Jurnal Syntax Admiration

Vol. 3 No. 3 Maret 2022

p-ISSN : 2722-7782 e-ISSN : 2722-5356

Sosial Teknik


PEMBERDAYAAN KAUM MARGINAL MELALUI KETERAMPILAN WIRAUSAHA SABLON (STUDI ANALISIS DESKRIPTIF DI KOMUNITAS TASAWUF UNDERGROUND)


Imam Fauzi

Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia

Email: [email protected]


INFO ARTIKEL

ABSTRAK

Diterima

15 Februari 2022 Direvisi

23 Februari 2022 Disetujui

25 Februari 2022  

Situasi krisis ekonomi dan urbanisasi yang dialami Indonesia, menyebabkan begitu banyak masalah sosial yang membutuhkan perhatian dan penanganan khusus. Salah satu permasalahan sosial yang dihadapi, adalah kaum marginal, sehingga membutuhkan penanganan yang lebih komprehensif. Kemudian formulasi yang tepat agar dapat menyelesaikan masalah tersebut salah satunya dengan metode pemberdayaan kaum marginal, layaknya yang dilakukan oleh Komunitas Tasawuf Underground. Salah satu fungsi Komunitas Tasawuf Underground adalah membina dan memberikan wadah pengembangan skill dalam bingkai pemberdayaan. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pemberdayaan yang dilakukan Komunitas Tasawuf Underground, mengetahui proses dan hasil yang didapat dalam pemberdayaan kaum marginal melalui keterampilan wirausaha sablon di Komunitas Tasawuf Underground Ciputat Tangerang Selatan. Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu: observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa Komunitas Tasawuf Underground berperan sangat signifikan dalam peningkatan kualitas skill kaum marginal melalui program pemberdayaannya, karena tahapan dan proses pemberdayaan yang dilakukan Komunitas Tasawuf Underground sangat berpengaruh terhadap perubahan signifikan yang dialami kaum marginal yang dibina di Komunitas Tasawuf Underground. Bertambahnya wawasan dan pengetahuan secara kognitif, konatif, afektif dan psikomotorik sehingga mampu meciptakan hal-hal baru dengan keterampilannya dan memiliki rencana hidup yang lebih baik kedepannya. Menandakan tercapainya

tujuan pemberdayaan.

Kata Kunci: Tahap; Proses; Komunitas Tasawuf Underground Pemberdayaan; kaum marginal



How to cite:


E-ISSN:

Published by:

Imam Fauzi (2022) Pemberdayaan Kaum Marginal Melalui Keterampilan Wirausaha Sablon (Studi Analisis Deskriptif Di Komunitas Tasawuf Underground), Jurnal Syntax Admiration 3(3) https://doi.org/10.46799/jsa.v3i3.412

2722-5356

Ridwan Institute



Keywords: Stage; Process; Underground Sufism Community Empowerment; marginal people

ABSTRACT

The situation of the economic crisis and urbanization experienced by Indonesia has caused so many social problems that require special attention and handling. One of the social problems faced, is the marginalized, so it requires a more comprehensive treatment. Then the right formulation in order to solve the problem is one of them with the method of empowering the marginalized, as is done by the Underground Sufism Community. One of the functions of the Underground Sufism Community is to foster and provide a forum for skill development within the framework of empowerment. This study aims to examine the empowerment carried out by the Underground Sufism Community, to find out the process and results obtained in empowering the marginalized through screen printing entrepreneurial skills in the Underground Tasawuf Community, Ciputat, South Tangerang. In this study, the approach used is a qualitative approach with a descriptive type of research. The data collection techniques used, namely: observation, interviews, and documentation studies. The results show that the Underground Sufism Community plays a very significant role in improving the quality of the skills of the marginalized through its empowerment program, because the stages and processes of empowerment carried out by the Underground Sufism Community greatly affect the significant changes experienced by the marginalized people who are fostered in the Underground Sufism Community. Increased insight and knowledge in cognitive, conative, affective and psychomotor so that they are able to create new things with

their skills and have a better life plan in the future. Indicates the achievement of empowerment goals.


Pendahuluan

Situasi krisis ekonomi dan urbanisasi yang dialami Indonesia, menyebabkan begitu banyak persoalan masalah sosial yang membutuhkan perhatian dan penanganan secepatnya. Salah satu permasalahan sosial yang dihadapi, yaitu jumlah kaum marginal yang meningkat setiap tahun, sehingga membutuhkan perhatian serius sehingga dapat ditemukan formulasi penanganan yang komprehensif (Fauzi, n.d.). Fenomena kaum marginal atau orang terpinggirkan dalam hal ini anak jalanan merupakan salah satu masalah sosial yang paling kompleks bagi kota-kota besar di Indonesia (Fauzi, n.d.). Jika diperhatikan dengan seksama, kaum marginal sangat mudah ditemui di kota-kota besar. Lampu merah, stasiun kereta api, terminal, pasar, pertokoan, persimpangan jalan hingga mall, merupakan tempat anak jalanan beraktivitas. Tidak bisa dipungkiri mereka biasanya dikoordinir oleh kelompok yang rapi dan profesional, yang sering disebut dengan komunitas anak jalanan. Setiap anggota kelompok memiliki tugas masing-masing. Ada yang melakukan pemetaan di setiap gang di jalan, ada yang mengatur


608 Jurnal Syntax Admiration, Vol. 3, No.3, Maret 2022

angkutan dan lain-lain (WAHYUNI, n.d.). Dalam hal ini, terjadi eksploitasi terhadap kaum marginal, menjadikannya ladang bisnis. Sangat kejam, hal ini terjadi justru atas persetujuan orang tuanya sendiri, yang juga kerap berperan sebagai bagian dari mafia anak jalanan (Fauzi, n.d.). Tak sedikit permasalahan kaum marginal atau anak jalanan ini muncul akibat dari masalah internal keluarga, baik antar orang tua dan anak atau terdapat masalah antara orang tua dengan orang tua, dalam beberapa kasus alasan anak melakukan aktivitas jalanan karena mereka merasa rumah sudah tidak nyaman menjadi tempat bernaung (Aminah, 2018). Hal ini dapat dilihat dari beberapa literatur terkait munculnya anak jalanan atau kaum marginal, salah satunya, Abu Huraerah dalam bukunya menyebutkan beberapa penyebab munculnya anak jalanan, antara lain: (Huraerah, 2018)

  1. Dorongan orang tua agar anaknya bekerja, guna membantu ekonomi keluarga.

  2. Meningkatnya kekerasan dan perlakuan salah terhadap anak oleh orang tua yang dipertontonkan sehingga anak lari ke jalanan.

  3. Orang tua tidak mampu membayar uang sekolah anak, menyebabkan anak putus sekolah.

  4. Biaya kontrak rumah mahal atau meningkat, menyebabkan anak memutuskan ke jalan.

  5. Timbulnya persaingan dengan pekerja dewasa di jalanan, sehingga anak terpuruk melakukan pekerjaan berisiko tinggi terhadap keselamatannya dan eksploitasi anak oleh orang dewasa di jalanan.

