Jurnal Syntax Admiration |
Vol. 1
No. 3 Juli 2020 |
p-ISSN :2722-7782 e-ISSN : 2722-5356 |
Sosial Teknik |
MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU DALAM MENYUSUN PTK MELALUI KEGIATAN
WORKSHOP
Tri Handoyo
Kepala SMA Negeri 1 Semendawai Timur
Email: [email protected]
INFO ARTIKEL |
ABSTRAK |
Diterima 03
Juli 2020 Diterima dalam bentuk revisi 11 Juli 2020 Diterima dalam bentuk revisi |
Berdasarkan pengamatan, guru di SMA Negeri 1 Semendawai Timur selalu berupaya melakukan perbaikan terhadap proses belajar mengajar. Banyak upaya dilakukan seperti perbaikan metode, strategi, dan media pembelajaran sehingga berdampak positif terhadap hasil belajar siswa. Hal tersebut merupakan potensi baik namun sayangnya, upaya guru tersebut tidak dikelola dalam bentuk laporan penelitian yang terstruktur dan menjadi karya tulis ilmiah. Setelah diwawancarai, para guru sebenarnya sudah mengenal tentang PTK, hanya saja mereka tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk melaksanakan dan melaporkan PTK. Data menunjukkan bahwa di sekolah peneliti� terdapat 40% guru pernah melakukan PTK dan 60% guru tidak pernah melakukan PTK selama bekerja menjadi guru. Sebanyak 100% guru mengenal PTK namun yang mengaku benar-benar memahaminya hanya 60%. Dari 60% yang telah memahami PTK, hanya ada 20% guru mengaku terampil dalam membuat PTK. Dengan kata lain 80% guru dalam binaan peneliti tidak terampil dalam menyusun PTK. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan guru� dalam menyusun PTK diSMA Negeri 1 Semendawai Timur. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindan (action research). Penelitian ini menggunakan model Kemmis yang dirancang dengan proses siklus (cylical) yang terdiri dari 4 (empat) fase kegiatan yaitu: merencanakan (planning), melakukan tindakan (action), mengamati (observatian), dan merefleksi (reflektif). Hasil penelitian menunjukkan kemampuan guru dalam menyusun PTK dapat ditingkatkan melalui kegiatan workshop. Peningkatan kemampuan tersebut dibuktikan dengan meningkatknya aktivitas guru dari yang semula 70% pada siklus I menjadi 88,89% pada siklus II dan meningkatnya kualitas RPP dari rata-rata sebesar 77,60 pada siklus I menjadi 86,00 pada siklus II. Telah terjadi peningkatan kualitas PTK sebesar 8,4 poin dari siklus I ke siklus II. |
Kata kunci: Workshop; PTK dan SMA |
Pendahuluan
Kemampuan menyusun penelitian tindakan kelas merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru professional. Menurut Sanjaya (2016:13), melalui penelitian tindakan kelas, guru dituntut untuk senantiasa melakukan refleksi diri tentang pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukannya untuk menemukan berbagai permasalahan yang dihadapi dan merencanakan berbagai tindakan yang dapat memecahkan masalah yang dihadapi tersebut (Sanjaya, 2016). Kemampuan meneliti ini dibutuhkan guru untuk meningkatkan mutu pembelajaran secara terus menerus.
Guru belum memiliki motivasi yang kuat untuk menindaklanjuti permasalah pembelajaran di dalam kelas, dan menuntaskan serta menentukan solusinya melalui penelitian tindakan kelas (Suherlan, 2018). Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang dilaksanakan guru untuk lebih memahami, memperbaiki, dan melakukan inovasi terhadap praktik-praktik pembelajaran agar selalu mengikuti perkembangan zaman. Ciri utama penelitian tindakan kelas adalah melakukan tindakan nyata untuk memperbaiki situasi dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran sehingga mampu menghasilkan siswa yang berpikir kritis, kreatif, inovatif, cakap dalam meyelesaikan masalah, dan bernaluri kewirausahaan (Nasional, 2010). Dengan adanya penelitian tindakan kelas, masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran dapat dikaji dan ditingkatkan kualitasnya untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik.
Indonesia terus mendorong meningkatnya indeks Human Development Index (HDI) atau Indek Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia dimata internasional melalui peningkatan mutu pendidikan (Karnasih, Nursetiawati, & Mahdiyah, 2020). Guru memiliki peran yang penting, merupakan posisi strategis, dan bertanggungjawab dalam pendidikan nasional (Anggara, 2017). Setiap guru diharapkan mampu melakukan penelitian dalam rangka meningkatkan kualitas profesionalnya, khususnya mutu pembelajaran. Dengan melaksanakan penelitian tindakan kelas, guru dapat memperbaiki proses pembelajaran untuk menciptakan hasil belajar siswa yang lebih baik. Selain itu, dengan menuliskan laporan penelitian tindakan kelas dan mempublikasikannya, guru dapat memperoleh angka kredit untuk kenaikan pangkat. Jika sudah terbiasa dengan penelitian tindakan kelas, guru akan menjadi lebih peka dan tanggap terhadap masalah-masalah yang muncul.
Proses pembelajaran yang terjadi di lingkungan sekolah (pendidikan formal) harus diarahkan untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki peserta didik (Hidayat, 2018). Berdasarkan pengamatan, guru di SMA Negeri 1 Semendawai Timur selalu berupaya melakukan perbaikan terhadap proses belajar mengajar. Banyak upaya dilakukan seperti perbaikan metode, strategi, dan media pembelajaran sehingga berdampak positif terhadap hasil belajar siswa. Hal tersebut merupakan potensi baik namun sayangnya, upaya guru tersebut tidak dikelola dalam bentuk laporan penelitian yang terstruktur dan menjadi karya tulis ilmiah. Setelah diwawancarai, para guru sebenarnya sudah mengenal tentang PTK, hanya saja mereka tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk melaksanakan dan melaporkan PTK.
Hasil supervisi menyimpulkan bahwa sebagian besar guru tidak mampu melakukan PTK. Terdapat 40% guru pernah melakukan PTK dan 60% guru tidak pernah melakukan PTK selama bekerja menjadi guru. Sebanyak 100% guru mengenal PTK namun yang mengaku benar-benar memahaminya hanya 60%. Dari 60% yang telah memahami PTK, hanya ada 20% guru mengaku terampil dalam membuat PTK. Dengan kata lain 80% guru di sekolah �peneliti tidak terampil dalam menyusun PTK.
Apabila kondisi ini dibiarkan berlarut-larut maka dikhawatirkan profesionalisme guru tidak berkembang. Tidak terjadi transfer pengetahuan dan pengalaman antarguru melalui penulisan dan publikasi karya tulis ilmiah. Selain itu, karir guru sebagai tenaga professional menjadi terhambat.
Sebagai kepala sekolah yang salah satu tugasnya adalah memberikan pembinaan terhadap guru, peneliti perlu melakukan upaya tindakan untuk memperbaiki lemahnya kemampuan guru tersebut.
Kemampuan atau kompetensi guru ialah seperangkat penguasaan kemampuan yang wajib dimiliki dalam
diri guru (Firdaus,
2020). Kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam penguasaan
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap dalam menjalankan tugas dan
tanggungjawabnya. Seorang guru akan mampu menjalankan tugasnya dengan
baik apabila memiliki kemampuan yang sesuai dengan bidang keahliannya (Syaidah, Suyadi,
& Ani, 2018).
Situmorang dan Winarno (dalam Andika Pramana Nugraha, 2020:397) menyatakan kompetensi dalam Bahasa Inggris
disebut competency, merupakan
kebulatan penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang ditampilkan
melalui unjuk kerja yang dicapai setelah menyelesaikan suatu program pendidikan
(Nugraha, n.d.).
��Berdasarkan uraian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa kemampuan guru adalah kecakapan yang mencakup pengetahuan, keterampilan,
dan sikap yang harus dikuasai guru untuk menjalankan tugas dan kewajibannya
sebagai pendidik profesional. Seorang guru dapat dikatakan mampu atau kompeten
jika pengetahuan, keterampilan, sikap, dan hasil kerjanya sesuai dengan
standar/ukuran yang ditetapkan dan/atau diakui oleh lembaganya atau pemerintah.
Salah satu standar kemampuan guru sebagai tenaga profesional adalah kemampuan melakukan penelitian yang hasilnya dimanfaatkan secara langsung untuk kepentingan guru di kelas adalah penelitian tindakan kelas.
Definisi lokakarya atau workshop menurut �Suprijanto (Suprayekti
& Septyara Dwi Anggraeni,
2017:131) adalah pertemuan orang yang bekerja sama dalam kelompok kecil,
biasanya dibatasi pada masalah yang dihadapi sendiri. Peran peserta diharapkan
dapat menghasilkan produk tertentu (Suprayekti &
Anggraeni, n.d.).
Susunan acara lokakarya meliputi identifikasi masalah,
pencarian, dan usaha pemecahan masalah dengan menggunakan referensi dan materi
latar belakang yang cukup tersedia.
Terdapat beberapa jenis workshop
berdasarkan sifatnya menurut Rosmaryanti (2010), yaitu workshop bersifat
mengikat, dan bebas atau tidak mengikat. Prosedur yang dilakukan dalam
pelaksanaan workshop mencakup beberapa hal,
diantaranya (1) merumuskan tujuan untuk memperoleh output/hasil akhir yang akan
dicapai, (2) merumuskan pokok - pokok masalah yang akan dibahas secara rinci
yang dimaksudkan untuk mempermudah proses berjalannya kegiatan, serta (3)
menentukan prosedur pemecahan masalah (Rosmayanti, 2010).
Menurut Simbolon (2014:131), ciri-ciri workshop yaitu (Simbolon, 2014):
a) masalah yang dibahas bersifat life centred dan muncul dari masalah peserta sendiri;
b) selalu berusaha menggunakan secara maksimal aktivitas mental dan fisik dalam kegiatannya sehingga tercapai taraf pertumbuhan profesi yang lebih tinggi dan lebih baik dari semula. Terjadi perubahan yang berarti pada diri mereka setelah mengikuti kegiatan workshop;
c) metode yang digunakan dalam bekerja adalah metode pemecahan masalah, musyawarah, dan penyelidikan;
d) Diadakan dalam kebutuhan bersama.
e) menggunakan narasumber resource person dan resource material yang memberi bantuan yang besar dalam mencapai hasil;
f) senantiasa memelihara kehidupan yang seimbang disamping mengembangkan pengetahuan, kecakapan, dan perubahan tingkah laku.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat diketahui bahwa workshop adalah kegiatan yang dilakukan orang yang dalam satu profesi untuk meningkatkan kemampuan yang dibutuhkan dalam pekerjaan itu. Kemampuan yang ditingkatkan adalah mencakup keterampilan, pengetahuan, maupun sikap yang diwujudkan dalam bentuk karya nyata. Masalah yang dibahas dalam kegiatan workshop bersifat spesifik, terarah, dan mendalam.
Dalam penelitian ini, kegiatan workshop dilakukan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun PTK. Peserta kegiatan ini adalah rekan-rekan se profesi guru dalam jumlah yang tidak terlalu banyak, yaitu 11 orang. Dalam workshop para guru akan praktik membuat rencana dan laporan penelitian tindakan kelas secara langsung untuk meningkatkan keterampilannya dalam menyusun PTK.
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan (action research). Istilah penelitian
tindakan berasal dari bahasa inggris �action
research.� Penelitian ini merupakan perkembangan
baru yang muncul pada 1940 an, sebagai salah satu model penelitian di tempat
kerja dimana peneliti melakukan pekerjaan pokok sehari-hari (Sukardi, 2013:2). Menurut Hopkins (Zetty Azizatun Ni�mah, 2017:3) �penelitian tindakan kelas adalah penelitian
yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantif, suatu
tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuiri atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang
terjadi, sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan (Ni�mah, 2017).
Adapun karakteristik dari PTK itu sendiri adalah: 1) adanya permasalahan yang dirasakan guru mendesak untuk segera diselesaikan. 2) Refleksi diri, merupakan ciri khas dari PTK yang paling esensial, hal ini sekaligus membedakan antara penelitian pada umumnya yang menggunakan responden atau populasi secara objektif dalam mengumpulkan data, sedangkan dalam PTK, pengumpulan data disertai dengan refleksi diri. 3) Dilakukan di dalam kelas, maksudnya adalah bukan ruang yang dibatasi empat dinding tetapi merupakan proses pembelajaran antara guru dan siswa melalui interaksi. 4) bertujuan memperbaiki pembelajaran tiada henti. Siklus demi siklus mencerminkan perbaikan demi perbaikan yang dicapai (Suyadi, 2012).
�Penelitian tindakan
kelas ini dilaksanakan di SMA Negeri
1 Semendawai Timur. Waktu penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Agustus dan September 2016 pada semester I tahun
pelajaran 2016/2017. Subjek penelitian tindakan ini adalah 11 orang guru di SMA Negeri 1 Semendawai Timur. Objek penelitian ini adalah kemampuan guru dalam menyusun PTK.
Prosedur penelitian merupakan proses tindakan yang merupakan gambaran
daur ulang atau siklus. Prosedur ini menggambarkan rencana
tindakan, implementasi tindakan, observasi dan interpretasi, analisis dan
refleksi serta kriteria dan rencana perbaikan pada siklus berikutnya.
Penelitian ini menggunakan model Kemmis yang dirancang dengan proses siklus (cylical)
yang terdiri dari 4 (empat) fase kegiatan yaitu: merencanakan (planning),
melakukan tindakan (action), mengamati (observatian), dan
merefleksi (reflektif). Tahapan tersebut dilakukan secara berulang-ulang
sampai permasalahannya selesai.
Penelitian ini dilaksanakan di� SMA Negeri 1 Semendawai Timur. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus dimana setiap siklus terdapat dua pertemuan. Siklus I dilaksanakan pada bulan Agustus 2016 dan siklus II dilaksanakan pada bulan September 2016. Dalam rentang waktu di antara dua siklus tindakan tersebut, peneliti melakukan bimbingan secara online untuk membantu pelaksanaan penelitian para guru.
Sebelum dilakukan tindakan, kemampuan guru dalam menyusun PTK rendah. Banyak guru yang mengenal PTK namun tidak mampu membuat rencana dan melaksanakan penelitian tindakan kelas. Guru yang terampil dalam menyusun PTK hanya 20% dan sisanya 80% guru tidak terampil dalam membuat PTK. Kondisi tersebut� disebabkan karena tidak ada workshop yang menjadi kegiatan guru berlatih membuat PTK.
Dengan adanya kondisi tersebut, peneliti melakukan tindakan dengan cara menyelenggarakan workshop yang diikuti oleh 11 orang guru yang ada di sekolah �peneliti. Dalam workshop para guru dilatih membuat proposal PTK, dibimbing dalam pelaksanaan penelitian, dan dilatih dalam menyusun laporan hasil penelitian. Untuk mengetahui keberhasilan penelitian ditetapkanlah bahwa minimal 85% aktivitas guru dalam keadaan sangat baik, 86% guru tuntas, dan rata-rata minimal kualitas PTK sebesar 82.
Selama
pelaksanaan workshop, awalnya pada siklus I aktivitas guru kurang begitu
memuaskan. Guru yang sangat tekun dan sungguh-sungguh hanya sebesar 66,67%. Selain itu, guru yang sangat tepat waktu dalam
mengumpulkan tugas juga hanya 66,67%. Meskipun
demikian, ketekunan dan kesungguhan dalam mengikuti workshop meningkat pada
siklus II menjadi 86,67%. Sedangkan kedisiplinan dalam
mengumpulkan tugas meningkat menjadi 93,33%. Rata-rata
kualitas aktivitas guru meningkat dari yang semula 70% pada siklus I menjadi 88,89% pada siklus II.
Tabel 1
Data Hasil Penilaian Kualitas PTK antar Siklus
No |
Siklus |
Kualitas Produk |
Predikat |
Ketuntasan |
1 |
I |
77,60 |
Cukup |
40,00% |
2 |
II |
86,00 |
Baik |
93,33% |
Selain aktivitas guru, berdasarkan tabel 4.5 kualitas produk buatan guru juga mengalami peningkatan yang signifikan. Rata-rata kualitas produk yang hanya 77,60 atau cukup pada siklus I meningkat menjadi 86,00 atau baik pada siklus II. Terjadi peningkatan kualitas PTK sebesar 8,4 poin. Selain itu, persentase ketuntasan guru juga meningkat dari 40% pada silklus I meningkat menjadi 93,33% pada siklus II. Data hasil penilaian antar siklus dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini.
Peningkatan kualitas PTK tersebut tidak lain karena meningkatnya interaksi guru dari siklus I ke siklus II. Para guru melakukan presentasi atas hasil karyanya dan saling bertukar pikiran satu sama lain. Presentasi siklus I tentang proposal PTK dan presentasi kedua saat melakukan seminar hasil penelitian. Pengalaman presentasi pada siklus I memberikan sumbangsih perbaikan kemampuan guru dalam melakukan presentasi pada siklus II. Selain itu, didukung pula dengan upaya peneliti melakukan bimbingan selama penelitian tindakan kelas berlangsung. Ditambah dengan bimbingan menulis laporan PTK pada saat workshop di siklus II berlangsung. Grafik peningkatan kualitas PTK yang dibuat guru dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini.
Gambar 2
Hasil Penilaian Kualitas PTK antar Siklus
Siklus II dapat dipandang cukup berhasil dan tidak perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya. Indikator keberhasilan aktivitas guru rata-rata sebesar 85% telah dicapai bahkan dilampaui dengan perolehan rata-rata aktivitas guru sebesar 88,89% pada siklus II. Standar persentase ketuntasan guru yang ditetapkan sebesar 86% telah dilalui dengan perolehan persentase ketuntasan guru sebesar 93,33% pada siklus II. Selain itu, rata-rata kualitas produk juga telah dicapai dengan nilai minimal sebesar 82 akan diperoleh nilai rata-rata kualitas produk sebesar 86.
Dengan adanya peningkatan aktivitas guru dan nilai rata-rata kualitas produk PTK tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam menyusun PTK mengalami peningkatan. Dengan adanya workshop, 11 orang guru yang tadinya tidak mampu membuat PTK saat ini telah mampu menyusun PTK dengan kualitas rata-rata sebesar 86 atau Baik.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya,
maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam menyusun PTK dapat ditingkatkan melalui kegiatan
workshop. Peningkatan kemampuan tersebut dibuktikan dengan meningkatnya
aktivitas guru dari yang semula 70% pada siklus I menjadi 88,89% pada siklus II
dan meningkatnya kualitas RPP dari rata-rata sebesar 77,60 pada siklus I
menjadi 86,00 pada siklus II. Telah terjadi peningkatan kualitas PTK sebesar
8,4 poin dari siklus I ke siklus II.
Bibliografi
Anggara, A. (2017). Pengaruh Komunikasi Dan Kompetensi
Profesional Terhadap Mutu Layanan Pembelajaran Penjaskes. Syntax Literate;
Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(1), 21�32.
Firdaus, D. F. (2020). Pengaruh Persepsi Siswa Tentang
Kompetensi Profesional Guru Dan Kompetensi Sosial Guru Terhadap Prestasi
Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi Di SMAN 1 Kuningan. Syntax, 2(3).
Hidayat, S. (2018). Supervisi Akademik Dalam
Meningkatkan Kompetensi Guru Smk Negeri 1 Bojong Dalam Membuat Administrasi
Pembelajaran Berbasis Media Pembelajaran Melalui Workshop. Syntax Literate;
Jurnal Ilmiah Indonesia, 3(1), 114�123.
Karnasih, T., Nursetiawati, S., & Mahdiyah, M.
(2020). Hubungan Kompetensi Profesional Widyaiswara dan Prestasi Belajar Guru
Terhadap Hasil Uji Sertifikasi Kompetensi Guru Keahlian Ganda. Syntax
Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 5(5), 177�187.
Nasional, K. P. (2010). Pengelolaan Berbasis
Sekolah Materi Pelatihan Penguatan Kemampuan Kepala Sekolah. Jakarta:
Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jendral Peningkatan Mutu �.
Ni�mah, Z. A. (2017). Urgensi Penelitian Tindakan
Kelas bagi Peningkatan Profesionalitas Guru Antara Cita dan Fakta. Realita,
15(2), 1�22.
Nugraha, A. P. (n.d.). Pengaruh Lingkungan Kerja
Dan Kompetensi Terhadap Kinerja Guru Lembaga Pendidikan Hidayatullah Samarinda.
Rosmayanti, H. . (2010). Mengenal Ilmu Komunikasi.
Bandung: Bandung: Widya Padjajaran.
Sanjaya, D. R. H. W. (2016). Penelitian tindakan
kelas. Prenada Media.
Simbolon, R. (2014). Peningkatan Kompetensi Guru
Membuat Penelitian Tindakan Kelas (Ptk) Melalui Workshop Model P2fr Di Smp
Negeri 43 Medan. Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan, 20(2),
129�138.
Suherlan, A. (2018). Supervisi akademik untuk
meningkatkan kemampuan guru SMA cokroaminoto sukaresmi dalam membuat
administrasi Penelitian tindakan kelas melalui workshop. Syntax Literate;
Jurnal Ilmiah Indonesia, 3(1), 1�10.
Suprayekti, S., & Anggraeni, S. D. (n.d.).
Pelaksanaan Program Workshop �Belajar Efektif� untuk Orang Tua. Visi, 12(2).
Suyadi. (2012). Buku Panduan Guru Profesional
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Penelitian Tindakan Sekolah (PTS).
Yogyakarta: Yogyakarta: Andi Offset.
Syaidah, U., Suyadi, B., & Ani, H. M. (2018).
Pengaruh Kompetensi Guru Terhadap Hasil Belajar Ekonomi Di SMA Negeri Rambipuji
Tahun Ajaran 2017/2018. Jurnal Pendidikan Ekonomi: Jurnal Ilmiah Ilmu
Pendidikan, Ilmu Ekonomi Dan Ilmu Sosial, 12(2), 185�191.