Volume 4, No. 1 Januari 2023
p-ISSN 2722-7782 | e-ISSN 2722-5356
DOI: �https://doi.org/10.46799/jsa.v4i1.544 �
DAYA ANTIBAKTERI
EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN KLIGONG (Crassocephalum
Crepidiodes) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI ESCHERICHIA COLI DAN STAPHYLOCOCCUS AUREUS
Febronia Yevani, Maria Yasinta Moi, Dian
Ernaningsih
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Muhammadiyah
Maumere, Indonesia
Emails: [email protected]
Abstrak: ��������
Bakteri patogen yang menyebabkan penyakit pada
manusia antara lain Eschericia coli dan Staphylococcus Aureus. Daun kligong (Crassocephalum
Crepidiodes) sudah lama dimanfaatkan masyarakat lokal sebagai sayuran
maupun pengobatan tradisional seperti diare, panas dalam, alergi, flu dan
batuk. Penelitian ini bertujuan mengetahui kemampuan
atau daya ekstrak etil asetat daun kligong (Crassocephalum
Crepidiodes) terhadap pertumbuhan bakteri Eschericia coli dan Staphylococcus Aureus. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen.
Uji aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi cakram.
Aktivitas antibakteri dilihat dari zona bening yang terbentuk
di sekitar kertas cakram. Daun kligong diekstraksi
dengan metode maserasi menggunakan pelarut etil asetat. Konsentrasi ekstrak yang digunakan yaitu 100 ppm, 50 ppm, dan 10
ppm. Skrining fitokimia meliputi uji tanin, uji
saponin, dan uji flavonoid untuk mengetahui senyawa aktif yang terkandung dalam
ekstrak etil asetat daun kligong. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat daun kligong memiliki aktivitas
antibakteri. Zona hambat ektrak etil asetat daun kligong konsentrasi 100
ppm, 50 ppm, 10 ppm terhadap bakteri Eschericia coli yaitu sebesar 7,7 mm, 6,5 mm, 6,2 mm. Sedangkan terhadap bakteri Staphylococcus Aureus dengan konsentrasi
ekstrak 100 ppm, 50 ppm, 10 ppm menghasilkan zona hambat sebesar 8,2 mm, 7,6
mm, dan 6,9 mm. Skrining fitokimia ekstrak etil asetat daun kligong terdeteksi
mengandung senyawa aktif seperti tanin, saponin, dan flavonoid. Diameter zona hambat yang dihasilkan termasuk dalam kategori sedang
dan bersifat bakteriostatik (menghambat) pertumbuhan bakteri Eschericia coli
dan Staphylococcus Aureus. Ekstrak etil asetat daun kligong (Crassocephalum Crepidiodes) memiliki daya aktivitas antibakteri
terhadap pertumbuhan Eschericia coli dan Staphylococcus
Aureus.
�����������������������������������������������������������������������
Kata
Kunci: Antibakteri, Crassocephalum
Crepidiodes, Eschericia coli dan Staphylococcus
Aureus, Diameter Zona Hambat.
Abstract:
Pathogenic bacteria
that cause disease in humans include Eschericia coli and Staphylococcus Aureus. Kligong leaves (Crassocephalum Crepidiodes) have long been used by local people as
vegetables and traditional medicine such as diarrhea, heartburn, allergies, flu
and coughs. This study aims to determine the ability or power of the ethyl
acetate extract of kligong leaves (Crassocephalum
Crepidiodes) against the growth of Eschericia coli and Staphylococcus Aureus bacteria. The research method used is a experiment. Antibacterial activity test using disc
diffusion method. Antibacterial activity was seen from the clear zone formed
around the paper disc. Kligong leaves were extracted by maceration method using
ethyl acetate as solvent. The concentration of extracts used
were 100 ppm, 50 ppm, and 10 ppm. Phytochemical screening includes
tannin test, saponin test, and flavonoid test to determine the active compounds
contained in the ethyl acetate extract of kligong leaves. The results showed
that the ethyl acetate extract of kligong leaves had antibacterial activity.
Inhibition zones of ethyl acetate extract of kligong leaves at concentrations
of 100 ppm, 50 ppm, 10 ppm against Eschericia coli bacteria were 7,7 mm, 6,5
mm, and 6,2 mm. Meanwhile, Staphylococcus
Aureus with extract concentrations of 100 ppm, 50 ppm, 10 ppm produced
inhibition zones of 8,2 mm, 7,6 mm, and 6,9 mm. Phytochemical screening of the
ethyl acetate extract of kligong leaves was detected to contain active
compounds such as tannins, saponins, and flavonoids. The diameter of the
resulting inhibition zone is in the medium category and is bacteriostatic
(inhibits) the growth of Eschericia coli and Staphylococcus Aureus bacteria. The ethyl acetate extract of
kligong leaves (Crassocephalum
Crepidiodes) has antibacterial activity against the growth of Eschericia
coli and Staphylococcus Aureus.
Keywords: Antibacterial, Crassocephalum Crepidiodes, Eschericia
coli and Staphylococcus Aureus,
Inhibitory Zone Diameter.
Article History�����������������������
Diterima��������� : 12 November 2022
Direvisi����������������������� : 02 Januari 2023
Publish������������ : 10 Januari 2023
�����������
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki sekitar 30.000 jenis flora yang
tersebar diseluruh daerah, dengan sekurang-kurangnya 9.600 spesies tumbuhan
berkhasiat sebagai obat dan kurang lebih 300 spesies telah digunakan sebagai
bahan obat oleh industri obat tradisional (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat yaitu tumbuhan yang
seluruh atau beberapa bagian tumbuhan tersebut mengandung zat aktif yang
berkhasiat bagi kesehatan dan dapat menyembuhkan penyakit (Wijayakusuma, 2008). Bagian tumbuhan yang dimaksud adalah daun, buah,
bunga, biji, batang dan akar. Adapula berbagai cara
untuk mengolah tumbuhan menjadi obat tradisonal diantaranya dengan cara direbus
dan ditumbuk. Penggunaan obat tradisonal dengan cara
diminum merupakan pengobatan yang dilakukan untuk bagian dalam tubuh, sedangkan
pada bagian luar tubuh seperti penyakit kulit atau luka dilakukan dengan cara
ditumbuk atau diperas.
Salah satu tumbuhan yang
dapat dimanfaatkan menjadi obat tradisonal yaitu tumbuhan Crassocephalum Crepidiodes. Tumbuhan�
ini dikenal dengan beberapa nama lokal seperti di Bali disebut kejompot
sedangkan di daerah pulau Jawa disebut sintrong (Simanungkalit et al., 2020). Hasil wawancara lisan dengan masyarakat di Desa Wairkoja, Kecamatan
Kewapante, Kabupaten Sikka mengatakan bahwa tumbuhan C. crepidiodes dikenal
masyarakat dengan nama kligong yang bagian daunnya dimanfaatkan sebagai
sayuran, obat panas dalam, obat sakit perut, alergi, flu dan bisul.
Crassocephalum
Crepidiodes merupakan jenis tumbuhan semak belukar ataupun perdu dari spesies
Crepidiodes yang tumbuh liar di wilayah tropis dan sub tropis. Tumbuhan ini
merupakan tumbuhan holtikultura yang dianggap sebagai gulma, namun ternyata
memiliki khasiat sebagai obat (Bahar et al., 2017). Tumbuhan C. crepidiodes secara tradisonal digunakan sebagai pencegahan
dan perawatan penyakit serta dipercaya mengobati berbagai penyakit seperti
gangguan pencernaan, sakit perut, mengobati luka, antinflamasi, antidiabetes,
dan antimalaria (Adjatin et al., 2013). Pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan tumbuhan
obat seperti daun kligong diperoleh masyarakat melalui pengalaman atau
coba-coba, melalui mimpi, melalui orangtua yang diwariskan secara turun
temurun.
Daun kligong (Crassocephalum
Crepidiodes) memiliki kandungan minyak atsiri (Hidayat et al., 2015), selain itu juga mengandung saponin, flavonoid dan polifenol (Kusdianti,
2008). Menurut (Safita, 2016) senyawa yang terkandung
di dalam ekstrak etil asetat daun Crassocephalum
Crepidiodes adalah alkaloid, flavonoid, tanin, polifenolat dan kuinon.
Hasil ekstraksi yang mengandung senyawa aktif seperti alkaloid dan flavonoid
dapat berpotensi sebagai antibakteri pada Staphylococcus
Aureus, Bacillus cereus, Escherichia coli, Vibrio cholera dan anti jamur
pada Candida albicans, Aspergillus flavus dan Aspergillus niger (Elsie & DhanaRajan, 2010).
Penelitian yang dilakukan (Maimunah et al., 2020) menunjukkan bahwa ekstrak daun kligong pada konsentrasi 10% dapat
menghambat pertumbuhan Staphylococcus
Aureus dengan diameter zona hambat sebesar 6,5 mm. Hasil penelitian (Lestari, 2015) menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun kligong (Crassocephalum
crepidiodies) pada konsentrasi 10% dapat menghambat pertumbuhan S.aureus dan
E.coli dengan diameter zona hambat sebesar 3,16 mm dan 2,77 mm. (Safita, 2016) juga menunjukkan bahwa
ekstrak etil asetat daun kligong dengan konsentrasi 10.000 ppm memiliki
aktivitas terhadap bakteri Staphylococcus
Aureus sebesar 1,45 cm dan pada Pseudomonas aeruginosa sebesar 1,40 cm.
Selain itu, hasil penelitian (Pasilala et al., 2016) menyebutkan kandungan senyawa aktif pada ekstrak kasar metanol dan
fraksi etil asetat dari daun kligong adalah alkaloid, fenolik, steroid dan
triterponoid.
Senyawa antibakteri
merupakan obat atau senyawa kimia yang digunakan untuk membasmi bakteri
khususnya bakteri yang bersifat merugikan manusia. Antibakteri
termasuk kedalam antimikroba yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan
bakteri. Jenis bakteri yang menyerang manusia dan� bersifat patogen seperti Staphylococcus Aureus dan Escherichia
coli. Bakteri Escherichia coli dapat menghasilkan enterotoksin yang dapat
menyebabkan keracunan makanan dalam waktu pendek, sedangkan bakteri Staphylococcus Aureus termasuk bakteri
gram positif yang dapat memicu terjadinya inflamasi pada kulit (Dwidjoseputro, 2019).
Penelitian terhadap daun
kligong (Crassocephalum Crepidiodes)
sudah banyak dilakukan, namun terbatas pada senyawa pelarut yang digunakan
yaitu etanol, sedangkan etil asetat masih kurang. Begitupun
dengan bakteri uji yang digunakan lebih pada bakteri Staphylococcus Aureus. Efektifitas
penghambatan merupakan salah satu kriteria pemilihan suatu senyawa antimikroba,
semakin kuat penghambatnya semakin efektif penggunaan senyawa antibakteri.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
daya ekstrak etil asetat daun kligong (Crassocephalum
Crepidiodes) terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus Aureus.
METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah eksperimen. Sampel yang digunakan adalah daun kligong (Crasocephalum
crepidiodes). Sampel dibersihkan, dikering anginkan dan dioven pada suhu
50�C selama 10 menit, setelah kering diblender untuk memperluas permukaan
sampel. Ekstraksi sampel menggunakan metode maserasi dengan
pelarut etil asetat selama 48 jam. Hasil ekstraksi
berupa filtrat dibiarkan menguap pada suhu ruang dan didapatkan ekstrak pekat.
Ekstrak pekat yang diperoleh dihitung rendemannya dan digunakan untuk uji
aktivitas antibakteri terhadap S.aureus dan E.coli dengan variasi konsentrasi
esktrak 100 ppm, 50 ppm, dan 10 ppm, sebagian lagi digunakan untuk uji fitokimia.
Metode yang digunakan dalam pengujian antibakteri adalah
metode difusi cakram. Sedangkan, prinsip metode
fitokimia adalah adanya perubahan larutan berupa warna atau buih yang terbentuk
oleh setiap pereaksi.
1. Alat
Peralatan
yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : cawan petri, tabung reaksi, labu
erlenmeyer, beaker glass, gelas ukur,
toples kaca, pinset, jarum ose, jangka sorong, Laminar Air Flow (LAF), autoklaf,
hot plate, papper disk 6 mm, plastic
wrap, aluminium foil, mikropipet dan tip, oven, bunsen, pengaduk kaca,
blender, timbangan analitik.
2. Bahan
a.
Sampel
: tumbuhan kligong diambil di Dusun Bei, Desa Blatatatin, Kecamatan Kangae,
Kabupaten Sikka.
b.
Bahan
Ekstraksi : serbuk
simplisia daun kligong, dan pelarut etil asetat.
c.
Bahan
pembuatan media pertumbuhan bakteri : Nutrient
Agar (NA) dan Nutrient Broth (NB).
d.
Bahan uji fitokimia
: ekstrak etil asetat daun kligong, serbuk magnesium, FeClȝ, HCl, dan air
panas
e. Bakteri Uji
Bakteri uji yang digunakan yaitu bakteri Gram positif Staphylococcus Aureus dan bakteri Gram
negatif Escherichia coli yang
diperoleh dari Fakultas Teknologi Pangan Universitas Gajah Mada.
f. �Bahan
Lainnya
Alkohol 70% digunakan untuk sterilisasi, aquades digunakan untuk
pembuatan media dan uji fitokimia, kloromfenikol sebagai kontrol positif, dan
larutan DMSO sebagai kontrol negatif.
3. Tahap Persiapan
a.
Persiapan Sampel
Tumbuhan
kligong diambil pada pagi hari dan disortasi diambil daunnya. Sampel� daun kligong dikumpulkan dan ditimbang
sebanyak 1 kg, dicuci dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada suhu
kamar dan tidak terkena matahari langsung selama 7 hari hingga diperoleh
simplisia kering. Simplisia kering, kemudian dioven pada suhu 50�C selama 10
menit, lalu ditimbang kembali kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender
hingga berbentuk serbuk.
b.
Sterilisasi Alat dan Media
Tahap
sterilisasi meliputi sterilisasi peralatan yang digunakan untuk pengujian
antibakteri dan sterilisasi media pertumbuhan bakteri yaitu, sterilisasi
dilakukan pada alat-alat berbahan kaca, aquades, dan media menggunakan autoklaf pada tekanan 1 atm, pada suhu
120�C selama 20 menit. Sebelumnya peralatan dicuci bersih, dikeringkan dan
dibungkus dengan kertas.
c.
�Pembuatan Media Nutrient Agar
Nutrient Agar (NA) sintetik ditimbang sebanyak 1,4
gram dilarutkan dalam 50 mL akuades dan dipanaskan menggunakan hot plate sampai berwarna kuning jernih.
Nutrient Agar disterilisasi dan
dituang ke cawan petri dibiarkan memadat. Media NA digunakan untuk peremajaan bakteri uji dan uji aktivitas
antibakteri.
d.
Pembuatan Media Agar Miring
Media
agar miring dibuat untuk kultur stok bakteri. Media ini dibuat dengan cara
ditimbang sebanyak 1,4 gram NA dan
dilarutkan dalam 50 mL aquades kemudian dipanaskan di atas hot plate. Nutrient Agar kemudian
dituang ke dalam tabung reaksi masing-masing 5 mL, selanjutnya disterilisasi
dengan autoklaf selama 20 menit pada
suhu 120�C. Nutrient Agar yang telah
steril diletakkan dalam posisi miring �45� dan dibiarkan memadat.
e.
Pembuatan Media Nutrient Broth
Nutrient Broth (NB) sintetik ditimbang sebanyak 1,5
gram dilarutkan dalam 50 mL akuades dan dipanaskan di atas hot plate. Nutrient Broth yang
telah dipanaskan dipipet sebanyak 10 ml didituang ke tabung reaksi dan
disterilisasi dalam autoklaf selama
20 menit pada suhu 120�C. Media NB
digunakan untuk inkubasi larutan bakteri uji.
f.
�Persiapan Bakteri Uji
Bakteri Staphylococcus Aureus dan Escherichia coli yang akan digunakan sebagai
perlakuan diremajakan terlebih dahulu pada media NA. Caranya sebanyak 1 ose
biakan murni bakteri diinokulasi atau digoreskan pada cawan petri dan media
agar miring kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37�C dan siap digunakan
untuk pembuatan larutan bakteri uji. Bakteri yang telah diremajakan diambil
sebanyak 2 ose dimasukkan dalam 10 mL media NB
steril dihomogenkan dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37�C, 1 ml suspensi bakteri uji dari tabung
pertama diambil dan dimasukkan dalam tabung kedua yang berisi 9 mL aquades
steril. Langkah tersebut dilakukan berulang hingga tabung yang ketujuh
(pengenceran ).
g.
Pembuatan Kontrol
Pada
penelitian ini dibuat 2 macam kontrol yaitu kloromfenikol
sebagai kontrol positif dibuat dengan cara ditimbang sebanyak 0,05 gram
kloromfenikol dilarutkan dalam 100 mL aquades steril. Larutan DMSO digunakan
sebagai kontrol negatif.
4. Tahap Pelaksanaan
a.
Pembuatan Ekstrak Etil Asetat
Serbuk
daun kligong sebanyak 50 gram diekstraksi dengan teknik maserasi menggunakan
200 mL pelarut etil asetat selama 2 x 24 jam kemudian disaring dengan kertas
saring. Ekstrak etil asetat daun kligong yang telah disaring kemudian dibiarkan
menguap pada suhu ruang hinga di dapat ekstrak kental untuk uji aktivitas
antibakteri.
b.
Pembuatan Larutan Uji Ekstrak
Etil Asetat
Stok
hasil ekstraksi yang telah didapat kemudian diencerkan dengan larutan DMSO.
Sebanyak 2 mg ekstrak etil asetat dilarutkan dalam 10 mL DMSO dijadikan sebagai
larutan induk, kemudian diencerkan menjadi 3 konsentrasi yaitu 100 ppm, 50 ppm,
dan 10 ppm (terlampir). Pemilihan konsentrasi berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan Safita, et al. (2015) dengan
menggunakan konsentrasi 10.000 ppm dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus maka dipilih konsentrasi
dibawah 10.000 ppm.
c.
Pengujian Aktivitas Antibakteri
Laurutan
uji ekstrak etil asetat dengan variasi konsentrasi yaitu 100 ppm, 50 ppm, dan
10 ppm dipipet sebanyak 20 mikrolit diserapkan pada papper disk steril dengan diameter 6 mm dan dikering anginkan.
Perlakuan yang sama dilakukan pada kontrol positif dan kontrol negatif. Bakteri uji dengan
pengenceran �dipipet sebanyak 100 mikrolit dan dituangkan pada cawan petri
kemudian dituangkan media NA lalu
digoyangkan secara perlahan sampai suspensi bakteri uji tercampur secara merata
dan dibiarkan memadat. Paper disk
yang telah diberikan konsentrasi diambil menggunakan pinset secara aseptis dan
diletakkan pada media berisi bakteri yang sebelumnya sudah dibagi menjadi 5
kuadran kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37�C. Aktivitas
antibakteri dinyatakan sebagai diameter zona hambat yang terbentuk disekitar paper disk. Daerah hambatan pertumbuhan
bakteri adalah daerah jernih di sekitar paper
disk diukur menggunakan jangka sorong.
d.
Uji Fitokimia
Identifikasi
senyawa fitokimia dalam penelitian ini merupakan uji kualitatif profil senyawa
fitokimia berupa perubahan warna dan adanya buih pada larutan ekstrak. Tujuan
penggunaan uji fitokimia untuk mengetahui kandungan senyawa aktif yang
terkandung di dalam ekstrak etil asetat daun kligong.
Uji
fitokimia (Lathifah, 2008) pada
penelitian ini terdiri atas:
1)
Uji Tanin
���� Yaitu sebanyak 0,5 gram esktrak etil
asetat daun kligong dipanaskan dalam 20 mL aquades kemudian disaring
menggunakan kertas saring didapatkan filtrat sebanyak 1 mL ditambah dengan 1-2
mL air dan 2 tetes FeCl 1%. Larutan ekstrak diamati apabila menghasilkan warna
biru kehitaman atau hijau kehitaman maka ekstrak positif mengandung tanin.
2)
Uji Flavonoid
Yaitu
sebanyak 0,5 gram ekstrak etil asetat daun kligong dipanaskan dalam 20 mL
aquades kemudian disaring menggunakan kertas saring didapatkan filtrat dan
ditambah dengan 2 mL air panas dan 0,1 gram serbuk magnesium, dikocok sampai
serbuknya tercampur, selanjutnya ditambah 4-5 tetes HCL 37% dan 4-5 tetes
etanol 95% dikocok. Perubahan diamati berupa warna larutan ekstrak menjadi
warna merah, kuning atau jingga.
3)
Uji Saponin
Yaitu
sebanyak 0,5 gram ekstrak etil asetat daun kligong dipanaskan dalam 20 mL air
kemudian disaring menggunakan kertas saring didapatkan filtrat dan ditambah
dengan 500 mikrolit air panas, dikocok selama 1 menit. Larutan diamati dan
apabila menimbulkan busa, maka ditambah HCL 1% dan ditunggu selama 10 menit
apabila busa tetap ada maka ekstrak positif mengandung saponin.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Ekstraksi Daun Kligong
Daun
kligong sebanyak 1 kg yang telah melalui proses pengeringan didapatkan
simplisia kering sebanyak 256 gram. Pengeringan dilakukan untuk mendapatkan
simplisia yang awet dan tidak mudah ditumbuhi mikroba serta dapat menghentikan
reaksi enzimatik sehingga kandungan senyawa yang terdapat dalam daun kligong
lebih stabil (Lestari, 2015). Simplisia kering dihaluskan menggunakan blender menjadi serbuk
sebanyak 248 gram. Serbuk kering daun kligong yang
digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini sebanyak 50 gram. Proses
penyerbukan memudahkan pengepakan dan mempermudah proses penarikan senyawa
kimia pada saat ekstraksi.
Pembuatan
ekstrak dalam penelitian ini menggunakan metode maserasi dengan pelarut etil
asetat. Ekstraksi dengan metode ini dipilih
karena peralatan yang digunakan mudah didapat dan prosesnya sederhana. (Soemiati, 2013) menyatakan bahwa
sebagian besar senyawa dapat terekstraksi dengan ekstraksi cara
dingin salah satunya yaitu cara maserasi. Oleh sebab itu,
maserasi aman digunakan karena tidak menggunakan panas sehingga tidak merusak
senyawa aktif yang terkandung dalam daun kligong. Pelarut yang dipilih
yaitu etil asetat karena bersifat semipolar, tidak beracun dan tidak
higroskopis, selain itu etil asetat juga dapat menyari senyawa-senyawa yang
berpotensi sebagai antibakteri (Wardhani & Sulistyani, 2012).�
���� Hasil ekstraksi daun kligong dengan
pelarut etil asetat diperoleh filtrat berwarna hijau pekat sebanyak 41 ml dan
berat ekstrak 1,54 gram dengan nilai rendeman sekitar 3,08%. Ekstrak
kental seperti pasta berwarna hijau kehitaman dan berbau khas. Penelitan
(Safita, 2016) memperoleh hasil
rendeman ekstrak etil asetat daun kligong sebebasar 1,15% dan hasil
organoleptik berupa ekstrak seperti pasta, berwarna hijau kehitaman dan
memiliki bau menyengat. Sedangkan, penelitian (Maimunah et al., 2020) memperoleh hasil
rendeman ekstrak etanol daun kligong sebesar 10% berwarna hijau tua.
��������
(a)������������������������������������������������������� (b)
Gambar
1.
Hasil Ekstraksi (a) Filtrat, (b) Ekstrak Kental
Hasil
rendeman yang diperoleh pada penelitian ini berbeda dengan penelitian
sebelumnya, dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tempat tumbuh, lama
waktu ekstraksi, jenis pelarut, dan perbandingan jumlah pelarut dengan sampel. Selain
itu, faktor lain yang dapat mempengaruhi nilai rendeman adalah iklim, suhu,
kecepatan angin, dan kandungan organik dalam tanah (Jailani et al., 2015).
B.
Aktivitas Senyawa Antibakteri Ekstrak Daun
Kligong
Pengujian
aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat daun kligong dilakukan dengan metode
difusi agar menggunakan kertas cakram berdiameter 6 mm. Bakteri uji yang
digunakan adalah bakteri Eschericia coli mewakili bakteri gram negatif dan Staphylococcus Aureus mewakili bakteri
gram positif. Bakteri uji harus diremajakan terlebih dahulu
sebelum digunakan agar mendapatkan biakan yang baru dan muda sehingga dapat
berkembangbiak dengan baik. Peremajaan bakteri dan
pengujian aktivitas antibakteri dilakukan di dalam Laminar Air Flow (LAF)
secara aseptis. Masing-masing cawan petri yang berisi bakteri uji diberi
label lalu diletakkan terbalik dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37�C.
Inkubasi bakteri dilakukan selama 24 jam, karena pada waktu tersebut bakteri
telah berada pada fase logaritmik atau eksponensial yang jumlah selnya mencapai
10-15 milyar sel bakteri per mililiter (Pelczar & Chan, 2008).
Pengujian
aktivitas antibakteri dilakukan untuk melihat kemampuan ekstrak daun kligong
dengan variasi konsentrasi 100 ppm, 50 ppm, dan 10 ppm terhadap pertumbuhan
E.coli dan S.aureus dilihat dari zona bening yang terbentuk setelah 24 jam
diinkubasi. Semakin besar zona bening yang terbentuk maka zat
tersebut semakin efektif sebagai antibakteri. Hasil
uji aktivitas senyawa antibakteri ekstrak etil asetat daun kligong terhadap
pertumbuhan E.coli dan S.aureus dapat dilihat pada gambar 2.
����������
(a)������������������������������������������������������� (b)
Gambar
2.
Hasil Uji Aktivitas Senyawa Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Daun Kligong (a)
Escherichia coli, (b) Staphylococcus Aureus
Aktivitas
senyawa antibakteri esktrak ditunjukkan dengan adanya zona bening di sekitar
kertas cakram. Semakin tinggi
konsentrasi ekstrak maka semakin tinggi pula zona bening yang terbentuk.
Hasil pengukuran zona hambat ekstrak etil asetat daun kligong terhadap bakteri
E.coli dan S.aureus menggunakan jangka sorong dapat dilihat pada diagram
berikut:
Gambar
3.
Hasil Pegukuran Zona Hambat Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus Aureus
Berdasarkan
data diatas diketahui zona bening yang terbentuk oleh setiap pemberian
konsentrasi ekstrak daun kligong konsentrasi 10 ppm sebesar 6,2 mm, konsentrasi
50 ppm sebesar 6,5 mm dan 100 ppm sebesar 7,7 mm terhadap E.coli. Sedangkan
zona hambat yang terbentuk pada bakteri S. aureus pada konsentrasi ekstrak 10
ppm sebesar 6,9 mm, konsentrasi 50 ppm sebesar 7,6 mm, dan konsentrasi 100 ppm
sebesar 8,2 mm. Kemampuan ekstrak etil asetat daun kligong terhadap pertumbuhan
bakteri E.coli dan S.aureus semakin bertambah besar seiring bertambahnya
konsentrasi ekstrak.
Potensi
antibakteri yang dihasilkan ekstrak etil asetat daun kligong terhadap bakteri
S. aureus dan E.coli termasuk dalam kategori sedang karena menghasilkan
diameter zona hambat sebesar 6-8 mm. Zona hambat dengan diameter 20 mm ke atas
di kategorikan sangat kuat, diameter 10-19 menunjukkan potensi antibakteri kuat
(sensitif), diameter 5-9 menunjukkan potensi antibakteri sedang dan zona hambat
dengan diameter kurang dari 5 mm menunjukkan potensi antibakteri yang resistan (Sipriyadi et al., 2016).
Hasil
yang diperoleh dalam penelitian ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitan
yang dilakukan oleh (Safita, 2016) bahwa ektrak etil
asetat daun kligong mempunyai aktivitas antibakteri terhadap S. aureus pada
konsentrasi 10.000 ppm sebesar 1,45 cm. Selain itu, penelitian (Lestari, 2015) juga menunjukkan
bahwa ekstrak etanol daun kligong pada konsentrasi 10% dapat menghambat
pertumbuhan S.aureus dan E.coli dengan diameter zona hambat sebesar 3,16 mm dan
2,77 mm.
Kontrol
positif yang digunakan yaitu kloromfenikol yang merupakan golongan antibiotik
berspektrum luas karena bersifat bakteriostatik terhadap bakteri gram positf
maupun negatif. Hasil diameter zona
hambat kloromfenikol terhadap bakteri S. aureus dan E.coli dalam penelitian ini
berkisar antara 28-30 mm hal ini menunjukkan bahwa kloromfenikol yang digunakan
sensitif terhadap bakteri S. aureus dan E. coli.
Kontrol
negatif DMSO digunakan untuk mengetahui zona hambat yang dihasilkan tidak
berasal dari pelarut. Hasil pengukuran
zona hambat kontrol negatif terhadap bakteri uji adalah 0 mm. Hasil ini
menunjukkan bahwa zona hambat yang terbentuk adalah murni dari aktivitas
ekstrak dan tidak dipengaruhi oleh pelarut yang digunakan.
Hasil
pengujian menunjukkan ekstrak etil asetat daun kligong memiliki aktivitas
antibakteri yang lebih besar terhadap S. aureus dibandingkan terhadap E. coli,
terlihat dari besarnya diameter zona hambat yang terbentuk. Hasil ini dapat dipengaruhi adanya perbedaan struktur dinding sel
yang dimiliki oleh bakteri uji. Dinding sel bakteri gram positif
bersifat single layer sehingga memudahkan senyawa antibakteri mamasuki sel dan
mencari target untuk bekerja, sedangkan bakteri gram negatif lebih resisten
terhadap senyawa antibakteri karena struktur dinding selnya terdiri dari tiga
lapisan (Moi et al., 2018). Dinding sel E. coli lebih tebal karena dilapisi oleh membran luar
yang terdapat protein dan lipoposakarida dan membran dalam berupa
peptidoglikan. Sedangkan dinding sel S. aureus
tersusun dari satu lapisan peptidoglikan.
Kemampuan
aktivitas antibakteri esktrak etil asetat daun kligong terhadap pertumbuhan
bakteri S. aureus dan E. coli diduga karena adanya senyawa aktif yang
terkandung dalam ekstrak. Senyawa aktif seperti
flavonoid dan polifenol yang bersifat polar lebih mudah menembus lapisan
peptidoglikan bakteri S.aureus yang lebih polar dibandingkan lapisan lipid pada
bakteri E.coli (Dewi, 2010).
C. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun
Kligong
Pengujian
dilakukan secara kualitatif meliputi uji tanin, uji flavonoid, dan uji saponin. Analisis fitokimia dilakukan untuk mengetahui senyawa aktif yang
terkandung dalam tumbuhan. Hasil uji fitokimia
menunjukkan ekstrak etil asetat daun kligong terdeteksi terdapat senyawa
flavonoid, tanin, dan saponin (dilihat pada tabel 3).
Tabel
1.
Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Etil Asetat Daun Kligong
Uji
Senyawa Aktif |
Hasil
Pengamatan |
Kesimpulan |
Saponin |
Menimbulkan
busa dan terlihat selama lebih dari 10 menit |
+ |
Flavonoid |
Larutan
menjadi warna kuning |
+ |
Tanin |
Larutan
menjadi warna biru kehitaman |
+ |
Keterangan:
(+)
= terdeteksi
(-)
= tidak terdeteksi
Hasil
uji tanin ekstrak etil asetat berupa terbentuknya warna biru kehitaman setelah
ditambahkan pereaksi FeClȝ. Terbentuknya warna biru
kehitaman karena terjadi reaksi FeClȝ yang berikatan dengan gugus fenol
pada struktur tanin (Ergina et al., 2014). Berdasarkan hal tersebut, dapat diduga di dalam ekstrak etil asetat
daun kligong mengandung senyawa tanin. Tanin yang merupakan senyawa
aktif metabolit sekunder dapat digunakan sebagai antibakteri (Malangngi et al., 2012) dengan
mempresipitasi protein sehingga mempengaruhi peptidoglikan bakteri, menghambat
enzim reverse transkriptase dan DNA topoisomerase sehingga sel bakteri tidak
dapat terbentuk (Nuria & Faizatun, 2009); (Sulastrianah et al., 2014).
Hasil
uji flavonoid ekstrak estil asetat ditandai terbentuknya warna kuning dengan
pereaksi Mg dan HCl. Penambahan logam Mg dan HCl� bertujuan untuk mereduksi inti benzopiron
yang terdapat dalam struktur flavonoid sehingga terbentuk flavilium berwarna
merah atau jingga sedangkan penambahan air panas pada uji flavonoid dilakukan
karena sebagian besar golongan flavonoid dapat larut dalam air panas (Ergina et al., 2014). Flavonoid memiliki
gugus hidroksil yang tidak tersubsitusi sehingga bersifat polar (Akbar, 2010). Flavonoid sebagai
senyawa antibakteri mampu menghambat sintesis asam nukleat, menghambat
motilitas bakteri yang berperan sebagai antimikroba, mencegah pembentukan
energi pada membran sitoplasma dan menghambat fungsi membran sel dengan
membentuk senyawa kompleks dari protein ekstraseluler sehingga membran sel akan
rusak dan senyawa intraseluler akan keluar (Hendra et al., 2011).
Hasil
uji saponin ekstrak etil asetat dilihat dari busa yang timbul tetap stabil
selama 10 menit ketika ditambahkan HCl, hal ini menunjukkan bahwa ekstrak
positif mengandung senyawa saponin. Saponin merupakan senyawa
metabolit sekunder yang menyerupai sabun, sifat ini disebabkan karena struktur
saponin terdiri dari gula yang berikatan dengan aglikon yang memiliki rantai
steroid atau triterpenoid (Fahrunnida, 2015). Saponin memiliki
glikosil yang berfungsi sebagai gugus polar dan gugus steroid sebagai gugus non
polar (Sangi et al., 2019). Penggunaan pelarut Etil asetat yang bersifat semipolar dapat
menarik senyawa fitokimia yang bersifat polar maupun non polar.
Mekanisme saponin sebagai senyawa antibakteri dengan cara menggangu stabilitas
membran sel sehingga menyebabkan cairan intracellular keluar dan sel menjadi
lisis (Kurniawan & Aryana, 2015).
Berdasarkan
hasil uji fitokimia dapat disimpulkan bahwa senyawa aktif ekstrak etil asetat
daun kligong adalah tanin, flavonoid, dan saponin.
Senyawa aktif tersebut berpotensi sebagai antibakteri pada Staphylococcus Aureus dan Escherichia coli dengan diameter zona
hambat yang dihasilkan pada konsentrasi tertinggi yaitu 100 ppm sebesar 7,7 mm
dan 8,2 mm. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian (Safita, 2016) bahwa senyawa
aktif ekstrak etil asetat daun kligong adalah alkaloid, flavonoid, tanin, polifenolat
dan kuinon yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus Aureus. Selain itu, beberapa hasil penelitian
tentang ekstrak daun kligong yang menggunakan pelarut berbeda menyebutkan
senyawa aktif daun kligong adalah glikosida, alkaloid, steroid, flavonoid,
saponin, dan tanin memiliki aktivits antibakteri terhadap bakteri S. typhi,
E.coli dan S. aureus (Suci et al., 2020); (Saputri & Mierza, 2020).
Hasil
ekstraksi yang mengandung senyawa aktif seperti alkaloid, saponin dan flavonoid
dapat berpotensi sebagai antibakteri pada Staphylococcus
Aureus, Bacillus cereus, Escherichia coli, dan Vibrio cholera (Elsie & DhanaRajan, 2010). Kemampuan senyawa antibakteri ekstrak etil asetat daun kligong
terhadap bakteri E.coli dan S. aureus termasuk dalam kategori sedang karena
menghasilkan diameter zona hambat sebesar 6-8 mm dan bersifat bakteriostatik
terhadap pertumbuhan E.coli dan S. aureus.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
ekstrak etil asetat daun kligong (Crassocephalum
Crepidiodes) memiliki daya antibakteri terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus Aureus. Zona hambat yang terbentuk pada bakteri Escherichia
coli pada konsentrasi 100 ppm, 50 ppm, dan 10 ppm adalah 7,7 mm, 6,5 mm, dan
6,2 mm. Sedangkan pada bakteri Staphylococcus
Aureus menghasilkan zona hambat 8,2 mm, 7,6 mm, dan 6,9 mm. Diameter zona
hambat yang dihasilkan termasuk kategori sedang dan bersifat bakteriostatik
terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus Aureus.
Perlu
dilakukan penelitian lanjut tentang uji kuantitatif senyawa fitokimia lain pada esktrak etil asetat daun Crassocephalum Crepidiodes dan uji aktivitas antibakteri terhadap
bakteri patogen lainnya. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut tentang
kandungan fitokimia bagian-bagian tumbuhan� Crassocephalum Crepidiodes seperti akar, batang, dan
bunga.
Adjatin,
A., Dansi, A., Badoussi, E., Loko, Y. L., Dansi, M., Azokpota, P., Gbaguidi,
F., Ahissou, H., Ako�gninou, A., & Akpagana, K. (2013). consumed as
vegetable in Benin. Int. J. Curr. Microbiol. App. Sci, 2(8),
1�13.
Akbar, H. R. (2010). isolasi dan identifikasi golongan flavonoid daun
dandang gendis (Clinacanthus nutans) berpotensi sebagai antioksidan. IPB
(Bogor Agricultural University).
Bahar, E., Akter, K.-M., Lee, G.-H., Lee, H.-Y., Rashid, H.-O., Choi,
M.-K., Bhattarai, K. R., Hossain, M. M. M., Ara, J., & Mazumder, K. (2017).
β-Cell protection and antidiabetic activities of Crassocephalum
crepidioides (Asteraceae) Benth. S. Moore extract against alloxan-induced
oxidative stress via regulation of apoptosis and reactive oxygen species (ROS).
BMC Complementary and Alternative Medicine, 17(1), 1�12.
https://doi.org/10.1186/s12906-017-1697-0.
Dewi, F. K. (2010). Aktivitas antibakteri ekstrak etanol buah mengkudu
(Morinda citrifolia, Linnaeus) terhadap bakteri pembusuk daging segar. UNS
(Sebelas Maret University).
Dwidjoseputro, D. (2019). Dasar-dasar mikrobiologi. Jakarta:
Djambatan.
Elsie, B. H., & DhanaRajan, M. S. (2010). Evaluation of antimicrobial
activity and phytochemical screening of Gelidium acerosa. Journal of
Pharmaceutical Sciences and Research, 2(11), 704�707.
Ergina, E., Nuryanti, S., & Pursitasari, I. D. (2014). Uji kualitatif
senyawa metabolit sekunder pada daun palado (Agave angustifolia) yang
diekstraksi dengan pelarut air dan etanol. Jurnal Akademika Kimia, 3(3),
165�172.
Fahrunnida, F. (2015). Kandungan saponin buah, daun dan tangkai daun
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Prosiding KPSDA, 1(1),
220�224.
Hendra, R., Ahmad, S., Sukari, A., Shukor, M. Y., & Oskoueian, E.
(2011). Flavonoid analyses and antimicrobial activity of various parts of
Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl fruit. International Journal of
Molecular Sciences, 12(6), 3422�3431.
https://doi.org/10.3390/ijms12063422.
Hidayat, I. R. S., Napitupulu, R. M., & SP, M. M. (2015). Kitab
tumbuhan obat. Agriflo.
Jailani, A., Sulaeman, R., & Sribudiani, E. (2015). Karakteristik
Minyak Atsiri Daun Kayu Manis (Cinnamomum burmannii (Ness & Th. Ness)).
Riau University.
Kementerian Kesehatan RI. (2011). Profil Kefarmasian dan Alat
Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan.
Kurniawan, B., & Aryana, W. F. (2015). Binahong (Cassia Alata L) as
inhibitor of escherichiacoli growth. Jurnal Majority, 4(4),
100�104.
Lathifah, Q. (2008). Uji efektifitas ekstrak kasar senyawa antibakteri
pada buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan variasi pelarut.
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Lestari, T. (2015). Penetapan kadar polifenol dan aktivitas antibakteri
ekstrak etanol daun sintrong (Crassocephalum
Crepidiodes (Benth.) S. moore). Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada:
Jurnal Ilmu-Ilmu Keperawatan, Analis Kesehatan Dan Farmasi, 13(1),
107�112. https://doi.org/10.36465/jkbth.v13i1.20.
Maimunah, S., Pratama, H. A., & Mayasari, U. (2020). Uji Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Daun Sintrong (Crassocephalum crepidiodies) Terhadap
Bakteri Staphylococcus Aureus||
Antibacterial Activity Assay From Sintrong Leaf (Crassocephalum crepidiodies)
Against Staphylococcus Aureus
Bacteria. Jurnal Pembelajaran Dan Biologi Nukleus, 6(1), 103�111.
https://doi.org/10.36987/jpbn.v6i1.1607.
Malangngi, L., Sangi, M., & Paendong, J. (2012). Penentuan Kandungan
Tanin dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Buah Alpukat (Persea americana
Mill.). Jurnal Mipa, 1(1), 5�10.
https://doi.org/10.35799/jm.1.1.2012.423.
Moi, M. Y., Kusdiyantini, E., & Pujiyanto, S. (2018). Endophytic
Bacteria from Faloak Plant Seed (Sterculia comosa) as Antibacterial Agent. Biosaintifika:
Journal of Biology & Biology Education, 10(3), 546�552.
https://doi.org/10.15294/biosaintifika.v10i3.15361.
Nuria, M. C., & Faizatun, A. (2009). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Etanol Daun Jarak Pagar (Jatropha Curcas L) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus ATCC 25923,
Escherichia coli ATCC 25922, dan Salmonella typhi ATCC 1408. Mediagro:
Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, 5(2), 26�37.
Pasilala, F. B., Tarigan, D., & Saleh, C. (2016). Uji toksisitas
(Brine Shrimp Lethality Test) dan aktivitas antioksidan dari daun sintrong
(Crassocephalum crepidioides) dengan metode 2, 2-diphenyl-1-picrylhidrazil
(DPPH). Jurnal Kimia Mulawarman, 14(1), 14�18.
Pelczar, M. J., & Chan, E. C. S. (2008). Dasar-Dasar Mikrobiologi
Jilid I. Jakarta. Ui Press.
Safita, G. (2016). Uji Aktivitas Antibakteri Daun Kenikir (Cosmos
caudatus Kunth.) dan Daun Sintrong (Crassocephalum crepidioides (Benth.) S.
Moore.) terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus dan Pseudomonas aeruginosa.
FAkultas MIPA (UNISBA).
Sangi, M., Runtuwene, M. R. J., Simbala, H. E. I., & Makang, V. M. A.
(2019). Analisis fitokimia tumbuhan obat di Kabupaten Minahasa Utara. Chemistry
Progress, 1(1), 47�53. https://doi.org/10.35799/cp.1.1.2008.26.
Saputri, M., & Mierza, V. (2020). Aktivitas Antibakteri Sediaan Gel
dari Fraksi Aktif Daun Sintrong (Crassocephalum Crepidioides (Benth) S Moore). Journal
of Pharmaceutical and Health Research, 1(3), 72�76.
https://doi.org/10.47065/jharma.v1i3.595.
Simanungkalit, E. R., Duniaji, A. S., & Ekawati, I. G. A. (2020).
Kandungan Flavonoid dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Sintrong (Crassocephalum Crepidiodes) Terhadap
Bakteri Bacillus cereus. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Pangan (ITEPA), 9(2),
202�210. https://doi.org/10.24843/itepa.2020.v09.i02.p10.
Sipriyadi, S., Lestari, Y., Wahyudi, A. T., Meryandini, A., &
Suhartono, M. T. (2016). Exploration of Potential Actinomycetes from CIFOR
Forest Origin as Antimicrobial, Antifungus, and Producing Extracellular
Xylanase. Biosaintifika: Journal of Biology & Biology Education, 8(1),
96�104. https://doi.org/10.15294/biosaintifika.v8i1.5052.
Soemiati, A. (2013). Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan
Sokletasi Terhadap Kadar Piperin Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti fructus).
Suci, P. R., Safitri, C. I. N. H., & Choiroh, N. (2020). Uji Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Daun Sintrong (Crassocephalum crepidioides Benth. S. Moore)
pada Salmonella typhi. AFAMEDIS, 1(2), 1�10.
Sulastrianah, S., Imran, I., & Fitria, E. S. (2014). Uji daya hambat
ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) dan daun sirih (Piper betle L.)
terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli. MEDULA: Jurnal Ilmiah
Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo, 1(2), 152544.
https://doi.org/10.33772/medula.v1i2.197.
Wardhani, L. K., & Sulistyani, N. (2012). Uji aktivitas antibakteri
ekstrak etil asetat daun binahong (Anredera scandens (L.) Moq.) terhadap
Shigella flexneri beserta profil kromatografi lapis tipis. Jurnal Ilmiah
Kefarmasian, 2(1), 1�6.
Wijayakusuma, H. (2008). Ramuan Lengkap Herbal Taklukan Penyakit.
Hembing Wijayakusuma.
Febronia Yevani, Maria Yasinta Moi, Dian Ernaningsih (2023) |
First publication right: |
This article is licensed under: |