  6. Lamanya anak tinggal dijalanan sehingga memunculkan masalah baru.

  7. Pemerasan, dan eksploitasi seksual terhadap anak jalanan perempuan membuat anak jalanan sering menjadi korban


Data Dinas Sosial provinsi DKI Jakarta mencatat tahun 2016, sebanyak 14.808 anak jalanan diamankan di jembatan penyeberangan orang (JPO), mal-mal, hingga tempat ibadah. Sedangkan tahun 2017 terdapat 8.143 anak jalanan. Dilihat dari angka terdapat penurunan jumlah anak jalanan yang di amankan. (Data Dinas Sosial DKI Jakarta, diakses 11 Desember 2019 pukul 11.06)

Uraian diatas senada yang di ungkapkan oleh Deni, seorang anak binaan Tasawuf Underground:

“Alhamdulillah sekarang mah udah gak kaya dulu waktu di kolong jembatan, kita sedikit demi sedikit udah gak mabok lagi, gak make narkoba lagi beberapa diantara kita, ya udah lebih baik lah”(Wawancara dengan Deni Maret 2021)

Persoalan-persoalan diatas memberikan gambaran bahwa terdapat banyak penyebab-penyebab anak jalanan yang tergolong kaum marginal timbul atau muncul, yang jika diidentifikasi maka masalahnya adalah: ketidakadilan sosial, kesulitan keluarga atau tekanan, ketidakharmonisan dalam keluarga, ketidakmampuan orang tua dalam ekonomi dan masalah khusus menyangkut hubungan orang tua dan anak. Penelitian ini bertujuan: Untuk mengetahui proses pemberdayaan kaum marginal yang dilakukan Komunitas Tasawuf Underground. Untuk mengetahui hasil pemberdayaan

kaum marginal melalui keterampilan wirausaha sablon di Komunitas Tasawuf Underground.

Penggunaan metode pada penelitian ini, menggunakan jenis penelitian kualitatif yang dimana dapat diartikan untuk mengetahui perkembangan suatu fasilitas tertentu atau jumlah terjadinya sesuatu aspek dari pada fenomena sosial, dan untuk menggambarkan fenomena yang sedang terjadi secara terperinci (Wijaya, 2019). Dimana, peneliti sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara Triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih fokus ke makna dari pada generalisasi. Metode penelitian kualitatif ini sering disebut metode penelitian naturalistik, karena penelitian yang dilakukan pada kondisi alamiah tanpa di setting (Suryana, 2010).

Perlu waktu dan kesabaran ekstra di tahap ini, hal itu yang dialami oleh Halim Ambiya selaku pendiri dari Tasawuf Underground. Perlahan tapi pasti komunitas ini makin banyak pengikutnya atau followersnya di media sosial seperti Instagram, Facebook dan Twitter (Wijaya, 2019). Dengan pakaian tidak selayaknya pemuka agama atau seorang Ustadz, Halim Ambiya dengan santainya duduk ngopi bareng dengan para anak jalanan di pinggir-pinggir jalan dan kolong jembatan, baginya hal ini penting untuk membangun citra bahwasannya bukan ingin menggurui tetapi ingin mengajak sama-sama ke jalan yang lurus dan benar, seperti yang diungkapkannya:

“Anak Jalanan punya masa depan yang sama dengan semua manusia, semua masa lalu manusia akan jadi sejarahnya masing-masing. Dalam pendekatan anak jalanan, maka kita perlu mengikuti gaya mereka, style berbicara, hingga penampilan, jadi dulu saya mendekati mereka tidak dengan berpakaian seperti layaknya Ustadz atau pemuka agama, pakai celana levis dan kaos saja, menjadi mereka bergaul sampai mereka nyaman berbicara dengan saya, baru saya masuk ngobrolin agama, pelan-pelan sekali”(Wawancara Ustadz Halim Ambiya 2020)

Dalam kesempatan yang sama, Widy yang juga anak binaan Tasawuf Underground mengungkapkan:

“Saya ini anak udah dua, udah dibilang berumurlah ibaratkan. Disaat itu belum tau apa itu Tasawuf Underground siapa yang punya dan apa yang diajarkan. Dulu saya mantan anak band jalanan, wah udah mabok tiap hari dan segala macemnya lah. Lama-lama saya merasa jenuh dan mulai berfikir hidup gini gini aja dan merasa ada gejolak dalam diri bahwa harus berubah. Nah disaat itu ada temen ngajak ngaji katanya, terus saya ikut, terus setiap hari saya ikutin. Dan pada fase kala itu gejolak hati saya, dan pada akhirnya saya memilih untuk ikut gabung dan minta di tuntun ama pa Ustadz buat ngajarin saya agama, mulai dari ngaji, wudhu sholat sampe dzikir.., jujur aja dek, saya ini iqra aja gak bisa. Huruf hijaiyah itu saya gak tau, wah banyak dah kalo diceritain mah. Tapi Alhamdulillah perlahan lahan saya ikut di Tasawuf Underground ini bawaannya nyaman tentram dan kaya gak ada beban lah, meskipun kalo diitung secara ekonomi, banyakan dulu waktu saya ngeband sama temen-temen lama”(Wawancara dengan Widy Maret 2021)



Metode Penelitian

Penggunaan metode pada penelitian ini, menggunakan jenis penelitian kualitatif yang dimana dapat diartikan untuk mengetahui perkembangan suatu fasilitas tertentu atau jumlah terjadinya sesuatu aspek dari pada fenomena sosial, dan untuk menggambarkan fenomena yang sedang terjadi secara terperinci, Dimana, peneliti sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara Triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih fokus ke makna dari pada generalisasi. Metode penelitian kualitatif ini sering disebut metode penelitian naturalistik, karena penelitian yang dilakukan pada kondisi alamiah tanpa di setting (Suryana, 2010).

Peneliti disini menggambarkan pemberdayaan kaum marginal dalam hal ini anak jalanan yang telah dilakukan oleh Komunitas Tasawuf Underground. Dalam penelitian ini juga peneliti menggunakan pendekatan lapangan, dimana penelitian ini mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu unit sosial, individu, kelompok dan masyarakat. Penelitian ini mempunyai ciri sifat yang mendalam tentang suatu unit sosial tertentu. Oleh karenanya dengan pendekatan ini, peneliti bisa mengetahui lebih dalam mengenai pemberdayaan kaum marginal melalui keterampilan wirausaha sablon di Komunitas Tasawuf Underground. Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah penelitian deskriptif, merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengeksplorasi dan mengklarifikasi suatu fenomena atau kenyataan sosial dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variable yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti. Data yang dikumpulkan dalam penelitian deskripsi berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka (Prakasa, 2020). Dengan demikian, laporan penelitian ini berisi kutipan-kutipan untuk memberi gambaran dari penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dan dokumen resmi lainnya. Agar penelitian ini dapat berjalan baik, peneliti melakukan pembagian waktu dalam menggali data di Komunitas Tasawuf Underground, menganalisis data dan menyajikan data.

Menurut (Sugiyono, 2013) dalam teknik pemilihan informan terdapat beberapa tipe non-probabilty sampling. Penelitian ini menggunakan tipe purposive sampling. Purposive sampling adalah digunakan dalam situasi dengan kemampuan untuk menentukan informan sesuai dengan tujuan. Jadi purposive sampling pada pemilihan informan didasarkan ciri-ciri yang dimiliki subjek yang dipilih. Berikut ini tabel subjek dan informan yang terpilih dalam pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian.

Tabel 1 Kerangka Informan

No

Informasi Yang di cari

Metode

Status Informan

Nama Informan

1

Untuk mengetahui gambaran umum Komunitas Tasawuf Underground

Wawancara, recording dan dokumentasi

Pendiri

Ustadz Halim Ambiya

2

Untuk mengetahui tahap dan proses pemberdayaan anak jalanan di Komunitas Tasawuf Underground

Wawancara, recording dan dokumentasi

Pengurus

Aan Sujana dan M Ridwan

3

Untuk mengetahui pemberdayaan anak jalanan yang dilakukan Komunitas Tasawuf Underground

Wawancara, recording dan dokumentasi

Pendiri

Ustadz Halim Ambiya

4

Untuk mengetahui proses pemberdayaan yang dilakukan Komunitas Tasawuf Underground

Wawancara, recording dan dokumentasi

Anak/santri binaan

Bang Trian, Bang Widy, Bang Rifqi, Bang Suhardi dan Bang Deni

5

Untuk mengetahui hasil pemberdayaan yang diperoleh melalui keterampilan wirausaha sablon

Wawancara, recording dan dokumentasi

Anak/santri binaan

Bang Trian, Bang Widy, Bang Rifqi, Bang Suhardi, dan Bang Deni

Sumber: Berdasarkan data yang diperoleh peneliti


Hasil dan Pembahasan

Bab ini peneliti akan menganalisis penemuan yang ditemukan peneliti selama meneliti di lapangan. Yaitu, proses pemberdayaan yang dilakukan oleh Komunitas Tasawuf Underground dalam memberdayakan anak jalanan melalui keterampilan wirausaha sablon. Yang terdiri dari tahap penyadaran anak jalanan atau pra kondisi hingga proses pemberdayaan anak jalanan melalui keterampilan wirausaha sablon. Dianalisis dengan teori yang disajikan pada bab II.


  1. Analisis Tahap “Prakondisi” Pemberdayaan Di Komunitas Tasawuf Underground

    Pra kondisi yang diciptakan oleh Tasawuf Underground melalui ustadz Halim Ambiya menimbulkan magnet tersendiri bagi para anak jalanan sehingga ingin ikut dan bahkan beberapa menjadi santri binaan di Kantor Tasawuf Underground. Dari tinjauan teoritis yang di uraikan pada bab II, maka peneliti akan menggunakannya sebagai bahan analisis untuk menganalisa tahap pemberdayaan di Komunitas Tasawuf Underground.

    1. Tahap penyadaran

      Konsep penyadaran atau prakondisi yang wajib dilakukan seorang pengembang masyarakat kepada individu lainnya ketika menggagas suatu

      rencana program. Dalam hal ini Tawasuf Underground dituntut untuk melakukan pendakatan secara humanis, karena yang ingin diberdayakan adalah anak jalanan atau bahkan anak punk. Jika dilihat dari kaca mata latar belakang konfliknya memiliki berbagai macam permasalahan secara individu keluarga bahkan kelompok. Oleh karenanya Halim Ambiya bersama para relawan yang tergabung dalam Komunitas Tasawuf Underground menggunakan cara pendekatan di awal yang sangat humanis kekeluargaan, seperti mengajak para anak jalanan untuk ngopi-ngopi dan ngobrol di teras kolong fly over seadanya.

      Beralaskan banner yang didapat dari bekas berbagai macam iklan yang menempel di setiap sudut-sudut Kota, Halim Ambiya dan para relawan serta pengurus menyambangi mereka anak jalanan, kemudian disediakannya kopi, rokok dan makanan ringan, agar para anak jalanan tertarik duduk dan ngobrol dengan Halim Ambiya dan para relawan. Dengan demikian anak jalanan mau untuk mengikuti dan duduk bareng setiap minggunya dengan ustadz Halim Ambiya dan para relawan. Sebagaimana diungkapkan Rifqi :

      “Awal-awal saya diajak kan ama temen, buat ikut pengajian ama pak Ustadz, ya saya udah tau sih sering liat kalo lagi ngamen di tebet waktu itu, saya kira kumpul-kumpul biasa aja, eh ternyata pas ikut baru tau kalo disini ada pengajian. Awalnya saya gak percaya kalo pak Ustadz bisa ajarin saya ngaji, karena tampilannya biasa aja, pas ternyata beliau ceramah gitu, duar duar rasanya dada saya ini bergetar di belah-belah sama beliau bareng relawan yang ikut, barulah dari situ saya keterusan buat ikut pengajiannya lagi. Saya suka karena beliau ngedeketin kitanya enak pake cara kekeluargaan lah, dan awal-awalnya gak langsung ngelarang ini ngelarang itu, jadi saya mau ikut sampe sekarang ikut dibina jadi santrinya beliau”. (Wawancara bersama M. Rifqi, 2021)

      Pendekatan yang dilakukan dirasa pas oleh ustadz Halim Ambiya dan para relawan, untuk bisa masuk ke dalam kehidupan anak jalanan. Terbukti dari awal pembentukan Komunitas Tasawuf Underground di media sosial, kemudian berlanjut hingga pengajian ke kolong jembatan fly over makin banyak yang mengikuti pengajian ini. Senada dengan itu, Suhardi mengungkapkan:

      “mulanya saya lagi duduk-duduk istirahatkan, di kolong fly over tebet waktu itu, trus saya di kasih kopi diajak ngobrol lah ama pak Ustadz, ngobrol-ngobrol akhirnya saya tertarik buat di ajarin ngaji, ya awalnya saya gak percaya beliau bisa ngajarin, eh taunya iya beliau bisa ngajarin ngaji, yaudah saya ikut, trus lama kelamaan saya ajak temen-temen saya buat ayolah kita duduk bareng belajar agama sama pak ustadz ini, yaudah ampe sekarang, ya saya tergolong yang cukup lama udah sampe dibina disni”. (Wawancara bersama Suhardi, 2021)

      Pada tahap awal ini, peneliti melihat bahwa Tasawuf Underground telah mampu dan berhasil untuk bisa diterima di kalangan anak jalanan. Dengan gaya sederhana dan nyentrik, sosok Halim Ambiya mampu memberikan aura

      tersendiri dan magnet kencang kepada anak-anak jalanan yang berada di kolong fly over dan di setiap lampu merah yang di sana terdapat anak jalanan untuk mau di ajak kembali ke jalan kebenaran atau belajar Agama. Hingga beberapa anak jalanan sampai memiliki keinginan untuk bermukim di Kantor Tasawuf Underground.

      Bagian ini merupakan awal dari tahapan-tahapan pemberdayaan masyarakat, dalam hal ini Tasawuf Underground melakukan tahap penyadaran dengan cara humanis untuk pembentukan jati diri setiap anak-anak jalanan yang akan diberdayakan dalam sebuah konsep pemberdayaan masyarakat.

    2. Tahap peningkatan spiritualitas

      Selanjutnya Tasawuf Underground mengkonsepkan agar terbentuknya keimanan dalam diri setiap anak jalanan dan pembentukan perilaku secara preventif dan rehabilitasi. Di jalan yang Halim Ambiya lakukan adalah mengajarkan ngaji dan memberi ceramah agama kepada para anak-anak jalanan. Mulai dari mengajari huruf hijaiyah, mengenalkan Iqra hingga membaca Al-Qur’an. Kemudian memberikan ceramah agama yang disisipkan di dalamnya kutipan-kutipan dari berbagai macam kitab-kitab karangan para Syaikh. Atau yang Halim Ambiya sebut sebagai peta jalan pulang kepada Allah SWT. Senada yang Trian tuturkan:

      “Waktu saya ngamen dulu mana tau ngaji, jarangkan ngaji bang, huruf hijaiyah aja saya gak tau, taunya cuman ngamen-ngamen aja cari duit. Yaudah ikut di sini sama pa Ustadz saya dari nol bang ngaji pelan-pelan, belajar wudhu yang bener sama belajar sholat disini. Alhamdulillah sekarang mah udah bisa dikit-dikit berkat pa Ustadz dan para relawan di sini. Dulu awalkan saya kesini buat dagang karena saya orang Palembang, trus kalo disini kehabisan ongkos di kota, yaudah saya ngamen buat nambah-nambah ongkos balik.” (Wawancara bersama Trian, 2021)

      Dari penuturan Trian, dapat dilihat bahwa tahap peningkatan spiritualitas yang dilakukan Tasawuf Undeground terhadap anak jalanan dapat memberikan efek yang baik dan di ikuti secara perlahan lahan oleh para anak binaan, baik anak yang di bawah fly over masih di jalanan maupun yang sudah tinggal dan dibina di Kantor.

      Tahap ini merupakan tahap penting dalam skema pemberdayaan anak jalanan, karena merupakan tahap yang sangat fundamental terutama dalam mengokohkan kepercayaan dan keimanan setiap anak jalanan yang nantinya akan diberdayakan di berbagai program, juga guna menanamkan prinsip-prinsip kehidupan menurut agama Islam.

    3. Tahap transformasi

      Tahap perubahan perlahan atau dalam pemberdayaan masyarakat disebut sebagai tahap transformasi setiap individu atau seorang yang akan di berdayakan. Pada tahap ini anak-anak jalanan yang akan diberdayakan akan mulai bertransformasi secara sikap dan perilaku, serta cara berpakaian dan

      kesopan santunan. Hal ini yang terjadi pada anak jalanan yang di bina oleh Tasawuf Underground, pada tahap ini anak binaan sudah memiliki perubahan perilaku mulai dari, kesopan santunan, cara bicara hingga pola kehidupan. Hal ini sesuai apa yang Widy ungkapkan:

      “Sekarang alhamdulillah bang, saya udah makin membaik secara pola hidup. Karenakan saya dibina juga di sini, jadi saya ngikutin disiplin yang dibuat oleh para pengurus dari mulai saya bangun sampai tidur lagi, semua di buat jadwalnya ama pak ustadz, dulu saya juga ikut program hapus tato yang pernah dilakuin kerjasama ama apa gitu saya lupa.., trus juga saya sekarang sholat berjamaah trus disini, ya pokoknya banyak perubahan dalam diri saya, beberapa temen-temen juga udah pada ninggalin narkoba trus ada juga yang ngejambret beberapa, Tasawuf Underground bagi saya udah ngerubah saya, keluarga juga di kampung tau dan bahagia saya mondok disini, yang paling saya suka ketika pengajian kitab-kitab gitu, banyak petuah Syaikh yang saya suka dan merasuk ke hati” (Wawancara bersama Widy, 2021)

      Dapat dicerna dari penuturan Widy bahwa anggota binaan yang telah beberapa bulan di bina dan mengikuti Tasawuf Underground telah berhasil bertransformasi secara sikap, perilaku dan pola kehidupan. Tahap ini pengurus mulai mengetahui seberapa telah berubahnya anak jalanan, karena mereka dibina dan di tempatkan dalam satu tempat di Kantor. Seperti yang ditekankan oleh Halim Ambiya:

      “Disini, anak-anak dibina diberi pendampingan dan berdisiplin dengan peraturan yang kami buat. Alhamdulillah semua ini berdampak positif ke arah perubahan secara perlahan, meskipun terkadang masih suka ada yang membandel.” (Wawancara bersama Ustadz Halim Ambiya, 2020)

      Tahap transformasi dengan sendirinya muncul di dalam diri setiap anak santri binaan, hal ini karena keistiqomahan pengurus Tasawuf Underground dalam membina dan memberikan disiplin para santri binaan. Proses ini merupakan tahap yang timbul secara kepribadian setiap individu yang akan diberdayakan sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Ambar dalam teorinya tahap-tahap pemberdayaan.

    4. Tahap peningkatan intelektualitas

      Bagian ini merupakan tahap dari berbagai tahapan pra kondisi dalam pemberdayaan masyarakat. Dalam hal ini Tasawuf Underground memberikan kesempatan bagi pihak pihak lain, baik lembaga-lembaga swasta dan pemerintahan. Untuk berkunjung dan sharing terkait pengalaman-pengalaman di bidang apapun itu. Sebagai mana Ustadz Halim Ambiya katakan:

      “Untuk hal-hal yang bersifat kegiatan positif terutama untuk para santri, kami sangat welcome sekali, banyak yang sudah datang sharing juga bahkan membantu, seperti OVO Indonesia, teman-teman mahasiswa dan beberapa lembaga pemberdayaan juga ada dan lain-lain” (Wawancara bersama Halim Ambiya, 2020)

      Dari tahapan-tahapan di atas, dapat disimpulkan bahwa Tasawuf Underground tidak semerta-merta merekrut para anak binaannya, terdapat tahapan yang dilakukan oleh Ustadz Halim Ambiya selaku pelopor Tasawuf Underground, sehingga sampai pada level atau titik keberdayaan anak binaan atau santri binaan. Hal ini mengingat bahwa yang diberdayakan oleh Tasawuf Underground adalah anak jalanan yang memiliki latar kehidupan dan karakteristik yang berbeda dari anak lainnya. Kemudian dapat disimpulkan bahwa Komunitas Tasawuf Underground ini dibentuk di media sosial facebook sembilan tahun lalu, seiring banyaknya permintaan dari para anak jalanan tentang pengajian secara langsung, akhirnya Ustadz Halim Ambiya memberanikan diri untuk melakukan kegiatan penyadaran atau pengajian anak jalanan di kolong jembatan Tebet dengan pendekatan dan penyadaran yang humanis kekeluargaan.

      Seberjalannya pengajian, beberapa anak jalanan ingin dan meminta kepada Ustadz Halim Ambiya untuk ikut dan mukim atau nyantri di Kantor Tasawuf Underground, akhirnya Ustadz Halim Ambiya mengijinkan sepuluh anak untuk ikut dan mukim di sekretariat Tasawuf Underground.

      Tahapan-tahapan pemberdayaan atau prakondisi yang di temukan dan dijabarkan diatas, sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Teguh Ambar Sulistyani tentang tahap pemberdayaan atau tahap prakondisi sebelum proses pemberdayaan dilaksanakan atau dilakukan. Sehingga memudahkan Tasawuf Underground dalam membangun proses pemberdayaan terhadap anak binaannya.


  2. Analisis Proses Pemberdayaan Kaum Marginal Melalui Keterampilan Wirausaha Sablon

    Analisis proses pemberdayaan melalui keterampilan wirausaha sablon, peneliti uraikan menggunakan teori Adi dalam bukunya Isbandi Rukminto. Tentang proses pemberdayaan yang telah dikaitkan dengan pengembangan masyarakat, dalam hal ini adalah pemberdayaan anak jalanan melalui keterampilan wirausaha sablon yang dilakukan oleh Komunitas Tasawuf Underground.

    1. Menghadirkan pengalaman yang memberdayakan (racall dopewering/empowring experience).

      Proses ini merupakan proses dimana subyek yang akan diberdayakan dan kelak akan menjadi berdaya, diberikan suatu kelas pemahaman tahap awal. Proses ini berkonsep transfer ilmu dan pengalaman atau sebuah edukasi yang telah dilakukan oleh Komunitas Tasawuf Underground. Melalui seorang tutor yang berpengalaman di bidang sablon, anak binaan senantiasa dengan seksama memahami semua pengalaman-pengalaman yang diberikan oleh Bapak Yanto seorang pengusaha bidang sablon bermetode sharing atau ceramah.

      Dalam prakteknya Komunitas Tasawuf Underground melaksanakan proses ini melalui proses edukasi keterampilan sablon, tujuannya adalah untuk

      memberikan pengetahuan, teori dan pengalaman dibidang sablon kepada anak binaan, dengan menghadirkan seorang pengusaha di bidangnya. Proses ini dalam pemberdayaan masyarakat, berupaya menghadirkan kembali pengalaman yang dimiliki oleh Pak Yanto selaku pengusaha “Alvin Sablon” yang menjelaskan bagaimana awal merintis sebuah bisnis sablon hingga sharing sebuah pengalaman bagaimana pahit manisnya usaha dibidang sablon. Mulai dari membuat desain hingga tahap finising, semua masing-masing dikerjakan oleh tangan manusia, sebagai alat penggerak sablon itu sendiri.

      Sebagaimana yang diungkapkan Bang Deni salah seorang anak binaan yang konsen di bidang sablon:

      “Alhamdulillah dengan adanya Bapak yanto yang mau banyak sharing ama saya dan temen-temen dibidang sablon ini, kami merasa terbanru terutama dalam hal pemahaman kami di bisnis sablon dia, trus juga beliau sangat baik kepada kami, sehingga kami sekarang punya pengalaman dan pemahaman banyak”. (Wawancara bersama Bang Deni, Maret 2021)

      Proses menghadirkan kembali sebuah pengalaman dalam proses pemberdayaan ini pula dapat dirasakan manfaatnya oleh Bang Widy, sebagaimana beliau mengungkapkan:

      “Sekarang berkat beliau ini Bapak Yanto dulu yang ngajarin dan ngasih tau saya tentang ini, saya jadi punya impian buat pengen buka bisnis sablon di Palembang nanti”. (Wawancara bersama Bang Widy, Maret 2021)

      Dapat dipahami bahwa, proses ini sangat penting untuk memulai awal sebuah pemberdayaan. Kemudian dapat disimpulkan bahwa anak-anak binaan yang sekarang konsen di bidang sablon ini, mendapatkan manfaat dari sharing pengetahuan dan metode Pak Yanto dalam menghadirkan pengalamnnya di dunia sablon, manfaat ini akhirnya dirasakan hingga sekarang, para anak binaan sudah mandiri dalam menjalankan pemberdayaan sablon ini, yang kini sudah menjadi sebuah unit usaha.

    2. Berdiskusi tentang mengapa perlu terjadi pemberdayaan

      Proses ini dilakukan oleh Ustadz Halim Ambiya dengan para pengurus internal. Proses ini tercipta karena dinamika proses pemberdayaan masyarakat akan berlangsung jika terjadinya kolaborsi aktif antar pemberdaya dalam hal ini pengurus Tasawuf Underground. Awal dilakukan karena Ustadz Halim Ambiya merasa bahwa selain menyadarkan dan membina mantan anak jalanan, dirasa secara moral dan lembaga memiliki tanggung jawab agar anak binaan yang sudah hijrah atau inyaf ini tidak kembali lagi ke jalanan, oleh karenanya timbul konsep pemberdayaan dari hasil diskusi yang dilakukan oleh para pengurus. Sebagaimana ungkapannya:

      “Hal tersulitnya adalah memberikan wadah kepada mereka agar tidak kembali ke jalanan, ini semua anak bagian dari tanggung jawab kita semua” (Wawancara bersama Halim Ambiya, 2020)

      Penuturan Ustadz Halim Ambiya ini dipertegas oleh M. Ridwan, salah seorang pengurus di bidang koordinator anak binaan, menurutnya:

      “Gagasan ini muncul dari hasil diskusi yang panjang oleh Al-Ustadz bersama kami dalam suatu kesempatan, diskusi santai tapi serius ini, sekarang menjadi kenyataan yang sangat luar biasa dampaknya bagi anak binaan kami” (Wawancara bersama M. Ridwan, Maret 2021)

      Oleh karenya, munculah berbagai macam konsep untuk mewadahi dan memberikan pengembangan atau modal skill kepada anak binaan, salah satu diantara konsep pemberdayaan yang muncul adalah “keterampilan sablon”. Kedepan diharapkan para anak binaan dapat merintis sebuah usaha di bidang sablon.

    3. Identifikasi Masalah Dan Suatu Projek

      Dalam dinamika membangun lembaga atau sebuah wadah pemberdayaan masyarakat, selalu terdapat sebuah masalah baik hubungan antar individu ataupun dalam pelaksanaan programnya. Dalam hal ini Komunitas Tasawuf Underground memecahkannya dengan terus berupaya mengidentifikasi masalah dan persoalan, baik secara materi maupun program keberdayaan anak binaan. Persoalan-persoalan ini acap kali muncul dalam kurun waktu tertentu, yang kemudian di catatan dan di evaluasi secara bersama-sama oleh para pengurus, seperti dalam proses pemberdayaan melalui keterampilan wirausaha sablon.

      Muncul masalah-masalah seperti ketidakmampuan anak binaan dalam mengoprasikan komputer untuk pembuatan desain sablon modern, masalah ketidakmampuan dalam mengoprasikan alat pembayaran non tunai (cashless), hingga masalah kemalasan individu para anak binaan. Dari persoalan-persoalan tersebut, Ustadz Halim Ambiya melihat bahwa ini adalah peluang dalam memecahkannya dengan sebuah projek positif, dan alternatif-alternatif lainnya yang dapat membantu bahkan memecahkan persoalan tersebut.

      Sifat terbuka secara kelembagaan kemudian dirasa harus muncul dalam pemecahan masalah tersebut. Alhasil untuk memecahkan persoalan tersebut, Tasawuf Undergorund banyak berkolaborasi dengan berbagai lembaga, untuk membantu memberikan solusi melalui sebuah projek atau program, seperti program kolaborasi mahasiswa Pengembangan Masyarakat Islam UIN Jakarta dengan Komunitas Tasawuf Underground dalam rangka pelatihan komputer yang diinisiasikan oleh peneliti, selanjutnya ada OVO Indonesia yang memberikan sharing pengetahuan tata cara pembayaran cashless dan lainnya.

    4. Identifikasi Basis Sumber Daya Yang Bermakna

    Proses ini dilakukan oleh Komunitas Tasawuf Underground dengan melihat kualitas sumber daya manusia yang dimiliki, hal ini di lihat sebagai upaya atau usaha dalam membuat pemberdayaan sablon ini. Anak jalanan yang sudah tersadarkan dan dirasa sudah matang secara pondasi keimanan. Selanjutnya diarahkan untuk masing-masing menguasai bidang pemberdayaan sesuai dengan keinginannya. Hal ini bertujuan agar anak binaan yang sudah

    dibina disini mendapatkan pengalaman dan keterampilan, sehingga kelak tidak kembali lagi ke jalanan.

    Tasawuf Underground melihat mereka anak jalanan juga layak mendapatkan keadilan dalam mendapatkan keahlian walaupun dengan pendidikan yang minim. Usaha ini disambut baik para anak binaan yang sudah memiliki dasar kemampuan sablon dan juga bagi mereka yang sudah memiliki pengalamannya di bidang pemberdayaan masing-masing.

    Proses pemberdayaan melalui keterampilan wirausaha sablon yang dilakukan Komunitas Tasawuf Underground sangat menarik bila di analisis mulai dari tahapan penyadaran anak jalanan hingga kepada tahap pemberian daya atau kekuatan baik peningkatan skill yang sudah dimiliki ataupun yang belum pernah dimikili anak-anak jalanan.

    Dari hasil analisis proses pemberdayaan melalui keterampilan wirausaha sablon di atas. Dapat disimpulkan bahwa Komunitas Tasawuf Underground telah berhasil membuat ekosistem pemberdayaan dengan memanfaatkan basis-basis serta aset yang dimilikinya, berjalan terus hingga saat ini dan terus melakukan pengembangan dan evaluasi di tahap pelaksanaan teknisnya. Tentunya dengan kerja keras dan ke istiqomahan para pengurus terutama pendiri Tasawuf Underground itu sendiri yaitu Ustadz Halim Ambiya.

    Hasil analisis peneliti di atas sesuai dengan apa yang di kemukakan teori Isbandi Rukminto, mengenai proses pemberdayaan yang menurut Isbandi Rukminto saling memiliki keterkaitan dan berkesinambungan dalam sebuah siklus.


  3. Hasil Pemberdayaan Yang dilakukan Komunitas Tasawuf Underground

    Hasil dan temuan penelitian, pemberdayaan yang dilakukan oleh Komunitas Tasawuf Underground memberikan pengaruh besar terhadap anak-anak binaan yang dulunya merupakan seorang anak jalanan dan anak punk. Bisa dilihat dari yang awalnya anak jalanan ini berprofesi sebagai anak jalanan, kemudian mau untuk mengikuti pengajian Tasawuf Underground dikolong fly over Tebet Jakarta Selatan. Dan mengikuti dengan ikhlas dan istiqomah tahapan-tahapan pemberdayaan atau prakondisi dan proses pemberdayaan yang diciptakan oleh Ustadz Halim Ambiya beserta pengurus Komunitas Tasawuf Underground. Hal ini diungkapkan oleh Trian: “Saya seneng banget bisa di sini, diajarin agama ama Pak Ustadz, trus kita di

    kasih disiplin, dan juga dikasih keterampilan sablon trus hal-hal lainnya, yang kalo saya gak ikut disini, kayanya gak mungkin banget saya punya mimpi. Sampai saya di suport pak Ustadz kuliah di UNPAM, luar biasalah pokoknya mah.” (Wawancara bersama Trian, Maret 2021).

    Pengakuan serupa juga di ungkapkan oleh Bang Widy dengan senyum ketika di wawancarai oleh peneliti, adapaun pengungkapannya:

    “Wah kalo ditanya soal apa aja hasil yang diperoleh disini, saya gak bisa bilang satu-satu, karena banyak banget…, Pak Ustadz dan seluruh pengurus disini kasih

    saya banyak pengalaman, terutama dalam bidang keterampilan sablon sampe kasih tau buat jadi seorang wirausahawan… seneng banget pokoknya” (Wawancara bersama Bang Widy, Maret 2021).

    Salah satu metode yang dapat melihat keberhasilan pemberdayaan anak jalanan yang dilakukan Komunitas Tasawuf Underground, maka peneliti akan menganalisis berdasarkan tujuan pemberdayaan yang harus dicapai dalam sebuah konsep atau program pemberdayaan yang dijelaskan oleh Ambar Teguh Sulistiyani di dalam bukunya bahwa kemandirian masyarakat ditandai dengan kemampuan masyarakat untuk memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dianggap tepat demi dapat memecahkan masalah-masalah yang di hadapi dengan mempergunakan kemampuan yang terdiri atas kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik, afektif dengan mengarahkan sumber daya yang dimiliki oleh lingkungan internal masyarakat tersebut. Adapun keberhasilan tersebut adalah:

    1. Memiliki Ilmu Pengetahuan (Kognitif)

      Dengan terdapatnya tahapan pemberdayaan atau prakondisi yang dilakukan Tasawuf Underground tentang peningkatan spiritual anak jalanan. Mereka secara pengetahuan agama Islam makin dalam dan bertambah, hingga memiliki kepribadian yang agamis dan menjalankan sunah-sunah nabi. Kemudian untuk keterampilan wirausaha sablon sudah tentu anak binaan dapat pengetahuan yang luas baik secara teknis menyablon, hingga pengetahuan dan ilmu kiat-kiat berbisnis bahkan kiat-kiat mendirikan usaha dari berbagai kesempatan, melalui sebuah siklus proses pemberdayaan yang dilaksanakan oleh Komunitas Tasawuf Undergound berkolaborasi dengan relawan dan lembaga-lembaga lainnya.

    2. Terbentuknya Sifat Sensitif Dalam Pembangunan (Konatif)

      Dari hasil dan penemuan peneliti, kini anak binaan Tasawuf Underground dewasa kini, sudah terbentuk secara prinsip dan memiliki sifat sensitif yang konstruktif dalam hal pembangunan sumber daya manusia, hal ini dibuktikan dengan seringnya mereka pengikuti kegiatan-kegiatan sosial membantu sesama, dan juga mengajak anak jalanan yang lainnya untuk hijrah dan kembali ke jalan yang benar menurut agama Islam.

      Sekarang mereka yang yang dibina sudah menjadi brosur hidup Tasawuf Underground dalam menyiarkan Islam dengan maksud menyadarkan anak jalanan yang memiliki kesempatan yang sama dengan manusia lainnya dalam hal harapan hidup dengan pendekatan humanis kekeluargaan dan tidak memaksa.

    3. Memiliki Ketaatan dan Peduli Lingkungan (Afektif)

      Kondisi afektif yang sudah mulai tertanam dalam diri anak binaan Tasawuf Underground, kondisi ini terlihat pada anak binaan yang taat terhadap peraturan atau disiplin yang dibuat oleh pengurus Komunitas Tasawuf Underground. Juga saling mengingatkan satu sama lainnya terhadap temannya yang melanggar peraturan yang ada. Hal ini menjadi keberhasilan Komunitas

      Tasawuf Underground dalam membentuk keberdayaan perilaku dan sifat anak binaan.

    4. Kondisi Psikomotorik

      Kini anak binaan Tasawuf Underground dengan sendirinya tanpa disuruh suruh sudah melaksanakan disiplin yang berdapat di Kantor Tasawuf Underground, seperti sudah melaksanakan sholat lima waktu dengan tepat waktu secara berjamaan tanpa disuruh, kemudian melakukan kegiatan lainnya seperti mengaji yang masing-masing sudah melaksanakannya tanpa di pecut atau disuruh oleh pengurus ataupun Pak Ustadz.

      Adapun hasil yang diperoleh anak binaan Tasawuf Underground melalui keterampilan wirausaha sablon, sebagai berikut:

      1. Anak binaan memiliki pengetahuan Agama Islam yang baik dan benar.

      2. Anak binaan mendapatkan keterampilan sablon

      3. Menguasai keterampilan menyablon

      4. Anak binaan memiliki kemampuan untuk menjadi seorang tutor dalam bidang menyablon

      5. Memiliki peluang menjadi seorang wirausaha dalam bidang sablon

      6. Anak binaan mampu dan berdaya secara mandiri dalam mengelola unit usaha yang terdapat di Kantor Tasawuf Underground.

      7. Siap kembali ke keluarganya jika mereka mau, karena sudah dibekali dengan Ilmu Agama dan dibekali kemampuan tentang menyablon.


    Kondisi pada proses ini tidak akan terwujud jika satu sama lain tidak saling bersinergi, kolaborasi dan keberlanjutan. Selanjutnya jika dilihat dari aksi atau gerakan yang dilakukan oleh Komunitas Tasawuf Underground dalam hal ini Ustadz Halim Ambiya, maka dapat disimpulkan bahwa strategi pemberdayaan anak jalanan yang digunakan beliau adalah melalui pendekatan direktif, dimana pendekatan ini dipakai karena pendekatan direktif ini dianggap mampu mendorong anak jalanan untuk mau terlibat dan diberdayakan, pendekatan ini menitik beratkan kepada Ustadz Halim Ambiya selaku Community worker yang dominan dalam merangkul serta mengajak anak jalanan. Hal ini sesuai dengan teori Isbandi Rukminto tentang strategi pendekatan pemberdayaan.

    Jika dianalisis menggunakan teori Mark G Hanna dan Buddy Robinson dalam bukunya Harry Hikmat, maka kemudian dapat dianalisa bahwa pendekatan yang digunakan Komunitas Tasawuf Underground ini adalah strategi direct action, atau yang bila diartikan adalah aksi langsung. Hal ini digunakan karena dipandang dari sudut perubahan yang mungkin terjadi, dimana Ustadz Halim Ambiya dan pengurus Komunitas Tasawuf Undergroundlah yang memegang arah serta kendali dalam pemberdayaan anak jalanan, karena penggunaan unsur tersebut akan memberikan klarifikasi terhadap bagian-bagian penting dalam praktek perubahan sosial bagi orang-orang yang terlibat.

    Dilihat dari analisis diatas tentang strategi Komunitas Tasawuf Underground dalam memberdayakan anak jalanan. Peneliti menyimpulkan bahwa, dominasi yang utuh dan kuat perlu dilakukan dalam pemberdayaan anak jalanan, mengingat bahwa penggunaan unsur tersebut akan memberikan klarifikasi terhadap bagian-bagian penting dalam pemberdayaan.


  4. Faktor Pendukung Dan Faktor Penghambat

    Faktor pendukung dalam pemberdayaan kaum marginal ini adalah, banyak relawan yang membantu ketersediaan tenaga pemberdaya dengan sukarela, materi dari relawan, perhatian dari pihak-pihak tertentu baik pribadi ataupun kelompok, juga kekompakan pengurus dalam membantu Ustadz Halim Ambiya dalam melaksanakan program-program di Tasawuf Underground.

    Faktor penghambat dalam pemberdayaan kaum marginal ini adalah, kelompok-kelompok atau individu yang memberikan stereotipe buruk terhadap anak jalanan, kondisi emosional masing-masing anak jalanan yang berbeda-beda, pandemi Covid 19 membuat ruang gerak terbatas, disiplin kantor yang naik turun.


  5. Deskripsi Kondisi Kegiatan di Komunitas Tasawuf Underground Pada Masa Pandemi Covid 19

Melandanya penyakit pandemi Covid 19 di awal tahun 2020, membuat semua negara terkena imbasnya, tak terkecuali negara yang kita cintai Indonesia. Hal ini sangat berdampak kepada seluruh kegiatan baik kegiatan sosial, budaya, ekonomi, dan olahraga. Karena adanya pembatasan mobilitas manusia oleh pemerintah guna menekan angka penyebaran covid 19 di seluruh wilayah Indonesia terutama wilayah Jabodetabek. Semua wajib di patuhi oleh berbagai pihak, termasuk Komunitas Tasawuf Underground.

Kondisi ini juga berimbas terhadap kegiatan Tasawuf Underground, yang semula setiap minggu diadakan pengajian di kolong fly over Tebet Jakarta Selatan kini ditiadakan, kemudian kegiatan jiarah makam juga ditiadakan, hingga kegiatan pemberdayaan yang bersifat berkerumun juga ditiadakan. Sehingga Ustadz Halim Ambiya memutuskan untuk memusatkan semua kegiatan di Kantor Tasawuf Underground dan tidak ada pengecualian. Orang-orang atau lembaga lain yang ingin berkunjungpun dibatasi, bahkan di anjurkan untuk tidak datang kekantor terlebih dahulu mengingat lonjakan terpapar virus Covid 19 ini masih tinggi.

Para santri atau anak binaanpun diwajibkan melakukan swab test berkala sesuai anjuran pemerintah. Dan semuanya baik pengurus dan anak binaan juga mengikuti program vaksinasi gratis yang diadakan pemerintah di puskesmas terdekat. Komunitas Tasawuf Underground ini sangat patuh dan taat terhadap protokol kesehatan yang di anjurkan.

Semoga pandemi Covid 19 yang sedang mewabah diseluruh negeri ini segera terkendali dan teratasi sehingga kita semua dapat hidup kembali normal.


Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti melalui observasi, wawancara dan studi dokumentasi di Komunitas Tasawuf Underground mengenai pemberdayaan kaum marginal. Maka peneliti akan menyimpulkan hasil penelitian Pemberdayaan Kaum Marginal Melalui Keterampilan Wirausaha Sablon. Hal yang dilakukan oleh Komunitas Tasawuf Underground, yaitu: melakukan pendekatan humanis kepada kaum marginal, mengadakan atau mewadahi kaum marginal untuk mengaji, memfasilitasi kaum marginal yang ingin dibina di pesantren “Bahjatun Nufus” terletak di Kantor Tasawuf Underground, memberikan ilmu pengetahuan agama, memberikan wadah pemberdayaan serta berperan sebagai distributor pengetahuan serta pengalaman di bidang usaha.

Peran Ustadz Halim Ambiya sebagai penggagas dan motivator ulung yang memberikan saran, memberi dukungan serta kekuatan kepada para anggota binaan yang dibina. Hal ini, dapat mengubah stereotipe buruk bahwa anak jalanan, punk atau kaum marginal itu kotor, tidak memiliki etika, sopan santun, bertato seram dan selalu berbuat jahat di jalanan. Kaum marginal juga sama seperti manusia pada umumnya yang memiliki Agama, keluarga, kesempatan yang sama, impian hidup, kemampuan dan bakat yang bisa di kembangkan melalui wadah pemberdayaan sehingga dapat berdaya, bermanfaat, dan mandiri kedepannya.

Tahap Pemberdayaan atau tahap prakondisi yang diciptakan Komunitas Tasawuf Underground mampu merubah kondisi kaum marginal sehingga siap untuk di intervensi ke tahap proses pemberdayaan. Melalui beberapa tahapan pemberdayaan yang sudah sesuai teori yang dikemukakan oleh Ambar Teguh Sulistityani, terdapat tiga tahapan, yaitu tahap penyadaran, peningkatan spiritualitas anak jalanan yang dilakukan Komunitas Tasawuf Underground untuk memberikan pondasi keimanan yang utuh serta pengenalan peta jalan pulang kepada keluarga dan Allah SWT, mampu membentuk karakter kaum marginal dan mampu meningkatkan pengetahuan agama. Tahap transformasi, buah hasil tahap penyadaran mampu menjauhkan kaum marginal yang dibina Tasawuf Underground dari perilaku-perilaku menyimpang yang dulu pernah dilakukan. Kemudian tahap peningkatan intelektualitas, Tasawuf Underground mampu memberikan pengalaman dan pengetahuan dibidang pemberdayaan, salah satunya pemberdayaan keterampilan wirausaha sablon.

Proses pemberdayaan melalui keterampilan wirausaha sablon sangat berdampak signifikan terhadap kaum marginal. Karena peneliti banyak menemukan perubahan signifikan yang dialami anggota binaan yang dibina di Komunitas Tasawuf Underground. Dalam segi peningkatan keterampilan sablon, anggota binaan mampu melaksanakan program sablon ini dengan baik, terampil dalam menyablon dan membantu unit usaha sablon Tasawuf Undrground, kemudian anggota binaan juga sudah mulai memiliki dan merancang planning usaha masa depannya.

BIBLIOGRAFI


Aminah, S. (2018). KAJIAN LITERASI STRATEGI COPING PADA ANAK

JALANAN DI JOGJAKARTA. Empower: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, 3(2). Google Scholar

Anwas, Oos M (2019) “Pemberdayaan Masyarakat di Era Global”. Bandung: Alfabeta Bakri, Maskuri. (2017) “Pemberdayaan Masyarakat Pendekatan RRA dan PRA”.

Surabaya: Visipress Media


Emzir, (2012) “Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data”. Jakarta: Rajawali Press


Fauzi, I. (n.d.). Pemberdayaan Kaum Marginal Melalui Keterampilan Wirausaha Sablon (Studi Analisis Deskriptif Di Komunitas Tasawuf Underground Ciputat Tangerang Selatan). Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif …. Google Scholar

Huraerah, A. (2018). Kekerasan terhadap anak. Nuansa Cendekia. Google Scholar Hikmat, Harry (2013). “Strategi Pemberdayaan Masyarakat” Bandung: Humaniora

Utama Press.

Indrajet, Wisnu (2014). “Pemberdayaan Masyarakat & Pembangunan”, Malang: Intras Publishing

Mulyawan, Rahman (2016), “Masyarakat, Wilayah dan Pembangunan”, Bandung: UNPAD Press


Prakasa, Y. (2020). Pembiasaan sikap bersalaman pada anak di PAUD Dharmawanita Kabupaten Lebong. Early Childhood Research and Practice, 1(02), 46–54. Google Scholar


Sugiyono, D. (2013). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D. Google Scholar

Soetomo, (2010) “Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya”, Pustaka Pelajar. Suryana, M. S. (2010). Metodologi Penelitan Model Prakatis Penelitian Kuantitatif dan

Kualitatif. Jakarta: Universits Pendidikan Indonsia. Google Scholar


Teguh, Ambar Sulistiyani (2017), “Kemitraan Dan Model-Model Pemberdayaan”, Yogyakarta: Gava Media

Tjetjep Rohendi Rohidi, (1992)”Analisis Data Kualitatif”, Jakarta: UI Press. WAHYUNI, H. (n.d.). KARAKTERISTIK MODEL SPASIAL KABUPATEN

BULUKUMBA BERBASIS GIS DAN REMOTE SENSING MENGGUNAKAN

CITRA LANDSAT. Google Scholar


Wijaya, H. (2019). Analisis Data Kualitatif: Sebuah Tinjauan Teori & Praktik. Sekolah Tinggi Theologia Jaffray. Google Scholar


Copyright holder:

Imam Fauzi (2022)

First publication right:

Jurnal Syntax Admiration

This article is licensed under: