Volume 4, No. 1 Januari 2023
p-ISSN 2722-7782 | e-ISSN 2722-5356
DOI: https://doi.org/10.46799/jsa.v4i1.525 �
MODEL KEPEMIMPINAN
TRANSFORMASIONAL DALAM DUNIA PENDIDIKAN DI ERA DIGITAL
�����������������������������������������������������������������������������������������������������������������������
Akhmad Makmur, Muhammad Aep Saepudin, Tanto
Sudarto, Ahmad Maftuh, Purwadi
Universitas Agama Islam Bunga Bangsa Cirebon,
Indonesia
Abstrak: ��������
Dalam kepemimpinan transformasional, Seorang
leader pendidikan harus dapat menerapkan model kepemimpinannya, Sebab
kepemimpinan transformasional tidak saja didasarkan pada kebutuhan akan penghargaan diri, tetapi menumbuhkan kesadaran pada
pemimpin untuk berbuat yang terbaik. Kepemimpinan ini berorientasi pada visi
perubahan yakni kemampuan pemimpin mencipta, merumuskan, mengkomunikasikan,
mensosialisasikan, mentransformasikan, dan mengimplementasikan
pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil
interaksi sosial di antara anggota organisasi dan stakeholders yang diyakini
sebagai cita-cita organisasi di masa depan yang harus diraih atau diwujudkan
melalui komitmen semua personel. untuk penerapan tugas
pemimpin transformasional ini harus memperhatikan visi, misi, tujuan, program
dan kegiatan sebagai manajer, pendidik dan entrepreneur. Pemimpin
berperan meningkatkan segala sumber daya manusia yang ada. dan memiliki wawasan jauh ke depan serta berupaya
memperbaiki dan mengembangkan lembaga pendidikan bukan untuk saat ini tapi
untuk masa depan.�����
Kata Kunci: Leadership;
Transformational Leadership; Education; Institution.
Abstract:
In transformational
leadership, an educational leader must be able to apply his leadership model,
because transformational leadership is not only based on the need for
self-esteem, but raises awareness in leaders to do their best. This leadership
is oriented towards a vision of change, namely the ability of leaders to
create, formulate, communicate, socialize, transform, and implement ideal
thoughts that originate from themselves or as a result of social interaction
among members of the organization and stakeholders which are believed to be the
ideals of the organization in the future. that must be
achieved or realized through the commitment of all personnel. for the implementation of the tasks of this transformational
leader must pay attention to the vision, mission, goals, programs and
activities as managers, educators and entrepreneurs. Leaders play a role in
improving all existing human resources. and have
far-reaching insights and strive to improve and develop educational
institutions not for now but for the future.
Keywords: Leadership; Transformational Leadership; Education;
Institution.
Article History�����������������������
Diterima��������� : 07 november
2022
Direvisi����������������������� : 11 Januari 2023
Publish������������ : 13 Januari 2023
�����������
PENDAHULUAN
Kepemimpinan
transformasional adalah sebagai suatu proses yang pada dasarnya �para pemimpin
dan pengikut saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih
tinggi�. Burns, (1978) dalam (Berlian, 2012) menjelaskan Para pemimpin adalah seorang yang sadar akan prinsip
perkembangan organisasi dan kinerja manusia sehingga ia berupaya mengembangkan
segi kepemimpinannya secara utuh melalui pemotivasian terhadap staf dan
menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral seperti
kemerdekaan, keadilan, dan kemanusiaan, bukan didasarkan atas emosi, seperti
misalnya keserakahan, kecemburuan, atau kebencian.
Pemimpin
transformasional adalah pemimpin yang memiliki wawasan jauh ke depan dan
berupaya memperbaiki dan mengembangkan organisasi bukan untuk saat ini tapi
untuk masa depan (Nengsih et al., 2020). Oleh karena itu, pemimpin transformasional adalah
pemimpin yang dapat dikatakan sebagai pemimpin yang visioner.
Pemimpin
transformasional adalah agen perubahan dan bertindak sebagai katalisator, yaitu
yang member peran mengubah system kea rah yang lebih baik (Kuswaeri, 2016). Katalisator adalah sebutan lain untuk pemimpin transformasional karena
ia berperan meningkatkan segala sumber daya manusia
yang ada. Berusaha memberikan reaksi yang menimbulkan semangat dan daya kerja
cepat semaksimal mungkin, selalu tampil sebagai pelopor dan pembawa perubahaan (Setiawan, 2020).
Untuk itulah, disini akan
dikaji lebih lanjut penerapan model kepemimpinan transformasional dalam dunia
pendidikan, karena model kepemimpinan seperti ini sudah jarang dimiliki bahkan
diimplementasikan oleh pemimpin pada lembaga pendidikan. Padahal,
kepimpinan transformasional ini memiliki kekuatan dari aspek pendekatan
terhadap bawahan, pelaksanaan program dan pelayanan yang baik.
Mengingat
tujuan dari transformational leadership yaitu untuk mengubah tujuan dan
nilai-nilai dari pengikut dan bisa memotivasi mereka untuk melakukan diluar
harapan mereka dengan menginspirasi kepercayaan mereka.
METODE
Metode penelitian kualitatif (Sugiyono,
2018) berjenis studi kasus adalah metode yang digunakan
untuk menulis artikel ini. Teknik pengumpulan data yang
digunakan di dalam metode ini adalah observasi, dan wawancara, sedangkan dokumentasi
peneliti gunakan sebagai metode pendukung di dalam mengumpulkan data di lapangan.
Setelah data terkumpul langkah selanjutnya, yang peneliti lakukan
adalah menganalisis data-data yang telah terkumpul tersebut dengan menggunakan
teknik analisis Miles Huberman.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kepemimpinan Transformasional
Menurut (Covey, 1992) dan (Peters, 1992), seorang pemimpin transformasional
memiliki visi yang jelas, memiliki gambaran holistis tentang bagaimana
organisasi di masa depan ketika semua tujuan dan sasarannya telah dicapai.
Inilah yang menegaskan bahwa pemimpin transformasional adalah pimpinan yang
mendasarkan dirinya pada cita-cita di masa depan,
terlepas apakah visinya itu visioner dalam arti diakui oleh semua orang sebagai
visi yang hebat dan mendasar.
Seorang pemimpin transformasional memandang
nilai-nilai organisasi sebagai nilai-nilai luhur yang perlu dirancang dan
ditetapkan oleh seluruh staf sehingga para staf mempunyai rasa memiliki dan
komitmen daam pelaksanaannya (Muslim, 2016). (Sergiovani, 1998) berargumentasi bahwa
makna simbolis daripada tindakan seorang pemimpin transformasional adalah lebih
penting daripada tindakan actual. Nilai-nilai dasar
yang terpenting dan dijunjung tinggi pemimpin adalah segala-galanya dan dapat
dijadikan rujukan untuk dijadikan nilai-nilai dasar organisasi (basic values)
yang dijunjung oleh seluruh staf.
Menjadi tugas pemimpin untuk
mentransformasikan nilai organisasi untuk membantu mewujudkan visi organisasi. Seorang
transformasional adalah seorang yang mempunyai keahlian diagnosis, selalu
meluangkan waktu dan mencurahkan perhatian dalam upaya memecahkan masalah dari
berbagai aspek (Bustari, 2010). Bass dan Aviola (1994) mengusulkan empat
dimensi dalam kadar kepemimpinan transformasional dengan konsep
�4I� yang artinya:
1.
�I� pertama adalah idealiced influence, yang
dijelaskan sebagai perilaku yang menghasilkan rasa hormat (respect) dan rasa
percaya diri (trust) dari orang yang dipimpinnya. Idealized influence
mengandung makna saling berbagi risiko melalui pertimbangan kebutuhan para staf
di atas kebutuhan pribadi dan perilaku moral secara etis.
2.
�I� kedua adalah inspirational motivation,
tercermin dalam perilaku yang senantiasa menyediakan tantangan bagi pekerjaan
yang dilakukan staf dan memerhatikan makna pekerjaan bagi staf. Pemimpin
menunjukkan atau mendemonstrasikan komitmen terhadapa sasaran organisasi
melalui perilaku yang dapat diobservasi staf. Pemimpin adalah seorang motivator
yang bersemangat untuk terus membangkitkan antusiasme dan optimism staf.
3.
�I� ketiga adalah intellectual stimulation, yaitu
pemimpin yang mempraktikkan inovasi-inovasi. Sikap dan perilaku yang
kepemimpinannya didasarkan pada ilmu pengetahuan yang berkembang dan secara
intelektual ia mampu menerjemahkannya dalam bentuk
kinerja yang produktif. Sebagai intelektual, pemimpin senantiasa menggali
ide-ide baru dan solusi yang kreatif dari para staf dan tidak lupa selalu
mendorong staf mempelajari dan mempraktikkan pendekatan baru dalam melakukan
pekerjaan.
4.
�I� keempat adalah individualized consideration,
pemimpin merefleksikan dirinya sebagai seorang yang penuh perhatian dalam
mendengarkan dan menindaklanjuti keluhan, ide, harapan-harapan, dan segala
masukan yang diberikan staf.
B. Visi Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah hal penting dalam
organisasi. Sebagaimana dikatakan Rasulullah saw. �apabila keluar tiga orang dalam suatu perjalanan, hendaknya
salah seorang mereka itu dijadikan pemimpin (idza kharaja tsalatsatun fi
safari, fal yuamirru ahadahum)� (Al-Hadis). Suatu organisasi
memiliki kompleksitas, baik setiap saat, menghadapi berbagai karakteristik
personel yang dapat mengembangkan maupun melemahkan. Hal ini menjadi
alas an diperlukannya orang yang tampil mengatur,
member pengaruh, menata, mendamaikan, member penyejuk, dan dapat menetapkan
tujuan yang tepat saat anggota tersesat atau kebingungan menetapkan arah. Di sinilah perlunya pemimpin yang melaksanakan kepemimpinan.
Kepemimpinan pendidikan yang diperlukan saat ini
adalah kepemimpinan yang didasarkan pada jati diri bangsa yang hakiki yang
bersumber dari nilai-nilai budaya dan agama, serta mampu mengantisipasi
perubahan-perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan khususnya dan umumnya
atas kemajuan-kemajuan yang diraih di luar system sekolah (Mukti, 2018). Derek Esp dan
Rene Sran (1995: 32) mengidentifikasi ada tiga perubahan mendasar dalam
manajemen pendidikan dewasa ini yang berimplikasi pada perilaku kepemimpinan,
yaitu sebagai berikut:
1.
Perubahan paradigma pendidikan dari yang bersifat
sentralistis ke arah desntralisasi. Perubahan kebijakan ini merupakan produk
dari debat reformasi pendidikan yang dilanjutkan dengan dirumuskannya
undang-undang reformasi pendidikan.
2.
Adanya pelimpahan wewenang yang luas kepada sekolah
atas dasar pertimbangan professional dan pertanggungjawaban publik. Pemberian
wewenang ini merupakan konsekuensi logis dari diberlakukannya undang-undang
reformasi pendidikan.
3.
Adanya kerjasama antara pejabat pemerintahan dengan
pemimpin pendidikan dalam membangun pendidikan yang bermutu. Penunjukkan
pejabat pendidikan dilaksanakan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip
kebijakan pendidikan dan profesionalisme.
Berdasarkan pada berbagai perubahan yang terjadi
dalam dunia pendidikan, baik perubahan dalam manajemen maupun perubahan
metodologi yang diarahkan bagi pembelajaran yang efektif, saat ini perlu
dikembangkan kepemimpinan bervisi yang dapat mengakomodasi kebutuhan dan
tuntutan pendidikan akan pemberdayaan dan kemandirian.
Kepemimpinan memiliki kedudukan yang
menentuakan dalam organisasi. Pemimpin yang melaksanakan kepemimpinannya
secara efektif dapat menggerakan orang/personel kearah tujuan yang
dicita-citakan, sebaliknya pemimpin yang keberadaannya hanya sebagai figure,
tidak memiliki pengaruh, kepemimpinannya dapat mengakibatkan lemahnya kinerja
organisasi, yang pada akhirnaya dapat menciptakan keterpurukan (Su�udi, 2013).
Kepemimpinan begitu kuat mempengaruhi
kinerja organisasi sehingga rasional apabila keterpurukan pendidikan salah
satunya disebabkan karena kinerja kepemimpinan yang tidak dapat menyesuaikan
diri dengan perubahan dan juga tidak membuat strategi pendidikan yang adaptif
terhadap perubahan. Keterpurukan bidang pendidikan nasional adalah
salah satunya disebabkan karena belum adanya visi strategis yang menempatkan
pendidikan sebagai leading sector (Tilaar, 2003). Hal ini memberikan
makna betapa kuatnya visi pendidikan mempengaruhi kinerja pendidikan.
Visi menjadi trigger semangat meraih kemenangan pendidikan. Visi
dapat mengisi kehampaan, membangkitkan semangat, menimbulkan kinerja, bahkan
mewujudkan prestasi pendidikan, apalagi di tengah-tengah tuntutan kemandirian
berfikir dan bertindak.
Orang yang bertanggung jawab merumuskan
visi adalah pemimpin melalui kinerja kepemimpinannya. Visi
dirumuskan bukan semata-mata untuk menciptakan system pendidikan berkualitas
yang mampu bertahan dan berkembang memenuhi tuntutan perubahan dan idealism,
tetapi dapat mengakomodasi kepentingan hubungan baik diantara personel dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya serta dalam kariernya.
Kepemimpinan yang relevan dengan tuntutan
school based management dan didambakan bagi peningkatan kualitas
pendidikan adalah kepemimpinan yang memiliki visi (visionary leadership), yaitu kepemimpinan yang kerja pokoknya
difokuskan pada rekayasa masa depan yang penuh tantangan. Lantas
menjadi agen perubahan yang unggul dan menjadi penentu arah organisasi yang
memahami perioritas, menjadi pelatih yang professional, serta dapat membimbing
personel lainnya kea rah profesionalisme kerja yang diharapkan.
Kepemimpinan pendidikan transformasional pada
akhirnya sangat visioner pada gilirannya akan
menunjukkan kepemimpinan yang berkualitas. (John, 1989), mengemukakan cirri-ciri pemimpin berkualitas,
yaitu:
1.
Memiliki integritas pribadi.
2.
Memiliki antusiasme terhadap perkembangan lembaga
yang dipimpinnya.
3.
Mengembangkan kehangatan, budaya, dan iklim
organisasi.
4.
Memiliki ketenangan dalam manajemen organisasi.
5.
Tegas dan adil dalam mengambil tindakan/kebijakan
kelembagaan.
Kepemimpinan transformasional salah satunya
ditandai oleh kemampuan dalam membuat perencanaan yang jelas sehingga dari
rumusan visinya tersebut akan tergambar sasaran apa
yang hendak dicapai dari pengembangan lembaga yang dipimpinnya. Dalam konteks kepemimpinan pendidikan, penentuan sasaran dari
rumusan visi tersebut dikenal dengan penentuan sasaran bidang hasil pokok.
Kepemimpinan transformasional adalah kemampuan
pemimpin dalam menciptakan, merumuskan, mengkomunikasikan, mensosialisasikan,
mentransformasikan, dan mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal yang
berasal dari dirinya atau sebagai hasil interaksi sosial di antara anggota
organisasi dan stakeholders yang diyakini sebagai cita-cita organisasi di masa
depan yang harus diraih atau diwujudkan melalui komitmen semua personel.
C. Tugas Pemimpin Transformasional
Manajemen pendidikan adalah proses merencanakan,
mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan usaha anggota-anggota organisasi
serta pendayagunaan seluruh sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
Ada tiga hal penting yang menjadi tugas
pemimpin transformasional yakni pemimpin sebagai manajer, pendidik dan
entreprenuer. Karenanya, pemimpin transformasional harus
memperhatikan proses, pendayagunaan seluruh sumber organisasi dan pencapaian
tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
1.
Pemimpin Transformasional sebagai Manajer
Proses adalah suatu cara
yang sistematik dalam mengerjakan sesuatu. Manajemen sebagai suatu proses,
karena semua manajer bagaimanapun juga dengan ketangkasan dan keterampilan yang
khusus, mengusahakan berbagai kegiatan yang saling berkaitan tersebut dapat
didayagunakan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan. Kegiatan-kegiatan
tersebut:
a.
Merencanakan, dalam arti kepala sekolah harus
benar-benar memikirkan dan merumuskan dalam suatu program tujuan dan tindakan
yang harus dilakukan.
b.
Mengorganisasikan, berarti bahwa kepala sekolah
harus mampu menghimpun dan mengoordinasikan sumber daya manusia dan
sumber-sumber material sekolah, sebab keberhasilan sekolah sangat berpengaruh
pada kecakapan dalam mengatur dan mendayagunakan berbagai sumber dalam mencapai
tujuan.
c.
Memimpin, dalam arti kepala sekolah mampu
mengarahkan dan mempengaruhi seluruh sumber daya manusia untuk melakukan tugas-tugasnya
yang esensial. Dengan menciptakan suasana yang tepat kepala sekolah membantu
sumber daya manusia untuk melakukan hal-hal yang paling baik.
d.
Mengendalikan, dalam arti kepala sekolah memperoleh
jaminan bahwa skeolah berjalan mencapai tujuan. Apabila terdapat kesalahan di
antara bagian-bagian yang ada dari sekolah tersebut kepala sekolah harus
memberikan petunjuk dan meluruskan.
e.
Sumber daya suatu sekolah, meliputi dana, perlengkapan, informasi, maupun sumber daya manusia,
yang masing-masing berfungsi sebagai pemikir, perencana, pelaku serta pendukung
untuk mencapai tujuan.
f. Mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Berarti bahwa kepala sekolah
berusaha untuk mencapai tujuan akhir yang bersifat khusus (specific ends).
Tujuan akhir yang spesifik ini berbeda-beda antara organisasi yang satu dengan
organisasi yang lain. Tujuan ini bersifat khsusu dan unik. Namun, apapun tujuan
spesifik dari organisasi tertentu, manajemen adalah merupakan proses, melalui
manajemen tersebut tujuan dapat dicapai.
Demikian pula sekolah sebagai suatu organisasi
tidak luput dari persoalan; kesulitan dana, persoalan
pegawai, perbedaan pendapat terhadap kebijaksanaan yang telah ditetapkan kepala
sekolah, dan masih banyak lagi. Apabila terjadi
kesulitan-kesulitan seperti tersebut di atas, kepala sekolah diharapkan
berperan sebagai orang yang dapat menyelesaikan persoalan yang sulit tersebut.
Hersey membedakan tiga macam jenjang manajer , yaitu top manager, middle manager dan supervisory
manager. Masing-masing jenjang manajer memerlukan tiga
keterampilan tersebut. Untuk top manager, keterampilan
yang dominan adalah konseptual. Sedang middle manager
human skill mempunyai peranan yang paling besar. Technical
skills sangat diperlukan manager tingkat supervisory.
Demikian pula peranan kepala sekolah
sebagai manajer sangat memerlukan ketiga macam keterampilan tersebut. Dari ketiga bidang
keterampilan tersebut, human skills merupakan keterampilan yang memerlukan
perhatian khusus dari para kepala sekolah, sebab melalui human skills, seorang
kepala sekolah dapat memahami isi hati, sikap dan motif orang lain, mengapa
yang lain tersebut berkata dan berperilaku.
Agar seorang kepala sekolah secara efektif
dapat melaksanakan fungsinya sebagai manajer, kepala sekolah harus memahami mampu
mewujudkannya ke dalam tindakan atau perilaku nilai yang terkandung di dalam
ketiga keterampilan tersebut.
a.
Technical skills
1)
Menguasai pengetahuan tentang metode, proses,
prosedur dan teknik untuk melaksanakan kegiatan khusus.
2)
Kemampuan untuk memanfaatkan serta mendayagunakan
sarana, peralatan yang diperlukan dalam mendukung kegiatan yang bersifat khusus
tersebut.
b.
Human Skills
1)
Kemampuan untuk memahami perilaku manusia dan
proses kerja sama
2)
Kemampuan untuk memahami isi hati, sikap dan motif
orang lain, mengapa mereka berkata dan berperilaku.
3)
Kemampuan untuk berkomunikasi secara jelas dan
efektif.
4)
Kemampuan menciptakan kerja sama
yang efektif, kooperatif, praktis dan diplomatis.
5)
Mampu menciptakan kerja sama
yang efektif, kooperatif, praktis dan diplomatis.
c.
Conceptual Skills
1)
Kemampuan analisis
2)
Kemampuan berpikir rasional
3)
Ahli atau cakap dalam berbagai macam konsepsi
4)
Mampu menganalisis berbagai kejadian serta mampu
memahami berbagai kecenderungan
5)
Mampu mengantisipasi perintah
6)
Mampu mengenali macam-macam kesempurnaan
problem-problem sosial.
2.
Pemimpin Transformasional Sebagai Pendidik
Memahami arti pendidik tidak cukup dengan berpegang
konotasi yang terkandung dalam definisi pendidik, melainkan harus dipelajarinya
keterkaitannya dengan makna pendidikan , sasaran pendidikan,
bagaimana strategi pendidikan itu dilaksanakan.
Arti atau definisi pendidikan menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia Pendidik adalah orang yang mendidik. Sedang mendidik
diartikan memberikan latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan
pikiran sehingga pendidikan dapat diartikan proses pengubahan sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan latihan.
Lebih jauh , educate juga
diartikan train or develop the knowledge, skill, mind or character of,
especially by formal schooling or study (to teach, instruct). Oleh sebab itu, education mengandung makna process of training and
developing the knowledge, skill, mind, character, etc, especially by formal
schoolings teaching.
Dalam hal ini education bersinonim dengan kata-kata
instruction, pengembangbiakan (breeding), pengolahan (cultivation), dan
pemeliharaan (nurfural) (Bambang, 2017).
Berdasarkan beberapa definisi dapat memberikan
indikasi bahwa proses pendidikan di samping secara khusus (especially)
dilaksanakan melalaui sekolah, dapat diselenggarkaan di luar sekolah yaitu
melalui keluarga dan masyarakat. Bahkan di antara para pakar berpendapat, bahwa
pendidikan secara klasik, merupakan usaha sistematik untuk mengalihkan
pengetahuan seseorang kepada orang lain (Siagian, 1994).
Sebagai perbandingan dapat dilihat dari sumber lain yang memberikan perumusan, bahwa educator, one who or
that which educate. Sedang educate, to advance (memajukan, meningkatkan) the
mental, arsthetic, physical or moral development of esp,
by teaching or schooling. Oleh sebab itu ditegaskan bahwa
education. The process of importing (menanamkan) or acquiring
(memperoleh) skills for a particular trade or profession; instructional and
discipline in general. Dan seseorang dikatakan educationist�benar-benar
mengetahui (one well versed) in educational theory and method; professional
educator. Betapa berat dan mulia peranan seorang kepala
sekolah sebagai pendidik apabila dikaitkan dengan berbagai sumber di atas.
Sebagai seorang pendidik dia harus mampu menananmkan memajukan dan meningkatkan
paling tidak empat macam nilai yaitu:
a.
Mental, hal-hal yang berkaitan dengan sikap batin
dan watak manusia.
b.
Moral, hal-hal yang berkaitan dengan ajaran baik
buruk mengenai perbuatan, sikap dan kewajiban atau moral yang diartikan sebagai
akhlak, budi pekerti dan kesusilaan.
c.
Fisik, hal-hal yang terbaik dengan kondisi jasmani
atau badan, kesehatan dan penampilan manusia secara lahiriah.
d.
Artistik, hal-hal yang berkaitan kepekaan manusia
terhadap seni dan keindahan.
Terakhir yang perlu diperhatikan oleh
setiap kepala sekolah terhadap peranannya sebagai pendidik, mencakup dua hal
pokok, yaitu sasaran atau kepada siapa perilakju sebagai pendidik ini
diarahkan. Sedang yang kedua, yaitu
bagaimana peranan sebagai pendidik itu dilaksanakan.
Ada tiga kelompok sasaran utama, yaitu para
guru atau tenaga fungsional yang lain, tenaga administratif (staf) dan kelompok
para siswa atau peserta didik. Ketiga sasaran tersebut berupa manusia
yang memiliki unsur kejiwaan dan fisik yang berbeda- beda
antara manusia yang satu dengan yang lain.
Seperti diketahui kehidupan manusia selalu
dikendalikan dan ditentukan oleh faktor-faktor psikis yang ada di dalam dirinya
serta kondisi fisik yang dimilikinya. Faktor psikis seperti
pandangan hidup atau sikap keinginan/harapan, hargadiri, rasa puas dan
sebagainya. Sedang kondisi fisik ialah keadaan
lahirlah manusia yang bersifat jasmaniah yang diharapkan sehat sehingga mampu
mendukung secara serasi unsur-unsur psikis tersbeut, sehingga tercipta manusia
yang harmonis antara pertumbuhan, perkembangan, kestabilan psikis dengan
kondisi jasmani yang sehat bugar.
Akibat latar belakang kondisi psikis dan fisik
manusia yang berbeda-beda, maka keadaan masing-masing kelompok yang terdiri
dari kumpulan manusia tersebut, juga berbeda-beda satu dengan yang lain atau
bervariabel. Artinya setiap kelompok mempunyai nuansa, dalam
arti memiliki berbagai variasi atau ketidaksamaan, walaupun variasi tersebut
sangat kecil sekalipun. Betapapun demikian
masing-masing kelompok, yaitu guru, staf dan siswanya menuntut sikap arif dan
teliti dari seorang kepala sekolah. Perbedaan-perbedaan
tersebut secara umum, dapat diamati melalui berbagai gejala, seperti tingkat
kematangan, latar belakang pendidikan, latar belakang kehidupan sosial budaya,
motivasi, tingkat kesadaran bertanggung jawab dan sebagainya. Akibatnya,
adanya nuansa yang ada pada masing-masing kelompok memaksa stratgei pelaksanaan
peranan kepala sekolah sebagai pendidik yang mencakup: nilai-nilai mental,
moral, fisik dan aestetika, tidak dapat dipaksakan begitu saja. Sebaliknya memerlukan sikap persuasi dan keteladanan.
Persuasi dalam arti kepala sekolah mampu meyakinkan
melalui pendekatan secara halus sehingga para guru, staf dan siswa, yakin akan
kebenaran, merasa perlu dan menganggap penting nilai-nilai yang terkandung
dalam aspek mental, moral, fisik dan aestetika ke dalam kehidupan seseorang
atau kelompok orang. Persuasi ini dapat dilaksanakan melalui
pendekatan secara individual maupun kelompok.
Sedang keteladanan adalah hal-hal yang
patut, baik dan perlu dicontoh yang ditampilkan oleh kepala sekolah melalui
sikap, perbuatan dan perilaku, termasuk penampilan kerja dan penampilan fisik.
Penampilan kerja dalam pengertian performance
yaitu: a summary measure of the quantity of contribution made by an individual
or group to the production purpose of the work unit and organization (Schermerhorn Jr et al., 1991).
Berdasarkan definisi tersebut penampilan kerja
seseorang kepala sekolah yang patut dan baik dicontoh oleh para guru, staf dan
siswa dapat berupa disiplin, jujur, penuh tanggung jawab, bersahabat dan
sebagainya, termasuk pula penampilan fisik seperti cara
dan sikap berbicara, berkomunikasi, berpakaian yang bersih, rapi, serasi, sehat
jasmani dan energik.
Di samping ketiga sasaran utama pelaksanaan
peranan kepala sekolah sebagai pendidik, terdapat pula kelompok sasaran lain,
yang tidak kalah pentingnya kontribusi mereka terhadap pembinaan kehidupan
sekolah, yaitu organisasi orang tua siswa, organisasi siswa, dan organisasi
para guru.
Keberhasilan ketiga organisasi tersbut
dalam mewujudkan fungsinya tentu saja tidak dapat dilepaskan dari peranan
kepala sekolah, khususnya peranan kepala sekolah sebagai pendidik. Sikap
mental, moral, kondisi fisik yang sehat dan energik, serta apresiasi dan
persuasi positif terhadap berbagai kreasi seni. Kepala
sekolah sangat berperan dan menjadi sumber motivasi yang kuat terhadap
kerberhasilan ketiga organisasi tersebut.
Secara singkat keberadaan ketiga organisasi
tersebut dirasa penting dan diperlukan dalam rangka pembinaan sekolah.
a.
Organisasi Orang Tua Siswa
Organisasi ini dperlukan sebagai salah satu aparat
pembantu kepala sekolah dalam ikut serta membina dan mendukung keberhasilan
proses belajar mengajar. Tetapi kehadiran organisasi ini
diharapkan tidak dilibatkan ke dalam campur tangan terhadap hal-hal yang
bersifat teknis pendidikan.
Keberadaan organisasi orang tua siswa lebih banyak
diperlukan untuk membantu dan mengatasi keperluan berbagai sumber daya dalam
emmbina kehidupan sekolah, baik berupa dana, sarana,
jasa maupun pemikiran-pemikiran. Peranan organisasi orang tua
siswa diharapkan pula dapat membantu pelaksanaan pembinaan kesiswaan, khususnya
pelaksanaan program-program di luar kurikuler.
b.
Organisasi Siswa
Organisasi siswa diperlukan dalam usaha
memberikan wadah bagi para siswa dalam menumbuhkan dan mengembangkan berbagai
minat, bakat dan kreativitas melalui program-program kokurikuler, maupun
program kurikuler. Oleh sebab itu, organisasi siswa lebih bnayak dibina
ke arah wujudnya keberhasilan program di luar kurikuler dengan berbagai materi
dan sasaran, seperti sikap mental ideologi, agama, budi pekerti, watak dan
kepribadian, kesadaran berbangsa dan bernegara, kemampuan berorganisasi dan
manajemen, keterampilan, pendidikan jasmani dan kesehatan, serta apresiasi dan
kreasi seni.
Keberhasilan program di luar kurikuler diharapkan akan mampu menciptakan situasi yang memacu keberhasilan
keseimbangan antara program kurikuler dan di luar kurikuler.
c.
Organisasi guru
Organisasi guru sebenarnya merupakan
organisasi pribadi. Sebab di dalam organisasi guru terhimpun para guru
yang mempunyai latar belakang pendidikan yang sama
yaitu bidang atau dunia pendidikan.
Sebagai organisasi profesi ada dua hal
pokok yang sangat penting menjadi acuan, yaitu sebagai salah satu wadah
pembinaan dan pengembangan profesi bidang pendidikan tingkat sekolah dasar,
tingkat lanjutan dan tingkat menengah.
Di samping itu organisasi guru diharapkan pula
mampu menanamkan dan membina kode etik guru bagi para guru sebagai anggota
organisasi profesi, sehingga guru sebagai kelompok orang yang menjadi tumpuan
dan harapan masa depan, selalu terhindar dari segala
perbuatan tercela.
Tetapi dalam perkembangannya tidak
tertutup, bahwa organisasi profesi guru juga bergerak di dalam bidang
kesejahteraan, yaitu ikut membantu para guru dalam rangka mencukupi kebutuhan
fisik dan kebutuhan lainnya dalam kehidupan rumah tangganya demi kepentingan
lembaga di mana mereka bekerja.
3.
Pemimpin Transfromasional Sebagai Enterprenuer
Entrepenuer adalah pembaharuan, inovator,
pembawa kombinasi baru (scumpeter). Entrepenuership is practic,
it is doing (Peter F Durker). Pengertian ini mengisyaratkan
bahwa entreprenuer memberukan sesuatua yang baru untuk melakukan kombinasi dan
perubahan-perubahan. Kepemimpinan entreprenuer
(entreprenuerial leadership) adalah kemampuan seseorang dalam mempengaruhi
kelompok untuk mencapai tujuan dengan menerapkan semangat wirausaha
(entrepreneurial leader) (Gupta dan Mic Millan). Dalam
peran ini kepala sekolah selalu berusaha untuk memperbaiki penampilan kepala
sekolah melalui berbagai macam pemikiran program- program yang baru, serta
melakukan survei untuk mempelajari berbagai persoalan yang timbul di lingkungan
sekolah.
Dalam kepemimpinan entreprenuer di sekolah, maka
fungsi-fungsi kepemimpinan entreprenuer dalam diterjemahkan yakni
: Pertama, Mentransformasikan hasil yang diimpikan dalam kondisi
ketidakpastian yang muncul. Fungsi ini meliputi 3 tugas:
a.
Memahami ketidakpastian, bertanggungjawab atas hasil
ketidakpastian, jika saya salah maka itu masalah saya bukan anda
b.
Kerangka tantangan, mengatur kegiatan mendorong
guru untuk tumbuh, tetapi tidak melampaui batas kemampuan mereka
c.
Memberikan penjelasan,
ciptakan lingkungan yang kondusif untuk mentransformasikan mentransformasikan
entreprenuership, mendukung stakeholder.
Kedua, memotivasi kelompok, membantu
menciptakan model baru untuk meminimalisasi ketidakpastian. Fungsi ini meliputi
tugas:
a.
Membangun komitmen, mempromosikan perlunya
keikhlasan pegawai demi mencapai tujuan.
b.
Mendefinisikan kegawatan, kesempatan anggota tim memberikan tanggapan terhadap hambatan dan stetreo type
tentang apa yang di dapat dan tidak dapat dilakukang, kemudian menentukan
tindakan.
Terkait pembinaan diri seorang pemimpin entreprenuer
setidaknya ada sepuluh peran kunci yang harus dilakukan oleh pemimpin
entreprenuer, yakni:
a.
Membuat perbedaan yang signifikan
b.
Melihat dan mengeksploitasi peluang (ada gula ada
semut)
c.
Mengetahui sumber-sumber dan kompetensi yang
dipersyaratkan untuk mengeksploitasi peluang
d.
Pembangunan tim dan jaringan kerja yang baik
e.
Menetapkan halangan dan kompetensi yang muncul
f. Mengelola perubahan
dan resiko
g.
Mengendalikan bisnis
h.
Mengutamakan pelanggan sebagai yang pertama
i. Menciptakan capital
Kesepuluh peran di atas, pada hakekatnya hampir sama dengan peran-peran pemimpin sebagaimana umumnya, namun
yang menjadi kunci dalam kepemimpinan entreprenuer adalah kemampuan seorang
pemimpin menjual gagasan kemajuan lembaga yang dipimpinnya kepada masyarakat
yang membutuhkan lembaga pendidikan tersebut, dalam konteks ini sekolah.
Dalam konteks mengendalikan bisnis bukan berarti sekolah dibisniskan,
tetapi adanya usaha terpadu dalam satu manajemen kependidikan yang mampu
memperoleh dana diluar anggaran rutin yang
akuntabilitas publik. Selain itu, seorang kepala sekolah yang mampu menciptakan
kapital berarti kemampuan untuk menyimpan dana yang
diperoleh untuk menambah kapital sekolah sehingga sekolah menjadi lebih eksis
dan dapat diminati secara terus menerus oleh masyakarat luas.
KESIMPULAN
Dalam
kepemimpinan transformasional, Seorang leader pendidikan harus dapat menerapkan
model kepemimpinannya, Sebab kepemimpinan transformasional tidak saja
didasarkan pada kebutuhan akan penghargaan diri, tetap menumbuhkan kesadaran
pada pemimpin untuk berbuat yang terbaik sesuai dengan kajian yang perkembangan
manajemen dan kepemimpinan yang memandang manusia, kinerja, dan pertumbuhan
organisasi adalah sisi yang saling mempengaruhi. Kepemimpinan ini berorientasi
pada visi perubahan yakni kemampuan pemimpin mencipta, merumuskan,
mengkomunikasikan, mensosialisasikan, mentransformasikan, dan
mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau
sebagai hasil interaksi sosial di antara anggota organisasi dan stakeholders
yang diyakini sebagai cita-cita organisasi di masa depan yang harus diraih atau
diwujudkan melalui komitmen semua personel. Dalam rangka
penerapan tugas pemimpin transformasional ini harus memperhatikan visi, misi,
tujuan, program dan kegiatan sebagai manajer, pendidik dan entreprenuer.
Bambang,
H. (2017). Kepemimpinan Kepala Madrasah dalam Peningkatkan Mutu Pendidikan
di Madrasah Aliyah Luqmanul Hakim Batumarta II Ogan Komering Ulu.
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang.
Berlian, Z. (2012). Penerapan Model Kepemimpinan Transformasional dalam
Dunia Pendidikan. Ta�dib: Jurnal Pendidikan Islam, 17(2),
195�216. https://doi.org/10.19109/td.v17i02.32.
Bustari, M. (2010). Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah dalam
Meningkatkan Kinerja Organisasi. Konferensi Internasional Manajemen
Pendidikan (Icemal).
Covey, S. R. (1992). Principle centered leadership. New York: Simon
and Schuster.
John, A. (1989). Great leaders. Talbot Adair Press.
Kuswaeri, I. (2016). Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah. Tarbawi:
Jurnal Keilmuan Manajemen Pendidikan, 2(02), 1�13.
Mukti, N. (2018). Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah. Jurnal
Kependidikan, 6(1), 71�90. https://doi.org/10.24090/jk.v6i1.1697.
Muslim, A. (2016). Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah. Jurnal
Visionary: Penelitian Dan Pengembangan Dibidang Administrasi Pendidikan, 1(1),
60�71.
Nengsih, S., Gusfira, R., & Pratama, R. (2020). Kepemimpinan
Transformatif di Lembaga Pendidikan Islam. PRODU: Prokurasi Edukasi Jurnal
Manajemen Pendidikan Islam, 2(1), 38�54.
https://doi.org/10.15548/p-prokurasi.v2i1.2247.
Peters, T. J. (1992). Liberation Management. New York: Alfred A.
Knopf.
Schermerhorn Jr, J. R., Hunt, J. G., & Osborn, R. N. (1991). Managing
Organizational Behavior. The United States of America: John Wiley A &
Sons, Inc.
Sergiovani, B. (1998). Effective Elementary Schools, Reaching for
Excellence. New York : Academic Press Inc.
Setiawan, H. (2020). Manajemen Kepemimpinan Transformasional. At-Ta�lim:
Kajian Pendidikan Agama Islam, 2(2), 1�26.
Siagian, S. P. (1994). Manajemen Strategik. Jakarta: Bumi Aksara.
Su�udi, N. (2013). Kepemimpinan Kepala Madrasah dalam Mewujudkan
Sekolah Efektif di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Khairul Ummah Batu
Gajah Kecamatan Pasir Penyu Kabupaten Indragiri Hulu. Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Alfabeta.
Tilaar, H. (2003). Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta: Remaja
Rosdakraya.
Akhmad Makmur, Muhammad Aep Saepudin, Tanto Sudarto, Ahmad Maftuh,
Purwadi (2023) |
First publication right: |
This article is licensed under: |