riset
Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 10(2), 1116�1123.
https://doi.org/10.35794/emba.v10i2.41399.
Fisk, G. M., & Friesen, J. P. (2012). Perceptions of leader emotion
regulation and LMX as predictors of followers� job satisfaction and
organizational citizenship behaviors. The Leadership Quarterly, 23(1),
1�12. https://doi.org/10.1016/j.leaqua.2011.11.001.
Gartner.com. (2022). Digital Disruption.
https://www.gartner.com/en/information-technology/glossary/digital-disruption.
Hardani, H., Andriani, H., Fardani, R. A., Ustiawaty, J., Utami, E. F.,
Sukmana, D. J., & Istiqomah, R. R. (2020). Metode penelitian kualitatif
& kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Ilmu.
Indrawan. (2022). Mengenal Digital Leadership, Kepemimpinan Berbasis
Teknologi dan Informasi Digital.
https://www.linkedin.com/pulse/mengenal-digital-leadership-kepemimpinan-berbasis-dan-denny-indrawan?originalSubdomain=id.
Kartiningrum, E. D. (2015). Panduan Penyusunan Studi Literatur.
Mojokerto: Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat Politeknik Kesehatan
Majapahit.
Maxwell, J. C. (2007). The 21 irrefutable laws of leadership: Follow
them and people will follow you. HarperCollins Leadership.
Maxwell, J. C. (2009). Hukum Kepemimpinan Sejati: The 21 Irrefutable
Laws of Leadership, Tennese. Immanuel Publishing House.
MUNIR, N. S. (2009). Kepemimpinan di Era Digital (e-leadership).
PPM Manajemen.
https://accounts.ppm-manajemen.ac.id/id_ID/blog/artikel-manajemen-18/post/kepemimpinan-di-era-digital-e-leadership-1761.
Risdianto, E. (2019). Analisis pendidikan indonesia di era revolusi
industri 4.0. April, 0�16. Diakses Pada, 22, 1�16.
Sainger, G. (2018). Leadership in digital age: A study on the role of
leader in this era of digital transformation. International Journal on
Leadership, 6(1), 1�6.
Sunyanto, E. (2018). Mengenal Kepemimpinan dan Model Kepemimpinan.
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/12708/Mengenal-Kepemimpinan-dan-Model-Kepemimpinan.html.
Sutisna, O. (1983). Administrasi pendidikan: dasar teoritis untuk
praktek profesional. Bandung: Angkasa.
Dewi Yaminah, Nizma Armila, Ade Rukmana, Lilis Mariyam, Mujahidin,
Khaerul (2023) |
First publication right: |
This article is licensed under: |