JSA 2Volume 4, No. 12, Desember 2023

p-ISSN 2722-7782 | e-ISSN 2722-5356

DOI: https://doi.org/10.46799/jsa.v4i7.671


 

PERILAKU MEMILIH MASYARAKAT PADA PILKADA KLATEN 2020, ULASAN KEMENANGAN PASANGAN SRI MULYANI - YOGA HARDAYA

 

Tedi Gunawan

BRIN

Email: [email protected]

��������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

Abstrak:

Penelitian ini membahas tentang perilaku memilih masyarakat Klaten pada Pilkada 2020 dalam kaitannya dengan kemenangan pasangan Sri Mulyani dan Yoga Hardaya (MULYO). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemilih dalam menentukan suaranya untuk pasangan Sri Mulyani dan Yoga Hardaya pada pemilihan kepala daerah Klaten 2020. Fokus penelitian ini dilakukan di Kecamatan Trucuk karena memiliki Daftar Pemilih Tetap (DPT) terbesar di Klaten. Penelitian ini menggunakan metode campuran, kuantitatif-kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan metode penelitian survei terhadap 397 orang. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Sedangkan untuk pendekatan kualitatif, peneliti melakukan wawancara mendalam dengan beberapa informan yang ditemui. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku memilih masyarakat Klaten dipengaruhi oleh faktor-faktor, seperti; Sosiologis, Psikologis, Pilihan Rasional, sehingga pasangan MULYO ini menang. Faktor psikologis menjadi faktor dominan dalam menentukan pilihan dengan mempertimbangkan ketokohan dan identifikasi kepartaian terhadap PDIP dengan koefisien sebesar 0,029. Sementara itu, faktor pilihan rasional memiliki pengaruh yang kecil terhadap pemilihan calon bupati.

 

Kata Kunci: Perilaku Memilih, Pilkada 2020, Klaten.

 

Abstract:

This research discusses the voting behavior of the people of Klaten in the 2020 local election in relation to the victory of the pair Sri Mulyani and Yoga Hardaya (MULYO). The purpose of this study is to identify the factors influencing voters in casting their votes for Sri Mulyani and Yoga Hardaya in the 2020 Klaten regional head election. The focus of this research was conducted in the Trucuk District as it has the largest Permanent Voter List (DPT) in Klaten. This study uses a mixed, quantitative-qualitative method. The quantitative approach was conducted with a survey research method on 397 people. The data analysis method used is multiple linear regression analysis. As for the qualitative approach, the researchers conducted in-depth interviews with several informants encountered. The results show that the voting behavior of the Klaten community is influenced by some factors, such as; Sociological, Psychological, Rational Choice, thus leading to the victory of the MULYO pair. The psychological factor becomes the dominant factor in determining choice by considering the prominence and party identification towards PDIP with a coefficient of 0.029. Meanwhile, the rational choice factor has a small influence on the selection of the regent candidate.

 

Keywords: Voting Behavior, 2020 Local Election, Klaten.

 

PENDAHULUAN

Sejak tahun 2005, pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung melalui Pilkada. Hal ini merupakan upaya untuk membangun desentralisasi dan otonomi daerah yang efektif melalui pemilihan umum yang bebas dan adil (Kelliher et al., 2019). Semangat penyelenggaraan Pilkada merupakan bentuk perbaikan dari sistem demokrasi tidak langsung (perwakilan) yang ada pada era sebelumnya, di mana kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh DPRD, dan saat ini proses pemilihannya menjadi langsung dipilih oleh rakyat dengan prinsip one man one vote (Blaydes & Lo, 2012). Melalui pilkada, rakyat sebagai pemilih dan penguasa tertinggi pada demokrasi berhak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara dan tanpa paksaan dari pihak manapun, dalam memilih kepala daerah.

Pilkada Klaten tahun 2020 merupakan salah satu pilkada yang diadakan secara serentak di Indonesia. Pada tahun 2020, sebanyak 270 daerah menyelenggarakan pemilihan kepala daerah serentak, dengan rincian sebagai berikut: Pilkada dilaksanakan pada 9 Desember 2020, di 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota (KPUD Klaten, 2021). Pilkada Klaten 2020 ini diikuti oleh tiga calon, yaitu pasangan Sri Mulyani - Yoga Hardaya atau disingkat (MULYO), pasangan One Krisnata - Muhammad Fajri (ORI), dan pasangan Arif Budiyono - Harjanta (ABY-HJT).

Dengan 26 kursi di DPRD, partai politik (parpol) PDIP dan Golkar mengusung Sri Mulyani dan Yoga Hardaya. Kemudian, dengan 13 kursi di DPRD, pasangan calon Satu Krisnata dan Muhammad Fajri diusung oleh Partai Demokrat, PKS, dan Gerindra. Lebih lanjut, pasangan Arif Budiyono dan Harjanta didukung oleh parpol PAN, PKB, PPP, dan Nasdem. Paslon tersebut diusung oleh parpol dengan jumlah kursi di DPRD sebanyak 11 kursi.

Hasil Pilkada Kabupaten Klaten menunjukkan pasangan nomor urut satu, Sri Mulyani-Yoga Hardaya memperoleh suara terbanyak sehingga secara sah ditetapkan sebagai Bupati-Wakil Bupati Klaten periode 2020-2025. Di hampir semua kecamatan, yakni 23 kecamatan, pasangan Sri Mulyani dan Yoga Hardaya mengungguli dua pasangan lainnya (Prakoso, 2020). Prambanan, Kalikotes, dan Klaten Utara menjadi tiga kecamatan yang tidak mampu direbut pasangan pemenang ini. Pasangan calon nomor urut satu, Sri Mulyani dan Yoga Hardaya atau MULYO memperoleh 378.418 suara dari surat suara di 26 kecamatan.

Pilkada pada dasarnya adalah upaya untuk menentukan siapa saja yang akan memerintah untuk periode berikutnya (Maley, 2003). Dalam pilkada langsung, rakyat sebagai pemilik hak suara menjadi penentu pemenangan pilkada merupakan fenomena yang menarik untuk diteliti. Hal yang menarik untuk dicermati kemudian adalah pola perilaku pemilih masyarakat, dalam penelitian ini adalah di Klaten.

Perilaku memilih merupakan aktivitas warga negara berkaitan dengan partisipasi pemilih yang penggunaan hak politiknya dalam pemilu. Hal ini menarik untuk diteliti karena perilaku pemilih dipengaruhi oleh perilaku pemilih yang erat kaitannya dengan bagaimana latar belakang masing-masing individu di masyarakat, baik secara kultural, psikological, dan rasional. Dengan kata lain, banyak faktor yang mempengaruhi pilihan politik seseorang.

Studi tentang perilaku pemilih sudah umum dilakukan di dunia Barat (negara-negara Eropa dan Amerika Serikat), tetapi masih belum banyak dilakukan di Indonesia. Perilaku pemilih dipahami lebih dari sekedar perilaku logis individu (Yustiningrum et al., 2015). Ada unsur yang merefleksikan akal, sistem budaya, ekonomi, atau politik yang mempengaruhinya. Perilaku politik seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan komunal di mana dia tinggal.

Perilaku individu, termasuk keputusan memilih dalam suatu pemilu, harus dikaitkan dengan interaksi sosial yang terjadi di masyarakat agar dapat dipahami (Tokan, 2019). Selanjutnya interaksi sosial ini akan menumbuhkan persepsi bersama di antara anggota masyarakat, yang nantinya akan membentuk interpretasi seseorang terhadap suatu fenomena sosial.

Ada tiga cara untuk mempelajari perilaku pemilih yang sudah ada: pendekatan sosiologis, psikologis, dan rational choice. Perspektif sosiologislah yang pertama kali berkembang (dipelopori oleh para peneliti dari Universitas Columbia, sehingga sering disebut sekolah Columbia). Metode kedua adalah teknik psikologis yang dipelopori oleh ilmuwan Amerika yang merasa tidak puas dengan pendekatan sosiologis.

Strategi terakhir yang berkembang adalah pendekatan rational choice, yang mengusulkan hukum untung rugi bagi pemilih untuk digunakan dalam pengambilan keputusan politik (Ferdian et al., 2019). Dalam kajian ini, peneliti akan menggunakan tiga pendekatan yang disebutkan di atas sebagai variabel penelitian karena dianggap cukup untuk menjelaskan perilaku memilih.

Pada penelitian sebelumnya dalam bidang politik, terutama yang berkaitan dengan perilaku pemilih, telah memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana faktor sosial mempengaruhi pilihan politik. Pendekatan sosiologis, yang diinisiasi di Eropa Barat di tahun 90-an, menekankan pada pemahaman struktur masyarakat dalam konteks hierarki sosial dan status. Para peneliti telah menyoroti bagaimana kesadaran individu terhadap status sosial mereka sendiri berperan dalam membentuk preferensi politik mereka (Kovalcsik & Nzimande, 2019; Mohanachandran & Govindarajo, 2020).

Lebih lanjut, pendekatan ini mengkategorikan masyarakat ke dalam berbagai kelompok berdasarkan karakteristik seperti gender, usia, dan afiliasi organisasi. Menurut Chandra dan Sirait (Chandra, 2016; Sirait, 2020), kelompok-kelompok ini dianalisis untuk memahami bagaimana mereka mungkin mendukung partai politik tertentu. Pendekatan ini juga mengeksplorasi pengaruh kelompok formal (seperti serikat buruh dan organisasi profesional) dan kelompok nonformal (seperti komunitas keagamaan dan kelompok sosial lokal) dalam proses pemilihan.

Selain itu, penelitian oleh Mujani menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti pekerjaan, kelas sosial, agama, dan ideologi memiliki pengaruh signifikan dalam memilih partai politik (Mujani, 2020). Pendekatan sosiologis ini membantu dalam memahami dinamika pemilihan di berbagai negara dengan latar belakang sosial dan ekonomi yang berbeda. Namun, metodologi pendekatan sosiologis juga mendapat kritik, khususnya dalam hal pengukuran indikator sosial.

Sebagai contoh, penggunaan pendidikan sebagai indikator memunculkan pertanyaan tentang validitas dan aplikabilitasnya lintas negara, mengingat perbedaan sistem pendidikan. Chandra menyoroti bagaimana pendekatan ini memerlukan kehati-hatian dalam interpretasi dan penerapan data, terutama ketika menganalisis perilaku pemilih secara komparatif antarnegara (Chandra, 2016).

Karena kelemahan metodologis dalam pendekatan sosiologis, para ilmuwan politik di Amerika, menjadi tidak puas dengan hal tersebut dan mengejar pendekatan lainnya (Houghton, 2021). Ilmuwan politik mengembangkan teknik baru untuk mempelajari perilaku politik, yaitu pendekatan psikologis, melalui Survey Research Center di University of Michigan. Pendekatan psikologis umumnya disebut sebagai mahzab Michigan karena dipelopori oleh para ahli politik di Pusat Penelitian dan Survei Universitas Michigan.

Aungust Campbell, bersama dengan Gerard Urin dan Warren Miller, menulis buku The Voter Putuskan pada tahun 1954, yang merupakan pelopor awal berdirinya mahzab ini (Wright et al., 1989). Buku The American Voter didasarkan pada penelitian yang dilakukan tentang perilaku pemilih di Amerika selama pemilihan presiden tahun 1952 dan 1956. Buku ini banyak menggunakan konsep-konsep psikologis, khususnya konsep sikap, yang telah banyak dikembangkan dalam psikologi sosial. Menurut pendukung aliran ini, populasi pemilih di Amerika membuat keputusan berdasarkan faktor psikologis yang muncul dalam diri mereka sebagai hasil dari proses pendewasaan mereka sendiri (Garzia & Ferreira da Silva, 2021).

Meskipun mahzab ini sebelumnya hanya terbatas digunakan di Amerika Serikat, aliran ini pada kemudian hari secara luas digunakan dalam penelitian perilaku pemilih di Eropa. Metode psikologis tampaknya melengkapi pendekatan sosiologis. Perbedaan utama antara keduanya adalah bahwa pendekatan sosiologis menekankan pada proses eksternal individu (lingkungan di mana individu berada) dalam menentukan perilaku memilihnya (makro), sedangkan pendekatan psikologis menekankan pada proses internal dalam diri individu dalam membuat keputusan politik (mikro).

Bagaimana sikap tersebut tumbuh? Respon paling sederhana yang dapat dikemukakan adalah melalui pengalaman sosial individu, yang dimulai sejak masa kanak-kanak (Sindermann et al., 2020). Prinsip sosialisasi politik dan resosialisasi politik sangat penting dalam memahami pendekatan ini. Aliran ini meyakini bahwaagensosialisasi politik, seperti orang tua, teman bermain, media massa, lembaga pendidikan, tempat kerja, partai politik, dan sebagainya, memegang peranan penting dalam membentuk sikap dan orientasi politik seseorang di kemudian hari, karena Lembaga-lembaga tersebut memegang peranan penting dalam menanamkan nilai-nilai politik.

Hal ini berkembang menjadi hubungan psikologis yang kuat antara individu dengan salah satu organisasi massa dan partai politik sebagai hasil dari proses sosialisasi, dalam bentuk simpati kepada partai politik. Identifikasi kepartaian adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan hubungan psikologis ini. Identifikasi partai digambarkan sebagai "rasa keterikatan individu pada partai politik" meskipun individu tersebut bukan anggota partai politik tersebut (Wogu et al., 2015).

Perasaan itu berkembang sejak kecil, dipengaruhi oleh orang tua atau lingkungan keluarga. Apalagi bagi mereka yang tidak tertarik dengan program partai, sosok pemimpin sangat penting. Sebagai komponen penting dalam paradigma pendekatan ini, identifikasi kepartaian digunakan. Kritik yang dilontarkan terhadap metode ini adalah bahwa metode ini terlalu menekankan pada aspek yang sangat kecil, menimbulkan pertanyaan apakah perilaku individu juga dapat dianggap sebagai cermin perilaku masyarakat.

Metode rational choice adalah teknik ketiga yang muncul kemudian. Teknik ini muncul sebagai hasil dari para ilmuwan yang mempelajari ketidakpuasan perilaku memilih dengan dua pendekatan sebelumnya. Metode ini menggunakan perspektif ekonomi dan sering disebut sebagai pendekatan rasional. Teori ini berasumsi bahwa perilaku pemilih terhadap partai politik tertentu didasarkan pada perhitungan berdasarkan prinsip untung-rugi (Hechter & Kanazawa, 2019). Artinya pemilih selalu mendasarkan keputusannya pada hal-hal yang menguntungkan mereka, oleh karena itu yang pertama kali terlintas di benak mereka adalah imbalan yang akan mereka terima jika memilih partai tertentu (Herfeld, 2020). Tokoh pendekatan ini adalah Anthony Downs, Riker & Ordeshook, Mueller, Tollison, dan Willet.

Pemilih yang rasional akan mendukung partai politik yang paling mungkin untuk dapat mewujudkan tujuan politik pemilih. Teori ini mengasumsikan bahwa pemilih tahu persis apa kepentingan mereka, kemudian menganalisis berbagai alternatif yang tersedia berdasarkan partai mana yang paling dapat mengakomodasi kepentingan mereka, dan kemudian memilih partai atau kandidat yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka.

Dari penjelasan yang diberikan, penelitian ini menyoroti perilaku pemilih di Pilkada Kabupaten Klaten 2020, dengan fokus pada tiga pendekatan utama: Sosiologis, Psikologis, dan Pilihan Rasional. Penelitian ini sangat relevan mengingat konteks unik Klaten, yang memiliki sejarah panjang sebagai basis kuat dari salah satu partai politik. Kondisi ini membuat Klaten menjadi kasus yang menarik untuk diteliti, terutama dalam konteks politik dan sosial.

Pendekatan Sosiologis ini mengeksplorasi bagaimana faktor-faktor sosial, seperti identitas komunal, afiliasi kepartaian, dan dinamika sosial berpengaruh terhadap pilihan pemilih. Klaten, dengan tradisinya sebagai "kandang" partai politik tertentu, memberikan latar belakang yang kaya untuk memahami pengaruh sosial dalam pemilihan. Sedangkan pendekatan Psikologis lebih berfokus pada aspek-aspek psikologis pemilih, seperti persepsi, keyakinan, dan sikap individu yang mempengaruhi keputusan pemilihannya.

Di Klaten, faktor ini bisa sangat berpengaruh mengingat latar belakang historis kepemimpinan dan identifikasi kepartaian yang kuat, serta dampak dari kepemimpinan dinasti pasangan suami-istri selama 20 tahun. Untuk Pilihan Rasional, pendekatan ini menilai bagaimana pemilih membuat keputusan berdasarkan kalkulasi manfaat dan kerugian. Dalam konteks Klaten, hal ini bisa mencakup evaluasi pemilih terhadap kinerja pemerintahan sebelumnya, janji kampanye, dan potensi kebijakan dari kandidat.

Penelitian di Kecamatan Trucuk, dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) terbesarnya, memberikan sampel yang representatif untuk mengkaji faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pilihan pemilih. Peneliti kemungkinan berusaha untuk mengidentifikasi faktor-faktor spesifik, seperti dampak dari kekuatan tradisional partai politik, keberhasilan atau kegagalan kepemimpinan sebelumnya, dan dinamika sosial ekonomi pemilih, yang semuanya berkontribusi terhadap perilaku memilih dalam Pilkada Klaten 2020. Dengan membandingkan pengaruh dari ketiga pendekatan ini, peneliti dapat memperoleh wawasan yang lebih mendalam tentang bagaimana faktor-faktor tersebut saling berinteraksi dan mana yang paling dominan dalam konteks pemilihan lokal di Klaten.

 

METODE

Studi ini dilakukan dengan menggunakan mix-method, kuantitatif-kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan metode penelitian survei. Metode penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Penggunakan metode survei pada penelitian ini dimungkinkan karena metode survei memungkinkan kita mendapatkan data dengan tetap menghemat waktu, tenaga, dan biaya yang dikeluarkan. Sedangkan untuk pendekatan kualitatif, peneliti melakukan wawancara mendalam dengan beberapa informan yang ditemui.

Fokus penelitian diadakan di Kecamatan Trucuk karena memiliki DPT terbesar di antara kecamatan-kecamatan yang ada di Klaten dengan jumlah 59.936 pemilih. Alasan lain pemilihan Kecamatan Trucuk ini juga karena mewakili karakter memilih pemilih di Kabupaten Klaten di mana Kecamatan ini terdapat penduduk dengan berbagai macam latar belakang pekerjaan, pendidikan, agama, jenis kelamin.

Dalam menentukan jumlah sampel untuk penelitian ini peneliti menggunakan rumus Slovin, yaitu�����������

𝑛=N 1+n𝑒2

Keterangan:

n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

e = batas toleransi kesalahan (error tolerance) yang diinginkan, yaitu sebesar 5% dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%.

𝑁 = ���������������� 59.936������������

1 + (59.936.0,052)

𝑁 = ���� 59.936�����������

1+149,84

𝑁 = 397,34

N = dibulatkan menjadi 397

Agar tujuan penelitian dapat tercapai, maka semua konsep dan variabel yang digunakan dalam studi ini harus didefinisikan dan dioperasionalisasikan secara jelas. Pengukuran variabel dalam penelitian ini sebagian besar mengadopsi instrumen penelitian yang pernah dipakai oleh Mujani et all (2012) untuk mengukur adanya partisipasi politik, pilihan politik, serta pengukuran variabel lainnya dengan beberapa perubahan. Meskipun demikian, modifikasi dan penambahan beberapa pertanyaan juga dilakukan agar bisa menjawab semua pertanyaan penelitian.

Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah partisipasi masyarakat Klaten di Kecamatan trucuk pada pilkada 2020, diperoleh dari hasil penelitian melalui kuesioner dengan jawaban responden terhadap keputusan mereka dalam memilih kandidat yang dilihat dari beberapa indicator yang mempengaruhinya.

Penelitian ini menggunakan 3 variabel independen yang diduga mempengaruhi perilaku pemilih masyarakat Klaten. Tiga variabel independen ini adalah; pendekatan sosiologis, psikologis, dan rational choice. Pendekatan sosiologis mencakup faktor sosial budaya seperti agama, suku, budaya setempat, gender, pendidikan, pekerjaan, kelas di masyarakat, dll. Sedangkan pendekatan psikologis meliputi faktor ketokohan, identitas kepartaian, dan sosialisasi partai politik. Lalu untuk pendekatan rational choice mencakup program kerja calon bupati.

Data yang diperoleh dari hasil survei ini diolah dan digunakan untuk menganalisa perilaku pemilih masyarakat Klaten pada pilkada 2020. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software SPSS 26.0 dengan metode analisis regresi linear berganda, yaitu hubungan secara linear antara dua atau lebih variabel independen (X1, X2,....Xn) dengan variabel dependen (Y). Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah masing-masing variabel independen berhubungan positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai independen mengalami kenaikan atau penurunan. Persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + .... + bnXn+e

Keterangan:

Y = variabel dependen (nilai yang diprediksikan)

X1 dan X2 = variabel independen

a = konstanta (nilai Y� apabila X1, X2......Xn = 0)

b = koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan)

e = standar error

Uji Hipotesis

Ho1: Faktor sosiologis, psikologis, dan rational choice tidak berpengaruh terhadap pilihan kandidat bupati dan wakil bupati klaten pada pilkada 2020.

Ha1: Faktor sosiologis, psikologis, dan rational choice berpengaruh terhadap pilihan kandidat bupati dan wakil bupati klaten pada pilkada 2020.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pilkada Klaten merupakan salah satu pilkada yang diadakan secara bersama-sama di seluruh Indonesia, serentak bersama dengan pilkada di 270 daerah pada tanggal 09 Desember 2020. Pilkada ini diikuti oleh tiga calon, yaitu pasangan Sri Mulyani - Yoga Hardaya atau disingkat (MULYO), pasangan One Krisnata - Muhammad Fajri (ORI), dan pasangan Arif Budiyono - Harjanta (ABY-HJT). Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah ini merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah Kabupaten Klaten. Jumlah Daftar Pemilih Tetap Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Klaten Tahun 2020 sebesar 961.070, jumlah pemilih laki-laki sebesar 473.384 dan jumlah pemilih perempuan sebanyak 487.686 pemilih (KPUD Klaten, 2021).

Dengan pemilu ini, cita-cita demokrasi dapat dilaksanakan sesuai dengan amanat yang diberikan dalam Pancasila dan UUD 1945. Dengan pilkada, diharapkan masyarakat daerah mendapatkan kepemimpinan sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah (Khairi, 2020). Pasangan calon peserta pemilu ini dapat diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik, atau calon perseorangan yang didukung oleh penduduk dan telah memenuhi kualifikasi dan persyaratan. Tujuan pemilihan ini tentunya untuk memilih Bupati Klaten periode 2020-2025 menggantikan bupati sebelumnya yang telah menyelesaikan masa kepemimpinannya di wilayah Klaten. Pada pilkada tersebut, keluar sebagai pemenangnya adalah pasangan nomor urut 1, yakni Sri Mulyani - Yoga Hardaya yang memperoleh suara sebesar 378.418 suara.

Fokus penelitian diadakan di Kecamatan Trucuk karena mewakili karakter masyarakat di Kabupaten Klaten di mana Kecamatan ini terdapat penduduk dengan berbagai macam latar belakang pekerjaan, pendidikan, agama, jenis kelamin. Selain itu, Trucuk memiliki DPT terbesar di antara kecamatan-kecamatan yang ada di Klaten. Untuk jumlah daftar pemilih tetap (DPT), terdapat 59.936 pemilih, terdiri dari 29.826 pemilih laki-laki dan 30.110 perempuan (KPUD Klaten, 2021). Jumlah tersebut merupakan jumlah DPT terbesar di Klaten yang tersebar di 158 TPS.

Sebelum memasuki pembahasan, penulis akan mendeskripsikan responden penelitian yang ditujukan untuk memberikan gambaran awal tentang karakteristik responden yang dijadikan sampel penelitian.

 

Tabel 1 Profil responden menurut beberapa variabel pada Pilkada Klaten 2020 (n = 397)

Variabel

Kategori

Persentase

Jenis kelamin

Total

100

 

Laki-laki

62.21

 

Perempuan

37.79

Umur

Total

100

 

20-29

20.15

 

30-39

25.18

 

40-49

23.92

 

50-59

20.45

 

60 tahun ke atas

10.3

Agama

Total

100

 

Islam

69.97

 

Kristen

14.6

 

Katholik

11.83

 

Hindu

3.6

 

Buddha

-

 

Konghuchu

-

 

Dll

-

Pendidikan

Total

100

 

SD/Sederajat

25.44

 

SMP/Sederajat

27.98

 

SMA/Sederajat

37.78

 

Perguruan Tinggi

8.8

Pendapatan

Total

100

 

Kurang dari 1.000.000

34

 

1.000.000 � 2.000.000

25.18

 

2.000.000 � 3.000.000

25.42

 

Di atas 3.000.000

15.4

Pekerjaan

Total

100

 

Petani

31.48

 

Pedagang

9.29

 

Buruh

51.63

 

Pengusaha

2.51

 

PNS

1.09

 

Dll

4

 

Secara umum, profil responden yang menjadi sampel penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1 di atas. Dari 397 responden yang diwawancara, sebanyak 62.21 persen (247 orang) adalah laki-laki dan 37.79 persen (150 orang) adalah perempuan. Tingkat umur responden juga cukup bervariasi, namun dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa pemilih yang berada di Kecamatan Trucuk, Klaten didominasi oleh mereka yang berumur antara 30-39 tahun dan 40-49 tahun. Persentase pemilih yang berada pada kelompok umur tersebut ada sebanyak 25.18 persen dan 23.92 persen. Sementara itu, persentase terkecil dari pemilih yang menggunakan hak suaranya berdasarkan variable umur adalah mereka yang berusia di atas 60 tahun, yakni sebesar 10,3 persen.

Sementara itu, jika dilihat dari segi agama yang dianut, sebagian besar responden adalah beragama Islam, yakni sebesar 69.97 persen. Diikuti kemudian oleh penganut Kristen, Katholik dan Hindu. Sedangkan untuk tingkat pendidikan responden, menunjukkan bahwa tamatan SMA mendominasi dengan 37.78 persen. Diikuti oleh tingkat pendidikan SMP dengan 27.98 persen dan tamatan SD sebesar 25,44 persen.

Berlanjut ke penghasilan, sebagaian besar responden pada umumnya berpenghasilan di bawah Rp 1.000.000 yakni mencapai 34 persen dari total responden. Sedangkan responden yang berpenghasilan di atas 3 juta hanya sedikit, yakni 15.4 persen. Tingkat penghasilan yang bisa dikatakan cukup rendah ini dipengaruhi oleh corak mata pencaharian masyarakat Klaten, terutama Kecamatan Trucuk yang masih bersifat agraris. Dapat di lihat pada table di atas, terdapat sekitar 31.48 persen dari responden yang bekerja pada sektor pertanian. Ini merupakan profesi terbesar kedua setelah buruh yang mecapai 51.63 persen.

Demikianlah sekilas mengenai profil singkat responden yang menggunakan hak pilihnya di pilkada Klaten 2020 di Kecamatan Trucuk. Pendidikan dapat dikatakan masih rendah dengan didominasi lulusan SMA sederajat ke bawah. Kemiskinan juga masih mendominasi dengan jumlah penghasilan yang masih banyak di bawah UMR dan banyak responden yang masih bekerja pada sektor informal maupun sektor yang rentan akan pemecatan. Meskipun begitu, biaya hidup di Klaten terbilang relative murah, sehingga penghasilan tersebut masih cukup untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari.

 

Tabel 2 Analisis Regresi Linear Berganda

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t

Sig.

B

Std. Error

Beta

1

(Constant)

79.530

3.793

 

20.969

.000

Pendekatan Sosiologis (X1)

.074

.028

.134

2.640

.009

Pendekatan Psikologis (X2)

.059

.027

.110

2.189

.029

Pendekatan Rational choice (X3)

.089

.028

.158

3.198

.001

a. Dependent Variable: Perilaku memilih (Y)

 

Berdasarkan data diatas maka dapat dikatakan persamaan regresi linier berganda adalah:

 

Y= 79.530 + 0,074 X1 + 0,059 X2 + 0,089 X3 + e

 

Berdasarkan tabel di atas, maka persamaan regresi yang bisa dibentuk dari pengaruh antara variabel pendekatan sosiologis, psikologis, dan rational choice secara analisis terhadap Keputusan dalam memilih kandidat dalam pilkada Klaten 2020 (perilaku memilih) adalah sebagai berikut:

1.      Nilai konstanta sebesar 79.530 menunjukan bahwa jika tidak ada variable independen (sosiologis, psikologis, rasional) maka, variabel dependen (perilaku pemilih) adalah negatif.

2.      Koefisien regresi variabel pendekatan kebudayaan (𝑋1) sebesar 0,074 menyatakan bahwa setiap penambahan satu nilai dari variabel (𝑋1) akan memberikan kenaikan skor sebesar 0,074.

3.      Koefisien regresi variabel pendekatan psikologis (𝑋2) sebesar 0,059 menyatakan bahwa setiap penambahan satu nilai dari variabel (𝑋2) akan memberikan kenaikan skor sebesar 0,059.

4.      Koefisien regresi variabel pendekatan rational choice (𝑋3) sebesar 0,089 menyatakan bahwa setiap penambahan satu nilai dari variabel (𝑋3) akan memberikan kenaikan skor sebesar 0,089.

Dari uraian model regresi berganda menunjukkan bahwa, pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis, dan pendekatan rasional memiliki nilai positif artinya terjadi tingkat kepuasan pemilih disebabkan oleh variabel bebas di mana yang paling berpengaruh adalah pendekatan psikologis dengan koefisien 0,029.

Table 2 Uji F

ANOVAa

Model

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

1

Regression

4391.698

3

1463.899

10.360

.000b

Residual

55529.819

393

141.297

 

 

Total

59921.516

396

 

 

 

a. Dependent Variable: Perilaku Memilih

b. Predictors: (Constant), Pendekatan Rational Choice (X3), Pendekatan Psikologis (X2), Pendekatan Sosiologis (X1)

Uji F atau anova test digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama sama (simultan) terhadap variabel terikat. Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa F-hitung sebesar 10,360. Sehingga dengan membandingkan antara F-hitung dan F-tabel, maka didapatkan nilai F-hitung lebih besar dari F-tabel (10,360 > 2,62). Oleh karena itu, dapat diambil kesimpulan bahwa variabel bebas secara simultan berpengaruh terhadap variabel terikat.

 

PEMBAHASAN

Pendekatan Sosiologis

Hasil analisis regresi berganda di atas menunjukan tingkat signifikasi pendekatan sosiologis berada pada angka 0.009. Nilai tersebut lebih kecil dari yang ditetapkan yaitu α = 0.05, jadi dapat disimpulkan bahwa hipotesis dari pendekatan sosiologis memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap keputusan dalam memilih kandidat calon bupati. Hal ini berarti variabel pendekatan sosiologis secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku memilih dalam pilkada Klaten 2020.

Lebih lanjut lagi dalam penelusuran penulis, beberapa masyarakat perempuan di Kecamatan Trucuk mengindikasikan bahwa mereka memilih duet Sri Mulyani - Yoga Hardaya karena calonnya adalah perempuan (pemilihan berdasarkan gender) yang dianggap mampu menyalurkan aspirasi kaumnya. Sebagai sesama wanita, mereka menilai bahwa Sri Mulyani dapat mengangkat isu-isu wanita yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah Klaten. Beberapa isu seperti pernikahan dini, gizi ibu hamil, melahirkan, dan menyusui diharapkan menjadi perhatian pemerintah rezim terpilih pada nantinya.

Selanjutnya, alasan yang masuk ke dalam pendekatan sosiologis dalam pemilihan calon adalah tentang agama. Aspek agama juga menjadi salah satu faktor yang menjadi pertimbangan pemilih dalam mengambil keputusan. Pendekatan sosiologis dalam hal ini ikatan agama, turut mempengaruhi keputusan memilih dalam pemilu. Orientasi keagamaan seseorang dipilih untuk melihat apakah ada pola dukungan terhadap partai politik berdasarkan kesamaan orientasi keagamaan responden. Salah satu dasar dalam menafsirkan perilaku pemilih berdasarkan aktivitas keagamaan adalah menggunakan tipologi keagamaan masyarakat Jawa dari Clifford Geertz yang membagi keagamaan masyarakat Jawa menjadi tiga, yaitu priyayi, abangan, dan santri.

Dalam penjelasannya, kaum abangan lebih cenderung memilih partai sekuler dan nasionalis. Beberapa antropolog, termasuk Geertz, merasa bahwa mayoritas orang Jawa adalah kaum abangan (Tago, 2017). Klaim ini membantu menjelaskan kekuatan yang relatif besar pada partai-partai non-Islam di Jawa, khususnya PNI (Partai Nasional Indonesia) dan PKI (Partai Komunis Indonesia) pada masa orde lama. Baik agama abangan maupun santri terwakili dalam mendukung pemilih di Pulau Jawa, abangan untuk PNI dan PKI di satu sisi dan santri untuk Masyumi dan NU di sisi lainnya.

Masyarakat Klaten dapat dikategorikan sebagai masyarakat abangan jika dilihat dari sudut pandang aliran Geertz. Hal ini terlihat dari kemenangan partai-partai nasionalis dalam pemilihan umum yang terjadi sepanjang sejarah, dari masa orde lama hingga masa pasca reformasi. Pemilih PDI Klaten telah menunjukkan pola perilaku yang konsisten dalam pemilu yang diadakan sebelum reformasi, sesuai dengan tren sejarah.

Hasil penelitian membuktikan responden yang tergolong Muslim abangan lebih memilih PDIP sebagai partai pengusung Sri Mulyani dan Yoga Hardaya. Begitu pula yang beragama Kristen, Katholik, Hindu dan penganut aliran kepercayaan lainnya menunjukkan bahwa mereka lebih condong untuk memilih partai ini. Adapun pemilih PDIP yang beragama selain Islam dapat dipahami mengapa mereka memilih partai ini karena pada masa orde baru, PDI merupakan partai peleburan atau gabungan dari partai-partai bercorak nasionalis dan partai-partai keagamaan Kristen maupun Katholik.

 

Pendekatan psikologis

Hasil analisis regresi menunjukan tingkat signifikasi pendekatan psikologis berada pada angka 0.029. Nilai tersebut lebih kecil dari yang ditetapkan yaitu α = 0.05, jadi dapat disimpulkan bahwa hipotesis dari pendekatan psikologis memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap keputusan memilih kandidat calon bupati. Hal ini berarti variabel pendekatan Psikologis secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku memilih dalam pilkada Klaten 2020.

Pendekatan ini percaya bahwa apa yang disebutagensosialisasi politik, seperti orang tua, teman bermain, media massa, lembaga pendidikan, tempat kerja, partai politik, dan sebagainya, berperan penting dalam membentuk sikap dan orientasi politik seseorang, karena institusi memainkan peran penting dalam menanamkan nilai-nilai politik. Proses ini menghasilkan ikatan psikologis yang kuat yang dikenal sebagai identifikasi kepartaian (Houghton, 2021).

Responden di Kecamatan Trucuk menunjukkan bahwa mereka memilih berdasarkan preferensi dan keterikatan emosional mereka dengan partai pendukung kandidat. Basis politik seseorang ditentukan oleh afiliasinya dengan satu partai. Fungsi sosialisasi politik partai secara terbuka akan membentuk sistem kepercayaan politik seseorang. Identifikasi ini dapat berdampak langsung pada pilihan seseorang. Partai yang secara emosional terhubung dengan seseorang atau masyarakat selalu dipilih tanpa memperhatikan kriteria lain.

Hal ini merupakan wujud dari sosialisasi politik yang dibina dari orang tua, organisasi sosial kemasyarakatan, hingga partai itu sendiri. Sosialisasi ini berkaitan dengan nilai dan norma yang diturunkan oleh orang tua ataupun organisasi sosial kemasyarakatan sebagai bentuk penurunan dan penanaman kepada generasi baru. Sosialisasi yang dilakukan partai politik secara terus menerus mengakibatkan identitas partai menjadi kuat di kalangan masyarakat Klaten. Hal ini kemudian mengakibatkan penanaman identifikasi partai menjadi kuat dalam lingkungan keluarga dan sosial kemasyarakatan.

Partai yang mendukung pasangan pemenang (MULYO), khususnya PDIP, merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan dari alasan warga dalam pemilu. Sosialisasi partai politik selalu menghasilkan identitas kepartaian yang kuat di kalangan penduduk Klaten, tidak terkecuali yang dilakukan oleh PDIP di daerah ini. Hal ini menyebabkan pembentukan afiliasi partai yang kuat dalam keluarga dan jaringan sosial turun temurun yang telah berlangsung dari jaman orde lama.

Klaten sudah lama berada di bawah kendali PDIP, bukan hanya karena sejak lama menjadi basis konstituen PDIP, tetapi juga karena daerah ini secara tradisional mewarisi ideologi marhaenisme dan nasionalisme yang dibawa oleh PDIP dari PNI (Fujilestari, 2019). Kemudian warisan tersebut mengakar di PDIP sampai dengan sekarang. Selain itu, PDIP yang melabeli diri sebagai partai wong cilik yang diharapkan mampu memperjuangkan kepentingan rakyat kecil, juga menjadi alasan lain bagi warga Klaten untuk mengidentifikasikan diri dengan PDIP. Mengingat rata-rata penduduk memiliki pendapatan dan tingkat pendidikan yang rendah yang pada akhirnya menjadi alasan lain bagi mereka untuk semakin mengidentifikasi diri dengan PDIP sebagai partai wong cilik.

Dalam penelitian ini, mayoritas responden bekerja sebagai buruh upahan, pegawai swasta, atau ibu rumah tangga, dengan pendapatan rata-rata 1.000.000an rupiah. Dengan tingkat pendapatan yang cukup rendah, wajar jika responden memiliki sense of belonging dengan partai politik atau caleg yang mempromosikan diri selalu memperjuangkan nasib wong cilik menjadi lebih baik dari. Salah satu alasan keterikatan mereka dengan PDIP adalah karena PDIP dianggap sebagai partai rakyat kecil yang seharusnya menyampaikan cita-citanya. Slogan sebagai partai wong cilik masih melekat kuat di benak responden khususnya, dan masyarakat Klaten pada umumnya.

 

Pendekatan Rational Choice

Hasil analisis regresi menunjukan tingkat signifikasi pendekatan rational choice berada pada angka 0.001. Nilai tersebut lebih kecil dari yang ditetapkan yaitu α = 0.05, jadi dapat disimpulkan bahwa hipotesis dari pendekatan rational choice memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap keputusan memilih kandidat calon bupati. Hal ini berarti variabel pendekatan rational choice secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku memilih dalam pilkada Klaten 2020.

Salah satu faktor yang ditekankan dalam pendekatan ini adalah apa yang akan diterima pemilih jika mereka memilih salah satu kandidat. Metode pilihan rasional ini mencoba menjelaskan mengapa sikap pemilih terhadap calon dalam pilkada didasarkan pada perhitungan tentang keuntungan apa yang diterima ketika seseorang mengambil keputusan (Hechter & Kanazawa, 2019; Jonsa, 2018; Lee et al., 2017).

Kemenangan Sri Mulyani - Yoga Hardaya juga tidak lepas dari pertimbangan kapasitas dari kandidat. Pemahaman ini berangkat dari asumsi bahwa pertimbangan-pertimbangan rasional, seperti pertimbangan program partai atau kesesuaian aspirasi memberi sumbangan besar bagi penentuan pilihan pemilih. Pilihan terhadap kandidat tersebut dipengaruhi oleh isu-isu yang diperjuangkan kandidat (Budiyanto, 2020; Utami et al., 2020).

Apabila pemilih telah mampu menganalisa dan mengevaluasi isu-isu yang berkembang dan mendasarkan pilihannya pada Partai atau calon mana yang dianggap paling mampu mengatasi tersebut, maka sedikit banyak pemilih tersebut telah masuk ke dalam kelompok pemilih rasional. Dalam penelitian ini, penggunaan rational choice dapat dikatakan masih rendah karena mayoritas responden menilai dan mengetahui ketokohan kandidat tersebut sebatas dipermukaan dan latar belakang sebagai incumbent saja. Hanya sedikit yang mengetahui dan memilih berdasarkan visi misi dan perjuangan apa yang dibawa.

 

Kesimpulan

Perilaku memilih dalam memilih calon kepala daerah yang mengikuti pilkada Klaten 2020 ini disebabkan oleh beberapa faktor. Secara umum, pendekatan psikologis masih menjadi faktor yang dominan dalam membentuk perilaku memilih pada pilkada Klaten dengan menunjukan tingkat signifikasi pendekatan psikologis berada pada angka 0.029. Pengaruh ketokohan dan kepemimpinan yang kuat seperti sosok Megawati dan Joko Widodo, hingga sampai pada tokoh proklamasi Sukarno, sangat mempengaruhi pilihan masyarakat.

Serta identitas kepartaian dengan PDIP yang melekat, berpengaruh besar dalam menentukan pilihan warga masyarakat dalam pemilu untuk memilih pasangan yang diusung partai ini, yaitu pasangan Sri Mulyani dan Yoga Hardaya. Hal ini kemudian menjadi bukti bahwa pola perilaku pemilih di Klaten masih sangat dipengaruhi oleh pertimbangan yang bersifat psikologis yang terpupuk sejak lama. Sebagai kandang dari banteng semenjak sekian puluhan tahun, identifikasi diri dengan PDIP telah melekat erat dan masuk ke dalam alam pikiran sebagian masyarakat Klaten.

Kemudian ada faktor sosiologis yang memiliki pengaruh yang besar setelah faktor psikologis. Faktor ini tidak dapat dipisahkan karena adat dan budaya masyarakat jawa yang masih menjunjung tinggi norma dan nilai kekeluargaan yang ada di dalam masyarakat. Karena persamaan agama, suku, gender, hingga disebut sebagai tokoh lokal yang berpengaruh dan putra asli Klaten (Sri Mulyani merupakan istri Sunarna, mantan Bupati Klaten yang menjabat dua periode dari 2005-2015), merupakan faktor yang ikut mempengaruhi pemilih dalam memilih kandidat. Sedangkan pertimbangan yang bersifat rasional, kalaupun ada, pengaruhnya masih kalah dengan pertimbangan ketokohan dan identitas kepartaian dan faktor suku, agama, dan ras.

 

Referensi:

Blaydes, L., & Lo, J. (2012). One man, one vote, one time? A model of democratization in the Middle East. Journal of Theoretical Politics, 24(1). https://doi.org/10.1177/0951629811423121

Budiyanto, A. (2020). Abstentions Phenomenon ( Golput ) of Local Elections. Jurnal Bina Praja, 12(2), 203�212.

Chandra, A. (2016). Pemetaan Sosiologis Perilaku Memilih di Nusa Tenggara Barat. Jurnal Transformative, 2(1).

Ferdian, F., Asrinaldi, A., & Syahrizal, S. (2019). PERILAKU MEMILIH MASYARAKAT, MALPRAKTIK PEMILU DAN PELANGGARAN PEMILU. NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 6(1). https://doi.org/10.31604/jips.v6i1.2019.20-31

Fujilestari, N. A. (2019). KAPITAL POLITIK DALAM KONTESTASI MEMPEREBUTKAN KEKUASAAN (STUDY KASUS PEMENANGAN PASANGAN SRI HARTINI � SRI MULYANI DALAM PILKADA KABUPATEN KLATEN TAHUN 2015). Jurnal Caraka Prabu, 3(1). https://doi.org/10.36859/jcp.v3i1.339

Garzia, D., & Ferreira da Silva, F. (2021). Negativity and Political Behavior: A Theoretical Framework for the Analysis of Negative Voting in Contemporary Democracies. In Political Studies Review. https://doi.org/10.1177/14789299211000187

Hechter, M., & Kanazawa, S. (2019). Sociological rational choice theory. In Rational Choice Sociology: Essays on Theory, Collective Action and Social Order. https://doi.org/10.4337/9781789903256.00007

Herfeld, C. (2020). The Diversity of Rational Choice Theory: A Review Note. Topoi, 39(2). https://doi.org/10.1007/s11245-018-9588-7

Houghton, D. P. (2021). The Psychology of Voting Behavior. In Political Psychology. https://doi.org/10.4324/9780203889114-18

Jonsa, A. (2018). QUO VADIS RASIONAL CHOICE DALAM PILKADA ACEH BARAT MENUJU 2017. Jurnal Public Policy, 2(1). https://doi.org/10.35308/jpp.v2i1.687

Kelliher, C., Isra, S., Yuliandri, Daulay, Z., Tegnan, H., & Amsari, F. (2019). Unconstitutional authority of Indonesia�s constitutional court: The resolution of pilkada result disputes. Election Law Journal: Rules, Politics, and Policy, 18(3), 297�308. https://doi.org/10.1089/elj.2018.0535

Khairi, H. (2020). Local Elections (Pilkada): Money Politics and Cukong Democracy. Jurnal Bina Praja, 12(2). https://doi.org/10.21787/jbp.12.2020.249-260

Kovalcsik, T., & Nzimande, N. P. (2019). Theories of the voting behaviour in the context of electoral and urban geography. Belvedere Meridionale, 31(4). https://doi.org/10.14232/belv.2019.4.15

Lee, I. C., Chen, E. E., Yen, N. S., Tsai, C. H., & Cheng, H. P. (2017). Are we rational or not? The exploration of voter choices during the 2016 presidential and legislative elections in Taiwan. Frontiers in Psychology, 8(OCT). https://doi.org/10.3389/fpsyg.2017.01762

Maley, M. (2003). Transplanting Election Regulation. Election Law Journal: Rules, Politics, and Policy, 2(4), 479�497. https://doi.org/10.1089/153312903322483191

Mohanachandran, D. K., & Govindarajo, N. S. (2020). Theory of reasoned action and citizen�s voting behaviour. Pertanika Journal of Social Sciences and Humanities, 28(1).

Mujani, S. (2020). Religion and Voting Behavior Evidence from the 2017 Jakarta Gubernatorial Election. Al-Jami�ah, 58(2). https://doi.org/10.14421/ajis.2020.582.419-450

Sindermann, C., Elhai, J. D., Moshagen, M., & Montag, C. (2020). Age, gender, personality, ideological attitudes and individual differences in a person�s news spectrum: how many and who might be prone to �filter bubbles� and �echo chambers� online? Heliyon, 6(1). https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2020.e03214

Sirait, F. E. T. (2020). Ujaran Kebencian, Hoax dan Perilaku Memilih (Studi Kasus pada Pemilihan Presiden 2019 di Indonesia). Jurnal Penelitian Politik, 16(2). https://doi.org/10.14203/jpp.v16i2.806

Tago, M. Z. (2017). AGAMA DAN INTEGRASI SOSIAL DALAM PEMIKIRAN CLIFFORD GEERTZ. KALAM, 7(1). https://doi.org/10.24042/klm.v7i1.377

Tokan, F. B. (2019). Analisis perilaku memilih pada Pilkada Kota Kupang Tahun 2017. Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, 4(1). https://doi.org/10.14710/jiip.v4i1.4749

Utami, B. H. S., Herinanto, D., Gumanti, M., & Purwanto, B. (2020). Money Politics vs Political Marketing. Jurnal Bina Praja, 12(2), 125�136.

Wogu, I., Sholarin, M., Olu-Owolabi, F., ADEGBUYI, O., Agoha, B., & Elegbeleye, A. (2015). POLITICAL BEHAVIOUR & PARTY POLITICS IN A DEMOCRACY: A COMPARATIVE ANALYSIS OF GHANA & NIGERIA. Wulfenia Journal Klagenfurt, Austria, 22(3).

Wright, J. D., Granberg, D., & Holmberg, S. (1989). The Political System Matters: Social Psychology and Voting Behavior in Sweden and the United States. Contemporary Sociology, 18(5). https://doi.org/10.2307/2073320

Yustiningrum, Emilia, R., Ichwanuddin, & Wawan. (2015). Partisipasi Politik dan Perilaku Memilih pada Pemilu 2014. Jurnal Penelitian Politik. Jurnal Penelitian Politik, 12(1).

 

Copyright holders:

Tedi Gunawan (2023)

 

First publication right:

Journal of Syntax Admiration

 

This article is licensed under: