Volume
4, No. 2 Februari 2023
p-ISSN 2722-7782 |
e-ISSN 2722-5356
DOI: https://doi.org/10.46799/jsa.v4i2.531
ANALISIS
DESTRUCTION TEST TOWER SUTET DIBANDINGKAN DENGAN SOFTWARE MS TOWER DAN SAP 2000
Eko Bayu Aji, Johannes Tarigan, Emma
Patricia Bangun
Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara,
Indonesia
Abstrak:
Sistem saluran transmisi yang saat ini tengah
berkembang pesat di Sumatera memerlukan jaringan interkoneksi utama yang kuat
untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik koridor Barat, maka PT. PLN selaku
penyedia usaha tenaga kelistrikan di Indonesia melakukan perencanaan serta
destruction test perancangan tower SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi)
model baru tinggi 66,6 meter dengan spesifikasi slim
tower 275 kV lattice BB+15 quadrapole zebra (435/55 mm2) 2 cct. Penelitian ini
bertujuan untuk mempelajari perilaku keruntuhan tower yang diakibatkan oleh
beban-beban yang bekerja, menganalisis dan membandingkan tingkat kesesuaian
deformasi tower dan mode shape antara software MS Tower dan SAP 2000 dengan
hasil destruction test. Analisis deformasi SAP 2000 menyampaikan hasil bahwa
tower tersebut tidak stabil pada bagian leg akibatnya tower mengalami
keruntuhan global yang disebabkan oleh kekosongan batang tower pada bagian hip bracing.
Perbandingan nilai natural frequency dengan metode Rao et al (2004),
GB50009-2001 dan ASCE 74 setalah perbaikan berupa penambahan batang besi siku
pada bagian hip bracing, nilai yang mendekati adalah standar ASCE 74 dengan
nilai 2-4 Hz. Perkiraan natural frequency standar ASCE 74 dapat digunakan dan
dijadikan rekomendasi dalam perancangan tower transmisi. Software SAP 2000
dapat dijadikan sebagai pembanding desain tower transmisi dengan prilaku space
truss (frame release) untuk baut berjumlah 1 dan dianalisis dengan space frame.
Kata
Kunci: Tower, SUTET, Destruction Test, MS Tower, SAP 2000.
Abstract:
The transmission line system, which is currently growing
rapidly in Sumatra, requires a reliable interconnection to meet the demand for
electricity in the west region. PT. PLN as a provider of electricity in
Indonesia conducted planning and destruction tests to design a new model Extra
High Voltage (SUTET) tower with specification of 66.6 meters height, slim type
tower, 275 kV, lattice BB+15, quadrapole zebra (435/55 mm2) 2 cct. This
research aims to study the behavior of tower collapse caused by working loads,
analyze and compare the suitability of tower deformation and mode shape between
MS Tower and SAP 2000 with the results of the destruction test. Deformation
analysis with SAP 2000 showed that the tower was unstable in the legs as a
result of which the tower experienced global collapse caused by the vacancy of
the tower stem in the hip bracing section (not triangulated). Comparison of
natural frequency with the method of (C. N. R. Rao et al., 2004), GB50009-2001 and ASCE 74 after improvement in the hip bracing, the
natural frequency that approaches is ASCE 74 with a value of 2-4 Hz. ASCE 74
natural frequency can be used as a reference and recommendation in the design
of transmission towers. SAP 2000 can be used as a comparison of transmission
tower designs with space truss (frame release) behavior for 1 bolt and analyzed
by space frame model.
Keywords: Adolescent Girls, Body
Dissatisfaction, Eating Disorder, Instagram.
Article History
Diterima : 14 Januari 2023
Direvisi : 19 Februari 2023
Publish : 28 Februari 2023
PENDAHULUAN
Industri
ketenagalistrikan di bidang transmisi sangat unik. Hal ini berdasarkan
pemikiran bahwa untuk setiap desain tower model baru, serangkaian pengujian seperti uji tarik
material (tensile test), uji perakitan (assembly test), serta uji pembebanan
skala penuh (destruction test) wajib untuk di laksanakan (Tambunan, 2020). Tujuan pengujian ini adalah untuk menghindari
kegagalan konstruksi tower yang dapat membahayakan manusia, menghindari
kegagalan sistem kelistrikan di suatu wilayah, serta menghindari kerugian biaya
yang lebih besar akibat kegagalan konstruksi pada saat beroperasinya tower
tersebut dalam mengaliri arus listrik.
Setiap
destruction test tower mengeluarkan biaya + Rp. 3.000.000.000,-.
Biaya ini belum termasuk jika pengujian mengalami kegagalan atau dengan kata
lain tower yang dirancang belum memenuhi persyaratan standar IEC 60652 karena
adanya peralatan test dan bahan material tower yang mengalami kerusakan. Dengan
demikian, perancangan yang matang dan metode yang tepat sebelum melakukan
pengujian destruction test perlu diupayakan. (Alazhari, 2014) mengemukakan bahwa ketika destruction test
dilakukan pada sebuah tower berdasarkan standar IEC 60652 dan hasilnya tidaklah
sama dengan hasil perancangan (desain), maka perlu analisis lebih lanjut.
Standar
SPLN T.5.004 tahun 2010 beserta pembaharuannya SPLN T5.014-1 tahun 2021 tentang
perancangan Kriteria Desain Saluran Udara Tegangan Tinggi Dan Saluran Udara
Tegangan Ekstra Tinggi Tower Rangka Baja (latticed steel tower) adalah standar
yang digunakan pada perancangan tower rangka baja di lingkungan PLN yang berisi
“Pada umumnya struktur tower rangka baja untuk saluran transmisi bersifat cukup
kaku sehingga analisis elastik linier cukup memadai, namun untuk struktur tower
rangka baja yang sangat lentur atau yang struktur tower yang menggunakan kawat
skur, tower dengan bentuk struktur slim atau compact perlu ditinjau dengan menggunakan
analisis elastik non-linier, tidak mensyaratkan secara jelas klasifikasi yang
dimaksud dengan struktur slim tower. Hal serupa juga tidak terdapat pada ASCE
Manual No.74 Guideline for Electrical Transmission Line Structural Loading yang
sering digunakan oleh insinyur sipil di dunia.
Tantangan
selanjutnya bagi engineer tower adalah perilaku keruntuhan tower pada kondisi
beban yang kompleks tidak dapat diprediksi secara konsisten dengan teknik saat
ini. Pengalaman yang ada menunjukkan perbedaan yang cukup besar antara
perancangan secara linier dengan hasil destruction test (Chan &
Albermani, 2008). Perilaku keruntuhan tower selama pengujian
destruction bermacam-macam. (N. P. Rao et al.,
2010) melakukan serangkaian penelitian keruntuhan tower
transmisi yang sering terjadi pada bagian leg dan common body baik itu main leg
ataupun bracing dengan persentase beban saat runtuh antara 90-105%. (Alazhari, 2014) melakukan penelitian terhadap tower transmisi
dimana keruntuhan terjadi pada beban 95% - 105% bagian leg.
Beberapa
keruntuhan tower dapat disebabkan berbagai macam hal seperti geometri,
material, dan non linieritas. Jika tidak ada kondisi yang membatasi timbulnya
sifat non-linier material dan geometri, sehingga struktur berprilaku linier
seperti yang di tunjukkan garis 1, maka besarnya deformasi akan proporsional
dengan besarya beban yang ada, kondisi ini disebut elastis linier (Nuroji et al., n.d.). Jika material non-daktail (getas) maka beban-beban
yang relatif rendah dapat terjadi keruntuhan (kurva-8). Pada kondisi beban
relatif besar, mendekati runtuh, perilaku non-linier material dan geometri
tidak bisa diabaikan. Jika kondisi non linier pada
material terjadi yaitu tercapainya kondisi leleh pada baja maka perilaku
struktur seperti terlihat kurva-2. Untuk non linier
geometri, yaitu terjadinya tekuk maka akan berprilaku seperti kurva-3. Jika
material dan geometri terjadi non linier secara
bersama-sama, akan ada pengurangan kinerja struktur seperti kurva 5. Bahkan
jika non linier geometri terjadinya pada level elemen penampang, yaitu tekuk
lokal, maka kinerja struktur akan berkurang drastis, lihat kurva 7 (Trahair, 2008).
Gambar 1
Perilaku
keruntuhan elemen struktur
sumber : (Trahair, 2008)
Tesis ini menganalisis hasil
destruction test yang dilakukan pada tower SUTET model baru tinggi 66,6 meter
dengan spesifikasi slim tower 275 kV lattice BB+15 quadrapole zebra (435/55 mm2)
2 cct diprediksi melalui software MS Tower dan SAP 2000 dengan metode
deformasi. Mempelajari perilaku keruntuhan tower yang diakibatkan oleh beban-beban
yang bekerja serta menganalisis keruntuhan yang terjadi dengan software MS
Tower dan SAP 2000. Menganalisa dan mensimulasikan struktur tower agar terjadi
keruntuhan lokal.
METODE
Laboratorium penelitian destruction test tower SUTET dengan ketinggian 66,6
m dan memiliki spesifikasi slim tower 275 kV lattice BB+15 quadrapole zebra
(435/55 mm2) 2 cct berada di kota Cilegon, provinsi Banten. Mengulas perihal
spesifikasi laboratorium di beberapa negara, bahwa laboratorium pengujian
destruction test tower di Indonesia memiliki kemampuan uji hingga lebar kaki
tower 33 meter, ketinggian maksimum tower 80 meter dan maksimum beban 250 kN (Leite et al.,
2013). Sudah puluhan tower yang di uji kehancuran
(destruction test) skala penuh di laboratorium ini dengan berbagai penyebab
kegagalan.
Dalam penulisan ini, data pembebanan tower
berdasarkan standar PLN. Pada bagian ground wire cross arm yang terdapat pada
Gambar 2 di bawah ini:
Gambar 2
Komponen-komponen pada out line slim tower
Terdapat dua buah kabel yang sifatnya sebagai penangkal
petir disebut dengan ground steel wire (GSW) 95 dan optical ground wire (OPGW)
100 sedangkan pada bagian top, middle dan bottom cross arm dipasang konduktor
jenis ACSR 435/55 sebanyak 4 buah. Besaran gaya tarik konduktor didasarkan pada
tipe konduktor, tegangan yang dialirkan dan kondisi cuaca lingkungan. Tarikan
konduktor maksimum ini harus dipertimbangkan dalam perencanaan dan perhitungan
lattice tower. Berdasarkan standar SPLN, design sagging pada konduktor dengan
spesifikasi yang telah ditunjukkan pada Tabel 1. sebagai berikut:
Tabel 1
Sagging Design
No |
Jenis Beban
Tarikan |
Satuan |
Beban |
Konduktor |
|||
1. |
Konduktor per
phasa (1 konduktor) |
Unit |
4 |
2. |
Max Working Tension (4 konduktor) |
kN |
212 |
3. |
Unbalance |
kN |
212 |
4. |
Cascade
Collapse |
kN |
106 |
Ground wire |
|||
5. |
Ground wire per Phase |
Unit |
1 |
6. |
Max Working Tension
(1 Ground wire) |
kN |
28 |
7. |
Unbalance |
kN |
28 |
8. |
Cascade
Collapse |
kN |
14 |
Design wind loading yang bekerja pada tower di tetapkan pada
Tabel 2.
Tabel 2 Design
wind loading
No |
Jenis
Beban Tarikan |
Satuan |
Beban (kN) |
1. |
Tower |
Unit |
235 |
2. |
Konduktor |
kN |
104 |
3. |
Ground wire |
kN |
104 |
4. |
Isolator |
kN |
104 |
Design span dari konduktor
dan ground wire di tetapkan berdasarkan dua kondisi, yaitu normal condition dan
unbalanced (broken) condition. Design span pada konduktor dan ground wire
ditampilkan pada Tabel 3 dan Tabel 4 sebagai berikut:
Tabel 3 Design span pada normal condition
No |
Jenis Beban Tarikan |
Panjang (meter) |
Konduktor |
||
1. |
Wind Span |
500 |
2. |
Weight Span |
1200 |
3. |
Uplift Span |
800 |
Ground Wire |
||
4. |
Wind Span |
500 |
5. |
Weight Span |
1200 |
6. |
Uplift Span |
800 |
Tabel 4 Design span pada broken condition
No |
Jenis Beban Tarikan |
Panjang (meter) |
Konduktor |
||
1. |
Wind Span |
375 |
2. |
Weight Span |
1200 |
3. |
Uplift Span |
800 |
Ground wire |
||
4. |
Wind Span |
375 |
5. |
Weight Span |
1200 |
6. |
Uplift Span |
800 |
Pembebanan
yang di perhitungkan meliputi beban vertikal, beban tranversal, beban
longitudinal normal condition, beban longitudinal unbalance condition dan
longitudinal cascade collapse condition.
Struktur
tower Lattice 275 kV Type BB+15 Slim Quadrapole Zebra dalam pemodelan struktur
tower terdapat beberapa komponen penting pembentuk tower, yaitu face, plan, hip
dan cross arm.
Setelah
melakukan analisis geometri tower dan dinyatakan sukses, tahapan selanjutnya
adalah memasukkan 160 kombinasi pembebanan yang sebelumnya telah di buat dan
disajikan dalam bentuk kerangka kombinasi beban (loading tree).
Tahap
selanjutnya adalah uji kehancuran (destruction test) pada skala penuh. Pada uji
ini, loadcell merupakan sebuah alat yang di gunakan untuk mengukur besar
pembebanan yang di terapkan pada struktur tower. Titik-titik posisi penarikan
dan penempatan loadcell dan jumlah keseluruhan lokasi penempatan loadcell
adalah 14 titik untuk penarikan beban arah longitudinal, 14 titik penarikan
arah transversal dan 8 titik penarikan arah vertikal. Empat belas titik
penarikan beban arah longitudinal dan transversal di tandai dengan huruf A, B,
C, D, E, F, G, H, J, K, L sedangkan 8 titik penarikan arah vertikal di tandai
dengan huruf A, B, C, D, E, F, G, H dapat dilihat pada gambar 3
sebagai berikut:
Gambar 3 Titik lokasi
pembebanan
(Sumber : SPLN T.5.014-1. 2021)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada
bagian ini
disajikan hasil dan analisis destruction tower SUTET tinggi 66,6 meter dengan
spesifikasi slim tower 275 kV lattice BB+15 quadrapole zebra (435/55 mm2) 2
cct. Sebagai pembanding antara desain dan hasil pengujian digunakan software MS
tower dan SAP 2000. Selain itu pemeriksaan kualitas material dan sambungan juga
dilakukan dengan analisis manual (Simatupang
et al., 2019).
Pemilihan
jenis pembebanan didasarkan pada 5 (lima) nilai stress rasio terbesar,
pengujian dilakukan dengan 5 jenis pembebanan (load case) yaitu :
1.
Load case 9870 : yang terdiri dari Angle 10, Normal Wind,
Maximum Vertical, Unbalanced, Condition 6, Broken Middle & Bottom Crossarm,
2.
Load case 9830 :
yang terdiri dari Angle 10, Normal Wind, Maximum Vertical, Unbalanced,
Condition 2 Broken Earthwire & Top Crossarm,
3.
Load case 9310 :
yang terdiri dari Angle 0, Wind 45 Deg, Maximum Vertical, Unbalanced, Condition
6 Broken Middle & Bottom Crossarm,
4.
Load case 9840 :
yang terdiri dari Angle 10, Normal Wind, Maximum Vertical, Unbalanced,
Condition 3 Broken Earthwire & Bottom Crossarm,
5.
Load
case 9850 : yang terdiri dari Angle 10,
Normal Wind, Maximum Vertical, Unbalanced, Condition 4 Broken Top & Middle
Crossarm.
Masing – masing
load case memiliki nilai pembebanan yang berbeda di setiap bagiannya. Dari
hasil pengujian yang telah dilakukan, tower mengalami keruntuhan pada beban
pertama yaitu load case 9870 (angle 10o, normal wind, maximum
vertical, unbalance condition 6) disaat beban 76%. Indikasi awal keruntuhan
terjadi pada bagian Leg Extension dengan perilaku keruntuhan yang ditunjukkan
pada gambar 4 sampai
dengan gambar 6 sebagai berikut:
Gambar 4
Rekaman CCTV Keruntuhan Tower |
|
|
|
|
Menurut
grafik (Trahair, 2008), ada 2 penyebab utama
yaitu material dan geometri, sehingga perlunya analisis terhadap sambungan,
material dan geometri. Analisis sambungan pada tower mengacu standar AISC
360-16 (Specification for Structural Steel Building) untuk plat sambungan
dimana besaran diameter lobang bor lebih besar 1,6 mm dari diameter baut.
Material baut menggunakan standar ASTM A394 grade 8.8 dimana diameter baut
kecil dari 16 mm dengan tensile strength 800 Mpa dan diameter baut besar dari
16 mm dengan tensile strength 830 MPa. Hasil analisis
sambungan menyatakan persentase perbandingan gaya yang bekerja terhadap
kemampuan material sambungan sangat kecil yaitu berkisar antara 22% hingga 29%.
Sehingga sambungan yang digunakan sangat baik pada riset ini.
Analisis
material dilakukan sebelum dan setelah pengujian tower destruction. Kualitas baja siku yang digunakan mengacu
pada JIS-G-3101 dengan dua jenis, yaitu SS 400 untuk mild steel dengan ultimate
tensile strength sebesar 400 MPa, dan SS 540 untuk high tensile
dengan ultimate tensile strength 540 Mpa (Dewangga, n.d.). Pengujian material pada bagian ini dikhususkan pada
material yang berada pada daerah leg yaitu L
60X60X5, L 70X70X5, L 80X80X6, L 100X100X8, L 120X120X8, dan L 175X175X15 di
mana tiap-tiap material diperoleh 3
benda uji. Hasil pengujian menyatakan bahwa tidak satupun kualitas material uji
yang berada di bawah standar JIS 3101 G.
Menindak
lanjuti penelitian dimana sering kali terjadi kegagalan tower pada sambungan
antara (cruciform leg) star angle
dengan equal angle akibat adanya eksentrisitas (Shukla et al., 2021). Namun hal ini tidak terjadi pada penelitian ini dimana kegagalan
terjadi pada bagian leg. Sambungan antara (cruciform leg) star angle
dengan equal angle terletak pada upper structure seperti yang
ditunjukkan pada gambar 7.
Gambar 7
Upper Structure
Analisis berikutnya adalah Deformasi tower,
untuk melihat kesamaan antara destruction dan software. Nilai deformasi tower pada dasarnya tidak ditentukan
oleh standar manapun, hanya saja hal tersebut dapat membantu memantau kekuatan
pada saat pengujian destruction test. Dengan bantuan monitoring
deformasi kita dapat menganalisis perilaku keruntuhan tower. (Murthy et al., 1990)
mensyaratkan 3 pilihan type tower untuk
menentukan deformasi sebuah tower, yaitu:
1. Tower sudut (tension) atau tower ujung (dead end) : 1/120 H (tinggi tower)
2. Tower gantung (suspension) : 1/100 H
(tinggi tower)
3. Tower dengan ketinggian > 160 M : 1/140 H
(tinggi tower)
Deformasi tower diukur dari arah transversal dan longitudinal. lokasi
pengukuran deformasi tower dapat dilihat dari gambar 8 sebagai berikut:
Gambar 8
Pengukuran deformasi
Nilai
deformasi tower dibandingkan antara desain MS Tower, SAP 2000 dan destruction test dengan pembebanan 50%
dan 75% load case 9870. Tabel 5 menunjukkan bahwa semakin besar beban yang
diperlakukan terhadap tower maka nilai deformasi antara hasil destruction
test dan MS tower semakin besar mencapai 2,52. Besarnya deformasi
tower saat destruction test dikarenakan lobang baut yang lebih besar dari baut
dan nilai elongation lebih besar dari standar. Dimana permasalahan
tersebut tidak diperhitungkan pada desain. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh (Prasad,
2004).
Tabel 5
Perbandingan
deformasi hasil destruction
test, software MS Tower dan SAP 2000 sebelum penambahan hip bracing
Deformasi Destruction Test |
Deformasi MS Tower |
Deformasi SAP 2000 |
|||||||||
TA |
TB |
LA |
LB |
TA |
TB |
LA |
LB |
TA |
TB |
LA |
LB |
----------------------------------------------------Persentase
Beban 50%---------------------------------- |
|||||||||||
0.21 |
0.07 |
0.32 |
0.17 |
0.155 |
0.079 |
0.156 |
0.091 |
0.178 |
0.080 |
0.162 |
0.077 |
Destruction
Test : Software |
1.36 |
0.88 |
2.06 |
1.86 |
1.18 |
0.87 |
1.97 |
2.22 |
|||
----------------------------------------------------Persentase
Beban 75%---------------------------------- |
|||||||||||
0.35 |
0.11 |
0.52 |
0.29 |
0.232 |
0.119 |
0.234 |
0.137 |
0.267 |
0.121 |
0.244 |
0.115 |
Destruction
Test : Software |
1.51 |
0.93 |
2.23 |
2.12 |
1.31 |
0.91 |
2.14 |
2.52 |
Gambar 9
Perbandingan
deformasi load case 9870 beban 75% MS Tower (a) dan SAP 2000 (b)
frequency MS Tower dan SAP 2000 tidak mendekati dalam
perkiraan beberapa standar dan penelitian terdahulu. Deviasi natural
frequency MS Tower dan SAP 2000
berdekatan pada mode ke 5 dan 6 yang bertranslasi secara global.
Tabel 6
Perbandingan natural frequency MS Tower dan SAP 2000.
No Mode |
MS Tower |
SAP 2000 Space Frame |
Deviasi SAP 2000 : MS
Tower |
Rao et al (2004) |
GB50009-2001 |
ASCE 74 |
||
Period |
Frequency |
Period |
Frequency |
Frequency |
Frequency |
Frequency |
||
Sec |
Hz |
Sec |
Hz |
Hz |
Hz |
Hz |
||
1 |
0.81 |
1.24 |
27.63 |
0.036 |
-97.09% |
1.099 |
0,2145 - 1,115 |
2,00 - 4,00 |
2 |
0.67 |
1.50 |
27.61 |
0.036 |
-97.59% |
0.909 |
0,2145 - 1,115 |
2,00 - 4,00 |
3 |
0.67 |
1.50 |
27.61 |
0.036 |
-97.59% |
0.909 |
0,2145 - 1,115 |
2,00 - 4,00 |
4 |
0.58 |
1.73 |
27.58 |
0.036 |
-97.91% |
0.788 |
0,2145 - 1,115 |
2,00 - 4,00 |
5 |
0.47 |
2.15 |
0.47 |
2.109 |
-1.88% |
0.635 |
0,2145 - 1,115 |
2,00 - 4,00 |
6 |
0.47 |
2.15 |
0.47 |
2.116 |
-1.59% |
0.635 |
0,2145 - 1,115 |
2,00 - 4,00 |
Analisis mode shape menghasilkan mode 1 sampai dengan mode 6
antara MS Tower dan SAP 2000 memiliki mode yang menyerupai (lihat tabel 7).
Mode 1-4 bertranslasi secara local sedangkan mode 5 & 6 bertranslasi secara
global. Hal ini berkebalikan dari beberapa penelitian (Qin & Yu, 2014) serta (Prasada
Rao et al., 2004) dimana mode 1 – 3 tower
bertranslasi secara global sedangkan mode shape 4 dan seterusnya tower
bertranslasi secara lokal. Mode 1-4 menyerupai dengan hasil destruction
test sesaat sebelum tower mengalami keruntuhan.
Sehubungan dengan (Trahair, 2008) pada gambar 1, dari beberapa analisis diatas disimpulkan penyebab keruntuhan adalah
ketidak sempurnaan geometri (imperfection geometry) akibat dari
kurangnya kekakuan. Untuk itu dilakukan penambahan batang tower pada bagian hip bracing seperti
yang ditujukan pada gambar 9 dan 10. Hip bracing befungsi sebagai pengaku dari face
panel. Persentase triangulated dengan adanya penambahan batang
menjadikan kecendrungan kontruksi tower ke arah space frame berkurang
dari 12,3% menjadi 11,9% dengan persamaan triangulated .
Gambar 10 Kekosongan hip bracing pada bagian leg tower dan Penambahan batang pada hip bracing
Desain tower di analisis kembali untuk melihat efek penambahan hip
bracing pada bagian leg tower. Tabel 8 merupakan perbandingan deformasi
yang disebabkan adanya load case 9870 setelah penambahan hip bracing.
Bentuk deformasi pada masing-masing software menunjukkan bentuk yang sama baik itu arah transversal
maupun arah longitudinal.
Table
7
Perbandingan Deformasi tower
setelah penambahan hip bracing
Arah Deformasi |
Transversal |
Longitudinal |
MS
Tower |
|
|
Arah Deformasi |
Transversal |
Longitudinal |
SAP
2000 |
|
|
Nilai deformasi juga dibadingkan
antara destruction tes dengan software MS Tower dan SAP 2000
setelah adanya penambahan hip bracing (lihat tabel 8). Rasio 1 adalah
nilai yang mendekati destruction test. Deformasi MS Tower dan SAP 2000
mendekati hasil destruction test baik saat pembebanan 50%, 75%, dan
100%.
Tabel
8 Perbandingan deformasi
hasil Destruction test, MS Tower, SAP 2000 setelah penambahan hip
bracing.
Deformasi
Destruction Test |
Deformasi
MS Tower |
Deformasi
SAP 2000 |
|
|||||||||
TB |
LA |
LB |
TA |
TB |
LA |
LB |
TA |
TB |
LA |
LB |
||
Persentase
Beban 50% |
|
|||||||||||
0.12 |
0.49 |
0.23 |
0.16 |
0.09 |
0.16 |
0.09 |
0.18 |
0.08 |
0.17 |
0.08 |
||
Destruction
Test : Software |
2.19 |
1.41 |
3.14 |
2.52 |
1.92 |
1.43 |
2.95 |
3.02 |
|
|||
|
||||||||||||
Persentase
Beban 75% |
|
|||||||||||
0.14 |
0.58 |
0.28 |
0.24 |
0.13 |
0.23 |
0.14 |
0.27 |
0.13 |
0.25 |
0.11 |
||
Destruction
Test : Software |
1.79 |
1.09 |
2.48 |
2.04 |
1.57 |
1.11 |
2.33 |
2.45 |
|
|||
|
||||||||||||
Persentase
Beban 100% |
|
|||||||||||
0.18 |
0.69 |
0.34 |
0.32 |
0.17 |
0.31 |
0.18 |
0.37 |
0.17 |
0.33 |
0.15 |
||
Destruction
Test : Software |
1.63 |
1.05 |
2.21 |
1.86 |
1.42 |
1.07 |
2.08 |
2.24 |
|
Analisa berikutnya adalah membandingkan mode shape (pola ragam)
dan natural frequency dari masing-masing software mode shape
ke 1 dan mode shape ke 6. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 9 yang
menunjukkan mode 1 dan 2 bertranslasi scara global sedangkan mode 3-6
bertranslasi secara local.
Table 9
Perbandingan
mode shape 1-6 MS Tower dan SAP 2000 setelah penambahan hip bracing
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
6 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Hasil natural frequency juga dibandingkan antara MS Tower dan SAP
2000 dapat dilihat pada tabel 10. Deviasi natural frequency antara MS
Tower dan SAP 2000 pada mode 1 & 2 lebih mendekati dengan persentase
sebesar 2,88% dan 2,59. Perbandingan nilai natural frequency dengan metode Rao et al., (2004), GB50009-2001 dan ASCE 74,
nilai yang mendekati adalah standar ASCE 74 dengan nilai 2-4 Hz. Perkiraan natural frequency standar ASCE 74 dapat
digunakan dan dijadikan rekomendasi dalam perancangan tower transmisi.
Tabel 10
Perbandingan natural frequency
destruction test, MS Tower dan SAP
2000
No Mode |
MS Tower |
SAP 2000 |
Deviasi SAP
2000 : MS Tower |
Rao et al |
GB50009-2001 |
ASCE 74 |
||
Period |
Frequency |
Period |
Frequency |
Frequency |
Frequency |
Frequency |
||
Sec |
Hz |
Sec |
Hz |
Hz |
Hz |
Hz |
||
1 |
0.47 |
2.14 |
0.4802 |
2.083 |
-2.88% |
0.637 |
0,2145 - 1,115 |
2,00 - 4,00 |
2 |
0.47 |
2.15 |
0.4785 |
2.09 |
-2.59% |
0.636 |
0,2145 - 1,115 |
2,00 - 4,00 |
3 |
0.38 |
2.62 |
0.2523 |
3.964 |
51.45% |
0.522 |
0,2145 - 1,115 |
2,00 - 4,00 |
4 |
0.27 |
3.73 |
0.2132 |
4.69 |
25.60% |
0.366 |
0,2145 - 1,115 |
2,00 - 4,00 |
5 |
0.27 |
3.74 |
0.2111 |
4.737 |
26.76% |
0.365 |
0,2145 - 1,115 |
2,00 - 4,00 |
6 |
0.27 |
3.74 |
0.2036 |
4.912 |
31.43% |
0.365 |
0,2145 - 1,115 |
2,00 - 4,00 |
Pada destruction test ke 2 tahapan terakhir (ke
5), tower mengalami keruntuhan di bagian top common body dengan beban
96%. Pola keruntuhan tower seperti yang telah direncanakan yaitu terjadi secara
lokal sehingga tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan sekitar apabila
diaplikasikan nantinya. Gambar 11 menunjukan
terjadinya keruntuhan ocal pada tower.
Gambar 11
Pola
keruntuhan destruction ke 2 tahapan
terakhir (ke 5)
KESIMPULAN
Hasil
destruction test yang diperlihatkan dari rekaman CCTV menunjukkan bahwa tipe
keruntuhan yang terjadi adalah keruntuhan global dengan indikasi awal terjadi
pada bagian leg. Kemampuan sambungan dan material tower terpasang melebihi
standar. Analisis bentuk deformasi
(deformed shape) antara MS Tower dan SAP 2000 berbeda. Deformasi SAP 2000
menyampaikan hasil bahwa tower tersebut tidak stabil pada bagian Leg, sedangkan
pada MS Tower cenderung stabil. Analisis Mode shape dan natural frequency
menunjukkan bahwa tower mengalami keruntuhan global yang disebabkan oleh
imperfection geometry. Perkiraan natural frequency standar ASCE 74 dapat
digunakan dan dijadikan rekomendasi dalam perancangan tower transmisi. Software
SAP 2000 dapat dijadikan sebagai pembanding desain tower transmisi dengan
prilaku truss (frame release) untuk baut berjumlah 1 dan dianalisis menggunakan
space frame.
Alazhari,
M. S. (2014). Analysis and testing the over head transmission steel towers [J].
IOSR Journal of Mechanical and Civil Engineering, 11(2), 17–21.
Chan, R. W. K., & Albermani, F. (2008). Experimental
study of steel slit damper for passive energy dissipation. Engineering
Structures, 30(4), 1058–1066.
Dewangga, B. T. (n.d.). PENGUJIAN PINTU AIR PELAT BETON
SEBAGAI PENGGANTI PINTU AIR PELAT BAJA PADA JARINGAN IRIGASI TERSIER.
Leite, I., Martinho, C., & Paiva, A. (2013). Social
robots for long-term interaction: a survey. International Journal of Social
Robotics, 5, 291–308.
Murthy, S. S., Jha, C. S., & Rao, P. S. N. (1990).
Analysis of grid connected induction generators driven by hydro/wind turbines
under realistic system constraints. IEEE Transactions on Energy Conversion,
5(1), 1–7.
Nuroji, N., Asshidiqie, M. R., Sukamta, S., & Han, A. L.
(n.d.). The development of A Simulation Tool for Numerical Modelling of High
Flexure and High Shear Reinforced Concrete Elements. TEKNIK, 42(2),
106–116.
Prasad, P. N. (2004). Nanophotonics. John Wiley &
Sons.
Prasada Rao, N., Mohan, S. J., & Lakshmanan, N. (2004). A
semi empirical approach for estimating displacements and fundamental frequency
of transmission line towers. International Journal of Structural Stability
and Dynamics, 4(02), 181–195.
Qin, L., & Yu, G. R. (2014). The Transmission Tower With
Angles Composed By The Variable Cross-section Is Studied Modal Analysis And
Secondary Stress. Applied Mechanics and Materials, 680, 391–394.
Rao, C. N. R., Govindaraj, A., Gundiah, G., & Vivekchand,
S. R. C. (2004). Nanotubes and nanowires. Chemical Engineering Science, 59(22–23),
4665–4671.
Rao, N. P., Knight, G. M. S., Lakshmanan, N., & Iyer, N.
R. (2010). Investigation of transmission line tower failures. Engineering
Failure Analysis, 17(5), 1127–1141.
Shukla, V. K., Selvaraj, M., & Kumar, K. V. (2021).
Failure Analysis of a Cruciform-Leg Transmission Line Tower. International
Journal of Steel Structures, 21, 539–548.
Simatupang, P. H., Sir, T. M. W., Kompas, J. F. A., &
Wadu, V. A. (2019). Building Information Modeling (Bim) Software Pada
Perancangan Gedung Beton Bertulang Untuk Mendukung Industri 4.0 Dalam Bidang
Jasa Konstruksi. SAINSTEK, 4(1), 278–289.
Tambunan, H. B. (2020). Sistem Pembangkit Listrik Tenaga
Surya. Deepublish.
Trahair, N. S. (2008). Lateral buckling of monorail beams. Engineering
Structures, 30(11), 3213–3218.
Eko Bayu Aji, Johannes Tarigan, Emma Patricia Bangun (2023) |
First publication right: |
This article is licensed under: |