Volume
4, No. 12, Desember 2023
p-ISSN
2722-7782 | e-ISSN 2722-5356
DOI: https://doi.org/10.46799/jsa.v4i7.671
MELACAK INTEGRITAS REFORMASI
ANTI KORUPSI DI PENGADILAN NEGERI
Citranti
Hanifah Dewani1, Meisya Assyifa Putri2, Subakdi3, Satino4, Rifa Atiyyah5, Suprima6
1,2,3,4,5,6 Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
E-mail : [email protected]1, [email protected], [email protected], [email protected], [email protected], [email protected] 6
Abstrak
Korupsi merupakan ancaman serius bagi
integritas dan efektivitas lembaga penegak hukum, termasuk pengadilan negeri.
Dalam konteks ini, artikel ini bertujuan untuk mengkaji perjalanan reformasi
antikorupsi di lembaga pengadilan negeri, dengan fokus pada upaya meningkatkan
integritas internal dan mengurangi praktik-praktik korupsi yang melibatkan
personel pengadilan negeri. Penelitian ini bertujuan untuk melacak perkembangan
dan upaya reformasi antikorupsi di internal pengadilan negeri, serta
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan
reformasi tersebut. Artikel ini merupakan
penelitian�
deskriptif dengan menggunakan metode� kualitatif. Sumber data utama adalah wawancara dengan pejabat pengadilan
negeri serta pemangku kepentingan terkait. Dalam peran sebagai hakim di
Pengadilan Negeri Rangkasbitung Kelas II, integritas dan keadilan dalam sistem
peradilan sangat dijunjung tinggi, terutama di tengah maraknya oknum dan mafia
di peradilan. Visi
besar Mahkamah Agung adalah mewujudkan peradilan Indonesia yang agung melalui
program akreditasi, zona integritas, dan upaya untuk memerangi korupsi.
Penegakan Hukum Pidana melibatkan berbagai
unsur, mulai dari penyelidikan hingga pengadilan. Program percepatan
penyelesaian perkara dan pelayanan publik yang transparan merupakan inovasi
Mahkamah Agung. Dalam era ketidakpastian dan ketidakpercayaan masyarakat
terhadap penegak hukum, keadilan menjadi subjektif dan tidak selalu dapat
memenuhi harapan semua pihak. Peningkatan kualitas pelayanan publik, dan
percepatan penyelesaian perkara dan memastikan putusan-putusan yang berkualitas
menjadi fokus utama dalam mewujudkan Peradilan Indonesiayang Agung. Putusan pengadilan yang berkualitas adalah
hal penting dan menjadi kebanggaan. Keadilan tetap relatif dan tidak bisa
diukur secara konsisten untuk setiap individu.
Kata
Kunci: Korupsi, Integritas, Pencegahan
Tindak Korupsi, Pengadilan Negeri Rangkasbitung
Abstract
Corruption is a
serious threat to the integrity and effectiveness of law enforcement
institutions, including district courts. In this context, this article aims to
examine the journey of anti-corruption reform in district court institutions,
with a focus on efforts to improve internal integrity and reduce corrupt
practices involving district court personnel. This research aims to track the
development and efforts of anti-corruption reform within the district courts,
as well as identifying the factors that influence the success or failure of
these reforms. This article is descriptive research using qualitative methods. The
main data sources are interviews with district court officials and related
stakeholders. In his role as a judge at the Rangkasbitung
Class II District Court, integrity and fairness in the judicial system are
highly upheld, especially amidst the rise of unscrupulous individuals and
mafias in the judiciary. The Supreme Court's big mission is to create a great
judiciary through accreditation programs, integrity zones, and efforts to fight
corruption. Crime involves various elements, from investigation to trial. The
accelerated case resolution program and transparent public services are
innovations of the Supreme Court. In an era of uncertainty and public distrust
of law enforcement, justice becomes subjective and cannot always meet the
expectations of all parties. Improving quality and accelerating case resolution
is the focus, while ensuring quality decisions. A quality court representative is
important and something to be proud of. Justice remains relative and cannot be
measured consistently for each individual.
Keywords: Corruption, Integriy, Prevention
of acts of corruption, Rangkasbitung District Court
Pendahuluan
Korupsi merupakan salah satu
permasalahan serius yang menghambat kemajuan dan perkembangan suatu negara (Rumesten,
2014). Upaya untuk memberantas
korupsi. Hal ini bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi juga
seluruh sektor masyarakat, termasuk aparat penegak hukum seperti pengadilan
negeri. Korupsi telah menjadi masalah yang sudah berlangsung lama di Indonesia,
dan pemerintah telah menerapkan berbagai langkah anti-korupsi sebagai bagian
dari upaya reformasinya (M
SAID, 2021). Sistem pengadilan negeri
merupakan bagian penting dari upaya ini, dan efektivitas upaya anti korupsi
dalam sistem ini sangat penting bagi keberhasilan reformasi secara keseluruhan (Ifrani,
2018).
Di Indonesia, salah satu lembaga yang
memiliki peran kunci dalam memerangi korupsi adalah Komisi Pemberantasan
Korupsi, atau lebih dikenal dengan singkatan KPK. Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) merupakan organisasi publik yang dibentuk dengan tujuan untuk
meningkatkan efektivitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
KPK didirikan berdasarkan UU No 30 Tahun 2002 yang mengatur
tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan mempunyai kewenangan untuk melakukan
penyelidikan, penyelidikan, dan penuntutan tindak pidana
korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara publik dan pihak
lain yang terlibat dalam tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh lembaga
penegak hukum atau pejabat publik.
�Artikel ini bertujuan untuk melacak perjalanan
reformasi antikorupsi di pengadilan negeri, berfokus pada upaya untuk
meningkatkan integritas dan pengurangan praktik-praktik korupsi di dalamnya.
Pemahaman yang mendalam mengenai perkembangan reformasi ini merupakan hal yang
penting, mengingat peran strategis pengadilan negeri dalam menegakkan keadilan.
Reformasi antikorupsi di pengadilan
negeri tidak hanya mencakup perubahan kebijakan, tetapi juga transformasi
budaya organisasi. Hal ini mencakup peningkatan transparansi, akuntabilitas,
dan perbaikan sistem pengawasan internal. Artikel ini akan menjelajahi berbagai
inisiatif dan langkah-langkah konkret yang telah diambil oleh pengadilan negeri
dalam memerangi korupsi dan memperkuat integritasnya.
Penelitian ini akan mencoba untuk
menjawab menyajikan gambaran komprehensif tentang perkembangan integritas dan
reformasi antikorupsi di pengadilan negeri. Dengan pemahaman yang lebih baik
tentang masalah ini, kita dapat mengidentifikasi tantangan yang masih dihadapi
dan memikirkan langkah-langkah lebih lanjut dalam upaya untuk mencapai
pengadilan negeri yang lebih transparan, profesional, dan mampu melindungi
kepentingan masyarakat dengan sebaik-baiknya.
Korupsi adalah hal yang merujuk pada
tindakan atau praktik tidak jujur, kecurangan, atau penyalahgunaan kekuasaan
demi keuntungan pribadi (Pujihartini,
2022). Istilah ini telah meresap ke
dalam berbagai bahasa, seperti bahasa Inggris ("corruption" atau
"corrupt"), bahasa Perancis ("corruption"), dan bahasa
Belanda ("coruptie"). Dalam konteks bahasa Indonesia, kata "korupsi"
berasal dari pengaruh bahasa Belanda (Hamzah, 1991). Korupsi merujuk pada
perilaku yang merugikan masyarakat dan individu dalam berbagai aspek kehidupan,
termasuk sosial, politik, birokrasi, dan ekonomi. Akibatnya, korupsi dianggap
sebagai "kanker dalam darah" yang dapat menghancurkan struktur
sosial. Dalam pandangan ini, untuk menjaga kehidupan yang sehat, tindakan
pembersihan atau pencegahan korupsi perlu terus-menerus dilakukan.
Sipahutar (2022) memberikan pandangan mengenai
dampak korupsi terhadap masyarakat, ketika korupsi menjadi norma dalam suatu
masyarakat, hal ini dapat mengakibatkan ketidakstabilan sosial,
ketidaksetaraan, dan individualisme yang berlebihan. Korupsi mengurangi rasa
keadilan sosial dan kesetaraan sosial, sekaligus mengikis standar moral dan
intelektual masyarakat (Abdussamad
& Faralita, 2023).
Korupsi menimbulkan suasana
keserakahan, egoisme, dan sinisme yang dapat menghancurkan semangat pengorbanan
demi kebaikan bersama dan kemajuan masyarakat��������� Generasi muda juga sangat rentan
terhadap dampak negatif korupsi. Masyarakat yang terbiasa dengan korupsi
cenderung mendidik anak-anak dengan nilai-nilai yang tidak jujur dan tidak
bertanggung jawab. Akibatnya, generasi muda tumbuh dengan perilaku antisosial
dan kebiasaan buruk yang dapat mengancam masa depan bangsa.
Dalam politik, korupsi dapat
menghasilkan pemimpin dan pemerintahan yang kehilangan legitimasi di mata
publik. Praktik korupsi dalam politik, seperti pemilu yang curang atau
penggunaan kekuasaan politik untuk kepentingan pribadi, dapat menghancurkan
demokrasi dan menyebabkan konflik antara penguasa dan rakyat. ���� Dalam kasus ekonomi, korupsi
merusak perkembangan ekonomi dengan menghalangi pertumbuhan proyek-proyek
ekonomi dan mengurangi investasi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Selain itu, korupsi juga merusak efisiensi dan meningkatkan biaya administrasi
dalam birokrasi. Birokrasi yang tercemar oleh korupsi akan gagal dalam
memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat, sehingga hanya mereka yang
memiliki kekayaan yang dapat mendapatkan pelayanan yang memadai (Setiadi,
2018).
Pemberantasan korupsi merupakan
tindakan yang harus berlanjut, dan peningkatan kompetensi para pihak yang
terlibat dalam upaya pemberantasan korupsi memiliki peran yang sangat penting.
Peningkatan kompetensi ini mencakup berbagai aspek, seperti peningkatan
kemampuan lembaga, sumber daya manusia dan sumber daya lain yang diperlukan
untuk penerapan undang-undang antikorupsi. Semua elemen ini saling bergantung
dan bertujuan untuk memberantas praktik korupsi secara berkelanjutan
Hakim memegang peran kunci dalam
menjalankan penegakan hukum, dan seringkali dalam kasus-kasus tindak pidana
korupsi yang diajukan di pengadilan umum, putusan yang dihasilkan seringkali
dianggap tidak memadai oleh masyarakat. Putusan tersebut sering kali tidak
seimbang dengan tingkat keparahan tindakan yang dilakukan oleh terdakwa.
Terkadang, terdakwa dalam kasus tindak pidana korupsi dapat bebas dari
penuntutan dengan berbagai alasan. Hal ini menciptakan pandangan di kalangan
penegak hukum bahwa perkara korupsi merupakan kasus yang sulit untuk diungkap
dan disidangkan (Afif, 2018).
Menurut Danil (2011), untuk mengatasi
masalah ini, diperlukan sinkronisasi antara hakim yang berasal dari sistem
peradilan dan hakim yang bekerja secara independen. Selain itu, peran penuntut
umum dari kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi juga harus diperhatikan
dengan cermat. Penting untuk menerapkan pendekatan yang merata dalam
mendistribusikan persidangan tindak pidana korupsi di seluruh Indonesia.
�Upaya pencegahan tindak pidana korupsi harus
mencakup tidak hanya pusat pemerintahan, tetapi juga seluruh wilayah dan
daerah. Setiap wilayah memiliki potensi terjadinya tindak pidana korupsi,
sehingga upaya pemberantasan harus disebarluaskan secara merata. Meskipun Pasal
5 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi tidak secara eksplisit mengatur
yurisdiksi Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung dalam mengadili kasus-kasus
Tindak Pidana Korupsi, dapat disarankan bahwa wilayah yurisdiksi Pengadilan
Tinggi mengikuti wilayah yurisdiksi Pengadilan Negeri yang pertama kali
menangani perkara tersebut.
Pasal 6 menyebutkan Pengadilan Pidana
Tipikor mempunyai kewenangan yang lebih luas dari sekedar menangani tindak
pidana yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi
Pengadilan ini juga mempunyai kewenangan untuk mengadili perbuatan-perbuatan
lain yang dianggap sebagai tindak pidana korupsi berdasarkan undang-undang lain
yang berlaku. Lebih lanjut, Pasal 7 menekankan asas kewarganegaraan pasif dalam
menentukan perkara� korupsi mana yang
akan dibawa ke pengadilan. Artinya, Pengadilan Negeri Jakarta mempunyai kewenangan khusus
untuk mengadili perkara� pidana korupsi
yang melibatkan warga negara Indonesia diluar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 46
Tahun 2009, Pengadilan Tipikor diberikan kewenangan untuk membentuk sebuah unit
kepaniteraan yang akan dipimpin oleh seorang Panitera, dengan panduan
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dalam peraturan yang dikeluarkan oleh
Mahkamah Agung. Tujuan utama dari pembentukan unit kepaniteraan dalam
pengadilan tindak pidana korupsi ini adalah untuk menciptakan spesialisasi
dalam prosedur hukum yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01
Tahun 2010 menguraikan struktur kepaniteraan di Pengadilan Tipikor, termasuk
posisi Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda Hukum, dan Panitera Muda Pidana
Khusus. Tiga jabatan pertama diisi oleh individu yang bertugas di pengadilan
negeri, yaitu Panitera, Wakil Panitera, dan Panitera Muda Hukum. Sedangkan
jabatan Panitera Muda Pidana Khusus hanya dapat diisi oleh seseorang yang
secara khusus ditunjuk oleh Ketua Pengadilan untuk menjalankan tugas di
Pengadilan Tipikor.
Selain itu, Peraturan Mahkamah Agung
juga mengatur penunjukan Panitera Pengganti yang khusus untuk Pengadilan
Tipikor. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa individu yang akan ditunjuk harus
memenuhi persyaratan pendidikan dan sertifikasi yang ditentukan serta memiliki
pengalaman minimal tiga tahun dalam menjalankan tugas sebagai Panitera
Pengganti sebelum dapat diangkat sebagai Panitera Pengganti khusus di
Pengadilan Tipikor.
Dalam praktiknya, struktur
kepaniteraan di pengadilan negeri telah sesuai dengan ketentuan Peraturan
Mahkamah Agung. Di berbagai pengadilan negeri yang memiliki yurisdiksi atas
Pengadilan Tipikor, telah ditunjuk Panitera Muda Pidana Khusus yang bertanggung
jawab untuk mengelola administrasi perkara di Pengadilan Tipikor. Namun, pada
beberapa pengadilan kelas IA yang memiliki beberapa pengadilan khusus, Panitera
Muda Pidana Khusus juga bertanggung jawab untuk perkara pidana khusus lainnya,
seperti perkara di Pengadilan Perikanan.Selain itu, telah ada penunjukan
Panitera Pengganti khusus di Pengadilan Tipikor
Integritas, menurut Wibowo et al.
(2020), adalah konsep yang menekankan konsistensi dalam tindakan, nilai-nilai,
metode, ukuran, prinsip, ekspektasi, dan elemen-elemen terkait lainnya.
Individu yang memiliki integritas dikenal sebagai individu dengan karakter yang
teguh dan murni. Integritas merujuk pada sifat kepribadian seseorang yang
menunjukkan tindakan yang konsisten dan utuh, baik dalam perkataan maupun
perbuatan, sesuai dengan nilai-nilai dan kode etik yang dianut. Kemampuan untuk
mempraktikkan integritas memungkinkan individu untuk menjalani aktivitas
sehari-hari dan melaksanakan tugas. Integritas juga memiliki potensi untuk
berdampak positif pada kinerja otak individu, yang mendorong motivasi yang
kuat, empati yang mendalam, dan solidaritas yang tinggi dalam interaksi dan
aktivitas kerja sehari-hari.
Menurut pandangan Cloud (2007), ketika
membicarakan konsep integritas, sebenarnya sedang membahas upaya untuk menjadi
individu yang utuh, melaksanakan tugas dengan tingkat kualitas yang tinggi, dan
mematuhi prinsip-prinsip yang telah ditentukan sebelumnya Integritas erat
kaitannya dengan integritas dan efektivitas individu sebagai pribadi (Cloud,
2007)
�Integritas adalah suatu konsep yang mencakup
konsistensi dalam penerapan keseluruhan nilai, prinsip, dan tujuan, yang dapat
berasal dari berbagai sumber seperti agama, filsafat, ideologi, dan budaya.
Integritas seseorang sering dikaitkan dengan karakteristik seperti kejujuran
dan komitmen terhadap kebenaran, yang memotivasi tindakan mereka. Secara
etimologis, istilah �keseluruhan� berasal
dari bahasa Latin �keseluruhan� yang
berarti keutuhan atau kelengkapan. Ini mencerminkan perilaku, perkataan, dan
tindakan yang konsisten dengan kode moral dan prinsip etika. Pendekatan dalam
proses pembentukan nilai-nilai anti korupsi merupakan bagian dari upaya
pencegahan korupsi. Nilai-nilai tersebut berkaitan dengan aspek kejujuran,
kebaikan, kemandirian, tanggung jawab, kesederhanaan, keberanian dan keadilan
�Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah
mengeluarkan sembilan nilai integritas yang diharapkan dapat mencegah praktik
korupsi. Nilai-nilai anti korupsi ini mencakup unsur-unsur seperti kejujuran,
kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, keberanian,
dan keadilan. Nilai-nilai ini diharapkan diterapkan oleh individu sebagai
bagian dari upaya mereka untuk mengatasi faktor-faktor eksternal yang mungkin
memicu tindak korupsi (Wibowo et al., 2020).
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang diterapkan
dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus
yang dilakukan di Pengadilan Negeri Rangkasbitung� II
�Data yang mendasari penelitian meliputi data
primer yang diperoleh melalui wawancara dan observasi langsung, serta data
sekunder� dari tinjauan pustaka dan
jurnal yang berkaitan dengan topik penelitian.
Proses
analisis data dalam penelitian ini melibatkan teknik yang terkait dengan
Integrasi Reformasi Anti Korupsi Hakim di Pengadilan Negeri Rangkasbitung Kelas
II. Analisis data yang mendalam digunakan untuk menggali pemahaman yang lebih
mendalam tentang pelaksanaan reformasi anti korupsi dalam konteks hakim di
pengadilan tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Sebagai
seorang hakim di Pengadilan Negeri Rangkasbitung Kelas II tetap menjunjung
tinggi keadilan yang berintegritas di era maraknya oknum/mafia di peradilan. Tugas seorang Ketua Pengadilan
adalah mewujudkan visi besar Makamah Agung yaitu mewujudkan Peradilan Indonesia
yang Agung dan untuk mewujudkan visi besarnya tersebut Makamah Agung telah
bergerak nyata sejak beberapa tahun silam yang diawali dengan� program akreditasi penjaminan mutu peradilan,
yang dilanjutkan dengan pencanangan zona
integritas dengan
mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani
(WBBM) yang dilakukan bener-benar� inti
pada semua akhir masalah peradilan itu.
Bermuara pada pengabdian,
Pidana ini melibatkan berapa unsur mulai dari penyelidikan kemudian melimpahkan
berkas penuntut umum pengadilan. Upaya yang harus kami dengar dan patuh dengan
apa yang sudah digaris bawahi di Makamah Agung program cepatan penyelesaian
perkara meningkatkan pelayanan publik terus transparan peradilan dengan cara
bagaimana kita lihat banyaknya inovasi-inovasi yang telah dibuat oleh Makamah
Agung.
Regulasi yang sudah ditetapkan
oleh Makamah Agung itu sendiri memang sudah arahnya menjunjung tinggi
integritas dan keadilan untuk masyarakat jadi memang regulasi yg ada di Makamah
Agung saat ini memang memperkecil ruang bagi mafia peradilan salah satunya
dengan adanya PTSP, dengan adanya PTSP para pihak tidak bisa bertemu langsung
dengan para pemangku kekuasaan sehingga itu memperkecil akses untuk melakukan
transaksi-transaksi atau kesepakatan-kesepakatan yang sifatnya mengarah ke
mafia peradilan. Namun seperti hakim sendiri dan Makamah Agung dari awal
mungkin, awal kesejataraan hakim juga ikut di perhatikan dan mulai saat ini ada
beberapa hak-hak hakim belum semua di penuhi. Tetapi dengan adanya
kesejahteraan itu semua mungkin hakim itu sendiri bisa menjaga integritas.
Di era banyaknya masyarakat yang
meragukan para penegak hukum yang dinilai banyak yang melakukan penyelewengan
keadilan yang memang sifatnya tidak pasti, tidak bisa kita ukur dalam sebuah
skala keadilan kekuasaan kemudian bagaimana penegak hukum yang dilakukan bahwa kembali pada survei kekuasaan
masyarakat yang kita tidak bisa menyatakan bahwa keputusan yang kita buat atau
putusan yang kita keluarkan itu bisa selalu memberikan rasa kehadiran di setiap
orang karena keadilan itu sifatnya sangat subjektif di setiap orang, tidak bisa
diukur tetapi dilakukan oleh pihak khusus di Pengadilan Negeri Rangkasbitung.
Peningkatan kualitas putusan, peningkatan percepatan penyelesaian perkara
tetapi juga diimbangi dengan kualitas Putusan.
Putusan yg berkualitas menjadi
salah satu pr besar bagi pengadilan dan menjadi salah satu kebanggaan. Program
kerja pengadilan memang memutuskan putusan itu yang berkualitas, utusan
pengadilan bisa di pertanggungjawabankan permasalah kemudian� pengadilan tinggi atau hak asasi Makamah
Agung� sebagai hakim pemeriksaan asasinya
untuk menyatakan bahwa kami salah dalam memutuskan persoalan lain tetapi� tidak pernah sampai putusan kami itu
menimbulkan kegaduhan artinya tidak sesuai atau tidak di pertanggung jawabkan,
keadilan tersebut sifatnya sangat relatif tidak bisa sama di setiap orang itu
yang kita bisa lakukan.
Tabel
1. Contoh penempatan tabel pada artikel ilmiah
No |
Penjelasan |
Keterangan |
1. |
Korupsi dapat menyebabkan kerugian keuangan yang signifikan bagi
negara, lembaga pemerintah, dan perusahaan. |
Kerugian Keuangan |
2. |
Korupsi merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, lembaga,
dan pejabat publik. Hal ini dapat mengganggu stabilitas sosial dan politik. |
Merusak Kepercayaan |
3. |
Korupsi mengakibatkan ketidakadilan dalam distribusi sumber daya dan
kesempatan. Masyarakat yang kurang mampu biasanya lebih terkena dampak
negatifnya. |
Ketidakadilan |
4. |
Korupsi dapat menghambat pembangunan ekonomi dan sosial suatu negara
karena dana yang seharusnya digunakan untuk investasi dan proyek pembangunan
malah hilang. |
Penghambatan Pembangunan |
5. |
Proses penegakan hukum dalam kasus korupsi bisa menjadi lamban dan kompleks.
Ini dapat menghambat upaya untuk menghukum pelaku dan mencegah korupsi di
masa depan. |
Penegakan Hukum |
6. |
Korupsi dapat merusak citra suatu negara di mata komunitas
internasional, mengurangi investasi asing, dan mengganggu hubungan diplomatik. |
Citra Negatif |
7. |
Hasil dari korupsi seringkali memerlukan peningkatan pengawasan dan
tindakan pencegahan yang lebih ketat. |
Pengawasan yang Ketat |
2. Pembahasan
Menurut ibu Iriaty
Khairul
Ummah
sebagai Hakim ketua Pengadilan Negeri penyebab maraknya terjadi korupsi di indonesia adalah
Penyebab korupsi kembali pada�
kesempatan� pada jabatan yang ada,
serta adanya integritas diri seseorang. Kesempatan pada jabatan rata-rata yang
tindak korupsi adalah orang-orang yang berkerah putih, pejabat-pejabat itu
sendiri karna adanya kesempatan, kekuasaan, jabatan dan serta dengan tidak
adanya iman dan integritas, membuat penjabat tersebut melalukan perbuatan
tindak korupsi.
Tindak pidana korupsi juga tidak hanya
murni dilakukan oleh para pejabat pemerintah tapi juga seperti pengusaha. Karna
tindak korupsi ini sangat luas di lalukan oleh para pejabat negara atau
penyelenggaraan negara dan pihak swasta. Contoh seperti kasus proyek pengadaan
barang mulai seperti jual beli barang, instrumen yang dibuat dengan sistem
digital, pelelang itu dipastikan dilakukan secara transparan tetapi ternyata
ada saja modus-modus yang dilakukan pada saat pelelangan, biasanya ada
kreteria-kreteria khusus, diantara pihak swasta ingin mendapatkan projek
tersebut melalukan tindakan-tindakan yang memang menyalahi aturan disitu
menentukan kesepakatan, jadi sudah sepakat membuat penawaran terlebih dahulu
nanti akan terlihat di LPSE (Layanan
Pengadaan Secara Elektronik) tetapi ada saja masukan data sudah dimanipulasi sampai kemudian untuk
menentukan siapa pemenang lelang tersebut.
Padahal Undang-undang� kita sudah dibuat peraturan yang dirancang
seindah mungkin dan sekuat mungkin untuk meminimalisir resiko terjadinya tindak
pidana korupsi. Integritas ketika membahas masalah korupsi ini memang dia
seperti macam gulungan-gulungan benang kusut dalam lingkaran setan, tindak
korupsi tidak pernah berdiri sendiri, tidak mungkin melibatkan satu orang saja
pasti lebih dari satu orang didalamnya beda dengan tindak pidana lainnya yang
bisa dilakukan sendiri.
Contoh
upaya lainnya
Kasus e-KTP (Kartu Tanda
Penduduk Elektronik) merupakan korupsi yang terjadi di Indonesia pada tahun
2010. Perkara ini menyangkut dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan e-KTP,
di mana beberapa pejabat pemerintah diduga terlibat dalam manipulasi kontrak
dan pengelolaan anggaran proyek tersebut. Korupsi ini menggambarkan kasus
penyalahgunaan kebijakan dan tata kelola keuangan publik, yang menyebabkan
kerugian materiil dan kerusakan citra pemerintah.
Menurut� ibu Iriaty Khairul Ummah sebagai seorang ketua hakim di Pengadilan Negeri
Rangkasbitung Kelas II tetap menjunjung tinggi keadilan yang berintegritas di
era maraknya oknum-oknum atau mafia di peradilan adalah salah satu misi besar
Makamah Agung adalah mewujudkan peradilan yang Agung dan Makamah Agung bergerak
beberapa tahun yang lalu sudah mulai program akreditasi� penjaminan mutu peradilan kemudian masuk lagi
dengan namanya perancangan zona integritas, mulai bebas korupsi yang dilakukan
bener-benar� inti pada semua masalah
peradilan itu bermuara pada pengabdian.
Pidana ini melibatkan beberapa unsur
mulai dari penyelidikan kemudian melimpahkan berkas penuntut umum pengadilan,
nasehat hukum ada juga berkaloborasi bagaimana mereka penasehat hukum masuk
pada sistem pidana . Upaya yang harus kami dengar dan patuh dengan apa yang
sudah digaris bawah di Makamah Agung program penyelesaian perkara meningkatkan
pelayanan publik terus transparan peradilan dengan cara bagaimana kita lihat
banyaknya inovasi-inovasi yang telah dibuat oleh Makamah Agung.
Contoh sekarang orang mau sidang harus
ke pengadilan
untuk mengetahui apakah perkara ini disidangkan apa tidak,keputusan pengadilan
membuka register
manual sekarang adanya kecanggihan, kemajuan teknologi dan� dikerjakan sebagai mementum bagi Makamah
Agung untuk mewujudkan peradilan indonesia yang Agung dengan cara menggunakan
dan memanfaatkan teknologi yang ada maka lahirnya namanya SIPP (Sistem
Informasi Penelusuran Perkara) Masyarakat bisa mengakses hanya tinggal masuk ke
website resmi pengadilan itu, kemudian muncul SIPP keterbukaan informasi.
Bahwa regulasi yang sudah ditetapkan
oleh� Makamah Agung itu sendiri memang
sudah arahnya menjunjung tinggi integritas dan keadilan untuk masyarakat jadi
memang regulasi yang ada di Makamah Agung saat ini memang memperkecil ruang
bagi mafia peradilan salah satunya dengan adanya PTSP, dengan adanya PTSP para
pihak tidak bisa bertemu langsung dengan para pemangku kekuasaan sehingga
memperkecil akses mereka untuk melakukan transaksi-transaksi atau
kesepakatan-kesepakatan yang sifatnya mengarah ke mafia peradilan. Namun
seperti hakim sendiri dan Makamah Agung dari awal mungkin awal kesejahteraan hakim juga ikut
diperhatikan dan mulai saat ini ada beberapa hak-hak hakim belum semua
dipenuhi, tetapi dengan adanya kesejahteraan itu semua mungkin hakim itu
sendiri menjaga integritas.
Beberapa
contoh upaya lainnya. Hasil Penelitian Dan Pembahasan melacak integritas
reformasi antikorupsi di pengadilan negeri.
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan mengenai melacak integritas reformasi antikorupsi di Pengadilan
Negeri, ditemukan beberapa informasi yang relevan: a) Survei Indeks Persepsi
Anti Korupsi (IPAK) Tingkat IB Pengadilan Negeri Bantul triwulan I tahun 2022
menunjukkan perlunya peningkatan integritas dan reformasi anti korupsi. b) Melakukan
survei kesadaran antikorupsi di Departemen Kehakiman Umum untuk mengetahui
kesadaran pengguna dalam mengakses layanan lembaga tersebut. Hasil survei ini
dapat dijadikan bahan penelitian untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan
mencapai tujuan penerapan tata kelola yang baik. c) Survei Persepsi Anti
Korupsi (SPAK) juga dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan
Pengadilan Negeri Malang dalam rangka evaluasi implementasi Pembangunan Zona
Integritas. Survei ini terdiri dari dua jenis, yaitu Survei Persepsi Kualitas
Pelayanan Publik (SPKP) dan Survei Persepsi Anti Korupsi (SPAK). d) Zona
Integritas merupakan miniatur implementasi reformasi birokrasi di Indonesia.
Pembangunan sektor integritas ini
bertujuan untuk mengembangkan program reformasi birokrasi yang mampu
mengembangkan budaya kerja birokrasi anti korupsi yang� berkinerja tinggi untuk mewujudkan pelayanan
publik yang berkualitas. Menurut ibu Iriaty Khairul Ummah sebagai Hakim ketua Pengadilan Negeri apa yang harus di lakukan
seorang penegak hukum untuk mereformasi peradilan hukum yang lebih baik dan
berintegritas adalah� sebagai aparat
peradilan tentu kita katakan upaya-upaya real dan nyata yang di lakukan,bener-benar
dilakukan bukan hanya sekedar introlika belakang atau sekedar wancana itu
bener-benar direncanakan dan dilaksanakan keterbukaan informasi.
Setiap orang berhak untuk menilai
kami, seperti tidak nyaman dengan pelayanan kami masyarakat boleh menulis
kompensasi, kompensasi layanan, kita membuka kompensasi atas keterlambatan kami
dan� menandatangani pakta integeritas. fakta
integeritas konsep yang yang berujuk pada keutuhan dan kejujuran seseorang maka
wujud dari pada� itu kita sudah
menandatangani pakta
integeritas memberikan kompensasi sepeti itu. memberikan kompensasi masyarakat
bagaimana memberikan pelayanan yang maksimal dan masyarakat itu menjadi bisa
memahami.
Tanggapan ibu Iriaty
Khairul
Ummah
sebagai Hakim ketua Pengadilan Negeri di era banyaknya masyarakat yang meragukan para penegak
hukum yang dinilai banyak yang
melakukan penyelewengan adalah Keadilan yang memang sifatnya tidak pasti, tidak
bisa kita ukur dalam sebuah skala keadilan kekuasaan kemudian bagaimana penegak
hukum yang dilakukan bahwa kembali pada survei kekuasaan masyarakat yang kita
tidak bisa menyatakan bahwa keputusan yang kita buat atau putusan yang kita
keluarkan itu bisa selalu memberikan rasa kehadiran di setiap orang karena
keadilan itu sifatnya sangat subjektif di setiap orang, tidak bisa diukur
tetapi dilakukan oleh pihak khusus di Pengadilan Negeri Rangkasbitung.
Peningkatan kualitas putusan,
peningkatan percepatan penyelesaian perkara tetapi juga diimbangi dengan
kualitas utusan. Utusan yg berkualitas menjadi salah satu tugas
besar bagi pengadilan dan menjadi salah satu kebanggaan. Program kerja
pengadilan memang memutuskan putusan itu yang berkualitas, putusan
pengadilan bisa di pertanggungjawabankan kemudian� pengadilan tinggi atau hak asasi Makamah� Agung�
sebagai hakim pemeriksaan asasinya untuk menyatakan bahwa kami salah
dalam memutuskan persoalan lain tetapi�
tidak pernah sampai putusan kami itu menimbulkan kegaduhan artinya tidak
sesuai atau tidak di pertanggung jawabkan, keadilan tersebut sifatnya sangat
relatif tidak bisa sama di setiap orang itu yang kita bisa lakukan.
Apa saran yang bisa ibu berikan
kepada� kami,para calon� penegak
hukum yang akan memimpin negeri ini di masa yang akan datang. Yang pertama
adalah keilmuan,jangan pernah merasa puas,jangan pernah merasa cukup dangan apa
yang kita dapatkan di hari itu. Hukum adalah sesuatu yang sifatnya yang dinamis
dia berkembang mengikuti perkembangan manusia itu sendiri, manusia berubah maka
hukum juga akan berubah, maka demikian hukum sifatnya� tidak statis tetapi hukum sifatnya dinamis.
Harapan kami untuk menjadi seorang
calon penegak hukum manfaatkan waktu ketika kuliah pada masa-masa menerapkan
ilmu dengan sebaik mungkin, ilmu itu bukan hanya diatas kertas tetapi
praktisnya kita pelajari tingkatkan kualitas diri. Yang kedua belajarlah dengan
menjadi diri kita sendiri,kita memilih kedepanya ingin menjdi apa itu
tergantung pada diri kita sendiri dan mulailah menerapkan
integeritas mulai dari saat ini.
Yang ketiga
jangan cepat merasa puas dengan apa yang kita peroleh sekarang upgrade
terus ilmu pengetahuan dan paling penting meningkatkan akhlak, akhlak kita
perlu dijaga kadang kalau misalkan akhlak kita kurang pasti akan terbawa
pengaruh hal yang buruk.
Kesimpulan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang KPK. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berwenang mengusut
dan mengadili tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum,
penyelenggara publik, dan lain-lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi
yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara publik.
�KPK bertanggung jawab kepada publik dan
menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, dan
BPK. Artikel ini bertujuan untuk melacak perjalanan reformasi antikorupsi di
pengadilan negeri, berfokus pada upaya untuk meningkatkan integritas dan
pengurangan praktik-praktik korupsi di dalamnya.
Kesempatan pada jabatan rata-rata yang
melakukan tindak korupsi adalah orang-orang yang berkerah putih,
pejabat-pejabat itu sendiri karena adanya kesempatan, kekuasaan,
jabatan dan serta dengan tidak adanya iman dan integritas, membuat penjabat
tersebut melalukan perbuatan tindak korupsi.
Dengan pemahaman yang lebih baik
tentang masalah ini, kita dapat mengidentifikasi tantangan yang masih dihadapi
dan memikirkan langkah-langkah lebih lanjut dalam upaya untuk mencapai
pengadilan negeri yang lebih transparan, profesional, dan mampu melindungi
kepentingan masyarakat dengan sebaik-baiknya.
REFERENSI
Abdussamad, Gusti M.
Ardi, & Faralita, Ergina. (2023). Korupsi Politik Terlahir Dari Sistem
Pemilihan Umum Menggunakan Sistem Proporsional Terbuka Di Indonesia. WASAKA
HUKUM, 11(1), 62�77.
Anggraeni, L. (2020). Penerapan Metode Studi Kasus Dalam
Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Pada Mata Kuliah
Hubungan Internasional. Media Komunikasi FPIPS, 10(2).
Afif, M. (2018).
Eksistensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Dalam Penegakan Hukum
Tindak Pidana Korupsi� Di Indonesia. Ensiklopedia
of Journal Vol. 1 No.1 Oktober, hal 97-106
Bakry, U. S. (2017). Dasar-Dasar Hubungan Internasional Edisi
Pertama. Kencana.
Cloud, H.
(2007). Integritas: Keberanian Memenuhi Tuntutan Kenyataan. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Danil, E.
(2011)� Korupsi, Konsep, Tindak Pidana
dan pemberantasannya. Jakarta: PT. Rajagafindo Persada.
Dugis, V. (2016). Teori Hubungan Internasional
Perspektif-Perspektif Klasik. Jawa Timur: Cakra Studi Global Strategis (CSGS).
Hamzah, A. (1991). Korupsi di Indonesia dan Pemecahannya. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama: hlm. 7.
Ifrani, Ifrani. (2018). Tindak Pidana Korupsi Sebagai
Kejahatan Luar Biasa. Al-Adl: Jurnal Hukum, 9(3), 319�336.
M SAID, SAID. (2021). TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM
PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM. FAKULTAS HUKUM.
Pujihartini, Laili. (2022). Penanggulangan Korupsi ,
Kolusi Dan Nepotiseme. 02(02), 256�259.
Rumesten, Iza. (2014). Korelasi perilaku korupsi kepala
daerah dengan pilkada langsung. Jurnal Dinamika Hukum, 14(2),
350�358.
Sipahutar, Rupus Agustinus, Hasundungan, David Christian,
& Yasid, Muhammad. (2022). Aspek Kerugian Keuangan Negara Dalam Hubungannya
Dengan Pidana Denda Pada Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. JURNAL
RETENTUM, 3(2), 216�229.
Saeri,
M. (2012). Teori hubungan internasional sebuah pendekatan paradigmatik. Transnasional, 3(02).
Setiadi, W.
(2018). KORUPSI DI INDONESIA (Penyebab, Bahaya, Hambatan dan Upaya
Pemberantasan, Serta Regulasi). Jurnal LEGISLASI INDONESIA Vol 15 No.3 -
November 2018 : 249-262.
Wibowo, dkk. (2022). Pengetahuan Dasar Antikorupsi Dan
Integritas. Bandung: PENERBIT MEDIA SAINS INDONESIA UU Nomor 46 Tahun 2009
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2010
Copyright
holders: Citranti Hanifah Dewani, Meisya Assyifa Putri, Subakdi, Satino, Rifa Atiyyah (2023) |
First
publication right: |
This
article is licensed under: |