How to cite:
Purba, R, H., dan Emeliano Maria Gusmão de Oliveira (2022) Karakteristik Lahan Garapan Dan
Masyarakat Penggarap Iuphkm Desa Kelilik, Kabupaten Kepahiang, Jurnal Syntax Admiration 3(3).
https://doi.org/10.46799/jsa.v3i3.405
E-ISSN:
2722-5356
Published by:
Ridwan Institute
Jurnal Syntax Admiration
Vol. 3 No. 3 Maret 2022
p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356
Sosial Teknik
KARAKTERISTIK LAHAN GARAPAN DAN MASYARAKAT PENGGARAP
IUPHKM DESA KELILIK, KABUPATEN KEPAHIANG
Ridha Hasanah Purba dan Emeliano Maria Gusmão de Oliveira
Magister Ilmu Lingkungan, Institut Teknologi Yogyakarta, Indonesia
Email: Ridhahasanahpurba@gmail.com, oliveira.emiliano32@gmail.com
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Diterima
15 Februari 2022
Direvisi
25 Februari 2022
Disetujui
27 Februari 2022
Hutan Kemasyarakatan (HKm) sebagai sebuah konsepsi yang
mempertemukan beberapa kepentingan yaitu kesejahteraan
masyarakat, produktivitas sumber daya hutan dan kelestarian
fungsi hutan merupakan pendekatan yang diharapkan mampu
menjadi alternatif solusi dalam kegiatan pengelolaan hutan.
Melalui konsep ini bisa lebih luas dijabarkan dalam pola-pola
manajemen lahan hutan yang mampu secara efektif melibatkan
masyarakat secara langsung dalam sistem pengelolaan hutan,
memberikan kontribusi secara real bagi kesejahteraan
masyarakat, secara teknis maupun meningkatkan produktivitas
sumber daya hutan dan secara ekologis mampu menjamin
kelestarian fungsi hutan. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui ekonomi masyarakat dalam memanfaatkan
lahan HKm, mengindentifikasi keberlanjutan pelaksanaan
HKm dalam menjaga kelestarian, dan menganalisis strategi
pengelolaan HKm. Metode yang digunakan yaitu metode
survei, yang merupakan salah satu pendekatan penelitian yang
pada umumnya digunakan untuk pengumpulan data yang luas
dan banyak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar responden dengan persentase 100% bermata pencaharian
sebagai petani, dengan luas lahan yang dimanfaatkan
responden dikategorikan lahan sedang. Jumlah pendapatan
rumah tangga responden yang diperoleh dari hasil hutan
kemasyarakatan dan hasil dari pekerjaan sampingan sebesar
Rp. 883.560.000/tahun, dengan pendapatan perkapita yang
diperoleh sebesar 8.495.769,23/kapita/tahun atau setara dengan
Rp. 707.980,77/kapita/bulan yang artinya angka tersebut
menunjukkan bahwa kondisi ekonomi masyarakat yang
memanfaatkan hutan kemasyarakatan di Desa Kelilik tergolong
sejahtera.
ABSTRACT
Community Forest (CF) as a concept that brings together
several interests, namely community welfare, the productivity
of forest resources, and the preservation of forest functions is
Kata Kunci: Hutan
Kemasyarakatan;
Karakteristik Lahan;
Karakteristik
Masyarakat
Ridha Hasanah Purba dan Emeliano Maria Gusmão de Oliveira
Jurnal Syntax Admiration,Vol. 3, No. 3, Maret 2022 457
Keywords:
Community Forest;
Land Characteristics;
Community
Characteristics
an approach that is expected to be an alternative solution in
forest management activities. Through this concept, it can be
more broadly described in forest land management patterns
that can effectively involve the community directly in the forest
management system, make a real contribution to the welfare of
the community, technically and increase the productivity of
forest resources and ecologically can ensure the sustainability
of forest functions. Forest. The purpose of this study was to
determine the community's economy in utilizing CF land,
identify the sustainability of CF implementation in maintaining
sustainability, and analyse CF management strategies. The
method used is the survey method, which is one of the research
approaches that are generally used for extensive data
collection. The results showed that most of the respondents
with a percentage of 100% work as farmers, with the land area
used by the respondents, categorized as medium land. The total
household income of the respondents obtained from community
forestry products and side jobs is Rp. 883,560,000/year, with a
per capita income of 8,495,769.23/capita/year or equivalent to
Rp. 707,980.77/capita/month, which means that this figure
shows that the economic conditions of the people who use
community forestry in Kelilik Village are classified as
prosperous.
Pendahuluan
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya
alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang
satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. (Siswahyono, n.d.) menyatakan bahwa
sumber daya hutan merupakan salah satu sumber daya yang memegang peranan penting
dalam mendukung pemenuhan berbagai kebutuhan manusia mulai dari zaman berburu
hingga saat sekarang yang dipandang sebagai pertanian modern. Oleh karena itu,
pemanfaatan kawasan hutan akan memberikan dampak positif bagi kesejahteraan
masyarakat. Dalam pemanfaatan hutan, hutan telah dibagi sesuai fungsi-fungsinya yang
telah ditetapkan oleh pemerintah untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Salah satu
pemanfaatan hutan yang dikelola oleh masyarakat adalah hutan kemasyarakatan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.
P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016. Hutan kemasyarakatan adalah hutan
negara yang pemanfaatan utamanya di tujukan untuk memberdayakan masyarakatan.
Hutan Kemasyarakatan (HKm) sebagai sebuah konsepsi yang mempertemukan
beberapa kepentingan yaitu kesejahteraan masyarakat, produktivitas sumber daya hutan
dan kelestarian fungsi hutan merupakan pendekatan yang diharapkan mampu menjadi
alternatif solusi dalam kegiatan pengelolaan hutan. Melalui konsep ini bisa lebih luas
dijabarkan dalam pola - pola manajemen lahan hutan yang mampu secara efektif
melibatkan masyarakat secara langsung dalam sistem pengelolaan hutan, memberikan
Ridha Hasanah Purba dan Emeliano Maria Gusmão de Oliveira
458 Jurnal Syntax Admiration, Vol. 3, No. 3, Maret 2022
kontribusi secara real bagi kesejahteraan masyarakat, secara teknis maupun
meningkatkan produktivitas sumber daya hutan dan secara ekologis mampu menjamin
kelestarian fungsi hutan. Sebagai contoh, pelaksanaan hutan kemasyarakatan dapat
dilakukan dengan memanfaatkan hasil hutan kayu dan non kayu dan atau jasa
lingkungan baik untuk tujuan bisnis maupun keperluan sendiri. Pada kegiatan hutan
kemasyarakatan yang dilakukan di hutan lindung dapat diterbitkan IUPHHK-HKM
(Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Kemasyarakatan). Mekanisme
penerbitan izin tersebut berdampak pada pencapaian hasil kegiatan di lapangan. Status
pemegang izin usaha IUPHKM terhadap lahan hutan adalah sebagai pengelola.
Berdasarkan teori hak kepemilikan maka pemegang izin memiliki 4 jenis hak, yaitu hak
untuk mengakses, mengelola, menentukan keikutsertaan atau membatasi pihak lain
dalam menikmati keuntungan dari sumber daya yang dikelolanya. Pemegang izin tidak
memiliki hak untuk menjual belikan haknya kepada pihak lain. Peraturan bidang HKm
mengatur bahwa IUPHKM bukan merupakan hak kepemilikan atas kawasan hutan
(Pasal 17 Permenhut P.83/2017), hal ini berarti bahwa izin usaha pemanfaatan hutan
dengan kegiatan HKm tidak berarti memberikan kawasan hutan yang dikelola sebagai
hak milik petani.
Hutan kemasyarakatan memiliki peluang dan potensi yang sangat besar dalam
memajukan industri kehutanan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memperbaiki
kualitas lahan, kesuburan tanah dan tata air. Mengingat keberadaan hutan
kemasyarakatan perlu dipertahankan, maka usaha untuk mempertahankan keberadaan
atau kelestariannya perlu memperhatikan faktor-faktor yang berhubungan dengan hutan
kemasyarakatan, misalnya faktor manusia. Sebagai makhluk hidup, manusia memiliki
kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan manusia terutama
kebutuhan mempertahankan hidup salah satunya adalah kebutuhan ekonomi. Desa
Kelilik merupakan salah satu desa yang mendapatkan Izin Usaha Pemanfaatan Hutan
Kemasyarakatan (IUPHKM). Berdasarkan SK Bupati Kepahiang tahun 2009 tentang
pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKM) diberikan
kepada 3 kelompok tani hkm yang tergabung dalam satu gapoktan dengan Luas 61,50
hektar dan terdiri dari 58 anggota kelompok tani yang mengelola lahan hkm yang izin
pemanfaatannya selama 35 tahun di Desa Kelilik Kecamatan Kepahiang Kabupaten
Kepahiang. Desa Kelilik tergolong daerah agraris yang banyak menghasilkan berbagai
produk pertanian diantaranya padi sawah, kopi, pinang, palawija dan perkebunan
lainnya dengan sistem pengelolaan lahan pola campuran. Dimana awalnya di areal kerja
hutan kemasyarakatan telah ditanami dengan tanaman pinang dan kemiri dari program
pemerintah, namun setelah beberapa tahun tanaman kemiri tersebut banyak yang tidak
berbuah. Dengan kondisi demikian, banyak petani yang menebang tanaman kemiri yang
telah ada dan menggantikannya dengan tanaman yang menurut mereka lebih ekonomis.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ekonomi masyarakat dalam
memanfaatkan lahan HKm, mengindentifikasi keberlanjutan pelaksanaan HKm dalam
menjaga kelestarian, dan menganalisis strategi pengelolaan HKm, sedangkan manfaat
dari penelitian ini adalah sebagai informasi atau bahan masukan bagi pihak yang terkait
Karakteristik Lahan Garapan Dan Masyarakat Penggarap Iuphkm Desa Kelilik,
Kabupaten Kepahiang
Jurnal Syntax Admiration, Vol. 3 No. 3 Maret 2022 459
dalam pemegang kebijakan pengembangan, pembinaan dan penataan hutan dalam
memanfaatkan HKm Desa Kelilik dan untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan
dari para pembaca tentang bagaimana kelestarian HKm dan sosial ekonomi masyarakat
dalam memanfaatkan HKm Desa Kelilik. Program HKm mulai digulirkan sejak tahun
1995, namun di Provinsi Bengkulu baru dimulai pada tahun 1999. Salah satu daerah
yang mendapat program pengembangan HKm adalah Desa Kelilik, Kecamatan
Kepahiang. Pengaruh kondisi sosial ekonomi masyarakat desa hutan terhadap hutannya
mencakup berbagai kehidupan, berupa ketergantungan ekonomi, kawasan buru untuk
kebutuhan protein, area perladangan dan perkebunan, bahan bangunan, dan fungsi lain
yang berhubungan dengan kelembagaan sosial tradisional di masyarakat.
Beberapa penelitian tentang HKm telah dilakukan oleh Hasim Asyani dan Dewi
R. (2018) dengan judul analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan
pengelolaan hutan di Desa Aik Bual, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah, dengan
menggunakan metode survei dan kuisioner, mendapatkan hasil penelitian masih terdapat
pengaruh yang signifikan antara faktor teknis yang dicerminkan melalui indikator jenis
komoditi, pengendalian hama dan penyakit, ketersediaan air irigasi, dan pola tanam
terhadap keberlanjutan HKm. Penelitian yang lain dilakukan oleh Mulyadin dkk, (2016)
dengan judul kajian HKm sebagai sumber pendapatan di Kabupaten Gunung Kidul,
Yogyakarta, dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif mencakup aspek sosial
ekonomi yang berhubungan dengan tambahan pendapatan anggota kelompok tani HKm
sampai pada masa kontrak 35 tahun, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
masalah-masalah yang meliputi beberapa aspek yaitu: ekologi, ekonomi, sosial, budaya,
kebijakan, dan teknis. Oleh karena itu, pendekatan terintegrasi perlu dilakukan melalui
kerjasama dari masyarakat. (Dewi, Andayani, & Suryanto, 2018) juga melakukan
penelitian yang HKm dengan judul karakteristik petani dan kontribusi Hutan
Kemasyarakatan (HKm) terhadap pendapatan petani di Kulon Progo, metode
pengumpulan data berupa data primer maupun sekunder; data primer dikumpulkan
dengan metode survei melalui bantuan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kontribusi HKm terhadap pendapatan keluarga petani jauh berkurang dari tahun-tahun
sebelumnya dan pengembangan potensi empon-empon, umbi-umbian dan ekowisata
diperlukan untuk meningkatkan pendapatan dari HKm.
Penelitian ini merupakan penelitian yang baru dilakukan di Desa Kelilik dengan
menggunakan metode yang sama seperti para peneliti lainnya dengan cara melakukan
survei dan pembagian kuisioner. Penelitian ini difokuskan pada sosial ekonomi
masyarakat di Desa Kelilik. Data sosial masyarakat dalam penelitian ini meliputi: umur
atau usia, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, jarak tempat tinggal ke lahan,
asal lahan dan motivasi memanfaatkan HKm sedangkan data ekonomi masyarakat
dalam penelitian ini meliputi: mata pencaharian, luas lahan, pendapatan rumah tangga
dan pendapatan perkapita. Dalam penelitian ini juga hanya berfokus pada pelaksanaan
kegiatan terhadap pengelolaan HKm yang dilakukan mulai dari aspek perencanaan,
organisasi, pelaksanaan, dan monitoring agar dapat mengetahui apakah pengelolaan
Ridha Hasanah Purba dan Emeliano Maria Gusmão de Oliveira
460 Jurnal Syntax Admiration, Vol. 3, No. 3, Maret 2022
HKm tersebut berjalan sesuai dengan rencana dan tujuan yang ingin dicapai oleh
kelompok dan dapat menjadi tolak ukur dalam pengelolaan HKm.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei. Metode survei
adalah salah satu pendekatan penelitian yang pada umumnya digunakan untuk
pengumpulan data yang luas dan banyak. Jenis penelitian yang akan digunakan untuk
meneliti penelitian ini adalah dengan menggunakan penelitian survei. Menurut
(Sugiyono, 2013) mengatakan bahwa metode survei adalah metode yang digunakan
untuk mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan), tetapi
peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan data, misalnya dengan mengedarkan
kuesioner, test, wawancara terstruktur dan sebagainya.
a. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:
1. Observasi
Data dikumpulkan melalui pengamatan langsung terhadap obyek yang diteliti
(Pola lahan, jenis tanaman) baik untuk responden maupun kondisi areal kerja
hutan kemasyarakatan.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk memperoleh data primer. Data dikumpulkan
melalui tanya jawab/wawancara yang dilakukan langsung terhadap responden.
Wawancara dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan umum atau
kuisioner untuk memperoleh informasi.
b. Jenis Data yang Dikumpulkan
1. Data Primer
Data primer adalah sebuah data yang langsung didapatkan dari sumber dan
diberi kepada pengumpul data atau peneliti, jadi sumber data primer ini di
dapatkan langsung dari hasil wawancara dengan subjek penelitian baik secara
observasi ataupun pengamatan langsung (Sugiyono, 2017). Teknik pengumpulan
data dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data sosial ekonomi masyarakat dikumpulkan dengan teknik wawancara
langsung pada masyarakat yang memiliki hutan kemasyarakatan yaitu
pengumpulan data dengan cara bertanya langsung kepada responden dengan
menggunakan kuisioner yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang
relevan yang dijadikan objek penelitian.
2. Data sosial masyarakat dalam penelitian ini meliputi: umur atau usia, tingkat
pendidikan, jumlah anggota keluarga, jarak tempat tinggal kelahan, asal lahan,
dan motivasi memanfaatkan hutan kemasyarakatan.
3. Data ekonomi masyarakat dalam penelitian ini meliputi: mata pencaharian, luas
lahan, pendapatan rumah tangga, dan pendapatan perkapita.
Karakteristik Lahan Garapan Dan Masyarakat Penggarap Iuphkm Desa Kelilik,
Kabupaten Kepahiang
Jurnal Syntax Admiration, Vol. 3 No. 3 Maret 2022 461
4. Pengamatan pada pola lahan yang dimiliki masyarakat diamati meliputi: pola
pemanfaatan lahan (jenis tanaman, jumlah tanaman, diameter pohon dan tinggi
pohon), pola tanam (agroforestry) dan sistem tanam (acak).
2. Data Sekunder
Menurut Sugiyono (2017) Data sekunder adalah sumber yang tidak
langsung memberikan data kepada pengumpul data. Menggunakan data sekunder
apabila penulis mengumpulkan informasi dari data yang telah diolah oleh pihak
lain. Data sekunder yang diambil yaitu monografi desa, morfometri wilayah desa,
sarana dan prasarana dan data lain yang mendukung kajian yang diperlukan
berupa data umum diperoleh dari berbagai instansi seperti: Pemerintahan Desa
dan (Badan Pusat Statistik, 2016).
3. Penentuan Responden
Responden yang diambil pada penelitian ini adalah masyarakat yang
mengelolah lahan IUPHKM di Desa Kelilik Kecamatan Kepahiang Kabupaten
Kepahiang Provinsi Bengkulu. Pada penelitian ini sampel yang diambil
tergantung dari jumlah kelompok tani yang terlibat dalam bagian dari kelompok
tani yang mendapatkan IUPHKM. Dalam penentuan responden metode yang
digunakan adalah metode (Arikunto, 2013) yang dimana jika kurang dari 100%
sampel makan di ambil semuanya. Dalam penelitian ini Jumlah kelompok tani
yang mengelola hkm di Desa Kelilik adalah 3 kelompok tani, dengan total jumlah
anggota 36 KK yang mendapatkan Izin Usaha Pemanfaatan Hutan
Kemasyarakatan (IUPHKM). Sesuai dengan teori yang telah dijelaskan, maka
pengambilan sampel responden dari jumlah anggota kelompok tani adalah 36 kk
sampel, jadi keseluruhan petani HKm dijadikan sumber data .
4. Analisis Data
Menurut Sugiyono (2017) kegiatan dalam analisis data adalah
mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data
berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang
diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan
melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Dalam
metode analisis data ini penulis mengambil analisis deskriptif yaitu analisis yang
digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud
membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Data yang
didapatkan dari responden nantinya akan dikelompokkan berdasarkan kriteria
yang telah ditentukan, sehingga nantinya akan dapat menggambarkan karakteristik
masyarakat yang memanfaatkan Hutan Kemasyarakatan di Desa Kelilik
Kecamatan Kepahiang Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu.
Hasil dan Pembahasan
Penghasilan merupakan jumlah pemasukan atau hasil dari suatu usaha karena
telah melakukan suatu tindakan usaha maupun jasa. Penghasilan dari dalam dan luar
Ridha Hasanah Purba dan Emeliano Maria Gusmão de Oliveira
462 Jurnal Syntax Admiration, Vol. 3, No. 3, Maret 2022
kawasan hutan kemasyarakatan ini merupakan jumlah total penghasilan dari hasil usaha
penggarap yang telah mengupayakan suatu bentang lahan dengan usaha tertentu.
Penghasilan ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Penghasilan Total Responden
No
Sumber Penghasilan
Persentase (%)
1
Hasil yang diperoleh dari HKm
44,68
2
Hasil samping
18,95
3
Hasil di luar lahan HKm
36,38
Jumlah
100
Sumber: Data primer hasil penelitian diolah, 2021
a. Penghasilan yang diperoleh dari HKm
Tabel 1 diketahui bahwa penghasilan yang diperoleh dari HKm Desa Kelilik
sebesar Rp 266.000.000 juta atau sebesar 44,68% dari total pendapatan dalam
setahun. Hasil panen yang diperoleh dari HKm tersebut adalah kopi, lada, kayu res,
pala, pinang dan kemiri. Penghasilan tersebut didapatkan dari penjualan hasil
pertanian yang perinciannya dapat dilihat di dalam Tabel 2.
Tabel 2
Hasil Panen HKm dan Penjualannya Dalam Setahun
No
Komoditas
Panenan (kg/tahun)
Harga (Rp/kg)
Total
1.
Kopi
7180
20.000
143.600.000
2.
Pinang
1050
7.000
7.350.000
3.
Lada
4425
26.000
115.050.000
Total
266.000.000
Sumber: Data primer hasil penelitian diolah, 2021
Setiap petani memiliki hasil panen yang berbeda, seperti hasil panen kopi
pertahun di Desa Kelilik mencapai 100 kg 470 kg, hasil panen pinang 50 kg 70
kg dan hasil panen lada 75 kg 250 kg dengan harga panen yang sudah tertera di
table penghasilan. Berdasarkan penelitian responden menyatakan bahwa ada
peningkatan pendapatan setelah mengikuti program HKm ini, namun naiknya
pendapatan ini tidak menentu karena tergantung harga pasaran kopi, pinang dan lada
saat itu. Jika tahun ini panen kopi dengan harga tinggi pasti pengahasilan akan besar
dan berbeda dari tahun sebelum nya, jadi harga kopi, pinang dan lada juga sangat
berpengaruh pada perekonomian responden yang mengelola HKm.
Hasil panen luas lahan juga sangat berpengaruh terhadap hasil ekonomi
responden. Hasil penelitian (Wahed, 2015) yang menyatakan bahwa luas lahan
berpengaruh signifikan terhadap pendapatan petani. Luas lahan garapan adalah
modal petani dalam berusaha melakukan pekerjaan. Besar kecilnya pendapatan
petani ditentukan oleh luas garapannya, karena luas lahan garapan dapat
mempengaruhi produksi persatuan luas. Luas garapan yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah luas lahan yang dimiliki penggarap baik itu luas lahan garapan
Karakteristik Lahan Garapan Dan Masyarakat Penggarap Iuphkm Desa Kelilik,
Kabupaten Kepahiang
Jurnal Syntax Admiration, Vol. 3 No. 3 Maret 2022 463
yang berada di dalam kawasan HKm Desa Kelilik atau luas lahan yang berada diluar
kawasan HKm Desa Kelilik. Menurut Susilowati dan Maulana (2012)
mengelompokkan petani di Jawa ke dalam tiga kategori, yaitu: petani skala kecil
dengan luas lahan usahatani <0,5 ha, skala menengah luas lahan usahatani 0,5-1,0
ha, dan skala luas dengan luas lahan usahatani >1,0 ha. Badan Pusat Statistik (BPS)
juga mengadopsi definisi yang sama untuk pengelompokan rumah tangga petani
menurut luas lahan usahatani. Definisi di atas umumnya berlaku untuk tanaman
pangan dan sayuran, sedangkan untuk tanaman perkebunan pada umumnya
menggunakan konsep yang lain karena rata-rata luas lahan usahatani lebih luas
dibandingkan petani tanaman pangan dan sayuran. Berdasarkan fakta di lapangan
luas lahan HKm di Desa Kelilik rata rata garapan lahan sedang karena dari 36
responden yang mengelola lahan sedang ada 32 responden dan sisa nya menggarap
lahan sempit.
b. Hasil sampingan responden
Penghasilan rumah tangga responden HKm diperoleh dari dua sumber
pendapatan, yaitu sumber pendapatan dari HKm dan non HKm. Sumber pendapatan
pertanian terdiri dari usaha tani yang merupakan sumber pendapatan pokok dan
berburuh tani, sedangkan sumber pendapatan dari non HKm terdiri dari buruh harian,
ojek, dagang usaha dan buruh bangunan.
Berdasarkan wawancara di lapangan mereka mempunyai hasil sampingan
untuk mencukupi biaya kehidupan mereka sehari hari. Terlihat dari angka ini bahwa
pendapatan masyarakat penggarap HKm sangat bergantung pada lahan garapannya
yang berada di dalam kawasan HKm, meskipun ada pendapatan dari luar kawasan
hutan, namun tidak semua masyarakat memiliki penghasilan di luar kawasan hutan,
bisa dilihat berdasarkan Tabel 3. Tabel 3
Hasil Sampingan Responden
No
Jenis pekerjaan
sampingan
Jumlah Responden
(KK)
Pendapatan total Sampingan Rp/
Tahun
1
Buruh Harian
10
25.000.000
2
Buruh Bangunan
2
14.400.000
3
Pedagang
10
59.000.000
4
Ojek
3
8.400.000
Jumlah
25
106.800.000
Sumber: Data primer hasil penelitian diolah, 2021
Berdasarkan hasil penelitian, responden melakukan pekerjaan sampingan untuk
mencukupi kebutuhan dan juga memanfaatkan waktu luang. Waktu luang responden
adalah waktu disela-sela memelihara lahan pada masa pasca panen hingga musim
panen selanjutnya.
c. Hasil di Luar HKm
Lahan hak milik di luar kawasan HKm adalah lahan garapan masyarakat yang
berada tidak di dalam kawasan HKm Hasil wawancara di lapangan, diketahui tidak
Ridha Hasanah Purba dan Emeliano Maria Gusmão de Oliveira
464 Jurnal Syntax Admiration, Vol. 3, No. 3, Maret 2022
banyak masyarakat yang memiliki lahan garapan selain di dalam kawasan HKm.
Berikut data disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4
Luas lahan milik responden
No
Luas Lahan Hak Milik (Ha)
Jumlah Penggarap (KK)
Persentase Penggarap
1
(0) Tidak memiliki lahan hak milik
30
83,33
2
<1 (sempit)
0
0
3
1-2 (sedang)
5
13,89
4
>2 (luas)
1
2,78
Jumlah
36
100
Sumber: Data primer diolah, 2021
Tabel 5
No
Luas Lahan Hak Milik
(Ha)
Jumlah Penggarap
(KK)
Pendapatan diluar HKm
(Rp/Tahun)
1
1-2 (sedang)
5
20.400.000
2
>2 (luas)
1
8.400.000
Jumlah
36
28.800.000
Sumber : Data primer diolah, 2021
Responden yang memiliki lahan diluar HKm sebagai lahan tambahan ekonomi
mereka. Status kepemilikan lahan yang berada diluar kawasan hutan ini merupakan
lahan dengan hak milik pribadi yang letaknya tidak jauh dari desa tempat tinggal dan
tanaman pada lahan diluar hutan kemasyarakatan adalah tanaman merica dan kopi.
Berdasarkan hasil penelitian, responden melakukan kegiatan non agroforestry selain
untuk mencukupi kebutuhan juga memanfaatkan waktu luang. Waktu luang
responden adalah waktu disela-sela memelihara lahan pada masa pasca panen hingga
musim panen berikutnya. Pemeliharaan lahan mengikuti jenis tanaman utama yang
diusahakan. Responden mengusahakan kopi sebagai tanaman utama.
d. Pendapatan Perkapita
Pendapatan perkapita adalah pendapatan rata-rata penduduk pada suatu
wilayah per tahun. Pendapatan perkapita juga bisa diartikan sebagai jumlah dari nilai
barang dan jasa rata-rata yang tersedia bagi setiap penduduk suatu wilayah pada
suatu periode tertentu. Pendapatan perkapita diperoleh dari pendapatan nasional pada
tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk suatu wilayah pada tahun tersebut
(Sattar, 2018). Berdasarkan (Badan Pusat Statistik) batas garis kemiskinan pada
daerah pedesaan tahun 2017 ditetapkan sebesar Rp. 323.333/kapita/bulan atau setara
dengan Rp. 3.879.996/kapita/ tahun. Tingkat pendapatan rata-rata responden yang
telah diwawancarai yaitu sebesar Rp 24.543.333/tahun dan dihubungkan dengan
jumlah jiwa rata-rata/keluarga yaitu 2,89 jiwa/KK diperoleh pendapatan sebesar Rp
8.495.769,23/kapita/tahun atau setara dengan Rp 707.980,77/kapita/bulan yang
artinya angka tersebut menunjukkan bahwa kondisi ekonomi masyarakat yang
Karakteristik Lahan Garapan Dan Masyarakat Penggarap Iuphkm Desa Kelilik,
Kabupaten Kepahiang
Jurnal Syntax Admiration, Vol. 3 No. 3 Maret 2022 465
memanfaatkan HKm di Desa Kelilik tergolong sejahtera dengan pendapatan
perkapita yang dihasilkan masyarakat dalam jangka waktu 1 tahun.
e. Keberlanjutan Pelaksanaan HKm
Pengembangan kebijakan berkelanjutan yang berpengaruh terhadap tingkat
pelaksanaan HKm yaitu peranan lembaga pemerintah, keuangan, eksistensi
kelompok tani, keikutsertaan dalam kelompok tani, peranan petugas penyuluh
pertanian, persepsi masyarakat terhadap HKm, jarak lahan dengan tempat tinggal,
luas kepemilikan lahan, alokasi waktu, tingkat penyerapan tenaga kerja dan
ketersediaan paket teknologi budidaya (Ruhimat, 2015). Pertanian berkelanjutan
diartikan sebagai kemampuan sebuah usaha pertanian untuk tetap produktif dan
memenuhi kebutuhan manusia yang senantiasa bertambah dengan tetap
mempertahankan kualitas lingkungan hidup dan melestarikan sumber daya alam.
Pada umumnya konsep pertanian berkelanjutan didasarkan kepada kerangka segitiga,
pembangunan berkelanjutan (environmentally sustainable development triangle)
yang disampaikan oleh Munasinghe dari Bank Dunia yaitu pembangunan yang
berorientasi kepada tiga dimensi keberlanjutan yang saling mendukung dan terkait
yaitu dimensi ekonomi, sosial dan ekologi (Novita, Suryaningrat, Andriyani, &
Widyotomo, 2012).
Optimalisasi peran penyuluh dalam keberlanjutan usahatani agroforestry dapat
dicapai dengan pelaksanaan proses pembelajaran petani melalui proses pendidikan,
pelatihan dan penyuluhan yang didukung oleh tingginya eksistensi kelompok tani,
besarnya dukungan pemerintah, dan tersedianya paket inovasi teknologi yang
dihasilkan oleh institusi penelitian dan pengembangan. Ketersediaan paket teknologi
usahatani agroforestry merupakan faktor kunci kedua yang berpengaruh terhadap
keberlanjutan usahatani agroforestry. Dari data hasil penelitian ini ekonomi
responden juga bergantung pada lahan HKm sehingga berpengaruh untuk
keberlanjutan HKm. Faktor pengungkit pada dimensi ekonomi yang mempengaruhi
tingkat keberlanjutan terdiri dari kontribusi agroforestry terhadap pendapatan total
petani dan sistem penjualan hasil panen, dan bisa di lihat dari data Tabel 1. Dari data
penelitian hutan masyarakat juga terdapat tanaman kehutanan dan tanaman musiman.
f. Pola Lahan Masyarakat
Hasil penelitian di HKm Desa Kelilik diketahui bahwa Kawasan hutan tersebut
dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan atau kegiatan yang berhubungan dengan
pertanian. Jenis tanaman yang ditanam pada kawasan hutan sebagai kegiatan
pertanian antara lain dari jenis seperti kopi robusta (Coffea canephora), pala
(Myristica fragrans), cabe (Capsicum annum L.), pisang (Musa sp.), coklat
(Theobroma cacao), merica (Piper nigrum), kunyit (Curcuma longa), lengkuas
(Alpinia galangal), tomat (Solanum lycopersicum), serai (Cymbopogon citrates),
papaya (Carica papaya) dan nanas (Ananas comosus). Sedangkan tanaman kayu
keras yang ada di dalam hutan kemasyarakatan adalah kayu res (Gliricidia sepium),
pohon durian (Durio zibethinus), lamtoro (Leucaena leucocephala). Jenis tanaman
kopi,kayu res,pala, durian, lamtoro disediakan oleh pemerintah setempat dalam hal
Ridha Hasanah Purba dan Emeliano Maria Gusmão de Oliveira
466 Jurnal Syntax Admiration, Vol. 3, No. 3, Maret 2022
ini dinas kehutanan yang menyerahkan bibit tanaman ini pada awal pembentukan
HKm ini. Dari hasil wawancara dengan masyarakat penyerahan tanaman ini hanya
berlangsung 1-2 kali dalam waktu setahun dan setelahnya tidak ada lagi program
pembinaan dari dinas kehutanan.
Masyarakat yang mengelola HKm pada umumnya menjadikan pemanfaatan
lahan sebagai sumber yang penting bahkan menjadikan sumber mata pencaharian
yang utama untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Secara fisik HKm memiliki pola
tanam yang beragam dan berbeda di setiap daerah, baik cara memilih jenis yang
dikembangkan maupun cara penataannya di lapangan. Pola tanam yang digunakan
masyarakat rata-rata dengan sistem agroforestry. Karakteristik pola tanam
agroforestry sangat tergantung pada pemilik lahan serta karakteristik lahannya.
Tumbuhan dominan yang berada dalam HKm adalah kopi dan merica, namun ada
beberapa macam seperti yang tersaji pada lampiran penelitian. Berdasarkan macam-
macam yang ada dalam lahan garapan, peneliti menggolongkan pola pemanfaatan
lahan berdasarkan tumbuhan paling dominan yang ada pada lahan garapan
penggarap. Berikut penggolongan pola pemanfaatan lahan tersebut yang tersaji pada
Tabel 6. Tabel 6
Jenis pola tanam yang ada di dalam kawasan hutan.
No
Jenis Pola Tanam
Jumlah Penggarap (KK)
Persentase
1
Kopi, kayu res, pinang dan durian
9
25,00
2
Kopi, kayu res, pisang, durian dan sahang
5
13,89
3
Kopi, kayu res dan durian
6
16,67
4
Kopi, kayu res, pinang dan puding merah
10
16,67
5
Kopi, coklat dan durian
36
27,78
Jumlah
36
100
Penggarap lahan di dalam kawasan HKm memiliki 5 macam jenis pola
pemanfaatan dengan komposisi jenis yang berbeda. Jarak tanam yang digunakan
penggarap pada tanaman dominan adalah sama yaitu 2 m x 2 m pada tanaman kopi
yang berarti ada 2500 batang kopi per hektarnya. Yang rata-rata tumbuh dengan baik
± 1.300 batang. Dan merica yang hidup merambat di batang peneduh bagi kopi
tersebut (tidak tentu jarak tanamannya). Hasil panen per hektarnya relatif hampir
sama yakni satu ton untuk satu hektar kebun. Namun hasil untuk merica sangat
bervariasi tergantung dengan umur dan jumlah tanaman merica yang ditanam.
g. Pola Pemanfaatan Lahan I
Pola pemanfaatan lahan I merupakan pemanfaatan lahan dengan penanaman
beberapa jenis tanaman keras yang saling dikombinasikan satu dengan yang lainnya.
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan pada 36 responden hanya 9 responden
yang menerapkan pola penataan lahan kopi, kayu res, pinang dan durian yaitu
Syahril, Zen Zaini, Burhan, Kamaludin, Risman, Aminudin, Kasmat, Asmadi dan
Syahroni dan gambar pola di atas merupakan salah satu lahan dari Pak Zen Zaini.
Jumlah tanaman yang ada di lahan Pak Zen Zaini yaitu untuk tanaman kopi 1050
batang dengan jarak tanam 2m x 2m, kayu res 55 batang dan durian 4 batang untuk
tanaman kayu tersebar secara tidak merata.
Karakteristik Lahan Garapan Dan Masyarakat Penggarap Iuphkm Desa Kelilik,
Kabupaten Kepahiang
Jurnal Syntax Admiration, Vol. 3 No. 3 Maret 2022 467
Diameter pada tanam kayu res 17,69 cm, tanaman durian 24,64 cm dan tinggi
pada tanaman kayu res 13,85 m, tinggi pohon durian 19,6 m. Pada lahan garapan Pak
Zen termasuk sistem Agroforestry yaitu sistem penggunaan lahan yang
mengkombinasikan pepohonan dengan tanaman pertanian untuk meningkatkan
keuntungan baik secara ekonomis maupun lingkungan. Kemudian alasan masyarakat
menerapkan pola ini adalah untuk menambah penghasilan dari kopi sehingga
pemanfaatan ruang yang kosong lebih efektif dan lebih sangat menguntungkan untuk
masa depan. Selain kopi yang dapat di panen 2x dalam setahun, masyarakat juga
dapat memanen tanaman yang lainnya.
Gambar 1
Pola pemanfaatan Lahan I (Peneliti, 2021)
h. Pola Pemanfaatan Lahan II
Hasil wawancara yang telah dilakukan pada 36 responden hanya 5 responden
yang menerapkan pola penataan lahan kopi, kayu res dan pisang yaitu Rodi, Husin,
Zamri, Ujang Zen, Muksin dan Bunaim. Dan gambar 4 merupakan salah satu lahan
dari Pak Rodi. Jumlah tanaman yang ada di lahan Pak Rodi yaitu untuk tanaman kopi
1.200 batang dengan jarak tanam 2m x 2m, kayu res 65 batang, dan pisang 6 batang,
durian 2 batang untuk tanaman kayu tersebar secara tidak merata. Diameter pada
kayu res adalah 21,99 cm, diameter pohon durian 27,38 cm dan tinggi tanaman kayu
res 13,85 m, tinggi pohon durian 10 m.
Lahan garapan Pak Rodi termasuk sistem agroforestry yaitu sistem
penggunaan lahan yang mengkombinasikan pepohonan dengan tanaman pertanian
untuk meningkatkan keuntungan baik secara ekonomis maupun lingkungan.
Kemudian alasan masyarakat menerapkan pola ini adalah untuk menambah
penghasilan dari kopi sehingga pemanfaatan ruang yang kosong lebih efektif selain
itu tanaman pisang dan durian biasa dimanfaatkan dengan sendirinya.
Ridha Hasanah Purba dan Emeliano Maria Gusmão de Oliveira
468 Jurnal Syntax Admiration, Vol. 3, No. 3, Maret 2022
Gambar 2
Pola pemanfaatan Lahan II (Peneliti, 2021)
i. Pola Pemanfaatan Lahan III
Pola pemanfaatan lahan kombinasi kopi, kayu res dan durian ini ditemukan
pada 6 kk diantaranya Daud, Rodi Hartono, Armada, Arifin, Sulaiman dan Mazi
Yanto. Pada lahan Pak Daud tanaman dominan adalah kopi dan luas lahan 1 Ha,
jumlah tanaman yang ada di lahan Pak Daud yaitu untuk tanaman kopi 970 batang
dengan jarak tanam 2m x 2m, kayu res 75 batang dan durian 5 batang untuk tanaman
kayu tersebar secara tidak merata. Diameter pada tanaman kayu res adalah 20,82 cm,
diameter durian 24,71 cm dan tinggi kayu res 15,7 m, tinggi pohon durian 19,8 m.
Tanaman kopi adalah tanaman utama yang menghasilkan pada masa panen. Bibit
kopi disemai sendiri dari hasil panen kebun. Letak pohon durian di tengah kebun,
jarak tanam tidak beraturan. Durian merupakan tanaman yang menghasilkan buah,
bibit durian disemai sendiri. Lahan garapan Pak Daud termasuk sistem agroforestry
yaitu sistem penggunaan lahan yang mengkombinasikan pepohonan dengan tanaman
pertanian untuk meningkatkan keuntungan baik secara ekonomis maupun lingkungan
dapat dilihat dari Gambar 3. Pada gambar ini merupakan salah satu lahan dari Pak
Rodi. Jumlah tanaman yang ada di lahan Pak Rodi yaitu untuk tanaman kopi 1.200
batang dengan jarak tanam 2m x 2m, kayu res 65 batang, dan pisang 6 batang, durian
2 batang untuk tanaman kayu tersebar secara tidak merata. Diameter pada kayu res
adalah 21,99 cm, diameter pohon durian 27,38 cm dan tinggi tanaman kayu res 13,85
m, tinggi pohon durian 10 m. Pada lahan garapan Pak Rodi termasuk sistem
Agroforestry yaitu sistem penggunaan lahan yang mengkombinasikan pepohonan
dengan tanaman pertanian untuk meningkatkan keuntungan baik secara ekonomis
maupun lingkungan. Kemudian alasan masyarakat menerapkan pola ini adalah untuk
menambah penghasilan dari kopi sehingga pemanfaatan ruang yang kosong lebih
efektif, Selain itu tanaman pisang dan durian biasa di manfaatkan dengan sendirinya.
Karakteristik Lahan Garapan Dan Masyarakat Penggarap Iuphkm Desa Kelilik,
Kabupaten Kepahiang
Jurnal Syntax Admiration, Vol. 3 No. 3 Maret 2022 469
Gambar 3
Pola pemanfaatan Lahan III (Peneliti, 2021)
j. Pola Pemanfaatan Lahan IV
Pola pemanfaatan lahan kebun kombinasi kopi, kayu res, pinang dan tanaman
merah ini ditemukan pada 6 kk diantaranya Dedi, Sirwanto, Siti Nurbaya, Sulaiman,
Jamarun dan Jalal. Sebagai contoh pola lahan pada gambar diatas adalah lahan Pak
Sulaiman. Lahan Pak Sulaiman lebih dominan adalah kopi. Tanaman kopi berjumlah
1200 batang, dengan jarak tanam 2m x 2m. Tinggi pada tanaman kayu res adalah
13,85 m dan diameter 17,97 cm. Tanaman kopi adalah tanaman utama yang
menghasilkan pada masa panen. Bibit kopi disemai sendiri dari hasil panen kebun.
Lahan Pak Sulaiman terdapat juga pinang yang ditanam di pinggir kebun, umur
pinang 9 tahun dan jarak tanam pinang adalah 4 x 4. Tanaman merah ditanam
sebagai tanaman hiasan kebun dan selingan dari tanaman pinang. Tanaman kayu res
adalah tanaman selingan antara kopi dan sahang. Pada lahan Pak Sulaiman
agroforestry yaitu sistem penggunaan lahan yang mengkombinasikan pepohonan
dengan tanaman pertanian untuk meningkatkan keuntungan baik secara ekonomis
maupun lingkungan.
Gambar 4
Pola pemanfaatan Lahan IV (Peneliti, 2021)
k. Pola Pemanfaatan Lahan V
Pola pemanfaatan lahan kebun (kombinasi kopi, coklat dan durian) ditemukan
pada 10 kk diantaranya Indera, Basri Alamsyah, M.Sani, Muksin, A.Rijo, Sumanteri,
Ridha Hasanah Purba dan Emeliano Maria Gusmão de Oliveira
470 Jurnal Syntax Admiration, Vol. 3, No. 3, Maret 2022
Hairul Basri Miko dan Hariyanto. Pada lahan Pak Muksin tanaman dominan adalah
kopi. Luas lahan 1 Ha dan jarak tanam 2 m x 2 m. Tanaman kopi adalah tanaman
utama yang menghasilkan kopi pada masa panen. Bibit kopi disemai sendiri dari
hasil panen kebun. Terdapat kopi sebanyak 1.100 kopi dan 7 pohon coklat di lahan
dengan jarak tanam yang tidak beraturan. Pohon coklat adalah tanaman yang
menghasilkan buah. Pada lahan garapan Pak Muksin diameter pohon durian adalah
18,13 cm dan tinggi 22 m. Menurut Nair (2017) pada dasarnya ruang lingkup
agroforestry terdiri dari tiga komponen pokok yaitu kehutanan, pertanian, dan
peternakan. Di mana masing-masing komponen tersebut dapat berdiri sendiri-sendiri
sebagai satu bentuk sistem penggunaan lahan. Hanya saja sistem tersebut umumnya
ditujukan pada produksi satu komoditi khas atau kelompok produk yang serupa.
Pembahasan hasil penelitian dijelaskan seperti di bawah ini;
Lahan penelitian ini termasuk bentuk komponen Agrisilvikultur yaitu sistem
yang mengkombinasikan komponen kehutanan dengan komponen pertanian. Antara
tanaman pertanian dan pohon ditanam tidak teratur dan pola ini terbentuk karena
tidak adanya perencanaan awal. Pada HKm di desa kelilik responden juga
menggunakan sistem agroforestry sederhana (Tumpang sari) yang dimana menurut
(De Foresta & Michon, 1996) suatu sistem pertanian memadupadankan satu jenis
tanaman tahunan yang ditanam secara tumpang sari dengan satu atau lebih jenis
tanaman semusim. Pepohonan ditanam dan dijadikan sebagai pagar yang
mengelilingi petak lahan yang ditanami tanaman semusim dan ditanam berdasarkan
pola dan jarak sesuai keinginan. Tujuan ada nya sistem agroforestry ini untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat petani terutama yang di sekitar hutan dengan
memprioritaskan partisipasi aktif masyarakat dalam memperbaiki keadaan
lingkungan yang rusak dan berlanjut dengan memeliharanya. Desa Kelilik responden
memanfaatkan lahan agroforestry untuk meningkatkan ekonomi mereka dan bisa
dilihat hasil ekonomi responden.
Gambar 5
Pola pemanfaatan Lahan V (Peneliti, 2021)
l. Jenis Tanaman Musiman
Tanaman musiman merupakan tanaman yang pada umumnya hidup hanya satu
musim saja dan akan panen ketika tanaman tersebut mencapai fase reproduktif.
Berikut beberapa tanaman yang terdapat di lokasi penelitian.
Karakteristik Lahan Garapan Dan Masyarakat Penggarap Iuphkm Desa Kelilik,
Kabupaten Kepahiang
Jurnal Syntax Admiration, Vol. 3 No. 3 Maret 2022 471
Labu Siam (Sechium edule)
Serai (Cymbopogon citrates)
Cabe Rawit (Capsicum annuum)
Tomat Cung (Solanum lycopersicum)
Jambu Air (Syzygium aqueum)
Kunyit (Curcuma longa)
Katuk (Sauropus androgynus)
Pepaya (Carica Papaya)
Ridha Hasanah Purba dan Emeliano Maria Gusmão de Oliveira
472 Jurnal Syntax Admiration, Vol. 3, No. 3, Maret 2022
Nanas (Ananas comosus)
Coklat (Theobroma cacao)
Gambar 6
Berbagai jenis tanaman yang terdapat di lokasi penelitian (Peneliti, 2021)
m. Strategi pengelolaan HKm
Perumusan strategi pengelolaan HKm dan kelembagaan didapat beberapa
faktor strategis untuk menentukan arah pengelolaan kedepan. Dari hasil analisa dan
memperhatikan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang
Hutan Kemasyarakatan, dari keenam strategi yang telah dirumuskan, maka dipilih 2
strategi yang paling sesuai untuk keberlanjutan program HKm di Desa Kelilik
yaitu: Penataan organisasi kelembagaan dan Pembinaan dan peningkatan kapasitas
SDM. Penataan organisasi. Kelembagaan saat ini sangat penting karena kondisi
kelembagaan organisasi kelompok tani HKm belum masuk dalam kategori berlanjut
baik dari tata kelola organisasi, manajemen organisasi dan manajemen keuangan.
Jika hal ini tidak ditindaklanjuti, adanya ancaman sanksi penghentian sementara
kegiatan kelola HKm menjadi kendala berlanjutnya program HKm secara
keseluruhan. Menurut (Prasojo dkk, 2008) bahwa reformasi birokrasi administrasi
negara dan good governance merupakan dua konsep utama bagi perbaikan kondisi
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Maka pada
tataran konteks reformasi, setidaknya ada lima (5) cara yang dapat dilakukan untuk
memenuhi hajat sebagaimana dua hal dimaksud tersebut, yaitu, penataan
kelembagaan, penataan ketatalaksanaan, penataan sumber daya manusia,
akuntabilatas dan pelayanan serta kualitas pelayanan. Pembinaan dan peningkatan
kapasitas SDM perlu dilakukan, karena SDM merupakan modal dasar dalam
pengembangan program HKm.
Hal pembinaan dan peningkatan kapasitas SDM, menurut Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan, Pemerintah
Daerah mempunyai kewajiban untuk memfasilitasinya. Pembinaan dan peningkatan
kapasitas bisa dilakukan dengan cara penyuluhan, pelatihan, penyebaran buku
panduan maupun studi banding. Selain itu rendahnya kapasitas sumber daya manusia
(pendidikan, sosial ekonomi, dan informasi) mengakibatkan semakin terbatasnya
akses masyarakat di dalam dan di sekitar hutan terhadap manfaat ekonomi hutan.
Masyarakat Indonesia sebenarnya mempunyai praktik baik dalam mengelola dan
menjaga hutan. Mereka sudah hidup berdampingan dengan hutan bahkan sebelum
Karakteristik Lahan Garapan Dan Masyarakat Penggarap Iuphkm Desa Kelilik,
Kabupaten Kepahiang
Jurnal Syntax Admiration, Vol. 3 No. 3 Maret 2022 473
Pemerintah Belanda menduduki Indonesia. Namun, semenjak adanya klaim kawasan
hutan, keberadaan masyarakat terhadap hutan ini menjadi polemik. Bahkan, mereka
yang telah lama tinggal di kawasan hutan seringkali dianggap sebagai “perambah”
hutan secara ilegal di mata hukum (Hakim & Wibowo, 2013). Padahal hutan tersebut
tempat tinggal mereka sejak lama. Desa yang mereka tempati pun sering disebut
sebagai “desa ilegal.” Penyebabnya adalah keberadaannya di dalam dan tepi batas
kawasan hutan, walaupun batas kawasan hutan tersebut belum diputuskan.
Pernyataan tersebut di atas sangat sesuai dengan kondisi masyarakat Desa Kelilik
yang sangat dilematis dan termarginalisasi berkaitan dengan pemanfaatan hutan,
sebab selama ini mereka mengambil dan mengolah hasil hutan berdasarkan sistem
nilai budaya lokal yang arif terhadap fungsi hutan. Masyarakat Desa Kelilik
mengikuti program HKm, segala aktivitas dan keterlibatan mereka dalam
pengelolaan hutan telah membentuk sikap dan perilaku yang didorong oleh
keyakinan bahwa program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya
mengolah areal hutan tanpa merusak fungsinya.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa :
Pendapatan masyarakat di Desa Kelilik Kecamatan Kepahiang Kabupaten Kepahiang
menunjukkan bahwa jumlah pendapatan rumah tangga responden yang diperoleh adalah
sebesar Rp 707.980,77/kapita/bulan yang artinya angka tersebut menunjukkan bahwa
kondisi ekonomi masyarakat di Desa Kelilik tergolong sejahtera; Berkelanjutan HKm
diartikan sebagai kemampuan sebuah usaha pertanian untuk tetap produktif dan
memenuhi kebutuhan manusia yang senantiasa bertambah dan tetap mempertahankan
kualitas lingkungan hidup dan melestarikan sumber daya alam. Seperti di Desa Kelilik
responden sangat memanfaatkan lahan sebaik mungkin untuk di perjual belikan demi
keberlangsungan HKm.
Ridha Hasanah Purba dan Emeliano Maria Gusmão de Oliveira
474 Jurnal Syntax Admiration, Vol. 3, No. 3, Maret 2022
BIBLIOGRAFI
Arikunto, S. (2013). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Google Scholar
Badan Pusat Statistik. (2016). Tingkat Kemiskinan Di Kabupaten Kepahiang Dalam
Angka Kemiskinan.
De Foresta, Hubert, & Michon, Geneviève. (1996). The agroforest alternative to
Imperata grasslands: when smallholder agriculture and forestry reach
sustainability. Agroforestry Systems, 36(1), 105120. Google Scholar
Dewi, Indah Novita, Andayani, Wahyu, & Suryanto, Priyono. (2018). Karakteristik
petani dan kontribusi hutan kemasyarakatan (HKm) terhadap pendapatan petani di
Kulon Progo. Jurnal Ilmu Kehutanan, 12(1), 8698. Google Scholar
Hakim, I., & Wibowo, L. R. (2013). Jalan terjal reforma agraria di sektor kehutanan.
Bogor: Pusat Penelitian Dan Pengembangan Perubahan Iklim Dan Kebijakan.
Google Scholar
Novita, Elida, Suryaningrat, Ida Bagus, Andriyani, Idah, & Widyotomo, Sukrisno.
(2012). Analisis keberlanjutan kawasan usaha perkebunan kopi (KUPK) rakyat di
Desa Sidomulyo Kabupaten Jember. Jurnal Agritech, 32(2). Google Scholar
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.
P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1 /10/2016 Tentang Perhutanan Sosial.
Prasojo, EPrasojo, Eko, & Kurniawan, Teguh. (2008). Reformasi Birokrasi dan Good
Governance: Kasus Best Practices dari Sejumlah Daerah di Indonesia. The 5 Th
International Symposium of Jurnal Antropologi Indonesia, 115.ko, & Kurniawan,
T. (2008). Reformasi Birokrasi dan Good Governance: Kasus Best Practices dari
Sejumlah Daerah di Indonesia. The 5 Th International Symposium of Jurnal
Antropologi Indonesia, 115.
Rianse, U., & Abdi. (2008). Metodologi penelitian sosial dan ekonomi: teori dan
aplikasi. Alfabeta.
Rianse, U. dan A. (2007). Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi dan Aplikasi.
Alfabeta.
Ruhimat, Idin Saepudin. (2015). Tingkat motivasi petani dalam penerapan sistem
agroforestry. Jurnal Penelitian Sosial Dan Ekonomi Kehutanan, 12(2), 29159.
Google Scholar
Sattar, Silvana Kardinar Wijayanti. (2018). Buku Ajar Teori Ekonomi Makro. Cetakan
Pertama. Yogyakarta: CV Budi Utama. Google Scholar
Karakteristik Lahan Garapan Dan Masyarakat Penggarap Iuphkm Desa Kelilik,
Kabupaten Kepahiang
Jurnal Syntax Admiration, Vol. 3 No. 3 Maret 2022 475
Siswahyono, Siswahyono. (n.d.). SEJARAH PERKEMBANGAN DAN KONDISI
SOSTAL EKONOMI MASYARAKAT DESA YANG TINGGAL DI DALAM
KAWASAN HUTAN PRODUKSI TERBATAS (HPT) BUKIT BADAS DI
KABUPATEN SELUMA. RAFFLESIA, 17(1), 366378. Google Scholar
Sugiyono, Dr. (2013). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif
dan R&D. Google Scholar
Wahed, Mohammad. (2015). Pengaruh luas lahan, produksi, ketahanan pangan dan
harga gabah terhadap kesejahteraan petani padi di Kabupaten Pasuruan. Jurnal
Ekonomi Dan Studi Pembangunan, 7(1), 6874. Google Scholar
Copyright holder:
Adi Lesmana (2022)
First publication right:
Jurnal Syntax Admiration
This article is licensed under: