Jurnal Syntax Admiration |
Vol. 1
No. 3 Juli 2020 |
p-ISSN :2722-7782 e-ISSN : 2722-5356 |
Sosial Teknik |
INTERVENSI GOOD AGRICUTURAL PRACTICES (GAP)
TERHADAP PREFERENSI PETANI TOMAT (SOLANUM
LYCOPERSICUM) DI KECAMATAN CIKAJANG KABUPATEN GARUT
Siti Rahayu Salsabila, Dayat dan Nawangwulan
Widyastuti
Politeknik Pembangunan Pertanian Bogor
Email: [email protected], [email protected] dan [email protected]
INFO ARTIKEL |
ABSTRAK |
Diterima 03
Juni 2020 Diterima dalam bentuk revisi 13 Juli 2020 Diterima dalam bentuk revisi |
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
gambaran keadaan preferensi petani mengenai GAP, mengetahui faktor-faktor apa
saja yang berpengaruh terhadap intervensi GAP sebagai upaya peningkatan preferensi
petani dan untuk menetapkan strategi penyuluhan di Desa Margamulya. Data penelitian ini diperoleh dari
instrumen kuesioner dan wawancara. Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan
menggunakan rumus Slovin sehingga didapat responden sebanyak 48 orang, untuk
teknik sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling. Teknik pengolahan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis
regresi linier berganda dan analisis Kendall�s W. Berdasarkan hasil
penelitian dapat di tarik kesimpulan bahwa intervensi GAP pada petani tomat
di Desa Margamulya berada dalam kategori kurang baik. Sedangkan untuk
preferensi petani tomat terhadap GAP masuk dalam kategori tinggi. Faktor
internal, faktor eksternal, dan intervensi GAP menunjukkan memiliki pengaruh
yang kuat dan bernilai positif terhadap preferensi petani secara simultan dan
umur, pendidikan formal, pendidikan nonformal, ketersediaan sarana produksi
dan kemudahan akses informasi beperngaruh secara simultan. Strategi yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan preferensi petani khususnya dalam
implementasi dan men-difusikan GAP pada budidaya tomat adalah dengan cara
memberikan penyuluhan daring dengan membagikan video dan materi mengenai GAP
serta dengan memberikan gambaran melalui petak percontohan dengan penerapan
prinsip GAP. Adapun beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah bagi BPP
Kecamatan Cikajang dilaksanakannya kegiatan pembinaan dan penyuluhan yang
lebih efektif, setelah pandemi ini berakhir dapat melakukan penyuluhan secara
tatap muka dan lebih intensif tentang teknologi GAP dan melibatkan beberapa
stakeholder. |
Kata kunci: Penyuluhan pertanian; intervensi; preferensi dan GAP |
Pendahuluan
Pendidikan memegang peran penting dalam membentuk karakter suatu bangsa. K-emajuan pendidikan di suatu Negara selalu berkorelasi positif terhadap kemajuan peradaban bangsa tersebut (Tane, 2020). Dengan demikian diharapkan proses pembelajaran yang dilaksanakan semakin baik yang pada akhirnya akan terjadi peningkatan mutu pendidikan di Indonesia (Cholik, 2017). Salah satunya penyuluhan pertanian, penyuluhan pertanian �adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup (INDONESIA, 2006).� Melalui adanya kegiatan penyuluhan, selain penyuluh juga diharapkan preferensi yang tinggi dari petani.���
Pengertian intervensi secara umum adalah suatu tindakan yang dilakukan sebuah badan untuk memasukkan �pahamnya� layaknya seseorang yang ingin membantu. Dapat dikatakan bahwa pengintervensi merupakan pihak ketiga. Pada kegiatan penyuluhan, pihak pengintervensi adalah penyuluh dan pihak yang diintervensi adalah petani. Ketika sebuah teknologi pertanian menjadi objek yang diintervensi oleh penyuluh dan teknologi tersebut dilaksanakan petani maka akan terjadi peningkatan maupun perubahan yang dapat digambarkan misalnya produktivitasnya tinggi. Maka dari itu dengan tingginya tinkgat Preferensi dari petani, secara khusus dapat memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan petani dan secara umum terhadap pembangunan daerah, khususnya yaitu Jawa Barat.�
Kabupaten Garut merupakan produsen tomat terbanyak di Jawa Barat dengan produksi 125.302 ton atau 35,46% dari total produksi di Jawa Barat (Direktorat Jendral Hortikultura Jawa Barat, 2018). Hal ini diperjelas dari hasil produksi pada tahun 2013-2017 di Kabupaten Garut menurut Dinas Pertanian setempat pada Tahun 2018 yakni mengenai jumlah produksi dan produktivitas tanaman tomat di Kabupaten Garut menunjukkan hasil produksi yang relatif sama dengan rata-rata produksi sebanyak 127.727 ton dengan rata-rata produktivitas 27,8 ton/Ha. Jumlah ini masih bisa ditingkatkan melalui pembinaan dengan kegiatan penyuluhan.
Salah satu penyebab terjadinya jumlah produksi yang relatif sama tiap tahunnya adalah tanaman tomat yang dibudidayakan masih secara konvensional dan kurang memerhatikan aspek teknis budidaya mulai dari persiapan lahan hingga pemanenan. Hal ini sesuai dengan adanya data pada Programa Kecamatan Cikajang tahun 2020, bahwa penerapan prinsip GAP (Good Agricultural Practices) selanjutnya disebut dengan GAP, baru mencapai 24%, sedangkan 76% petani lainnya masih belum menerapkan.� Masih rendahnya tingkat preferensi petani mengenai GAP dibuktikan dengan: (1) preferensi petani masih rendah mengenai GAP; (2) Baru sebagian petani yang melakukan penerapan GAP; (3) Baru sebagian petani yang mengetahui apa itu GAP. Belum optimalnya penerapan teknologi GAP karena preferensi petani yang masih rendah mengenai teknologi tersebut.�
Sebuah program akan berjalan dengan baik dan tujuannya
dapat tercapai jika masyarakat atau petani telah memiliki tingkat preferensi (preference) yang tinggi untuk
melaksanakan program tersebut secara aktif dan berkelanjutan kemudian
memperoleh perasaan senang atau puas. Sehingga dengan adanya uraian
permasalahan yang ada di Kecamatan Cikajang khususnya dalam budidaya tomat
peneliti ingin mengadakan penulisan lebih lanjut mengenai bagaimana pengaruh
intervensi GAP terhadap tingkat Preferensi petani. Penelitian ini bertujuan (1)
menganalisis secara deskriptif preferensi petani terhadap GAP, (2) menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi petani, dan (3) menetapkan strategi untuk� meningkatkan�
preferensi petani terhadap GAP pada budidaya tomat.
Metode Penelitian
Data penelitian diambil menggunakan instrument berupa kuesioner yang telah valid dan reliabel melalui uji validitas dan reliabilitas. �Hasil uji coba kuesioner yang sudah dilakukan, diperoleh nilai koefisien reliabilitas Alpha Cronbach untuk peubah karakteristik internal petani sebesar 0.875, untuk peubah karakteristik eksternal petani sebesar 0.898, untuk peubah intervensi sebesar� 0,942 yang artinya sangat reliabel dan untuk tingkat preferensi petani sebesar 0,862 yang artinya sangat reliabel. Untuk pengolahan data, dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan �inferensial, serta analisis non parametrik konkordansi Kendall�s W. Analisis statistik deskriptif adalah statistik yang memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata kemudian dikelompokkan dalam empat kategori (1) sangat rendah, (2) rendah, (3) tinggi dan (4) sangat tinggi. Analisis statistik inferensial melalui uji regresi berganda dilakukan untuk menguji� faktor-faktor yang mempengaruhi intervensi sebagai upaya peningkatan preferensi. Analisis Kendall�s W digunakan untuk menyusun strategi peningkatan preferensi petani terhadap GAP.
A. Karakteristik Responden
Rata�rata umur petani
berusia 48,3 tahun. Sebanyak 29 orang petani tomat berusia dewasa dan tergolong
dalam usia produktif dengan usia antara 37-55 tahun, namun masih terdapat
petani lanjut usia sebanyak 16 orang. Hal ini selaras bahwa pertanian masih
didominasi oleh lanjut usia. Banyaknya petani dengan usia non produktif
(lansia), dikarenakan merasa masih kuat, harus bekerja untuk memperoleh penghasilan,
dan tidak ada regenerasi petani (Dewi, Andayani, & Suryanto, 2018).
Jumlah petani berusia tuapun (lebih dari 55 tahun) jumlahnya semakin meningkat,
sementara tenaga kerja usia muda semakin berkurang (Susliansyah, Aria, & Susilowati, 2019).
Hasil penelitian sejalan dengan Yono et
al. (2015), (Anwarudin
& Maryani, 2017), (Warya
& Anwarudin, 2018) bahwa
mayoritas petani saat ini berumur tua. Wardani dan Anwarudin (2018), Anwarudin dan
Haryanto (2018), Harniati dan Anwarudin (2018) melaporkan bahwa generasi muda
belum banyak yang terlibat sebagai petani dan lebih senang melakukan pekerjaan
yang lain (Wardani & Anwarudin, 2018), (Anwarudin & Maryani, 2017)
dan (Harniati & Anwarudin, 2018).
Tabel 1. Sebaran
petani berdasarkan faktor internal
Peubah |
Kriteria |
Rata-rata |
Jumlah (orang) |
Presentase (%) |
Umur (tahun) |
|
|
|
|
17 � 25 |
Muda |
|
4 |
8,4 |
26 � 35 |
Muda
2 |
|
7 |
14,5 |
36 � 45 |
Dewasa |
48,3
tahun |
21 |
43,7 |
55 � 65 |
Lanjut |
|
16 |
33,4 |
Luas Garapan (m�) |
|
|
|
|
200 � 17.800 |
Sempit |
|
33 |
68,7 |
17.801 � 35.400 |
Cukup |
4.352,87
m� |
10 |
20,8 |
> 35.401 |
Luas |
|
5 |
10,5 |
|
Sangat
luas |
|
0 |
0 |
Pendidikan formal (tahun) |
|
|
|
|
SD |
Sangat
rendah |
|
10 |
20,8 |
SMP |
Rendah |
|
22 |
45,8 |
SMA |
Tinggi |
6,42
tahun |
13 |
27,1 |
Diploma � Perguruan Tinggi |
Sangat
tinggi |
|
3 |
6,3 |
Pendidikan Nonformal |
|
|
|
|
1 � 2 |
Sangat
Jarang |
|
23 |
47,9 |
3 � 5 |
Jarang |
2
kali |
14 |
29,1 |
6 � 7 |
Sering |
|
11 |
23 |
8 -9 |
Sangat
sering |
|
0 |
0 |
|
|
|
n
= 48 |
|
Dapat dilihat pada
tabel 1 bahwa luas lahan garapan petani rata-rata 4.352,87 m� dengan kisaran
250 � 10.000 m�. Hasil penelitian inipun sesuai dengan (Manyamsari et al., �2014) umumnya petani di daerah adalah
petani berlahan sempit yang lahannya kurang dari 0,5 hektar dan selebihnya
adalah petani yangmengelola 0,5 ha lebih (Manyamsari & Mujiburrahmad, 2014).
�Hal tersebut juga sesuai dengan laporan
bahwa lahan yang semakin besar dirasa akan membebani karena semakin tinggi luas
lahan, biaya perawatan, dan jumlah keluarga dari responden maka semakin tinggi
pula pendapatan yang diperolehnya (Maryoni, 2015).
Rendahnya tingkat
pendidikan yang ditempuh oleh para petani mempengaruhi tingkat berpikir dan
penalarannya. Ditunjukkan oleh data tahun 2016 rata-rata penduduk Desa
Margamulya baru dapat menamatkan sekolah hingga jenjang pendidikan
SMP/sederajat kelas 8, atau bersekolah delapan tahun. Dengan kata lain,
rata-rata penduduk Desa Margamulya belum menuntaskan program wajib belajar
pendidikan sembilan tahun karena belum menamatkan jenjang pendidikan
SMP/sederajat (Saparinto,
C., Hidayati, 2010)
Rata-rata para petani
pernah mengikuti pendidikan nonformal 2 kali dalam kurun waktu dua tahun. Untuk
pendidikan nonformal yang pernah diikuti oleh petani didominasi pada kategori sangat
jarang. Padahal, kegiatan pendidikan nonformal masih menjadi tumpuan dalam menyebarkan inovasi teknologi
pertanian. Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan penelitian (Tahitu, 2015),
(Wahyuni,
2016), dan (Herawati,
Hubeis, Amanah, & Fatchiya, 2018). Sedangkan pada kategori sering sebanyak
23 persen dengan kuantitas 3-5 kali dalam dua tahun terakhir. Mereka mengikuti
kegiatan nonformal yang biasa dilakukan oleh lembaga penyuluh seperti Dinas
Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Garut, BPP Cikajang, Perguruan Tinggi ataupun
lembaga pelatihan lainnya.
