Jurnal Syntax Admiration |
Vol. 1
No. 3 Juli 2020 |
p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356 |
Sosial Teknik |
OPTIMALISASI PERAN BALAI PEMASYARAKATAN DALAM
MELAKUKAN PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN
Bagus Wicaksono,
Fenty U. Puluhulawa, dan Nur Mohamad Kasim
Universitas Negeri Gorontalo
Email: [email protected], [email protected]
dan [email protected]
INFO ARTIKEL |
ABSTRAK |
Diterima 22 Juni 2020 Diterima dalam bentuk revisi 02 Juli 2020 Diterima dalam bentuk revisi |
Dalam melakukan pembimbingan
klien pemasyarakatan, Pembimbing Kemasyarakatan di Balai Pemasyarakatan
berdasarkan Undang-undang tentang Pemasyarakatan merupakan bagian dari unsur
pokok. Penelitian ini memiliki tujuan agar tau optimalisasi fungsi �Balai Pemasyarakatan
di dalam pembimbingan klien pemasyarakatan, dan hambatan-hambatan yang
dihadapi. Penelitian ini menggunakan pendekatan pendekatan perundang-undangan
(statue approach) serta
�pendekatan kasus (case approach) yang berkenaan dengan
implementasi peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam melakukan pembimbingan
klien Pemasyarakatan. Hasil penelitian menunjukkan optimalisasi peran Balai
Pemasyarakatan dalam melakukan pembimbingan klien pemasyarakatan tidak lagi
dilaksanakan oleh pegawai di seksi masing-masing, serta Pembimbing Kemasyarakatan sangat membutuhkan dan harus
menguasai prinsip-prinsip pembimbingan, metode pembimbingan, teknik
pembimbingan, serta keterampilan pembimbingan. Sehingga dapat membantu dalam
memenuhi tugas, fungsi dan peran Balai Pemasyarakatan sesuai dengan amanat
perundang-undangan yang berlaku. Adapun hambatan-hambatan yang
dihadapai yaitu keterbatasannya anggaran, sarana dan prasana penunjang, minat
klien dan pembimbing kemasyarakatan itu sendiri. |
Kata kunci: Balai
Pemasyarakatan; pembimbingan dan pemasyarakatan |
Pendahuluan
Dalam menghadapi perkembangan sosial masyarakat zaman
modern yang menimbulkan persoalan hukum baru, diperlukan suatu metode
penetapan hukum yang dapat menjawab persoalan hukum yang baru (Rifa�i,
2017). Klien Pemasyarakatan yang telah memenuhi syarat untuk berintegrasi
dan berperan kembali dalam lingkungan masyarakat luas, secara sehat dan
bertanggung jawab merupakan salah satu unsur dari Sistem Pemasyarakatan.
Peran Balai Pemasyarakatan khususnya Pembimbing
Kemasyarakatan untuk merealisasikan fungsi sistem pemasyarakatan belum
terlaksana secara maksimal. Paham negara hukum
merupakan obyek studi yang bisa dibilang selalu aktual (Gunawan,
2018).
Penegakan hukum merupakan kegiatan untuk
menyerasikan hubungan antar nilai-nilai yang terjabarkan dalam sikap tindak dan
kaidah-kaidah mantap sebagai suatu rangkaian penjabaran nilai tahap akhir (Soejorno Soekanto,
2018). dalam rangka menciptakan dan memelihara
serta mempertahankan kedamaian dalam pergaulan hidup.
Menurut Andi Hamzah (2016) menyatakan bahwa penegakan hukum adalah elemen dari hukum secara keseluruhan yang berlaku di sebuah Negara dengan mengadakan aturan-aturan dan unsur-unsur (Andi Hamzah, 2016), yaitu:
a. Menentukan sanksi berupa pidana khusus untuk siapapun yang melakukan pelanggaran tersebut.
b. Menentukan hal-hal apa saja yang melanggar larangan-larangan itu dapat dijatuhi pidana.
c. Menentukan bagaimana cara pengenaan pidana itu dapat terlaksana jika larangan tersebut telah dilanggar.
Pada pelaksanaan peneyelenggaraan negara, pemerintah kerap
kali bertindak melawan hokum (Dimyati,
2018). Pada proses penegakan hukum Pembimbing
Kemasyarakatan memiliki andil penting, terutama dalam penelitian kemasyarakatan
dan bimbingan bagi klien pemasyarakatan, terkandung dalam rangkaian peradilan
dan hukum sesuai dengan pasal 2 Peraturan Menteri PAN RB Nomor 22 Tahun 2016
tentang Jabatan Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan, dan pasal 3 ayat 1 dan 2
menyatakan di bidang bimbingan kemasyarakatan merupakan penyelenggara teknis,
serta sebagai jabatan karier aparatur sipil negara.
Pada pasal 1
angka 4 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan menyebutkan bahwa pranata untuk melakukan bimbingan Klien
Pemasyarakatan dilaksanakan oleh Balai Pemasyarakatan. Pasal
31 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 mengenai� Pembinaan serta Pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan� mengungkakan� bahwa�
Kepala BAPAS wajib melaksanakan pembimbingan klien. Dalam pasal 32 ayat
2 PP Nomor 31 Tahun 1999 menyatakan Pembimbing Kemasyarakatan melaksanakan
bimbingan klien dan dititikberatkan kepada re-integrasi dengan masyarakat.
Di dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 pasal 6 ayat 3 menyebutkan bahwa ruang lingkup bimbingan kemasyarakatan dibedakan menjadi� (dua) antara lain anak dan dewasa yang meliputi:
a. Terpidana bersyarat.
b. Narapidana, anak pidana serta anak Negara yang mendaatkanpembebasan bersyarat ataupun cuti menjelang bebas.
c. Anak Negara yang berdasarkan putusan pengadilan, pembinaannya diberikan
Terhadap� orang tua asuh serta badan sosial.
d. Anak Negara yang berdasarkan keputusan Menteri ataupun pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang ditunjuk, bimbingannya diberikan� kepada orang tua asuh ataupun badan sosial.
e. Anak yang berdasarkan penetapan pengadilan, bimbingannya diserahkan� kepada orang tua atauun walinya.
Pembimbing
kemasyarakatan merupakan fungsional penegak hukum yang melakukan pengawasan,
pembimbingan, penelitian kemasyarakatan, dan pendampingan anak pada proses
peradilan pidana sesuai dengan pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2018.
Oleh karena itu diperlukan optimalisasi peran dari
Balai Pemasyarakatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
sehingga tujuan dari sistem pemasyarakatan dapat terwujud serta mengetahui
kendala-kendala yang dihadapi oleh Balai Pemasyarakatan dalam melakukan
pembimbingan klien pemasyarakatan.
Metode Penelitian
Pendekatan masalah yang pergunakan dalam penelitian ini terdapat dua
yaitu pendekatan perundang-undangan (statue
approach) adalah pendekatan penelitian dengan menggunakan� legislasi dan regulasi,� dan pendekatan� kasus (case
approach) yaitu pendekatan penelitian yang didasarkan pada ratio decidendi, yakni sebab-sebab hukum
yang dipakai oleh hakim untuk sampai kepada putusannya (Marzuki, 2017).
Teknik pengumpulan data menggunakan metode penelitian lapangan (field research) yaitu melakukan
pengumpulan data langsung melalui wawancara dengan Pembimbing Kemasyarakatan
pada Balai Pemasyarakatan Kelas II Gorontalo terkait dengan pola pembimbingan
klien pemasyarakatan, dan penelitian kepustakaan (library research), yakni penelitian yang dilaksanakan agar memperoleh
data sekunder yang berkaitan dengan penelitian ini.
Dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif, yaitu analisis yang bersifat menggambarkan peraturan-peraturan yang berlaku, kemudian dinarasikan yang dihubungkan dengan fakta atau keadaan atas suatu objek dan statistik untuk memberikan deskripsi lebih jelas pada permasalahan yang ada agar memudahkan mengambil suatu kesimpulan.
A. Optimalisasi Peran Balai Pemasyarakatan Dalam
Melakukan Pembimbingan Klien Pemasyarakatan
1. Pengertian Pembimbing Kemasyarakatan
Pada�
masa� Pemerintahan��
Belanda,�� sejak� berdirinya�
institusi� reklasering di Indonesia,
di dalam pelayanan hukum terhadap masyarakat yang dikenai dengan nama Ambtenaar
der Reclassering �pegawai negeri istimewa� yang
dalam bahasa �Inggris disebut dengan
istilah Probation Officer. Pada Tahun 1968 berubah
menjadi pembimbing kemasyarakatan. Dalam Wetboek
van Strafrecht yang pada 1917 atau yang dikenal dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana, selanjutnya disingkat KUHP, yang
diberlakukan mulai 1 Januari 1918. Pada pasal 14 ayat
(2) KUHP menyatakan bahwa Hakim dapat menetapkan kepada seorang Ambtenaar
agar memberi bantuan kepada sistem hukum tentang perjanjian istimewa itu.
Dalam pasal 11 ayat (1) KUHP menyebutkan setiap daerah yang memiliki
pengadilan negeri terdapat seorang pegawai istimewa atau yang dimaksud dengan
Pembimbing Kemasyarakatan. Dan ayat (2)
menyebutkan bahwa mereka mendapat bantuan pegawai istimewa atau wakil pegawai
istimewa, yang kedudukannya ditetapkan oleh Menteri Kehakiman.
Pada pasal 12 disebutkan bahwa untuk kepentingan pengawasannya
pembimbing kemasyarakatan diwajibkan jaksa oleh Menteri Kehakiman.
Dan pasal 14 yang mengatakan pembimbing kemasyarakatan yang
dapat menjalankan pekerjaan itu ditunjuk oleh Menteri Kehakiman.
Setiap kegiatan dalam organisasi ataupun kelembagaan sudah tentu ada
pelaku atau personal yang melaksanakan aktivitas, seperti halnya pada Balai
Pemasyarakatan melalui Pembimbing Kemasyarakatan. Pembimbing
kemasyarakatan memiiki tugas khusus dalam proses penegakan hukum. Pembimbing kemasyarakatan adaah salah satu bagian dari sistem tata
peradilan pidana, seperti halnya polisi, jaksa, hakim, atau pengacara. Dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-PK.04.10
Tahun 1998 mengenai Tugas, Kewajiban serta Syarat-Syarat bagi Pembimbing
kemasyarakatan diperhitungkan bahwa pembimbing kemasyarakatan sebagai pegawai/petugas
pemasyarakatan terhadap balai pemasyarakatan yang ditunjuk dan/atau diangkat
serta diberhentikan menjadi pembimbing kemasyarakatan oleh Menteri berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang sudah ditetapkan Pembimbing kemasyarakatan
bertanggung jawab atas pengimplementasi tugas serta kewajibannya kepada kepala
Balai Pemasyarakatan. Undang-Undang RI Nomor
11 Tahun 2012 mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan bahwa pembimbing
kemasyarakatan ialah pejabat fungsional penegak hukum yang melakukan penelitian
kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan serta�
pendampingan kepada anak, baik di dalam ataupun di luar proses peradilan
pidana.
Menurut Soemarsono A. Karim, selaku Pekerja Sosial Kehakiman (Social
Worker in Correctional Field) yang sekarang sering disebut sebagai
Pembimbing Kemasyarakatan merupakan pegawai yang bertugas menyajikan data
mengenai diri klien, keluarga serta masyarakat, latar belakang
serta sebab-sebab mengapa seorang anak hingga melaksanakan �pelanggaran hukum, antara lain melakukan
pendekatan menggunakan salah satu metode ilmu pekerja sosial (Karim, 2011).
Untuk bisa melaksanakan
tugas dalam konseling, seorang pembimbing kemasyarakatan harus memulai dari
diri sendiri, membekali dengan ilmu pengetahuan dan pemahaman tentang konseling
dan keagamaan, baru melaksanakan konseling untuk orang lain dan siap berhadapan
dengan klien (Hamdani Bakran Adz-Dzaky, 2011).
Data yang diungkap tersebut
dituangkan dalam bentuk suatu laporan yang sekarang dikenal dengan nama Laporan Penelitian Kemasyarakatan (litmas). Dalam
perkembangan selanjutnya Laporan Penelitian Kemasyarakatan (litmas) digunakan
juga untuk proses pembinaan warga binaan pemasyarakatan di Lembaga
Pemasyarakatan maupun di Rumah Tahanan Negara yaitu untuk litmas tahap awal,
litmas Cuti Mengunjungi Keluarga, litmas asimilasi, litmas untuk Cuti Menjelang
Bebas, Cuti Bersyarat, dan Pembebasan Bersyarat. Pembimbing Kemasyarakatan mempunyai
disiplin ilmu mengenai Pekerjaan Sosial disamping disiplin ilmu lainnya dalam
usaha pengimplementasi bimbingan klien sdengan cara
tersusun.
Sebutan Pembimbing
Kemasyarakatan dibuat oleh almarhum Bapak R. Waliman Hendrosusilo untuk mengganti
istilah asing Ambtenaar der Reclassering yang dipakai di negara Belanda
ataupun Probation Officer yang dipakai negara-negara Barat ataupun Asia.
Penyebutan ini memiliki tujuan, yaitu untuk mengadakan kesetaraan antara
Polisi, Jaksa, Hakim, Panitera, Pengacara, atau Pembela Hukum sebagai
petugas penegak hukum.
2. Pengertian Pembimbingan
Definisi
yang dikemukakan pertama kali dalam Year�s Book of Education 1995, yang
menyebutkan bahwa bimbingan adalah proses untuk membantu individu dengan usahanya
sendiri dalam menemukan dan mengembangkan kemampuan agar memperoleh kebahagiaan
pribadi dan kemanfaatan social (Amin, 2010).
Pembimbingan merupakan tindakan, usaha, dan kegiatan dalam
memperoleh hasil lebih baik yang dilakukan secara berdayaguna dan berhasil guna.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pembimbingan berarti pemberian petunjuk (penjelasan) cara untuk mengerjakan sesuatu. Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 mengenai Pemasyarakatan penjelasan Pasal 5 huruf c serta d berbunyi yang diartikan dengan pendidikan serta pembimbingan ialah bahwa pelaksanaan pendidikan dan pembimbingan diselenggarakan berdasarkan Pancasila antara peranan jiwa, kekeluargaan, keterampilan, kerohanian dan kesempatan untuk menunaikan ibadah.
Definisi
tentang pembimbingan juga terdapat pada beberapa peraturan pemerintah, antara
lain Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 mengenai Pembinaan serta Pembimbingan
Warga Binaan Pemasyarakatan pasal 1 angka 2 mengungkakan bahwa Pembimbingan ialah pemberian tuntunan untuk menaikan
kualitas ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Intelektual,
sikap serta perilaku, profesional,
kesehatan jasmani serta rohani,
klien pemasyarakatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan menyatakan bahwa Pembimbingan adalah pemberian tuntutan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Intelektual, sikap dan prilaku, kesehatan jasmani dan rohani klien pemasyarakatan.
Dalam melakukan pembimbingan terdapat tahapan-tahapan proses pembimbingan yang ditetapkan melalui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan, antara lain :
1)
Pengumpulan data
2)
Penelahaan dan pengungkapan masalah
3)
Penyusunan rencana pembimbingan
4)
Monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan program
5)
Supervisi
6)
Pembimbingan lanjutan
7)
Pengakhiran pembimbingan
3. Pengertian Klien Pemasyarakatan
Dalam Peraturan Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2018 Pasal 1 angka 13 dan Undang-undang
Nomor 12 Tahun 1995 pasal 1 angka 9 menyebutkan bahwa klien pemasyarakatan yang
selanjutnya di sebut klien adalah seseorang yang ada pada situasi dalam
bimbingan BAPAS. Berdasarkan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1995 mengenai
Pemasyarakatan, Bab II Pasal� 42, yang dimaksud
dengan Klien Pemasyarakatan
meliputi :
1) Terpidana Bersyarat;
2) Narapidana, anak Pidana serta Anak Negara yang memperoleh Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Menjelang Bebas (CMB) serta Cuti Bersyarat (CB);
3) Anak Negara yang berdasarkan Putusan Pengadilan, pembinaan diberikan terhada orang tua asuh atauun badan sosial;
4) Anak Negara yang berdasarkan Keputusan Menteri atauun Pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang ditunjuk, bimbingannya diberikan kepada orang tua asuh ataupun badan sosial;
5) Anak yang berdasarkan penetapan pengadilan bimbingannya dikembalikan kepada orang tua atau walinya.
Bimbingan kemasyarakatan adalah upaya yang
dilakukan oleh anak didik pemasyarakatan, dalam menghindari terjadinya
pengulangan kembali pelanggaran hukum yang dilakukannya (Gultom, 2014).
Balai Pemasyarakatan adalah unit pelaksana teknis
pemasyarakatan yang menangani pembinaan dan pembimbingan klien pemasyarakatan
yang dimana adalah warga binaan pemasyarakatan yang dibimbing oleh Bapas
terdiri dari dewasa dan anak (Kusumaningrum &
Supatmi, 2012).
Menurut
(Insan Firdaus, 2019) saat ini Pembimbing Kemasyarakatan sebagai Aparatur Sipil
Negara (ASN) memiliki 3 (tiga) kedudukan (Firdaus, 2019), yaitu:
1) Aparat Penegak Hukum
Pembimbing
Kemasyarakatan mempunyai tugas dan fungsi untuk ikut serta dalam setiap proses
tahapan peradilan pidana anak. Kedudukannya sejajar dengan
aparat penegak hukum lainnya seperti Polisi, Jaksa dan Hakim.
2) Petugas Kemasyarakatan
Pembimbing Kemasyarakatan mempunyai peran penting dalam mencapai tujuan
sistem pemasyarakatan, yaitu membimbing warga binaan pemasyarakatan agar dapat
berintegrasi dan diterima kembali oleh lingkungan masyarakat.
3) Pejabat Fungsional
Pembimbing
Kemasyarakatan harus memiliki keahlian dan keterampilan khusus untuk melakukan
tugas dan fungsi bimbingan kemasyarakatan. Oleh karena itu, untuk menduduki jabatan fungsional Pembimbing
Kemasyarakatan harus memiliki kompetensi dan memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan.
Tugas dan fungsi Pembimbing Kemasyarakatan dalam melakukan pembimbingan
secara garis besar tercermin dalam pasal 1 angka 6 Peraturan Pemerintah Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan
yang menyatakan bahwa Pembimbing Kemasyarakatan adalah petugas pemasyarakatan
yang melaksanakan pembimbingan klien di Balai Pemasyarakatan. Yang melaksanakan
fungsi penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan
terhadap anak di dalam dan di luar proses peradilan pidana (Hukum & Nomor,
21AD). Dalam melakukan pembimbingan klien
pemasyarakatan�� dilaksanakan�� melalui��
3�� (tiga)�� tahap��
pembimbingan,�� yaitu bimbingan
tahap awal, bimbingan tahap lanjutan dan bimbingan tahap akhir seperti tertuang
pada pasal 33 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 dan pasal 33 ayat
2 yang berbunyi Penyelenggaraan pembimbingan dari satu tahap ke tahap lain
ditetapkan melalui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan berdasarkan data dari
Pembimbing Kemasyarakatan.
Dalam melakukan pembimbingan uraian tugas jabatan
Pembimbing Kemasyarakatan yang dilakukan antara lain meliputi pembimbingan
klien anak, pembimbingan klien dewasa, melakukan bimbingan kepribadian dan
melakukan bimbingan kemandirian. Untuk tingkat jabatan Pembimbing
Kemasyarakatan yaitu tingkat jabatan Pertama sampai Madya dalam melakukan
fungsinya dapat melakukan pembimbingan.
Tugas dan fungsi Pembimbing Kemasyarakatan
tentunya berkaitan dengan tugas dan fungsi Balai Pemasyarakatan. Jika dilihat dari struktur organisasi Bapas terdiri dari Kepala
Bapas, Sub Bagian Tata Usaha, Seksi Bimbingan Klien Dewasa dan Seksi Bimbingan
Klien Anak. Sebelum Pembimbing Kemasyarakatan masuk ke
dalam rumpun jabatan fungsional, jelas pembagian kerja di Bapas sesuai dengan
seksi yang ada. Dimana pembimbingan dilakukan oleh
pegawai yang berada di seksi masing-masing seksi. Misalnya
pegawai yang ada pada seksi bimbingan klien dewasa melakukan pembimbingan untuk
klien dewasa, dan pegawai yang ada pada seksi bimbingan klien anak melakukan
pembimbingan untuk klien anak.
Namun saat ini dengan adanya jabatan Fungsional
Pembimbing Kemasyarakatan perlu diperjelas kedudukan jabatannya pada struktur
organisasi Bapas. Saat ini penempatan
Pembimbing Kemasyarakatan secara struktur masih ditempatkan pada seksi
bimbingan klien dewasa dan seksi bimbingan klien anak. Sehingga pembagian kerja atau pelaksanaan tugas Pembimbing
Kemasyarakatan berdasarkan klien yang ada. Struktur Keputusan Menteri
Kehakiman RI Nomor M.02-PR.07.03 Tahun 1987 dan perbaikan Keputusan Menteri
Kehakiman RI Nomor M.01.PR.07.03 Tahun 1997 belum mengakomodir garis tugas
untuk Pembimbing Kemasyarakatan sehingga perlu penegasan garis tugas pada
struktur.
Di dalam Perka BKN Nomor 5 Tahun 2017 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Jabatan Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan
secara detail telah diatur tentang unsur kegiatan tugas yang dilakukan oleh
Pembimbing Kemasyarakatan. Adapun unsur aktivitas tugas
jabatan Pembimbing Kemasyarakatan yang bisa dinilai angka kreditnya, terdiri
dari unsur utama dan unsur penunjang. Unsur utama kegiatan Pembimbingan Kemasyarakatan terdiri atas
pendidikan, bimbingan kemasyarakatan, dan pengembangan profesi. Jika
dilihat dari secara detail di dalam unsur bimbingan kemasyarakatan meliputi
penelitian kemasyarakatan, pendampingan, pembimbingan, pengawasan, dan sidang tim pengamat pemasyarakatan.
Dalam melakukan pembimbingan terhadap klien
pemasyarakatan Pembimbing Kemasyarakatan harus memahami prinsip-prinsip
pembimbingan antara lain : prinsip penerimaan, prinsip komunikasi, prinsip
individualisme, prinsip partisipasi, prinsip kerahasiaan, prinsip
kesadaran diri dari Pembimbing Kemasyarakatan, sikap tidak menghakimi,
rasionalitas, empati, ketulusan, dan kejujuran.�
Dari segi metode, pembimbingan
terbagi atas 2 (dua), antara lain metode pokok dan metode bantu.
Metode merupakan suatu prosedur kerja yang teratur dan sistematis yang
digunakan oleh Pembimbing Kemasyarakatan (PK) dalam proses pembimbingan
terhadap klien pemasyarakatan. Metode pokok terdiri dari :
a. Bimbingan Individual (case work): dilakukan secara individual dengan tatap muka dan terapi tertentu.
b. Bimbingan Kelompok (group work) : dilakukan secara berkelompok sebagai upaya untuk melakukan perubahan perilaku klien dengan menggunakan kekuatan kelompok.
c. Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat (community organization) : dilakukan dengan menggunakan kekuatan/partisipasi sosial masyarakat.
Sedangkan Metode Bantu terdiri dari :
a. Aksi Sosial
Proses yang
dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan merupakan bentuk aksi sosial yang
diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
b. Penelitian Kemasyarakatan (litmas)
Pada pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor
31 Tahun 1999 mengungkapkan bahwa aktivitas penelitian untuk mengetahui latar
belakang kehidupan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang dilaksanakan oleh
Balai Pemasyarakatan (BAPAS).
Teknik yang digunakan dalam melakukan pembimbingan antara lain : percakapan
awal, ventilasi, dorongan, reasuransi, konfrontasi, konflik, manipulasi,
universalisasi, pemberian nasihat dan bimbingan, aktivitas dan program, diskusi
logis, penghargaan dan hukuman, berlatih peran dan demonstrasi, serta latihan
dinamika kelompok/permainan kelompok/kepustakaan dan alat audio visual.
Dalam melakukan pembimbingan klien pemasyarakatan Pembimbing Kemasyarakatan
harus diberikan keterampilan dalam pembimbingan meliputi :
differential diagnosis, timing,
partialization, focus, esthablishing partnership, structure, emphaty,
kenyamanan, problem solving,
komunikasi, basic helping skills,
engagement skills, dan observation
skills.
Maka dari itu beberapa tujuan yang hendak dicapai
oleh Pembimbing Kemasyarakatan dalam melakukan pembimbingan klien
pemasyarakatan, yaitu (Oktoriny Fitira, 2019):
1)
Menyadari
kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya
2)
Tidak
melaksanakan kembali tindakan yang melanggar hukum tindak pidana
3)
Bisa memperbaiki
dirinya
4)
Bisa
diterima kembali oleh masyarakat di tempat tinggalnya
5)
Memiliki
aktif dalam pembangunan Indonesia
6)
Bisa hidup
secara wajar seaku warga masyarakat yang baik serta bertanggung jawab.
B.
Hambatan-Hambatan
Ada beberapa hambatan yang di hadapi oleh Pembimbing Kemasyarakatan dalam optimalisasi pembimbingan klien pemasyarakatan, antara lain: Keuangan merupakan hal utama yang mempengaruhi segala sesuatu apa yang akan kita lakukan begitupun dalam pembimbingan di pemasyarakatan dalam pelaksanaan dibutuhkan peralatan dan bahan-bahan sebagai pendukung. Dalam proses pembimbingan, pembimbing kemasyarakatan adalah kunci yang tidak dapat tidak mempunyai peran utama, hal dasar yang mempengaruhi cara dan tindakan dalam menjalankan tugas semua itu berkaitan dengan sistem pemasyarakatan. Tentu saja membutuhkan tempat dan alat sebagai sarana penunjang, perlengkapan tidak cukup hanya sekedar ada akan tetapi setiap sarana dan prasarana harus memenuhi standar yang telah ditentukan. Lancar atau tidaknya pembimbingan tidak selalu didasarkan kepada Petugas, dengan kurangnya minat dari Klien Pemasyarakatan untuk berubah kearah yang lebih baik, merupakan faktor utama. Namun mereka tidak memahami bahwa itu akan merugikan bagi mereka untuk menjadi lebih baik. Belum juga adanya kesadaran terhadap kesalahan yang mereka lakukan, juga belum adanya kesadaran akan hukum yang mereka miliki. Setiap kegiatan membutuhkan pengawasan sehingga apa yang dilakukan dapat berjalan dengan baik dan sesuai aturan begitu juga dengan pembimbingan yang dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan, ataupun berkaitan dengan kebijakan yang dibutuhkan, tanpa ada pengawasan dimungkinkan akan keluar dari aturan yang telah ditetapkan.
Selain dari hambatan yang dihadapi diatas
stigma negatif masyarakat terhadap klien pemasyarakatan dirasakan masih ada,
sehingga proses reintegrasi yang dilalui oleh klien menjadi berat (Sucipto, 2018).
Kesimpulan
Pengaturan mengenai fungsi pembimbingan
dan tugas pembimbing kemasyarakatan telah diatur dalam Undang-undang
Pemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah.
Dalam melakukan pembimbingan klien pemasyarakatan dilakukan dengan 3 (tiga) cara pembimbingan, yakni bimbingan tahap awal, bimbingan
tahap lanjutan, dan bimbingan tahap akhir yang pelaksanaan bimbingan dari satu langkah
ke langkah lainnya ditetapkan melalui sidang TPP. Tugas jabatan Pembimbing
Kemasyarakatan yang dilakukan antara lain meliputi
pembimbingan klien anak, pembimbingan klien dewasa, melakukan bimbingan
kepribadian, dan melakukan bimbingan kemandirian.
Dalam melakukan pembimbingan klien
pemasyarakatan Pembimbing Kemasyarakatan sangat membutuhkan dan menguasai
prinsip-prinsip pembimbingan, metode pembimbingan, teknik pembimbingan, serta
keterampilan pembimbingan. Sehingga dapat
membantu dalam memenuhi tugas, fungsi dan peran seorang Pembimbing
Kemasyarakatan sesuai dengan amanat perundang-undangan dan dapat menjadi
semacam tangga untuk masuk ke dalam� bangunan pembimbingan secara utuh.
Hambatan-hambatan
yang dihadapi antara lain keuangan, sarana prasarana,
minat klien pemasyarakatan dalam mengikuti bimbingan dan kurangnya keterampilan
pembimbing kemasyarakatan itu sendiri.
Bibliografi
Amin, S. M. (2010). Bimbingan dan konseling Islam.
Amzah.
Andi Hamzah. (2016). Asas-asas Hukum Pidana,
Makassar : Yarsif Watampone. Makassar.
Dimyati, A. (2018). Formulasi Hukum Pidana Dalam
Menetapkan Kerugian Negara Pada Tindak Pidana Korupsi. Syntax Literate;
Jurnal Ilmiah Indonesia, 3(1), 21�33.
Firdaus, I. (2019). Peranan pembimbing kemasyarakatan
dalam upaya penanganan overcrowded pada lembaga pemasyarakatan. Jurnal
Ilmiah Kebijakan Hukum, 13(3), 339�358.
Gultom, M. (2014). Perlindungan hukum terhadap anak
dalam sistem peradilan pidana anak di Indonesia. Refika Aditama.
Gunawan, M. S. (2018). Rekonstruksi Negara Hukum Pancasila
Dalam Penyelenggaraan Kekuasaan Di Indonesia Berdasarkan Uud 1945rekonstruksi
Negara Hukum Pancasila Dalam Penyelenggaraan Kekuasaan Di Indonesia Berdasarkan
Uud 1945. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 3(2), 58�69.
Hamdani Bakran Adz-Dzaky. (2011). Psikoterapi dan
Konseling Islam. Yogyakarta: Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru.
Hukum, P. M., & Nomor, H. A. M. R. I. (21AD).
Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi. Asimilasi, Cuti
Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti
Bersyarat.
Karim, S. A. (2011). Metode dan Teknik Pembuatan
Litmas untuk Persidangan Perkara Anak di Pengadilan Pembinaan Warga Binaan
Pemasyarakatan. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kementerian Hukum
Dan HAM, Jakarta.
Kusumaningrum, S., & Supatmi, M. S. (2012). Mekanisme
pembinaan, rehabilitasi, dan reintegrasi sosial bagi anak di Indonesia: studi
terbatas terhadap anak dalam sistem pemasyarakatan. Pusat Kajian
Perlindungan Anak dan Departemen Kriminologi, FISIP Universitas �.
Marzuki, M. (2017). Penelitian Hukum: Edisi Revisi.
Prenada Media.
Oktoriny Fitira. (2019). Tesis Peranan Pembimbing
Kemasyarakatan Terhadap Klien Pemasyarakatan di Bapas Kelas I Padang.
Padang.
Rifa�i, A. B. (2017). Penggunaan Nash Dan Tuntutan
Mashlahah. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(4), 1�19.
Soejorno Soekanto. (2018). Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: Jakarta : Grafindo Persada.
Sucipto, H. dan I. W. (2018). Peran Balai
Pemasyarakatan Dalam Bimbingan Klien Narkotika Guna Mencegah Pengulangan TIndak
Pidana, Kudus. Kudus.