Volume 4, No. 3 Maret 2023
p-ISSN 2722-7782 | e-ISSN 2722-5356
PERAN SERIKAT PEKERJA DALAM HAL PERSELISIHAN
HUBUNGAN KERJA YANG BERDAMPAK PADA PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Enggartiasti Sherly Anggraini
Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok,
Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak: ��������
Dalam setiap Perusahaan tentunya selalu berupaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang kooperatif dan nyaman bagi setiap pekerjanya.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran serikat pekerja dalam mengatasi perselisihan hubungan kerja yang dapat berdampak pada pemutusan hubungan kerja. Metode Penelitian yang diangkat pada penelitian ini adalah penelitian
Normatif. Penelitian Hukum Normatif merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau data sekunder�.� Hasil penelitian menunjukkan bahwa serikat pekerja
memiliki peran yang sangat penting dalam menangani
perselisihan hubungan kerja yang dapat berdampak pada pemutusan hubungan kerja. Peran serikat pekerja antara lain adalah sebagai mediator dalam penyelesaian perselisihan, memberikan pendapat hukum dan nasihat kepada anggota, dan melindungi hak-hak pekerja melalui negosiasi dan aksi protes. Penelitian ini merekomendasikan perlunya peningkatan peran serikat pekerja
dalam mengatasi perselisihan hubungan kerja yang dapat berdampak pada pemutusan hubungan kerja. Hal ini dapat dilakukan
melalui pemberian pelatihan dan pendidikan kepada anggota serikat pekerja mengenai hukum hubungan kerja dan peran serikat pekerja
dalam menyelesaikan perselisihan. Dengan demikian, diharapkan dapat tercipta lingkungan kerja yang lebih stabil dan kondusif bagi pekerja.
�����������������������������������������������
Kata Kunci: Hubungan Kerja; Perselisihan; Pekerja; Pemutusan Hubungan Kerja; Serikat Pekerja.
Abstract:
In every company, of course,
always strive to create a cooperative and comfortable work environment for each
worker. This study aims to analyze the role of trade unions in overcoming labor
relations disputes that can have an impact on termination of employment. The
research method raised in this study is Normative research. Normative Law
Research is legal research conducted by examining library materials or
secondary data".� The results showed
that trade unions have a very important role in handling labor relations
disputes that can have an impact on termination of employment. The role of
trade unions includes being a mediator in dispute resolution, providing legal
opinions and advice to members, and protecting workers' rights through
negotiations and protests. The study recommends the need to increase the role
of trade unions in addressing labor disputes that can have an impact on
termination. This can be done through providing training and education to union
members on labor relations law and the role of unions in resolving disputes.
Thus, it is expected to create a more stable and conducive work environment for
workers.
Keywords: employment relations;
Conflict; Worker; Termination of employment; Trade Union.���
Article History�����������
Diterima��������� :
05 Maret 2023
Direvisi����������� :
Publish������������ :
�����������
PENDAHULUAN
Pembangunan ketenagakerjaan
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 4 Undang-Undang
No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bertujuan agar tenaga kerja didayagunakan
secara optimal/manusiawi dengan memperhatikan pemerataan kesempatan kerja sesuai dengan
kebutuhan pembangunan serta mempertimbangkan aspek perlindungan guna mewujudkan serta meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya
Secara filosofis tenaga kerja dan pengusaha merupakan pihak-pihak yang menjalin suatu hubungan kerja dan turut bersinergi satu sama lain guna meningkatkan pertumbuhan industri maupun ekonomi
Serikat pekerja harus berpihak
terhadap pekerja, bukan pengusaha, namun keperpihakannya mempunyai sifat obyektif, terbuka, serta bertanggungjawab
Tuntutan pekerja/buruh untuk
memperjuangkan perbaikan kesejahteraan, seperti kenaikan upah dan kondisi kerja yang lebih baik, dapat
dipandang sebagai tuntutan yang dapat dipahami mengingat tingkat daya beli
pekerja/buruh tidak banyak beranjak
dari kondisi sebelum krisis
Namun perlu diperhatikan bahwa penyelesaian perselisihan hubungan industri di Indonesia sejak lama telah menjadi masalah yang pelik dan berkepanjangan yang turut menyumbang terhadap timbulnya keresahan industri akhir-akhir ini. Penyelesaian kasus-kasus tersebut sering dilakukan di luar upaya hukum, misalnya
dengan melibatkan aparat kepolisian, militer, atau bahkan
�preman� dengan cara represif. Di lain pihak, pemulihan ekonomi akibat krisis ekonomi yang berjalan lambat, ditambah dengan adanya gejala resesi
global yang cenderung berdampak
negatif terhadap pangsa pasar, merupakan suatu dilema tersendiri
bagi pengusaha dalam menghadapi tuntutan para pekerja/buruhnya.
Ada pun penelitian yang serupa dilakukan oleh Podungge (2021), dalam penelitiannya
yang berjudul "Peran Serikat
Pekerja/Buruh dalam Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja Secara Sepihak yang Dilakukan oleh Perusahaan terhadap
Pekerja/Buruh." dalam penelitiannya menghasilkan peran Serikat Pekerja/Buruh dalam penyelesaian
perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja secara sepihak yang dilakukan oleh perusahaan terhadap pekerja/buruh.
Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis peran serikat pekerja
dalam mengatasi perselisihan hubungan kerja yang dapat berdampak pada pemutusan hubungan kerja.
METODE
Metode Penelitian yang diangkat
pada penelitian ini adalah penelitian Normatif. Penelitian Hukum Normatif merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau data sekunder�.� Penelitian hukum normatif mengacu konsep hukum sebagai
kaidah dengan metodenya yang doktrinal-nomologik
yang bertitik tolak pada kaidah ajaran yang mengkaidai perilaku. Berdasarkan pendapat tersebut penelitian hukum berupaya menemukan kebenaran koherensi yaitu apakah aturan hukum
sesuai dengan norma hukum dan apakah norma hukum
yang berisi mengenai kewajiban dan sanksi tersebut sesuai dengan prinsip hukum, dan juga apakah tindakan sesorang sesuai dengan norma
hukum atau prinsip hukum. Dalam hal ini,
penelitian hukum yang dilakukan akan menggunakan bahan hukum seperti bahan
hukum primer berupa peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder
berupa buku hukum, jurnal, dan lain sebagainya, serta didukung bahan hukum tersier seperti
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan kamus hukum.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
A.
Peran Serikat Pekerja di Indonesia
Dalam Pasal
1 angka 2 UU No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan,
istilah tenaga kerja mengandung pengertian yang bersifat umum, yaitu setiap
orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Pengertian tersebut belum jelas menunjukan
status hubungan kerjanya. Secara khusus Ridwan Halim memberikan pengertian buruh/pegawai adalah:
(a) Bekerja pada atau untuk majikan/ Perusahaan. (b) Imbalan kerjanya dibayar oleh majikan/ Perusahaan.
(c) Secara resmi terang-terangan dan kontinu mengadakan hubungan kerja dengan majikan/
perusahaan, baik untuk waktu tertentu
maupun untuk jangka waktu tidak
tertentu lamanya.
Hubungan kerja
antara pekerja dengan pengusaha tidak selamanya harmonis, ada saja
ketidaksepahaman dalam menyikapi hukum ketenagakerjaan
Menurut Pasal
1 huruf q Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah
organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk buruh baik diperusahaan
maupun diluar perusahaa, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi
hak dan kepentingan pekerja atau buruh
serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh beserta keluarganya.
Di dalam penjelasan umum Pasal 25 UU No.21 Tahun 2000 tentang Serikat pekerja, dikatakan bahwa Pekerja/ butuh sebagai warga
negara mempunyai persamaan kedudukan dalam hukum, hak untuk
mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, mengeluarkan pendapat, berkumpul dalam satu organisasi serta mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja/ serikat buruh.
Menurut Abdul R. Budiono
Serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja atau
buruh baik diperusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, tebuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan,
membela serta melindungi hak dan kepentingan dan pekerja atau buruh serta
meningkatkan kesejahteraan buruh dan keluarganya.
Pembentukan serikat
pekerja adalah hak yang melekat pada pekerja, worker rights is human rights juga diatur dalam Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia
Tahun 1948 Pasal 23 dengan jelas menyatakan
hal tersebut: (a) ayat (1) Setiap orang berhak atas pekerjaan,
berhak bebas memilih pekerjaan, berhak atas syarat-syarat
pekerjaan yang adil dan menguntungkan serta berhak atas perlindungan
akan pengangguran; (b) ayat (2) Setiap orang tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan
yang sama untuk pekerjaan yang sama; (c) ayat (3) Setiap orang yang bekerja berhak atas pengupahan yang adil dan menguntungkan, yang memberikan jaminan kehidupan yang bermartabat baik dirinya sendiri
maupun keluarganya, dan jika perlu ditambah
dengan perlindungan sosial lainnya; (d) ayat (4) Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat-serikat pekerja untuk melindungi
kepentingannya.
Peran serikat pekerja, selain membangun hubungan industrial, mempunyai fungsi sebagai pihak dalam
pembuatan perjanjian kerja bersama serta
penyelesaian perselisihan hubungan industrial; Sebagai
wakil pekerja dalam lembaga kerja sama
bipartit Sebagai perencana, pelaksana dan penanggungjawab pemogokan pekerja; dan wakil pekerja dalam memperjuangkan kepemilikan saham di perusahaan.
Dengan� adanya� serikat� pekerja� di� perusahaan� peran� dan� fungsi� LKS� Bipartit� di� perusahaan� sudah� dapat dilaksanakan�
oleh� Serikat� pekerja/serikat� buruh� karena� tugas� dan� fungsi� serikat� pekerja� adalah� menampung aspirasi�� dan�� keluhan�� pekerja/buruh,�� menyalurkan�� aspirasi�� dan�� keluhan�� tersebut�� kepada�� pengusaha, memperjuangkan�� realisasi�� hak�� dan�� kepentingan�� anggota�� kepada�� pengusaha,�� membantu�� menyelesaikan perselisihan�
industrial,� meningkatkandisiplin� dan� semangat� kerja� anggota,� aktif� mengupayakan� menciptakan atau� mewujudkan HIyang� aman,� harmonis,� dinamis� dan� berkeadilan� dan� menyampaikan�
saran� kepada
pengusaha� baik� untuk� penyelesaian� keluh� kesah� pekerja� maupun� untuk� penyempurnaan� sistem� kerjadan peningkatan produktifitas perusahaan
Serikat pekerja
dapat dibentuk sekurang-kurangnya oleh 10 orang pekerja,
dan serikat pekerja yang telah terbentuk berhak membentuk dan berpayung sebagai anggota federasi/ konfederasi serikat pekerja. Keberadaan pekerja yang membentuk serikat pekerja tidak dapat dihalang-halangi
oleh pengusaha, pemerintah,
atau pihak manapun yang akan memaksa dan menekan pekerja untuk tidak
membentuk serikat pekerja, diancam dengan pidana penjara
paling sedikit 1 (satu) tahun dan terlama 5 (lima) tahun, dan/ atau denda paling sedikit
Rp.100.000.000- (Seratus Juta Rupiah) dan paling banyak Rp.500.000.000,- (Lima Ratus Juta Rupiah). Demikian pula, jika pekerja ketika melaksanakan kegiatan organisasi mendapatkan perlakuan yang tidak sesuai dengan ketentuan
hukum, seperti pemutusan hubungan kerja, pemberhentian sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan
mutasi, tidak membayar upah atau
mengurangi upah pekerja, intimidasi, serta melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja, maka bagi pihak
yang menghalang-halangi kegiatan
serikat pekerja, diancam dengan ketentuan tersebut.
Di Indonesia sendiri terdapat banyak serikat pegawai yang sudah terdaftar resmi di Kementerian Tenaga Kerja.
Jika mengacu pada data Kemnaker,
jumlah serikat pegawai di tahun 2017 sendiri sudah mencapai
sekitar 7.000 organisasi. Beberapa contoh serikat pekerja yang ada di Indonesia, yaitu: (a) ILO
(International Labour Organization). (b) PPMI (Persatuan Pekerja Muslim
Indonesia). (c) FSPS (Federasi Serikat
Pekerja Singaperbangsa).
(d) SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia). (e) KASBI (Kongres
Aliansi Serikat Buruh Indonesia). (f) KSPI (Konfederasi
Serikat Pekerja Indonesia
Dengan adanya
lebih dari satu serikat buruh,
dapat muncul konflik antar SB. Tidak saja antara
SB yang baru dengan SB yang
lama akan tetapi juga antar SB yang lahir pada masa sesudah orde baru
runtuh. Perbedaan-perbedaan
dalam berbagai bidang misalnya strategi perjuangan, rekrutmen anggota, pola kepemimpinan
dan ideologi, ditambah dengan kemungkinan adanya-friksi yang terus menerus, dan dengan dimungkinkannya SB-SB ini berada dalam satu
perusahaan, sehingga friksi tersebut pada tingkatan tertentu dapat berubah menjadi
konflik.
Serikat pekerja
memiliki beberapa fungsi yang mana diatur pada Pasal 4 Ayat 2 Undang-Undang
No.21 Tahun 2000. Diantaranya
adalah sebagai berikut
Selain memiliki
fungsi yang memihak para pekerja jika terjadi
permasalahan, serikat pekerja juga memiliki beberapa tujuan yang penting, beberapa diantaranya yaitu:
1. Membela
Hak Para Pekerja
Salah satu fungsi dan manfaat serikat pekerja adalah untuk mendukung
karyawan yang memiliki masalah terkait hak dan kewajiban mereka ketika bekerja.
Sehingga mereka mendapat kesempatan untuk hidup sejahtera.
2. Memperbaiki
Aturan di Perusahaan Karyawan
Bisa saja satu hal atau
aturan tertentu di perusahaan baru terlihat menjadi masalah seiring berjalannya waktu. Ketika permasalahan tersebut justru menyebabkan kerugian pada karyawan, serikat pekerja dapat berperan sebagai penengah antara karyawan dengan manajemen perusahaan. Bukan hal yang tidak mungkin setelah terjadinya perundingan ini, akan ada
penyesuaian aturan yang berlaku agar kedua belah pihak sama-sama
tidak merugi.
3. Menyampaikan
Aspirasi Karyawan kepada Perusahaan
Sebisa mungkin
karyawan harus menghindari keputusan-keputusan sepihak yang dilakukan perusahaan.Namun, tidak bisa dipungkiri
bahwa hal ini sering terjadi.
Fungsi dan manfaat serikat pekerja adalah untuk bisa
membantu karyawan agar pendapat mereka juga turut didengarkan oleh perusahaan. Karena idealnya, perusahaan harus melibatkan karyawan ketika ingin mengambil
sebuah keputusan.
Dalam pasal
25 UU No.21 Tahun 2000 dikatakan
bahwa Serikat Pekerja/ Serikat Buruh yang telah memiliki nomor bukti, mempunyai hak:(a) Membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha. (b) Mewakili pekerja/ buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial (c) Mewakili
pekerja/ buruh dalam Lembaga ketenagakerjaan.
(d) Membentuk Lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesejahteraan pekerja/ buruh, seperti mendirikan koperasi, Yayasan, atau bentuk usaha
lain. (e) Melakukankegiatan lainnya
di bidang ketenagakerjaan
yang tidak bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan di dalam
pasal 27 menjelaskan mengenai kewajiban dari Serikat Pekerja/
Serikat Buruh, Federasi dan Kofederasi yang sudah memiliki nomor bukti
B.
Peran Serikat Pekerja dalam Perselisihan
Hubungan Kerja
Dalam era industralisasi
di atas kemajuan pengetahuan dan teknologi informasi, perselisihan hubungan industrial menjadi semakin kompleks, untuk penyelesaiannya diperlukan institusi yang mendukung mekanisme penyelesaian perselisihan yang cepat, tepat, adil
dan murah. UndangUndang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perburuhan dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta sudah tidak
sesuai lagi dengan perkermbangan keadaan dan kebutuhan tersebut di atas. Perselisihan hubungan industrial umumnya terjadi karena terdapat ketidaksepahaman dan perbedaan kepentingan antara pelaku usaha dan pekerja
Dalam melaksanakan
hubungan industrial setiap pekerja diarahkan untuk memiliki sikap merasa ikut
memiliki serta mengembangkan sikap memelihara dan mempertahankan kelangsungan usaha dari perusahaan. Demikian juga setiap pengusaha dalam hubungan industrial diharapkan mampu mengembangkan sikap memperlakukan pekerja atas dasar
kemitraan yang sejajar serta mampu meningkatkan
profesionalisme dan kesejahteraan
pekerja. Namun pada kenyataannya perbedaan pendapat dalam hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan dapat dengan mudah terjadi
dan mampu mengakibatkan perselisihan.
Hubungan Industrial pada dasarnya adalah proses terbinanya komunikasi, konsultasi musyawarah serta berunding ditopang oleh kemampuan dan komitmen yang tinggi dari semua elemen
yang ada dalam perusahaan
Hubungan�� industrial��
ini��
juga�� dikaitkan
dengan� interaksi� pekerja� di� tempat� kerja.� Hal tersebut akan terasa
apabila terdapat permasalahan atau gejolak. Suasana kerja akan berubah� dan�
berakibat�
pada� penurunan� kinerja serta� produktivitas�
di� tempat� kerja.� Semua �itu
tergantung�
pada� berhasil� atau� gagalnya� dalam mengelola hubungan industrial dalam perusahaan.
Berdasarkan pengertian
Perselisihan Hubungan
Industrial tersebut, maka dalam Pasal 1 angka
2 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial membagi Jenis Perselisihan Hubungan Industrial menjadi:
a. Perselisihan hak, yaitu perselisihan
yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibatnya adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundangundangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama (Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Menurut Lalu Husni dalam bukunya menyatakan bahwa, berdasarkan pengertian di atas jelas bahwa perselisihan
hak merupakan perselisihan hukum karena perselisihan ini terjadi akibat
pelanggaran kesepakatan
yang telah dibuat oleh para
pihak, termasuk didalamnya halhal yang sudah ditentukan dalam peraturan perusahaan dan perundangundangan
yang berlaku.
b. Perselisihan Kepentingan, yaitu perselisihan yang timbul dalam hubungan hubungan kerja karena tidak adanya
kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama (Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial)
Menurut Iman Soepomo, berdasarkan pengertian diatas perselisihan kepentingan terjadi ketidaksesuaian paham dalam perubahan syarat-syarat kerja dan atau keadaan perburuhan.
c. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja, yaitu perselisihan
yang timbul karena tidak adanya kesesuaian
pendapat mengenai pengakhiran pemutusan hubungan kerja oleh salah satu pihak (Pasal
1 angka 4 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial). Perselisihan PHK ini
merupakan jenis perselisihan yang paling banyak terjadi, pihak pengusaha dengan berbagai alasan mengeluarkan surat PHK kepada pekerja tertentu jika pengusaha
menganggap bahwa pekerja tidak dapat
lagi bekerja sesuai kebutuhan perusahaan, tetapi PHK juga dapat dilakukan atas permohonan pekerja karena pihak pengusaha tidak melaksanakan kewajiban yang telah disepakati atau berbuat sewenang-wenang kepada pekerja.
d. Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam
satu perusahaan, yaitu perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dengan
serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu
perusahaan, karena tidak adanya kesesuaian
paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan (Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,
selanjutnya disebut UU
PPHI).
Perselisihan Pemutusan� hubungan� Kerja� (PHK) merupakan� hal� paling�
sensitif�
bagi� pekerja
Berdasarkan Undang-Undang
No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja atau buruh
dan pengusaha. Menurut Pasal 61 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 mengenai tenaga kerja, perjanjian
kerja dapat berakhir apabila: (a) Pekerja meninggal dunia. (b) Jangka waktu kontrak
kerja telah berakhir.
Perusahaan dapat melakukan PHK apabila pekerja melakukan pelanggaran terhadap perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama
Penyelesaian perselisihan
hubungan industrial dapat dilaksanakan melalui pengadilan hubungan industrial atau di luar pengadilan
hubungan industrial yaitu:
1. Penyelesaian Melalui Bipartit Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, pengertian perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh dengan pengusaha
untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
Upaya perundingan bipartit diatur dalam Pasal 3 sampai
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
2. Penyelesaian Melalui Tripartit Penyelesaian melalui Tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi, dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggota-anggotanya terdiri dari unsur organisasi
pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah. Tugas pokok dari
penyelesaian Triparti ini adalah memberikan
pertimbangan, saran, dan pendapat
kepada pemerintah dan pihak terkait dalam
penyusunan kebijakan masalah ketenagakerjaan.
3. Penyelesaian Melalui Mediasi Dalam Pasal 1 angka
11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Mediasi Hubungan Industrial yang selanjutnya
disebut mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya
dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih
mediator yang netral. Mediator adalah
pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator
yang ditetapkan oleh Menteri untuk
bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya
dalam satu perusahaan.
4. Penyelesaian melalui Konsoliasi, Penyelesaian konsiliasi dilakukan melalui seorang atau beberapa
orang atau badan yang disebut
sebagai konsiliator yang
wilayah kerjanya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja, dimana konsiliator tersebut akan menengahi
pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihannya secara damai. Jenis Perselisihan
yang dapat diselesaikan melalui konsiliasi antara lain: untuk perselisihan kepentingan, perselisihan PHK atau perselisihan antar serikat pekerja / serikat buruh dalam
satu perusahaan.
5. Penyelesaian melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), Menurut
pasal 56 UU No. 2 Tahun
2004, Pengadilan Hubungan
Industrial mempunyai kompetensi
absolut untuk memeriksa dan memutus
Sarana hubungan
industrial diwujudkan dengan
menggunakan model, yaitu keberadaan serikat pekerja di lingkungan perusahaan, organisasi pengusaha dalam ranah bipartit, bersama pemerintah melalui forum tripartit, berbagai peraturan hukum positif, perjanjian kerja bersama, serta lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Semua sarana yang tersedia dipergunakan untuk mewujudkan kemitraan, namun demikian ketersediaan sarana tersebut, tidak menjamin secara mulus bahwa
dalam perjalanan proses produksi tanpa mengalami hambatan, sekurang-kurangnya dengan pelbagai sarana tersebut, dapat menekan tingkat perselisihan antara pekerja dengan pengusaha. Dengan demikian hubungan kemitraan dapat terbangun/tercipta dalam suasana kesejukan
dalam koridor hukum, keadilan dan memberi kemanfaatan bagi semua pihak
dengan tetap patuh ternadap hak dan kewajiban masing-masing. Dalam rangka membangun
hubungan kerja yang bermotif kemitraan dapat diketengahkan model partisipasi versi Swedia, yakni peran
serikat pekerja di tempat kerja, seperti
perencanaan produksi, kepastian/kelayakan kerja, kondisi kerja (syarat syarat
kerja, kesehatan, keselamatan kerja, kesejahteraan), dan partisipasi
di bidang pengelolaan keuangan perusahaan.
KESIMPULAN
Dari pemaparan tersebut
di atas, dapat disimpulkan bahwa peranan serikat pekerja dalam menyampaikan
aspirasi, serta upaya memperjuangkan kesejahteraan kesehatan, keselamatan kerja mempunyai makna signifikan. Model negoisasi dalam upaya mencapai
mufakat lebih diutamakan. Serikat pekerja tingkat cabang berperan aktif sebagai pendampingan
(advokasi-stakeholders) serta
peran pemerintah selaku mediator memberi makna positif dalam
rangka penegakan hukum, walaupun serikat pekerja menyadari adanya kendala maupun tantangan yang selalu menghadangnya. Namun demikian kontribusi serikat pekerja dalam melaksanakan fungsi dan peranan untuk membangun jalinan hubungan kerja yang kondusif serta proporsional memberi warna tersendiri
dalam pembangunan nasional dibidang ketenagakerjaan.
Afifah,
W., & Paruntu, D. N. (2015). Perlindungan
Hukum Hak Kesehatan Warga Negara Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Mimbar Keadilan, 150�169.
Agung, A. P. W. (2021). Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Dalam Pemutusan Hubungan Kerja (Phk) Dengan
Alasan Efisiensi Akibat Pandemi Covid 19. To-Ra,
7(1), 135�153.
Angelia, G., & Yurikosari, A. (2020). Perlindungan
Hukum terhadap Pekerja Akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Sepihak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Studi Putusan Pengadilan Negeri
Bandung Nomor 211/PDT. SUS-PHI/2018/PN. BDG). Jurnal Hukum Adigama,
3(1), 578�602.
Chumaida,
Z. V., Sabrie, H. Y., Dian, W., & Amalia, R.
(2016). Aspek Hukum Kartu
Indonesia Sehat. Yuridika, 31(3),
498�520.
Fahrunnisa,
F., Razak, R., & Said, A. (2017). Peran Pemerintah
Dalam Menangani Konflik Pemutusan Hubungan Kerja Karyawan Pt Gunung Mas Di Kabupaten Pangkep. Kolaborasi: Jurnal Administrasi Publik, 3(3), 310�325.
Fatimah, Y. N. (2015). Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Pengadilan
Hubungan Industrial dalam Pemenuhan Hak Pekerja/Buruh Yang di Putus Hubungan Kerja. Pandecta Research Law Journal, 10(2),
215�232.
Fikriyah,
K. (2021). Peran Mediator Dalam Penyelesaian
Perselisihan Hubungan
Industrial Di Masa Pandemi
Covid-19. Jurnal Inovasi
Penelitian UIN, 1(8).
Handayani,
P. (2017). Penyelesaian Sengketa
Melalui Mediasi Terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Di Kota Batam. Lex Librum: Jurnal Ilmu Hukum, 4(1).
Podungge,
I. P., Patiolo, D., Silvya,
V., & Hanifa, I. (2021). Peran Serikat Pekerja/Buruh dalam Penyelesaian
Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja Secara Sepihak yang Dilakukan oleh Perusahaan terhadap
Pekerja/Buruh. Jurnal Hukum Lex Generalis,
2(5), 384�399.
Pujiastuti,
D. (2010). Peranan serikat
pekerja dalam menciptakan hubungan industrial
yang harmonis di PT. Air Mancur
Karanganyar tahun 2008.
Putri, S. A., Karsona,
A. M., & Singadimedja, H. (2022). Dirumahkannya Pekerja yang Berujung Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada Masa Pandemi Covid-19 secara Sepihak Berdasarkan Penyelesaian Sengketa Ketenagakerjaan Secara Non Litigasi. ADHAPER: Jurnal
Hukum Acara Perdata, 8(1), 167�182.
Ridwan, M., & Nurhakim, L. I. (2020). Optimalisasi
Perundingan Bipatrit Sebagai Master Mind Penyelesaian
Sengketa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Sebagai Akibat Dari Pandemi Corona. ADHAPER: Jurnal
Hukum Acara Perdata, 6(1), 87�108.
Sinaga,
R. (2018). Peran Pengadilan Hubungan
Industrial Pada Pengadilan Negeri Padang Kelas IA Dalam Memberikan Kepastian Hukum Terhadap Perkara Pemutusan Hubungan Kerja. Soumatera Law
Review, 1(2), 360�379.
Sinaga,
T. M., Kom, S., & SM, M. M. (2023). SISTEM
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA, 203.
Soewono,
D. H. (2019). Peran Serikat Pekerja
Dalam Menciptakan Hubungan Industrial Di
Perusahaan. Jurnal Hukum Unik Kediri (2019)(21), 1�13.
Vandawati,
Z., Sabrie, H. Y., Pawestri,
W. D., & Amalia, R. (2016). Aspek Hukum Kartu Indonesia Sehat. Yuridika,
31(3), 498�520.
Wibowo, R. F., & Herawati, R.
(2021). Perlindungan bagi pekerja atas tindakan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak. Jurnal
Pembangunan Hukum Indonesia, 3(1), 109�120.
Wijaya, A. T., & Subekti, R. (2021). Penyelesaian
Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Pada Masa Pandemi Covid-19 Melalui
Mediator. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 9(2),
474�485.
Yuditia,
A., Hidayat, Y., & Achmad,
S. (2021). PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL OLEH BPJS BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NO. 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL. Jurnal Magister Ilmu
Hukum, 6(1), 43�61.
Podungge,
I. P., Patiolo, D., Silvya, V., & Hanifa, I. (2021). Peran Serikat
Pekerja/Buruh dalam Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja Secara
Sepihak yang Dilakukan oleh Perusahaan terhadap Pekerja/Buruh. Jurnal Hukum
Lex Generalis, 2(5), 384�399.
Enggartiasti Sherly Anggraini
(2023) |
First publication right: |
This article is licensed under: |