B. Dukungan Kelembagaan
Rata-rata disana petani
menilai kelembagaan yang ada masih memberi dukungan yang kurang. Hal itu
disebabkan karena petani menilai bahwa kelembagaan yang ada di Desa hanya
memberi dukungan pada kegiatan tertentu saja. Meskipun demikian sebagian petani
berada pada golongan sedang yaitu sebanyak 16 orang. Hal tersebut menunjukkan
dukungan kelembagaan yang terlihat oleh petani dirasa tidak terlalu mendukung
tetapi dilihat dari jawaban para petani bahwa dalam setiap kegiatan penyuluhan
menilai bahwa sebagai anggota kelompoktani mendapat dukungan Besar seperti dari
perangkat desa dan BPP. Berbagai kelembagaan ada di Desa Margamulya seperti
desa, Koperasi dan Kios saprotan. Meskipun menurut petani di Desa Margamulya hanya
beberapa kelembagaan di desa yang membantu petani baik produksi maupun kegiatan
penyuluhan pertanian. Hasil analisis rataan skor masing-masing indikator
tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Rataan skor penilaian
terhadap Faktor Eksternal Petani
Peubah/Indikator |
Rataan skor* |
Dukungan Kelembagaan |
2,43 |
Ketersediaan Sarana Produksi |
2,55 |
Kemudahan Akses Informasi |
2,35 |
Proses Komunikasi Petani dan Penyuluh |
2,29 |
Total |
2,40 |
*Kisaran
skor = Sangat kurang: 1-1.75; Kurang: 1.76-2.50; Baik: 2,51-3.25; Sangat baik: 3,26-4.00
C. Ketersediaan Sarana Produksi
Penilaian responden
terhadap sarana dan prasarana produksi ini tergolong baik dengan skor 2,84 pada
kisaran skor 2,51�3,25. Jalan sebagai prasarana produksi yang menghubungkan
antara lahan yang satu dengan yang lainnya saat ini sudah cukup berfungsi
dengan baik. Para petani biasa mengangkut hasil panennya dengan cukup lancar
dengan roda dua. Hampir seluruh petani di mengangkut hasil panen menggunakan
roda dua atau roda empat, karena akses ke lahan masih dapat dilewati oleh
kendaraan. Benih tanaman, obat-obatan, pupuk, dan alat-alat pertanian sebagai
sarana produksi dapat dijumpai dengan mudah di pasar dan toko tani. Oleh sebab
itu, hal ini sejalan dengan pendapat (Dewandini, 2010),
yang menyatakan bahwa ketersediaan saprodi yaitu tersedianya input produksi pertanian
yang mendukung budidaya, diukur dengan melihat sumber input ketersediaan input.
Adanya ketersediaan sarana dan prasarana produksi yang akan mendukung petani
berusahatani. Sarana produksi merupakan salah satu faktor yang penting terutama
untuk mencapai tujuan terciptanya ketahanan pangan. Selain itu terjalin juga
komunikasi antara pemilik kios dengan distributor, sedangkan transportasi yang
dimaksud adalah ketersediaan moda transportasi (Prihantini & Lutfiyanto, n.d.).
D. Kemudahan Akses Informasi
Informasi diperlukan
oleh para petani di Desa Margamulya. Namun, sejumlah responden menilai bahwa
dukungan sumber informasi selama ini tergolong masih jelek (rendah) dengan skor
2,35 pada kisaran skor 1,76�2,50. Para petani merasa kurang mendapat informasi
yang cukup mengenai segala kejadian yang terjadi di luar wilayahnya. Beberapa
alasannya adalah dinamika informasi di perdesaan yang lambat dibandingkan
dengan wilayah perkotaan. Selaras dengan hasil penelitian bahwa pemanfaatan teknologi
komunikasi dalam pembangunan pertanian memerlukan kompetensi dari pengguna
teknologi informasi dan komunikasi tersebut (Elian, Lubis, & Rangkuti, 2014).
E. Proses Komunikasi Petani dan
Penyuluh
Secara umum, terlihat
bahwa komunikasi yang dilakukan oleh petani cenderung sedang berdasarkan skor
rerataan sebesar 2,29. Namun jika dibandingkan antara petani yang menilai
kemudahan akses informasi dengan tinggi menunjukkan perbedaan yang signifikan.
Hal tersebut disebabkan karena petani menilai penyuluh terbilang cukup sering
berkeliling sehingga dapat bertemu dengan para petani dan para petani tanpa
sungkan menceritakan segala sesuatu dan tidak segan berkomunikasi dengan
penyuluh. Komunikasi yang biasa terjadi antara petani dan penyuluh adalah dialog
singkat mengenai kondisi lahan dan hal yang berkaitan dengan penanaman,
pemeliharaan, hingga panen mengajukan berbagai pertanyaan tentang pengalaman
penyuluh dalam menangani tanaman tomat.
F.
Intervensi
Penyuluhan GAP
Hasil penelitian
terhadap intervensi GAP pada petani tomat ini berada dalam kategori kurang baik
dengan total rataan skor sebesar 2,1 pada kisaran skor 1,76�2,50.
Tabel 3. Rataan skor proses intervensi
GAP pada petani tomat
Peubah/Indikator |
Rataan skor* |
Tingkat Adopsi |
2,3 |
Akses Teknologi |
2,1 |
Keputusan Adopsi inovasi |
1,9 |
Total |
2,1 |
*Kisaran
skor = Sangat kurang: 1-1.75; Kurang; 1.76-2.50; Baik: 2,51-3.25; Sangat baik:
3,26-4.00
G. Tingkat Adopsi Inovasi
Secara keseluruhan
tingkat adopsi inovasi berada pada golongan kurang dengan skor rata-rata 2,3,
hal ini terjadi karena petani merasa perlu mengikuti dalam kegiatan intervensi
ini meski masih terdapat petani yang berada pada kategori rendah. Maka dari itu
perlu ada tindak lanjut agar seluruh petani mau untuk mau mengadopsi sebuah
teknologi baru demi meningkatkan produksi dan kualitas tomat. Faktanya petani
yang berada pada golongan rendah hanya turut berpartisipasi saat tertentu saja
dan tidak lebih dari tiga kali pertemuan.
H. Akses Teknologi
Hasil pengamatan, akses
teknologi petani terhadap sebuah teknologi atau informasi baru berada pada
berkategori kurang dengan rataan skor 2,1 pada kisaran skor 1,76-2,50. Petani
yang berada pada kategori kurang telah diidentifikasi bahwa petani tersebut
sudah berusia lanjut sehingga dalam mengajarkan atau menyampaikan tata cara
penggunaan teknologi membutuhkan kesabaran dan ketelitian karena agar membuat
petani mampu mengakses membutuhkan waktu yang cukup lama mengingat keterbatasan
yang telah dimiliki oleh petani tersebut.
I.
Keputusan
Adopsi Inovasi
Diketahui bahwa
mayoritas petani dengan skor rataan 1,9 petani cenderung tidak sepenuhnya
mengadopsi teknologi baru yang diberikan oleh penyuluh. Hal ini disebabkan
karena petani tetap menggunakan cara lama karena sudah teruji secara pribadi
melalui pengalaman-pengalaman sebelumnya. Meskipun petani cukup percaya dengan
penyuluh tetapi tetap saja muncul kekhawatiran dari dalam diri petani akan
kegagalan apabila secara spontan mengadopsi keseluruhan teknologi yang
diajarkan� (Amanda, 2017),
selain tu petani beranggapan prinsip GAP ini sulit untuk diterapkan. Jadi para
petani cenderung mengadopsi dan menginovasi beberapa yang menurut petani itu
mudah dan murah.
J.
Preferensi
Petani
a)
Implementasi
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat minat implementasi petani tomat di Desa Margamulya
berada pada kategori tinggi dengan skor 3,24. Namun, masih terdapat petani yang
masih berada pada kategori rendah. Hal ini terjadi karena rendahnya tingkat
pengetahuan yang disebabkan oleh pendidikan formal yang dimiliki para petani
dan terbatasnya informasi yang bisa didapat sehingga pengetahuan petani juga
cenderung terhambat di era milenial ini. Dari 48 orang petani yang dijadikan
sampel masih terdapat 18 orang yang teridentifikasi memiliki minat implementasi
yang rendah dikarenakan tingkat pengetahuan yang sangat lemah.
Tabel 4. Rataan preferensi petani
Peubah/Indikator |
Rataan skor* |
Implementasi |
3,24 |
Difusi |
3,18 |
Total |
3,21 |
*Kisaran skor =
Sangat rendah: 1-1.75; Rendah; 1.76-2.50; Tinggi: 2,51-3.25; Sangat tinggi:
3,26-4.00
b)
Difusi
Secara keseluruhan
proses difusi yang terjadi dalam usahatani komoditas tomat setelah mengikuti
intervensi penyuluhan pertanian berada pada kategori tinggi dengan skor sebesar
3,18. Masih terdapat 15 orang petani pada kategori sangat rendah. Hal ini
terjadi karena lebih banyak petani dapat menyikapi apa yang harus dilakukan
terhadap usahataninya karena bantuan informasi dari petani lain yang telah
berhasil atas pengalamanya dalam bertani, kemudian ia baikan ke petani yang
lain lalu diterapkan (berdasarkan kepercayaan). Oleh karena itu proses difusi
ini memengaruhi penyebaran informasi�
agar merata di kalangan petani.
K. �Pengaruh Faktor Internal, Eksternal dan
Intervensi terhadap Preferensi
Hasil uji pengaruh
faktor internal, faktor eksternal, dan intervensi GAP terhadap preferensi
petani menunjukkan memiliki pengaruh secara simultan dan bernilai positif
terhadap preferensi petani, secara statistik nyata dimana pengaruh faktor
internal, eksternal dan intervensi penyuluhan pertanian meningkatkan preferensi
petani. Hasil dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Koefisien regresi faktor
internal dan eksternal terhadap intervensi GAP
Variabel |
Nilai |
Sign. |
Keterangan |
R� |
0,619 |
|
|
Konstanta |
1,783 |
0,000 |
Signifikan |
Faktor internal |
|
|
|
Umur (X1.1) |
-0,029 |
0,000 |
Signifikan |
Luas Garapan (X1.2) |
0,000 |
0,772 |
Tidak Signifikan |
Pendidikan Formal (X1.3) |
0,138 |
0,000 |
Signifikan |
Pendidikan Nonformal (X1.4) |
0,001 |
0,000 |
Signifikan |
Faktor eksternal |
|
|
|
Dukungan Kelembagaan (X2.1) |
-0,001 |
0,549 |
Tidak Signifikan |
Ketersediaan Sarana Produksi (X2.2) |
0,102 |
0,000 |
Signifikan |
Kemudahan Akses Informasi (X2.2) |
1,690 |
0,000 |
Signifikan |
Proses Komunikasi Petani dan Penyuluh (X2.4) |
0,003 |
0,399 |
Tidak Signifikan |
Intervensi GAP (X3) |
0,004 |
0,000 |
Signifikan |
Hasil analisis menunjukkan
bahwa faktor internal, eksternal dan intervensi berpengaruh (𝛽 = 0,00, 0,00 dan 0,004) positif
signifikan terhadap preferensi petani. Hal ini berarti setiap kenaikan satu
satuan tingkat kemudahan akses informasi maka akan menaikkan kerja dengan nilai
sebanyak 1,783 poin. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa dari faktor
internal, eksternal dan intervensi mempengaruhi preferensi secara nyata pada
taraf 0.000 berikut persamaan yang digunakan:
Y� = 0.366 +� (-0,029) X1.1
+ (0,138) X 1.3 + (0,001) X 1.4 +
(0,102) X2.2 + (1,690) X2.3 + X3 (0,004)
Koefisien determinasi
(R-square) menunjukkan nilai sebesar 0.619 yang berarti tingkat preferensi sebesar
64,9 persen dipengaruhi adopsi inovasi, akses teknologi, umur, pendidikan
formal, pendidikan nonformal, ketersediaan sarana produksi, kemudahan akses
informasi. Sedangkan sisanya yaitu 35,1 persen dijelaskan oleh faktor-faktor
lain yang tidak dianalisis dalam penelitian ini. Salah satunya mempengaruhi
perilaku dalam bertani, pengetahuan, sikap dan kemampuan petani dalam mengelola
berbagai macam persoalan dalam kegiatan pertaniannya. Apabila dulunya hanya
bersumber dari pengalaman turun temurun, lambat laun saat para petani
berperilaku berdasarkan hasil pembelajaran yang didapatkan dari kegiatan
penyuluhan dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan baru. Selain itu adanya
rasa ingin maju dan tahu dari dalam diri petani, bahwa ingin menjadi petani
sukses dan menjadi contoh bagi yang lain.
Sebagian besar petani
yang ada di Desa Margamulya berkat proses intervensi (penyuluhan) serta
didukung berbagai hal dan paling banyak disampaikan karena tata cara, minimnya
biaya yang dikeluarkan dan melalui penerapan GAP produksi tanaman bisa tinggi,
minat dan antusiasme petani terhadap GAP semakin tinggi. Hal tersebut didukung
dengan pernyataan salah seorang petani mengikuti proses intervensi GAP.
�� awalnya saya gatau
harus kaya gimana biar kalo bertani teh ga gitu-gitu aja neng, tapi
Alhamdulillah semenjak saya tau GAP ini saya jadi semakin pengen tahu lebih
banyak, apalagi kalo saya udah tau manfaat dari GAP ini ternyata banyak pisan neng��
(AC, 39 tahun. Petani Desa Margamulya)
L. Strategi Meningkatkan Preferensi
Dalam menentukan
strategi peningkatan preferensi petani terhadap GAP sebelumnya telah dinalisis
faktor apa saja yang berpengaruh. Faktor tersebut kemudian dianalisis dengan
menggunakan Analisis Kendall�s W Test.
Setelah dilakukan analisis variabel preferensi hasilnya adalah variabel difusi
yang harus segera ditingkatkan.� Dari
variabel difusi selanjutnya dilakukan analisis indikator GAP. Hasil analisis
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Distribusi Analisis Kendall�s
W Difusi - Indikator GAP
No |
Indikator |
Mean
Rank |
Ranking |
1. |
Pra Tanam |
2.92 |
II |
2. |
Budidaya sehat |
1,69 |
V |
3. |
Pengendalian OPT |
1.99 |
III |
4. |
Panen |
1.92 |
IV |
5. |
Pascapanen |
3.18 |
I |
Dari data diatas dapat
simpulkan bahwa indikator budidaya sehat memiliki nilai paling rendah. Sesuai
dengan kondisi dilapangan bahwasannya teknis dalam berbudiaya masih belum
berdasarkan tata cara yang baik dan benar. Dengan melihat data tersebut
sehingga kegiatan penyuluhan dijadikan sebagai faktor prioritas yang perlu
tingkatkan dan dijadikan sebagai strategi peningkatan preferensi petani
terhadap GAP.
M.
Rancangan
dan Pelaksanaan Peyuluhan
Kegitan penyuluhan pada kajian ini
merupakan suatu upaya tindak lanjut dari strategi yang telah dirumuskan. Namun
karena berbagai keterbatasan akibat pandemi Covid-19 yang terjadi, pada kajian
ini beberapa strategi yang tetap dapat dilaksanakan adalah: (1) Pemilihan
materi penyuluhan yang dilaksanakan berdasarkan analisis data Kendall�s W menggunakan program SPSS
versi 2.0. Hasil yang didapatkan pada analisis data menunjukkan bahwa indikator
budidaya sehat dan panen memiliki ranking rendah karena memang indikator
tersebut belum diketahui secara jelas dan lengkap oleh para petani mengenai
bagaimana pelaksanaannya yang tepat; (2) Media. Pada kajian ini media yang
digunakan adalah tayangan slide PowerPoint, folder dan video. Media video telah
diupload di channel YouTube penulis, folder penyuluhan dibagikan dalam bentuk
gambar JPEG dan juga slide PowerPoint diupload dan dibagikan, sehingga dapat
diakses oleh petani. Media ini menjadi salah satu solusi yang dapat diambil
agar petani tetap dapat mengakses informasi meskipun di tengah pandemi seperti
sekarang ini; dan (3) Metode. Pada kajian ini metode penyuluhan yang digunakan
adalah secara daring atau dalam jaringan. Mahasiswa membuat group whatsapp dengan para stake holder dan petani yang memiliki
android. Dalam group tersebut dilakukan diskusi dan tanya jawab. Selain itu
dilakukan juga demonstrasi plot dalam skala kecil atau disebut peta
percontohan. Metode yang digunakan pada kajian ini merupakan gabungan dari
beberapa metode guna memaksimalkan penyampaian materi agar dapat dipahami dan
diterapkan oleh petani sasaran.
N. Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian
Pelaksanaan
penyuluhan berdasarkan strategi yang telah disusun dari hasil analisis
sebelumnya, dilakukanlah penyebaran berbagai media penyuluhan melalui whatsapp, selain itu materi penyuluhan
di upload dalam bentuk PPT dan video yang diupload di channel Youtube penulis.
Masing-masing kelompok ini dapat mengakses melalui link yang telah disediakan
oleh penulis. Materi penyuluhan yang diberikan adalah hasil dari analisis Kendall�s W, yakni indikator budidaya
tanaman sehat dan panen yang merupakan ranking paling rendah. Meskipun bukan
merupakan pembahasan baru, hanya saja belum adanya pemerataan informasi pada
indikator tersebut, maka dari itu perlunya tindak lanjut atas kondisi di
lapangan. Materi yang disampaikan adalah pemangkasan tanaman tomat dan apa itu
GAP, penekanan materi diantaranya adalah manfaat dari pemangkasan,
teknik-teknik pemangkasan, alat apa saja yang dapat digunakan dalam proses
pemangkasan dan juga apa itu GAP serta hal-hal yang harus diperhatikan dalam
penerapan GAP.
Kesimpulan
Tingkat preferensi petani terhadap GAP pada budidaya tomat
di Desa Margamulya tergolong kedalam kategori tinggi untuk terhadap GAP. Faktor
internal, faktor eksternal, dan intervensi GAP menunjukkan memiliki pengaruh
dan bernilai positif terhadap preferensi petani, dimana pengaruh intervensi
penyuluhan pertanian meningkatkan preferensi petani. Strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
preferensi petani khususnya dalam implementasi dan mendifusikan GAP pada
budidaya tomat adalah dengan cara memberikan penyuluhan dengan penguatan media
elektronik melalui daring dengan membagikan video dan materi mengenai GAP serta
dengan memberikan gambaran melalui petak percontohan dengan penerapan prinsip
GAP.
Adapun beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah bagi BPP Kecamatan Cikajang
dilaksanakannya kegiatan pembinaan dan penyuluhan yang lebih efektif, setelah
pandemi ini berakhir dapat melakukan penyuluhan secara tatap muka dan lebih
intensif tentang teknologi GAP dengan melibatkan beberapa stakeholder. Dilihat dari potensi yang sangat besar untuk terus
mengembangkan kualitas tanaman dan teknik budidaya di Desa Margamulya, maka
sayang sekali jika potensi tersebut kurang optimal dalam pengembangan budidaya
berbasis GAP.
Bibliografi
Amanda, L. H. (2017). Pengaruh Penyuluhan Pertanian
terhadap Tingkat Produktivitas Padi Sawah di Desa Bojongsari, Kecamatan Jampang
Kulon, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi IPB. Sukabumi.
Anwarudin, O., & Maryani, A. (2017). The effect of
Institutional Strengthening on Farmers Participation and Self-Reliance in Bogor
Indonesia. International Journal of Research in Social Sciences, 7(4),
409�422.
Cholik, C. A. (2017). Pemanfaatan Teknologi Informasi
Dan Komunikasi Untuk Meningkatkan Pendidikan Di Indonesia. Jurnal Ilmiah
Indonesia, 2(6), 30.
Dewandini, S. K. (2010). Motivasi petani dalam
budidaya tanaman mending di Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman. Skripsi.
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret: Surakarta, 131.
Dewi, I. N., Andayani, W., & Suryanto, P. (2018).
Karakteristik petani dan kontribusi hutan kemasyarakatan (HKm) terhadap
pendapatan petani di Kulon Progo. Jurnal Ilmu Kehutanan, 12(1),
86�98.
Direktorat Jendral Hortikultura Jawa Barat. (2018). Produk
Domestik Bruto Hortikultura 2011- 2017. Jakarta: Jakarta: Direktorat
Jendral Hortikultura.
Elian, N., Lubis, D. P., & Rangkuti, P. A. (2014).
Penggunaan internet dan pemanfaatan informasi pertanian oleh penyuluh pertanian
di Kabupaten Bogor Wilayah Barat. Jurnal Komunikasi Pembangunan, 12(2),
104�109.
Harniati, H., & Anwarudin, O. (2018). The interest
and action of young agricultural entrepreneur on agribusiness in Cianjur
Regency, West Java. Jurnal Penyuluhan, 14(2).
Herawati, H., Hubeis, A. V., Amanah, S., &
Fatchiya, A. (2018). Kapasitas Petani Padi Sawah Irigasi Teknis dalam
Menerapkan Prinsip Pertanian Ramah Lingkungan di Sulawesi Tengah.
INDONESIA, U. U. R. (2006). Nomor 16 tahun 2006
tentang sistem penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan.
Manyamsari, I., & Mujiburrahmad, M. (2014). Karakteristik
Petani Dan Hubungannya Dengan Kompetensi Petani Lahan Sempit (Kasus: Di Desa
Sinar Sari Kecamatan Dramaga Kab. Bogor Jawa Barat). Jurnal Agrisep, 15(2),
58�74.
Maryoni, H. S. (2015). Identifikasi pengaruh luas
lahan, biaya pemeliharaan, dan jumlah keluarga terhadap pendapatan petani
(studi kasus Desa Kepenuhan Raya). Jurnal Sungkai, 3(2).
Prihantini, C. I., & Lutfiyanto, L. (n.d.).
Analisis Persepsi Stakeholder Distribusi Sarana Produksi Pertanian (Saprotan)
Pupuk Di Kabupaten Pamekasan. Agroland: Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, 26(3),
294�307.
Saparinto, C., Hidayati, D. (2010). Bahan Tambah
Pangan. Yogyakarta: Kanisius.
Susliansyah, S., Aria, R. R., & Susilowati, S.
(2019). Sistem Pemilihan Laptop Terbaik Dengan Menggunakan Metode Weighted
Product (Wp). Jurnal Techno Nusa Mandiri, 16(1), 15�20.
Tahitu, M. E. (2015). Pengembangan kapasitas pengelola
sagu dalam peningkatan pemanfaatan sagu di Maluku Tengah Provinsi
Maluku.[disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Tane, M. (2020). Pengembangan Model Pembelajaran
Reciprocal Berbasis K3 Untuk Meningkatkan Kegiatan Praktek Siswa Pertanian Di
SMK. Syntax, 2(2).
Wahyuni, S. (2016). Jaringan komunikasi, dinamika
kelompok dan peningkatan kapasitas petani dalam agribisnis padi
organik.[disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Wardani, W., & Anwarudin, O. (2018). Peran
penyuluh terhadap penguatan kelompok tani dan regenerasi petani di Kabupaten
Bogor Jawa Barat. Journal TABARO Agriculture Science, 2(1),
191�200.
Warya, A., & Anwarudin, O. (2018). Factors
Affecting Farmer Participation In Paddy-Special Efforts Program At Karawang,
Indonesia. International Journal of Social Science and Economic Research,
3(8), 3857�3867.