Putusan Hakim Dalam Penyelsaian Sengketa Hak Asuh Anak Pasca Perceraian Kepada Ayah
884 Syntax Admiration, Vol. 3, No. 7, Juli 2022
Tanggungjawab dan kewajiban hadhanah yang dimaksud adalah sebagai berikut: Pertama,
membina anak-anak untuk beriman kepada Allah, kekuasaan-Nya dan ciptaan-ciptaanNya Yang
Maha besar, dengan jalan tafakkur tentang penciptaan langit dan bumi. Bimbingan ini diberikan
ketika anak-anak sudah dapat mengenal dan membedakan sesuatu. Dalam membina ini
sebaliknya para pendidik menggunakan metode sosialisasi berjenjang. Yaitu dari hal-hal yang
dapat dicerna hanya dengan menggunakan panca indera, meningkat pada hal-hal yang logis;
Kedua, menanamkan perasaan khusu' dan ubudiyah kepada Allah SWT.
Di dalam jiwa anak-anak dengan jalan membukakan mata mereka agar dapat melihat
suatu kekuasaan yang penuh mukjizat, dan suatu kerjaan besar yang serba mengagumkan;
Ketiga, menanamkan perasaan selalu inget kepada Allah SWT pada diri anak-anak di dalam
setiap tindakan dan keadaan mereka.
Hal ini akan mendorong anak untuk jiwa tauhid, serta tunduk kepada kedua orang tua.
Pendidikan yang tinggi kepada anak hendaknya dapat diaplikasikan mulai dari bagaimana cara
anak berbicara, bersikap, dan berprilaku, karena salah satu aspek yang dianggap paling krusial
dalam proses pendidikan anak adalah melatih mereka tentang bagaimana cara berbicara yang
baik dan benar. Melalui kemampuan berkomunikasi tersebut setiap anak dapat belajar
berkomunikasi secara sopan dan santun. Dengan demikian pembentukan akhlak mulia pada
terletak pada pendidikan yaang dimulai dikeluarg yng didukun oleh pendidikan sekolah dan
lingkungan di masyarakat. Adapun Landasan Hukum Pemeliharaan Anak (Hadhanah)
Para Ulama telah menetapkan bahwa pemeliharaan anak (hadhanah) itu wajib hukumnya
sebagaimana wajib memeliharanya selama berada dalam ikatan perkawinan. Adapun landasan
hukumnya mengikuti perintah Allah untuk mebiayai anak dan istri dalam firman Allah:Adalah
kewajiban Ayah untuk memberi nafkah dan pakaian untuk anak dan istrinya. (QS. Al-Baqarah:
233). Kewajiban membiayai anak yang masih kecil bukan hanya berlaku selama ayah dan Ibu
masih terkait dalam tali perkawinan saja, namun juga berlanjut setelah terjadinya perceraian.
(Baidawi & Sunarto, 2020) Sebagai Mana Allah berfirman: " Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api nereka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang yang
diperintahkan".
Pada ayat ini orang tua diperintahkan Allah SWT untuk memelihara keluarganya dari api
neraka, dengan berusaha agar seluruh anggota keluarganya itu melaksanakan perintah-perintah
dan menjauhi larangan-larangan Allah, termasuk anggota keluarga dalam ayat ini adalah anak.
Kewajiban membiayai anak yang masih kecil bukan hanya berlaku selama ayah dan ibu masih
terikat dalam tali perkawinan saja, namun juga berlanjut setelah perceraian. Sebagaimana Sabda
Rasulullah SAW; " Telah menceratakan kepada kami Mahmud bin Khalid al-Sulami , telah
menceritakan kepada kami al-Walid dari Abu 'Amr al-Auza'i telah menceritakan kepada kami
al-Amr Bi Syuaib, dari Ayahnya dari Kakeknya yaitu Abdullah bin 'Amr bahwa seorang wanita
berkata wahai Rasulullah, sesungguhnya anakku ini, perutku adalah tempatnya, dan putting
susuku adalah tempat minumnya, dan pangkuanku adalah rumahnya, sedangkan ayahnya telah
menceraikannya dan ingin merampasnya dariku. Ketika engkau belum menikah. (HR. Abu
Dawud).